10.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 13fba47424 BAB XBAB 10 ASPEK KELEMBAGAAN KABUPATEN BONDOWOSO OK

  Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPIJM agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan .

  

10.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta

Karya

  Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan RPIJM pada pemerintahan kabupaten Pacitan

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

  Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas- luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

  

2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan

  PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.

  PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi

  “(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. (2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum”.

  Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPIJM sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

  

3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi

Daerah

  Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 subbagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

  4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014

  Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya. Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

  

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang

Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

  Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah. Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :

  Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;

  Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/ diterbitkan oleh K/L dan Pemda;

  Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;

  Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government; Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;

  Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

  Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

  Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan. Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada gambar berikut ini.

  

6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan

Genderdalam Pembangunan Nasional

  Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah.

  Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Keciptakaryaan. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang

  Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPIJM Bidang Cipta Karya.

  

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar

Pelayanan Minimum

  Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke- PU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPIJM. Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.

  

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk

Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah

  Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.

  

9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan

Perkotaan

  Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang keciptakaryaan, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.

  

10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan

Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil

  Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan.

  Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagi tentang urusan pemerintahan pada sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani urusan pemerintah pada bidang/sub bidang Cipta Karya maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan.

10.2 Kondisi Kelembagaan Saat Ini

  Untuk mencapai hasil kerja yang optimal dalam Penyusunan RPI2JM diperlukan perangkat organisasi dan tata laksana kerja yang baik dan efisien, baik dalam kaitan hubungan antara lembaga satu dengan lembaga lainnnya, maupun hubungan dalam kelembagaan itu sendiri.

  Beberapa instasi yang terlibat dalam pelaksanaan RPI2JM ini antara lain adalah :

10.2.1 Kelembagaan Pemerintah

  Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Lembaga ini memantau, mengawasi dan memberikan bantuan atas kelangsungan program yang disusun dalam RPI2JM Bidang Cipta Karya di Kabupaten Bondowoso. Bekerjasama dengan konsultan, Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Pusat dibantu dengan Departemen Pekerjaan Umum Propinsi ikut terlibat membantu pelaksanaan RPI2JM tersebut

  Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Timur Lembaga ini bertanggung jawab kepada Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Pusat untuk memantau dan mengetahui sejauh mana kemajuan pelaksanaan program yang ada dalam RPIJM di Kabupaten Bondowoso sebagai bagian dari wilayah Propinsi Jawa Timur. Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso, dalam hal ini yang terlibat langsung dalam peremajaan kawasan yaitu :

  BAPPEDA Kabupaten Bondowoso Secara fungsional BAPPEDA Kabupaten Bondowoso berperan serta dan memberikan masukan dalam pelaksanaan RPI2JM.

  Dinas Pekerjaan Umum Secara fungsional peranan Dinas Pekerjaan Umum dalam peremajaan kawasan adalah sebagai berikut :

  Melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana, permukiman, tata ruang dan tata perkotaan di kawasan peremajaan. Melaksanakan pengawasan, pengendalian, pengembangan, rehabilitasi peningkatan dan pengembangan operasi serta pemeliharaan dan pembangunan jalan, sarana dan prasarana pemukiman, tata ruang di kawasan perencanaan. Melaksanakan penanggulangan banjir dan bencana lainnya serta usaha pengendalian erosi dan abrasi pantai di kawasan perencanaan.

  Kecamatan di Kabupaten Bondowoso, terutama pada kawasan

  dimana program tersebut dilaksanakan

10.2.2 Kelembagaan Non Pemerintah

  Kelembagaan Non pemerintah yang terlibat dalam RPI2JM Kabupaten Bondowoso adalah sebagai berikut :

  Konsultan Perencana Peranan konsultan dalam program pembangunan RPIJM adalah sebagai berikut :

  Memberikan konsultasi dan rekomendasi dalam hal perencanaan dan desain teknis.

  Memberikan konsultasi dan rekomendasi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso dalam hal economic dan financial analysis.

  Economic Analysis yang dilakukan adalah dalam hal analisis terhadap potensi sumber-sumber daya ekonomi yang meliputi ketenaga kerjaan, pendapatan penduduk di kawasan peremajaan, skill penduduk di kawasan perencanaan. Sedangkan financial analysis dilakukan untuk menagnalisis kelayakan proyek secara keseluruhan dalam hal keuangannya apakah recover atau tidak. Membantu dalam hal pemberian supervisi terhadap terlaksanya program peremajaan secara keseluruhan. Hal ini juga dimaksudkan sebagai kontrol agar pelaksanaan program peremajaan dapat berlangsung sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Pada tahap post construction, konsultan bertindak memonitor pelaksanaan program peremajaan pada tahap-tahap selanjutnya. Jadi pada tahap post construction ini, konsultan bertindak sebagai konsultan yang menganalisis feedback atau umpan balik pelaksanaan program RPIM yang bersifat “Bina Lingkungan Fisik”, yang diikuti dengan program Bina Usaha dan Bina Manusia.

  NGO (Non Government Organization) Non Government Organization dapat berbentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kepada CBO (Community Based Organization) berfungsi sebagai perantara dalam menyalurkan dana dari lembaga-lembaga keuangan non pemerintah/yayasan sebagai development agency atau agen pembangunan bagi CBO baik secara fisik maupun non fisik. Secara fisik peranan LSM berupa bantuan pengadaan sarana-prasarana lingkungan permukiman bagi penduduk setempat dan sebagainya. Sedangkan peran non fisik LSM misalnya dalam membantu menumbuhkan kesadaran untuk memperbaiki kualitas hidup.

  Sedang peran LSM terhadap pemerintah adalah berupa masukan-masukan dari CBO yang ada di kawasan program, saran-saran mengenai keberhasilan program. Sebagai development agency, peran LSM akan mengisi CBO apabila CBO di kawasan perencanaan belum termotivasi terhadap program yang akan dilaksanakan.

  CBO atau organisasi dari aspirasi masyarakat di kawasan program secara institusional maupun dalam pengambilan keputusan. CBO diharapkan dapat berperan secara aktif berinteraksi baik dengan pemerintah, LSM, konsultan maupun kepada masyarakat yang terkena program.

  CBO diharapkan dapat menjembatani kepentingan antara berbagai pihak yang berkepentingan terhadap program. Untuk itulah CBO yang dapat dimanifestasikan dalam wujud koperasi, LKMD dan sebagainya harus diikutsertakan sebagai salah satu unsur dalam proses pengambilan keputusan (decision making process) baik pada tahap pra-konstruksi pelaksanaan program, selama konstruksi maupun pada pasca-konstruksi. Swasta

  Peran pihak swasta dalam kaitannya program pembangunan yaitu berpartisipasi dalam penyediaan dan pelayanan sarana prasarana perkotaan yang memerlukan investasi sektor swasta dalam jumlah besar. Pentingnya keterlibatan pihak swasta sangat mendorong sukses dan berhasilnya perencanaan kawasan. Dalam hal ini pihak swasta selain berpatisipasi dalam penyediaan dan pelayanan sarana prasarana juga mempunyai keterlibatan dalam hal peminjaman modal untuk mengimbangi peningkatan efisiensi pelaksanaan proyek.

  Adapun hubungan kerjasama kelembagaan dalam pelaksanaan program peremajaan kawasan dapat dilihat pada diagram berikut.

Gambar 10.1 Hubungan Kelembagaan Dalam RPI2JM Kabupaten Bondowoso

  KETERANGAN : GARIS LINGKUP KELEMBAGAAN PEMERINTAH GARIS LINGKUP KELEMBAGAAN NON PEMERINTAH HUBUNGAN KERJASAMA

10.3 Rencana Peningkatan Kapasitas Kelembagaan

  Tujuan peningkatan kelembagaan daerah terkait langsung dengan pembangunan prasarana kota bidang PU/ Cipta Karya, yaitu agar investasi pembangunan dapat dilaksanakan sacara optimal oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota serta terjamin keterlanjutannya.

  Dalam hal kegiatan pembangunan prasarana kota, wilayah kegiatan pembangunan lebih dari satu wilayah kabupaten/kota, maka aspek kelembagaan perlu dibahas di tingkat propinsi dan tingkat nasional melalui pembahasan tersebut diharapkan dapat diwujudkan fungsi koordinasi dan kerjasama antar pemerintah daerah.

  Aspek kelembagaan dibahas pada masing-masing sektor pembangunan dengan memperhatikan fungsi koordinasi dan sinkronisasi kegiatan antar sektor pembangunan prasarana kota, sesuai dengan kedudukan dan tugas masing- masing unit organisasi/instansi. Kelembagaan di Kabupaten/Kota perlu dioptimalisasi dan dikoordinasikan serta disinkronisasi uraian jabaran dari fungsi-fungsi sesuai dengan kedudukan dab tugas masing-masing unit organisasi/instansi dan perangkatnya, guna tercapai tujuan peningkatan kelembagaan yang mendukung kegiatan pembangunan prasarana kota termasuk didalamnya Bappeda, Dinas-dinas, PDAM, dan lain-lain.

  Pembahasan tentang kelembagaan, tidak cukup dengan memandang lembaga sebagai wadah, dengan struktur organisasinya dan lain sebagainya, karena hal tersebut hanya merupakan „raga‟ dari lembaga tersebut. Disamping ada „raga‟, lembaga mempunyai „spirit‟ atau dapat disebut juga sebagai „roh‟.

  Yang dikatakan „roh‟ itu berada pada manusia-manusianya, yang menjadi anggota lembaga tersebut. Sehingga upaya meningkatkan kelayakan suatu lembaga, tidak cukup dengan hanya menyempurnakan struktur organisasinya dan hal-hal lain yang bersifat fisik saja, tetapi juga penting untuk meningkatkan kapasitas/ kemampuan (pengetahuan, ketrampilan, dan moral etika) orang-orang yang bertugas dalam lembaga tersebut.

  Dalam pelaksanaannya/ implementasinya, RPI2JM di Kabupaten Bondowoso melibatkan banyak komponen kelembagaan sehingga akan terjalin koordinasi dan sinkronisasi program/ kegiatan dibidang permukiman sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas kelembagaan dalam mendukung Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) di Kabupaten Bondowoso sangat dibutuhkan sehingga program investasi ini dapat dilaksanakan secara optimal, efektif dan efisien serta terjamin keterlanjutannya.

  Semangat desentralisasi penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah beserta aturan-aturannya menjadi pedoman/ acuan pengembangan kapasitas sebagaimana dirumuskan dalam Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas (KNP2K) dalam rangka mendukung desentralisasi, yang dikeluarkan bersama oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS tanggal 6 Nopember 2002, merujuk pada kebutuhan untuk menyempurnakan peraturan dan perundangan dengan melakukan reformasi kelembagaan, memperbaiki tata kerja dan mekanisme koordinasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) keterampilan dan kualifikasi, perubahan pada sistem nilai dan sikap, dan keseluruhan ekonomi daerah bagi pendekatan baru untuk pelaksanaan good government, sistem administrasi dan mekanisme partisipasi dalam pembangunan agar dapat memenuhi tuntutan untuk lebih baik dalam melaksanakan demokrasi.

  Adapun prinsip dari pelaksanaan pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) adalah: Pengembangan kapasitas bersifat multi dimensional Mencakup beberapa kerangka waktu: jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek Pengembangan kapasitas menyangkut multiple stakeholder Pengembangan kapasitas harus bersifat demand driven, dimana kebutuhannya tidak ditentukan dari atas/ luar, tetapi dari stakeholdernya sendiri

  Pengembangan kapasitas mengacu pada kebijaksanaan nasional Adapun format umum rencana tindakan peningkatan kelembagaan yang terkait dalam RPIJM di Kabupaten Bondowoso dibagi menjadi dua, yaitu kelembagaan pemerintah dan kelembagaan non-pemerintah yang dapat dilihat pada Tabel berikut ini.