BAB 10 ASPEK KELEMBAGAAN 10.1. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 83b6f7cd58 BAB XBAB X

BAB 10 ASPEK KELEMBAGAAN

10.1. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

  Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan kabupaten/kota.

  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

  Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas- luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

  Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

  

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan

  PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.

  PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi:

  “(1) Urusan wajib

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan

yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan

pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. (2)

  

Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya

adalah bidang pekerjaan umum”.

  Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

  

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah

  Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 sub-bagian dan masingmasing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

  Bupati / DPRD Walikota

  Sekretaris Dinas Lembaga

  / Badan

  

Gambar 10. 1 Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014

  Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya.

  Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

  

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi

Birokrasi 2010-2025

  Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah.

  Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.

  Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

  Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :

  1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;

  2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;

  3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;

  4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government;

  5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;

  6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

  7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

  8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.

  9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

  Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada gambar 10.2 berikut ini.

  Gambar 10. 2 Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU 2010-2014 Cipta Karya

  

Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan Nasional

  Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan

  Sumber: Road Map Reformasi Birokrasi Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuaidengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing masing.

  Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Cipta Karya. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPI2-JM Bidang Cipta Karya.

  

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar

Pelayanan Minimum

  Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke- PU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPI2-JM.

  Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.

  

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk

Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah

  Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan . Perbup/Perwali

  

Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan

Perkotaan

  Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang Cipta Karya, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.

  

Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan

Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan

Formasi Pegawai Negeri Sipil

  Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan.

10.2. Kondisi Kelembagaan Saat Ini

  Bagian ini menguraikan secara sistematis tentang kondisi eksisting kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya.

  10.2.1. Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya

  Kondisi keorganisasian bidang cipta karya di Kota tarakan saat ini mengalami permaslaahan utama yakni belum terdapat SOP yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bidang cipta karya. Masing masing lembaga atau SKPD terkait bekerja hanya berdasarkan tupoksi yang telah dimiliki.

  10.2.2. Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

  Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah dengan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja.

  Secara internal, Cipta Karyakeorganisasian urusan pemerintah bidang Cipta Karya, perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-masing bidang/seksi. Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan Cipta Karya, maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah.

  Prinsip-prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam Peraturan Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota, khususnya menyangkut tupoksi dari masing-masing instansi pemerintah bidang Cipta Karya. Selain itu, guna memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu dilengkapi dengan tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melakukan tugasnya.

  

Tabel 10. 1 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya

Peran Instansi dalam Unit / Bagian yang No Instansi Pembangunan Bidang Menangani Pembangunan CK Bidang CK

  1 BAPPEDA Melakukan koordinasi,

  1. Bidang Infrastruktur & Perencanaan, Monitoring SDA dan evaluasi

  2. Bidang P2E

  2 Dinas Pekerjaan Melaksanakan kegiatan

  1. Bidang Cipta Karya Umum dan Tata baik perencanaan maupun

  2. Bidang Tata Ruang dan Ruang kegiatan fisik Pengawasan Perizinan

Tabel 10. 2 Inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya

Intansi Yang Terlibat Tugas dan Fungsi Instansi

  No Nama SOP dalam SOP

  Pengembangan Permukiman

  • 1

  Penataan Bangunan dan Lingkungan

  • 1

  Pengembangan Air Minum

  1 - Pengembangan PLP

  1 - SOP Non Teknis

  • 1

  Ket : Belum terdapat SOP

10.2.3. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

  Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM aparatur merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Bagian ini menguraikan kondisi SDM di keorganisasian instansi yang menangani bidang Cipta Karya, yang dapat dilakukan dengan mengisi tabel berikut mengenai komposisi pegawai dalam unit kerja bidang Cipta Karya.

  Tabel 10. 3 Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya

  

Unit Golongan Jenis Latar Belakang Jabatan

Kerja Kelamin Pendidikan Fungsional Dinas Gol I/II: 54 orang Pria : 84 orang < SMA : 4 orang PU&TR Gol III : 47 orang Wanita :

  24 SMA : 46 orang Gol IV : 7 orang orang D III : 4 orang S1 : 45 orang S2 : 9 orang

  BAPPEDA Gol I/II: 7 orang Pria : 29 orang < SMA : 0 orang Gol III : 35 orang Wanita :

  18 SMA : 10 orang Gol IV : 5 orang orang D III : 1 orang S1 : 25 orang S2 : 11 orang

10.3. Analisis SWOT Kelembagaan

  Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT. Berdasarkan penjabaran dari kondisi eksisting kelembagaan, serta pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam analisis kelembagaan, maka diperlukan melakukan analisis SWOT kelembagaan bidang CK di yang meliputi aspek organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia.

  Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada (strategi S-O); bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mencegah keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-O); bagaimana kekuatan mampu menghadapi ancaman yang ada (strategi S-T); dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru (strategi W-T).

  Berdasarkan informasi yang disusun dari pertanyaan serta analisis tentang keorganisasian, tata laksana dan SDM bidang Cipta Karya pada sub-bab sebelumnya, selanjutnya dapat dirumuskan Matriks Analisis SWOT Kelembagaan. Perumusan strategi bidang kelembagaan berdasarkan Analisis SWOT diharapkan dapat menjadi acuan dalam rencana pengembangan kelembagaan.

  Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tarakan X-9

  b. Memanfaatkan gedung dan tenaga ahli yang ada dalam rangka bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk pengadaan bimtek dan pelatihan di Kota Tarakan

  W - T

  c. memanfaatkan bantek yang ada untuk penyusunan SOP

  b. Memanfaatkan ketersediaan dana di pemerintah pusat untuk optimalisasi kebutuhan sarana dan prasarana

  a. Memanfaatkan lembaga pelatihan, program bantek maupun bimtek serta beasiswa studi untuk peningkatan kualitas SDM.

  W - O

  d. Belum terdapat SOP

  a. Kualitas SDM masih banyak yang belum memenuhi standar b. Sarana prasarana yang ada masih belum optimal c. Belum terdapat jabatan fungsional terkait

  Kelemahan ( W )

  b. Meningkatkan koordinasi antar stakeholder guna untuk meminimalisir dampak negatif kepentingan kebijakan politik.

  a. Memanfaatkan tenaga ahli yang ada untuk meminimalisir dampak negatif perubahan kebijakan.

  S - T

  a. Meningkatkan koordinasi dalam rangka menangkap peluang bantek, bimtek, pelatihan maupun beasiswa untu peningkatan kapasitas lembaga.

  Tabel 10. 4 Matriks Analisis SWOT Kelembagaan

  S - O

  c. Koordinasi antar stakeholder terkait cukup baik

  a. Terdapat beberapa orang yang ahli di bidang cipta karya b. Terdapat gedung yang representatif

  Kekuatan ( S )

  b. Kebijakan politis baik dari lembaga legislatif daerah maupun pusat.

  a. Kebijakan pemerintah pusat yang berubah

  Ancaman ( T )

  c. Beasiswa Studi untuk PNS baik dari kementrian ataupun lembaga d. Ketersediaan dana di pemerintah pusat

  Kementrian dan lembaga

  a. Banyak terdapat lembaga yang mengadakan pelatihan peningkatan SDM b. Bantek dan Bimtek yang dilakukan oleh

  Faktor Eksternal Faktor Internal Peluang ( O )

  d. Meningkatkan kualitas SDM guna meminimalisir dampak negatif perubahan kebijakan pemerintah pusat

10.4. Rencana Pengembangan Kelembagaan

  10.4.1. Rencana Pengembangan Keorganisasian

  Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari penataan struktur organisasi dan tupoksinya.

  Rencana pengembangan keorganisasian terkait dengan penataan struktur organisasi dan tupoksi dari masing masing PNS. dalam rangka pengembangan keorganisasian di lingkungan Pemerintah Kota Tarakan terkait bidang ke cipta karyaan perlu dilakukan evaluasi dan pendalaman tupoksi sehingga tidak terdapat kegiatan dan tupoksi yang berbenturan antar stakeholder. berikut adalah beberapa strategi pengembangan keroganisasian:

  1. Memanfaatkan bantek yang ada untuk penyusunan SOP

  10.4.2. Rencana Pengembangan Tata Laksana

  Rencana pengembangan tata laksana terkait dengan beberapa hal berikut ini:

  1. Memanfaatkan ketersediaan dana di pemerintah pusat untuk optimalisasi kebutuhan sarana dan prasarana

  2. Meningkatkan koordinasi antar stakeholder guna untuk meminimalisir dampak negatif kepentingan kebijakan politik.

  3. Memanfaatkan tenaga ahli yang ada untuk meminimalisir dampak negatif perubahan kebijakan.

  4. Memanfaatkan gedung dan tenaga ahli yang ada dalam rangka bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk pengadaan bimtek dan pelatihan di Kota Tarakan

  10.4.3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

  Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. berikut beberapa strategi dalam peningkatan kualitas SDM:

  1. Memanfaatkan lembaga pelatihan, program bantek maupun bimtek serta beasiswa studi untuk peningkatan kualitas SDM.

  2. Meningkatkan kualitas SDM guna meminimalisir dampak negatif perubahan kebijakan pemerintah pusat

  3. Meningkatkan koordinasi dalam rangka menangkap peluang bantek, bimtek, pelatihan maupun beasiswa untu peningkatan kapasitas lembaga.

  

Tabel 10. 5 Rangkuman Rencana Aksi Pengembangan Kapasitas

Kelembagaan

Aspek Strategi Rencana Aksi Kelembagaan

   Melakukan koordinasi yang intensif Organisasi Meningkatkan bantuan teknis dari pemerintah  Melakukan kajian penyusunan SOP pusat dalam rangka penyusunan SOP

Tata Laksana Memanfaatkan peluang  Memanfaatkan ketersediaan dana di

yang ada di pemerintah pemerintah pusat untuk optimalisasi pusat dalam rangka kebutuhan sarana dan prasarana  Meningkatkan memperbaiki tata laksana koordinasi antar kelembagaan di daerah stakeholder guna untuk meminimalisir dampak negatif kepentingan kebijakan politik.  Memanfaatkan tenaga ahli yang ada untuk meminimalisir dampak negatif perubahan kebijakan.  Memanfaatkan gedung dan tenaga ahli yang ada dalam rangka bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk pengadaan bimtek dan pelatihan di Kota Tarakan

Sumber Daya Memanfaatkan peluang  Memanfaatkan lembaga pelatihan,

Manusia yang ada di pemerintah program bantek maupun bimtek serta

pusat dalam rangka beasiswa studi untuk peningkatan peningkatan kualitas SDM kualitas SDM. pemerintah daerah  Meningkatkan kualitas SDM guna meminimalisir dampak negatif perubahan kebijakan pemerintah pusat  Meningkatkan koordinasi dalam rangka menangkap peluang bantek, bimtek, pelatihan maupun beasiswa untu peningkatan kapasitas lembaga.