Uji daya antiinflamasi ekstrak herba pegagan (Centellae Asiaticae Herba) menggunakan metode Hen`s Egg Test-Chorioallantoic Membrane (Het-Cam) - USD Repository

  

UJI DAYA ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centellae

asiaticae Herba) MENGGUNAKAN METODE HEN’S EGG TEST-

CHORIOALLANTOIC MEMBRANE (HET-CAM)

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Alvonsus Rudianto NIM : 068114118

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

  

UJI DAYA ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centellae

asiaticae Herba) MENGGUNAKAN METODE HEN’S EGG TEST-

CHORIOALLANTOIC MEMBRANE (HET-CAM)

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Alvonsus Rudianto NIM : 068114118

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

  

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Bapak dan Ibuku tercinta

Yohannes Deni Setiawan, Adikku tersayang

Sahabat dan almamaterku

  

PRAKATA

  Puji dan Syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Daya Antiinflamasi Ekstrak Herba Pegagan (Centellae asiaticae

  

Herba) dengan Metode Hen’s Egg Chorioallantoic Membrane (HET-CAM)”

  untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm.)

  Semua keberhasilan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

  1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak waktu untuk mendampingi, memberikan arahan dan usulan dalam penyusunan skripsi. 3. drh. Reny Kusumastuti, M.P selaku Dosen Pendamping pelaksanaan penelitian HET-CAM untuk penyusunan skripsi ini yang juga selalu memberikan arahan dan usulan untuk kesempurnaan naskah ini.

  4. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. dan Yunita Linawati, M.Sc., Apt, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritikan dan saran yang membangun dalam penyusunan skripsi.

  5. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt selaku Ketua tim peneliti Hibah Bersaing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis terlibat dalam rangkaian penelitian proyek Hibah Bersaing.

  6. Albertus Sulistyo, BA dan Eni Puji Ujiyanti, kedua orang tuaku yang selalu memberi dukungan dan perhatian secara moral dan material.

  7. Iswahyudi, selaku dosen UGM yang telah membantu dalam pengunaan TLC scanner .

  8. Laurensia Utami Susanti, Veronika Yuni dan Bernadeta Ardy Puspitharini atas bantuan, teman lembur dan selalu bersama-sama dalam menyelesaikan proyek.

  9. Seluruh laboran Laboratorium Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  10. Ange, Nyakpeng, Ulan, Thompling, Jati, Oktav, Cui, Dimon dan Wulan, serta semua teman-teman farmasi baik FST dan FKK 2006.

  11. Ndil yang telah memberikan semangat, inspirasi, perhatian dan dukungan selama ini.

  12. Ibu Pardiyono pemilik peternakan ayam di Sleman.

  13. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan laporan akhir ini.

  Penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan skripsi ini. Namun penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalamnya. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian.

  Penulis

  

INTISARI

  Herba pegagan (Centellae asiaticae Herba) merupakan simplisia dari tanaman pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) yang biasa digunakan untuk pengobatan tradisional. Herba pegagan mengandung zat aktif golongan saponin yaitu asiatikosid yang memiliki daya antiinflamasi. Inflamasi merupakan respon protektif jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antiinflamasi ekstrak herba pegagan menggunakan metode Hen’s Egg Test-Chorioallantoic

  Membrane

  (HET-CAM) dinyatakan dengan IC 50 . Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni. Penelitian diawali dengan determinasi simplisia, pembuatan serbuk, pembuatan ekstrak herba pegagan dan standarisasi ekstrak. Metode HET-CAM menggunakan kontrol positif inflamasi SDS 1%, kontrol positif antiinflamasi hidrokortison asetat 1%, kontrol negatif aquabidest, konsentrasi ekstrak herba pegagan 125 µg/ml, 200 µg/ml, 225 µg/ml dan 250 µg/ml. Hasilnya direkam selama 300 detik dicatat dalam satuan detik waktu koagulasi, lisis dan hemoragi pembuluh darah. Data digunakan untuk menentukan iritation score. Hasil irritation score dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan ANOVA satu arah dengan tingkat kepecayaan 95% dan uji Scheffe untuk mengetahui beda tiap perlakuan. Daya antiinflamasi dilihat dari nilai IC

  50 yang ditetapkan dengan analisis probit dengan tingkat kepercayaan 95%.

  Hasil penelitian menunjukkan ekstrak herba pegagan memiliki daya antiinflamasi sebanding dengan hidrokortison asetat pada konsentrasi 225 µg/ml dan 250 µg/ml. Analisis probit diperoleh IC

  50 ekstrak herba pegagan 158,79 µg/ml (97,21 µg/ml – 191,55 µg/ml).

  Kata kunci : ekstrak herba pegagan, Centella asiatica [L.] Urban, asiatikosid, antiinflamasi, HET-CAM, iritation score, IC

  50

  

ABSTRACT

  Gotu kola herb (Centellae asiaticae Herb) is an ingredient of the plant gotu kola (Centella asiatica [L.] Urban) are used for traditional medicine. It’s contains active substances which fraction asiatikosid saponins that have anti- inflammatory action. Inflammation is a response protectif tissues. This study aims to determine the action of antiinflammatory herb gotu kola extract using Hen's Egg Test-Chorioallantoic Membrane (HET-CAM) method and expressed by IC 50 .

  This research was purely experimental. The research began determination plants, making powder, making extracts and standardized extracts. HET-CAM method uses a positive control inflammation SDS 1%, the positive control anti- inflammatory hydrocortisone acetate 1%, a negative control aquabidest, extract concentration of 125 µg/ml, 200 µg/ml, 225 µg/ml and 250 µg/ml. The results recorded during 300 seconds, recorded of time of coagulation, lysis and hemorrhage of blood vessels. Data used to determine iritation score (IS). It was analyzed by Kolmogorov-Smirnov test, one-way ANOVA with a level confidence is 95% and then Scheffe test to determine differences for each treatment. Antiinflammatory action is obtained from IC

  50 values determined by probit analysis using 95% confidence level.

  Extract has anti-inflammatory action but not statistically significantly different compared with hydrocortisone acetate at concentration of 225 µg/ml and 250 µg/ml. Probit analysis of gotu kola herb extract obtained IC

  50 158,79 µg/ml (97,21 µg/ml – 191,55 µg /ml).

  Keyword : Gotu kola herb extract, Centella asiatica [L.] Urban, asiaticoside, antiinflammatory, HET-CAM, irritation score, IC

  50

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH........ vi PRAKATA ................................................................................................ vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................... ix

  INTISARI .................................................................................................. x

  ABSTRACT ................................................................................................ xi

  DAFTAR ISI ............................................................................................. xii DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xviii BAB I PENGANTAR ................................................................................

  1 A. Latar Belakang .............................................................................

  1 1. Perumusan masalah ...............................................................

  3 2. Keaslian penelitian ................................................................

  3 3. Manfaat penelitian .................................................................

  4 B. Tujuan Penelitian .........................................................................

  4 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA.........................................................

  5 A. Herba Pegagan (Centellae asiaticae Herba) ................................

  5

  1. Uraian tanaman .......................................................................

  5 2. Kandungan kimia ....................................................................

  6 3. Efek farmakologi ....................................................................

  7 4. Dosis .......................................................................................

  8 5. Toksikologi .............................................................................

  8 B. Asiatikosid ...................................................................................

  9 C. Maserasi .......................................................................................

  10 D. Ekstrak .........................................................................................

  11 E. Kromatografi Lapis Tipis .............................................................

  12 F. Inflamasi .......................................................................................

  14 G. Obat Antiinflamasi .......................................................................

  17 H. Hidrokortison Asetat.....................................................................

  18 I. Sodium Dodecyl Sulphate .............................................................

  19 J. Metode HET-CAM ......................................................................

  20 K. Landasan Teori ............................................................................

  23 L. Hipotesis .......................................................................................

  24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................

  25 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................

  25 B. Variabel dan Definisi Operasional ...............................................

  25 1. Variabel penelitian ..................................................................

  25 2. Definisi operasional ................................................................

  25 C. Bahan dan Alat Penelitian ............................................................

  26 1. Bahan penelitian .....................................................................

  26

  2. Alat penelitian.........................................................................

  26 D. Tata Cara Penelitian .....................................................................

  27 1. Determinasi simplisia pegagan ..............................................

  27 2. Pembuatan serbuk herba pegagan ..........................................

  27

  3. Pembuatan ekstrak herba pegagan dengan penyari etanol 96% secara maserasi ..............................................................

  27 4. Uji kualitatif ekstrak herba pegagan .......................................

  27 5. Prapenelitian uji HET-CAM ...................................................

  28 6. Perlakuan telur ........................................................................

  31 7. Pengaturan inkubator telur......................................................

  31 8. Uji HET-CAM Metode Spielmann.........................................

  32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................

  34 A. Determinasi Simplisia...................................................................

  34 B. Pembuatan Serbuk Simplisia Herba Pegagan ...............................

  34 C. Pembuatan Ekstrak Herba Pegagan ..............................................

  36 D. Hasil Analisis Kualitas Ekstrak ....................................................

  37 E. Hasil uji HET-CAM .....................................................................

  41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................

  56 A. Kesimpulan ..................................................................................

  56 B. Saran ............................................................................................

  56 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

  57 LAMPIRAN ..............................................................................................

  61 BIOGRAFI PENULIS ............................................................................... 100

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Nilai Rf dan warna senyawa triterpenoid untuk tiap bagian tanaman pegagan (Zainol, 2008) ..............................................

  13 Tabel II. Harga Rf baku TECA dan sampel ............................................

  40 Tabel III. Susut pengeringan ....................................................................

  40 Tabel IV. Kadar abu total .........................................................................

  41 Tabel V. Hasil scoring metode D’Arcy dan Howard ..............................

  43 Tabel VI. Hasil HET-CAM pada berbagai konsentrasi ekstrak herba pegagan ....................................................................................

  47 Tabel VII. Hasil irritation score metode Spielmann .................................

  48 Tabel VIII.Hasil irritation score dan kategori iritasi pada uji HET-CAM Metode Spielmann ...................................................................

  51 Tabel IX. Potensi penghambatan inflamasi ekstrak herba pegagan dibandingkan hidrokortison asetat ...........................................

  52 Tabel X. Hasil uji one-way ANOVA: uji Scheffe ...................................

  53

  DAFTAR GAMBAR

  23 Gambar 9. Hasil kromatogram baku TECA dan ekstrak herba pegagan hasil maserasi pada suhu 30 Gambar 10. Hasil uji HET-CAM dengan metode D’Arcy dan Howard ...

  46 Gambar 15. Hubungan perlakuan vs irritation score ..............................

  46 Gambar 14. Perubahan pembuluh darah setelah pemberian hidrokortison asetat 1% .........................................................

  45 Gambar 13. Pemberian hidrokortison asetat 1% sebagai kontrol positif antiinflamasi ..........................................................................

  45 Gambar 12. Pemberian SDS 1% sebagai kontrol positif inflamasi ..........

  39 Gambar 11. Pemberian aquabidest sebagai kontrol negatif .....................

  44 C dideteksi dengan pereaksi semprot Liebermann-Burchard .............................................

  22 Gambar 8. Chorioallantoic membrane (Vargas et al., 2007) .................

  Gambar 1. Struktur senyawa triterpenoid yang terkandung pada herba pegagan (Rafamantanana et al., 2009) ..................................

  22 Gambar 7. Morfologi telur (D’Arcy dan Howard) .................................

  20 Gambar 6. Perkembangan embrio unggas (Anonim, 2003)....................

  19 Gambar 5. Struktur sodium dodecyl sulphate .........................................

  16 Gambar 4. Struktur hidrokortison asetat .................................................

  15 Gambar 3. Biosintesis prostaglandin ......................................................

  9 Gambar 2. Respon tubuh terhadap antigen dan kerusakan jaringan (Horrison, 2010) ....................................................................

  52

  Gambar 16. Hubungan log konsentrasi ekstrak herba pegagan vs probit .

  54

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat pengesahan simplisia ................................................

  62 Lampiran 2. Penetapan susut pengeringan ekstrak herba pegagan.........

  63 Lampiran 3. Penetapan kadar abu total ekstrak pegagan ........................

  64 Lampiran 4. Penimbangan bahan ...........................................................

  66 Lampiran 5. Perhitungan irritation score ...............................................

  72 Lampiran 6. Hasil perlakuan telur ..........................................................

  83 Lampiran 7. Perhitungan potensi penghambatan inflamasi ekstrak herba pegagan dibandingkan hidrokortison asetat .............

  85 Lampiran 8. Hasil uji ANOVA ...............................................................

  86 Lampiran 9. Hasil analisis probit ............................................................

  92 Lampiran 10. Foto serbuk dan ekstrak .....................................................

  98 Lampiran 11. Foto inkubator telur dan egg candling light .......................

  99

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Inflamasi adalah respon jaringan protektif terhadap cedera atau kerusakan

  jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen yang menyebabkan cedera maupun jaringan yang cedera itu. Ketika tubuh mendapatkan stimulus dari luar maka tanda awal yang muncul adalah rubor (memerah) disertai dengan kalor (panas), dolor (nyeri) dan pada akhirnya terjadi

  tumor

  (bengkak), functio laesa (hilangnya fungsi) (Anonim, 1996). Kerusakan sel akibat stimulus dari luar akan membebaskan mediator seperti histamin, bradikinin, prostaglandin dan leukotrien dimana mediator-mediator tersebut berperan dalam proses inflamasi (Mansjoer, 2003).

  Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan selama berabad-abad yang lalu. Hal ini telah dilakukan secara turun temurun dan pemanfaatannya masih sangat sederhana. Salah satu pemanfaatan obat alam yaitu sebagai obat radang atau inflamasi. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional memiliki kelemahan yaitu kualitas kandungan zat aktif tanaman obat yang berbeda-beda tergantung kondisi lingkungan dan faktor genetis tumbuhannya sehingga untuk meningkatkan kualitas dari bahan alam dilakukan standarisasi untuk menjamin kualitas dari bahan alam agar aman, manjur dan bermanfaat. Contoh bahan alam yang digunakan sebagai antiinflamasi adalah herba pegagan (Centellae asiaticae Herba).

  Herba pegagan merupakan keseluruhan komponen tumbuhan pegagan (Centellae asiatica [L.] Urban) yang termasuk dalam famili dari Apiaceae.

  Daunnya tunggal, kadang-kadang berambut dengan helai daun berbentuk ginjal. Tanaman ini tumbuh subur di seluruh Indonesia serta daerah-daerah beriklim tropik pada tanah yang subur dan lembab. Pegagan dalam pengobatan Ayurveda selain sebagai obat antiinflamasi, juga digunakan untuk pengobatan demam dan anemia. Dalam upaya peningkatan kualitas bahan alam sebagai obat tradisional telah banyak dilakukan penelitian salah satunya terhadap herba pegagan. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan pegagan dalam bentuk ekstrak dari herba pegagan yaitu induksi dengan PGE

  2 pada tikus Sprague Dawley pada

  bagian telapak kaki menunjukkan efek antiinflamasi. Efek antiiflamasi dari herba pegagan berhubungan dengan senyawa triterpenoid yang terkandung dalam herba tersebut (Somchit et al., 2004).

  Salah satu senyawa aktif triterpenoid dalam herba pegagan adalah asiatikosid. Asiatikosid merupakan senyawa pentasiklik triterpenoid yang memiliki efek antiinflamasi. Selain itu asiatikosid juga berperan dalam wound

  

healing activity berupa peningkatan sintesis kolagen dan jaringan epitel. Suatu

TM

  sediaan ekstrak yang telah distandarisasi yaitu HerbEx Centella Extract mengandung 0,01 % asiatikosid dan pada pemberian ekstrak tersebut terjadi penurunan PGE

  2 yang diberikan pada sel LPS-stimulated RAW 264,7 (Anonim, 2009).

  Hen’s Egg Test-Chorioallantoic Membrane (HET-CAM) merupakan

  metode in vivo menggunakan telur fertil untuk mengetahui daya antiinflamasi substansi atau bahan tertentu. Telur fertil diinkubasikan selama 9 hari akan terbentuk CAM. CAM ini terdapat pada lapisan mesodermis telur yang terdiri dari pembuluh darah. Proses inflamasi menunjukkan adanya perubahan permeabilitas dan perubahan vaskuler pembuluh darah ketika pemberian stimulus. Profil perubahan pembuluh darah yang terjadi seperti timbulnya warna kemerahan pada membran (hemoragi), pecahnya pembuluh darah (lisis) dan denaturasi pembuluh darah (koagulasi) akibat pemberian agen inflamasi. Pemberian suatu bahan yang memiliki daya antiinflamasi akan menurunkan atau mengurangi terjadinya kerusakan pada pembuluh darah. Hasil yang diperoleh ini dinyatakan dalam satuan detik dan dikonversikan menjadi Iritation Score (IS) yang menggambarkan daya antiinflamasi suatu senyawa uji.

  Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dilakukan uji daya antiinflamasi untuk ekstrak herba pegagan menggunakan metode HET-CAM.

  Metode ini memiliki kelebihan, yaitu cepat dan sensitif sehingga dapat juga digunakan untuk screening awal suatu material yang memiliki daya antiinflamasi.

1. Perumusan Masalah

  Apakah ekstrak herba pegagan memiliki daya antiinflamasi yang dinyatakan dengan nilai Inhibition Concentration 50 (IC

  50 ) menggunakan metode

  HET-CAM? 2.

   Keaslian Penelitian

  Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian mengenai daya anti-inflamasi ekstrak Centellae asiaticae Herba dengan metode HET-CAM belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat teoritis Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kefarmasian mengenai daya antiinflamasi ekstrak Centellae asiaticae Herba.

  b. Manfaat metodologis Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang metode yang baik untuk uji daya antiinflamasi ekstrak Centellae asiaticae Herba.

  c. Manfaat praktis Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan metode yang lebih cepat dan mudah dalam uji daya antiinflamasi pada sediaan atau bahan lainnya.

  B.

  

Tujuan Penelitian

  Mengetahui ekstrak herba pegagan memiliki daya antiinflamasi yang dinyatakan dengan nilai Inhibition Concentration 50 (IC

  50 ) menggunakan metode HET-CAM.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Herba Pegagan (Centellae asiaticae Herba) 1. Uraian tanaman Herba pegagan adalah seluruh tanaman Centellae asiatica (L) Urban. Tanaman ini termasuk dalam famili Apiaceae. Tanaman ini dikenal dengan nama

  pegagan atau daun kaki kuda. Daunnya tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2 sampai 10 daun, kadang-kadang agak berambut; tangkai daun panjang sampai 50 mm, helai daun berbentuk ginjal, lebar dan bundar dengan garis tengah 1 cm sampai 7 cm, pinggir daun beringgit sampai beringgit-bergerigi, terutama ke arah pangkal daun. Perbungaan berupa payung tunggal atau 3 sampai 5 bersama- sama keluar dari ketiak daun kelopak, gagang perbungaan 5 mm sampai 50 mm, lebih pendek dari tangkai daun. Bunga umumnya 3, yang ditengah duduk, yang disamping bergagang pendek; daun pelindung 2, panjang 3 mm sampai 4 mm, bentuk bundar telur; tajuk berwarna merah lembayung, panjang 1 mm sampai 1,5 mm, lebar sampai 0,75 mm. Buah pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning kecoklatan, berdinding agak tebal.

  Tanaman ini tumbuh liar di seluruh Indonesia serta daerah-daerah beriklim tropik pada umumnya, dari dataran rendah hingga ketinggian 2500 m di atas permukaan laut. Pegagan tumbuh pada tanah yang lembab dan subur (Anonim, 1977).

2. Kandungan kimia

  Menurut Heinrich, Barnes, Simon, Elizabeth dan Williamson (2004) herba pegagan mengandung saponin antara lain asiatikosid, brahminosid, madekosid, centelosid, dan thankunisid.

  Kandungan kimia yang lain adalah minyak essensial pada tanaman ini yang juga berperan dalam aktivitas biologi. Herba pegagan dari Sri Lanka dilaporkan mengandung centic, centoic, dan asam centelinat (aglikon centelloid) yang sama dengan asam indocentoat (aglikon indocentellosida) (James dan Dubery, 2009).

  Kandungan yang terprediksi dalam herba pegagan adalah asiatikosid (1-

  8%), β-karoten (2649 µg), asam askorbat (48,5 mg) dan total fenolik (23000 mg/100g) (Kormin, 2005).

  Minyak essensial yang terkandung 0,1% ada 2 golongan yaitu monoterpen dan sesquiterpen. Golongan monoterpen adalah α-pinene, β-pinene, myrcene, γ- terpinene, borneol, bornyl asetat dan golongan sesquiterpen yaitu α-copanene, β- elemene, β-caryophyllene, trans-β-fernesene, germacrene, bicycloelemene.

  Kandungan flavanoid yaitu isoquersitrin dan astragalin. Fitosterol berupa β- sitosterol, stigmasterol dan kampesterol. Gula berupa gula ramnosa, arabinosa, fruktosa, sukrosa dan rafinosa. Bahan aktif lainnya adalah tanin (20-25%), valerin, asam amino (lisin, alanin, fenilalanin, serin, asam aspartat dan asam glutamat), asam lemak (asam palmitat, asam oleat dan asam linolenat), resin, pektin, alkaloid, dan garam mineral (Anonim, 2006b).

3. Efek farmakologi

  Herba pegagan memiliki efek imunomodulasi pada uji in vitro dan in vivo pada mencit, meningkatkan penyembuhan luka dan sebagai spasmolitik. Ekstrak herba ini menghambat fibroblast manusia secara in vitro tetapi menstimulasi fagositosis pada mencit. Efek imunomodulasi dan penyembuhan luka berhubungan adanya kandungan saponin triterpenoid pada herba ini. Hasil penelitian klinis dalam grup kecil dengan gangguan vena tangkai bawah menunjukkan peningkatan dalam penyembuhan luka (Heinrich et al., 2004).

  Ekstrak pegagan secara signifikan memiliki aktivitas antinociceptive pada uji hot-plate dan uji geliat yang diinduksi dengan asam asetat. Ekstrak pegagan memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi karena adanya kandungan yang tinggi senyawa saponin triterpenoid. Pemberian ekstrak pegagan mengurangi induksi PGE 2 edema secara signifikan (Somchit et al., 2004). TM Suatu sediaan ekstrak yang telah distandarisasi yaitu HerbEx Centella

  Extract

  mengandung 0,01 % asiatikosid dan pada pemberian ekstrak tersebut terjadi penurunan PGE

  2 yang diberikan pada sel LPS-stimulated RAW 264,7 (Anonim, 2009).

  Ekstrak pegagan menunjukkan aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan karena kemampuannya menangkap radikal hidroksil pada uji menggunakan 2,2-

  diphenyl-2-picrylhydrazyl hydrate

  (DPPH) terkait kandungan senyawa fenolik yang tinggi pada ekstrak herba pegagan. Aktivitas antioksidan dengan ditunjukkan dengan nilai IC

  50 31,25 µg/ml. Kandungan senyawa fenolik yang tinggi dalam

  ekstrak ini juga menunjukkan aktivitas antitumor, yaitu menghambat pertumbuhan sel kanker yang diujikan pada human breast cancer dan mouse melanoma (Pittella et al ., 2009).

  Ekstrak etanol herba pegagan juga memiliki aktivitas imunosupresan pada percobaan menggunakan peripheral blood mononuclear cell (PBMC). Ekstrak etanol menurunkan proliferasi limfosit PBMC dan juga produksi IL-2 dan TNF-

  α yang merupakan sitokin yang diproduksi oleh beberapa tipe sel dalam respon inflamasi, infeksi, dan perubahan lingkungan. Sedangkan IL-2 berfungsi meningkatkan bentuk aktif limfosit T dan B dan sekresi imunoglobulin (Punturee

  et al ., 2005).

  4. Dosis

  Dosis internal pemakaian serbuk daun pegagan adalah 0,5-1 gram per hari (Heinrich dkk, 2004). Untuk pengobatan, WHO merekomendasikan dosis oral sebesar 1-2 gram per hari, dibagi dalam 3 bagian, dikonsumsi begitu saja atau dalam bentuk infusa (Anonim 1999). Pada dosis 2 mg/kg, ekstrak pegagan memiliki daya antiinflamasi ringan sedangkan pada dosis 4 mg/kg memberikan hasil yang sama dengan asam mefenamat (Somchit et al., 2004).

  5. Toksikologi

  Herba Pegagan menimbulkan dermatitis dan fotosensitif yang dilaporkan setelah diaplikasikan secara topikal, juga kadang luka seperti terbakar dalam penggunaan injeksi atau aplikasi lokal berupa serbuk (Heinrich et al., 2004).

  B.

  

Asiatikosid

  Herba pegagan mengandung sejumlah besar saponin pentasiklik triterpenoid yang dikenal sebagai centelloid. Asiatikosid adalah salah satu saponin pentasiklik triterpenoid yang terkandung dalam herba pegagan. Triterpenoid ini merupakan metabolit sekunder dan disintesis melalui jalur asam mevalonat sehingga menghasilkan struktur triterpenoid yang hidrofobik (aglikon) mengandung rantai gula yang hidrofilik (glikon). Hasil isolasi dari herba pegagan, yang mengandung >95% asiatikosid diaplikasikan sebagai antiinflamasi, mengatasi iritasi kulit memerah dan sebagai antialergi. Dosis toksik asiatikosid yang diberikan secara intramuskular terhadap mencit dan kelinci telah dilaporkan yaitu 40-50 mg per kg berat badan. Pemberian secara oral 1 g asiatikosid per kg berat badan tidak terbukti beracun (James dan Dubery, 2009).

  O R 2 HO O HO R 1 OH Asiaticoside R = H R = Glukosil-Glukosil-Ramnosil 1 2 Madecoside R = OH R = Glukosil-Glukosil-Ramnosil 1 2 Asam madekasat R = OH R = H 1 2 Asam asiatat R = H R = H 1 2 Gambar 1. Struktur senyawa triterpenoid yang terkandung pada herba pegagan

(Rafamantanana et al., 2009)

  Komponen aktif herba pegagan, yaitu asiatikosid menunjukkan pada kadar 0,2% larutan asiatikosid yang diaplikasikan secara topikal dua kali sehari selama tujuh hari yang dioleskan pada luka marmut menghasilkan 56% kenaikan hidroksiprolin, 57% tensile strength, meningkatkan kolagen dan jaringan epitel (Anonim, 2006b). Asiatikoisid meningkatkan produksi polymorphonuclear

  

leukocytes (PMN) yang berperan dalam proses antiinflamasi (Karan, A dan

Özand, P.T., 1972).

  Asiatikosid mempercepat penyembuhan luka pasca operasi dan menstimulasi epidermis dengan mengaktifkan sel malpighi dan keratinisasi.

  Pemberian asiatikosid secara topikal menyebabkan penyembuhan luka pada tikus dan secara signifikan meningkatkan tensile strength membentuk kulit baru.

  Asiatikosid juga berguna dalam pengobatan luka hipertropik dan keloid. Asiatikosid dilaporkan dapat menurunkan fibrosis pada luka kemudian mencegah pembentukan luka baru. Mekanismenya ada dua yaitu dengan meningkatkan sintesis kolagen dan asam mukopolisakarida dan dengan menghambat agen inflamasi pada luka hipertropik dan keloid (Anonim, 1999).

  C.

  

Maserasi

  Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Waktu maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan telah tercapai maka proses difusi segera berakhir (Voigt, 1995). Proses ini tepat untuk serbuk yang sudah halus, memungkinkan untuk direndam dalam

  

menstruum (pelarut atau campuran pelarut) sampai meresap dan melunakkan

susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).

  D.

  

Ekstrak

  Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

  Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat dipandang sebagai bahan awal, bahan antara atau bahan produk jadi. Ekstrak sebagai bahan awal dianalogkan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk jadi. Ekstrak sebagai bahan antara berarti masih menjadi bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksi-fraksi, isolat senyawa tunggal ataupun tetap sebagai campuran dengan ekstrak lain. Ekstrak sebagai produk jadi berati ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap digunakan oleh penderita (Anonim, 2000b).

  Ekstrak pegagan yang menggunakan etanol 95% sebagai penyari mengandung banyak klorofil yang ikut terlarut sehingga diperoleh ekstrak yang lengket dan sulit dikeringkan (Pramono dan Ajiastuti, 2004).

  E.

  

Kromatografi Lapis Tipis

  Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan suatu peralatan dengan menggunakan pelat tipis dimana bahan sorpsi (sorben) dapat dibuat rata pada pelat dan dilapiskan dengan ketebalan yang diinginkan. Pelat dengan panjang 200 mm dan lebar yang memungkinkan sejumlah larutan yang diperiksa dan larutan pembanding ditotolkan pada titik awal. Bejana kromatografi dari bahan tembus cahaya dengan tutup rapat. Ukuran bejana harus disesuaikan dengan pelatnya.

  Sorben dibuat suspensi kental, kemudian dilapiskan pada pelat yang sudah dibersihkan dengan hati-hati menggunakan alat untuk membuat lapisan dengan ketebalan 0,25 sampai 0,30 mm, jika dalam monografi tidak dikatakan lain. Pelat yang sudah dilapisi mula-mula dikeringkan di udara, kemudian dikeringkan 1 jam dalam lemari pengering pada suhu 100 C - 105 C jika tidak dikatakan lain. Jika pelat tidak segera digunakan, maka disimpan dalam eksikator di atas silika gel.

  Sebelum penggunaan, pelat ini diaktivasi dengan pengeringan kembali selama 1 jam pada suhu 100 C-105 C (Roth dan Blaschke, 1988).

  KLT melibatkan dua peubah: sifat fase diam atau sifat lapisan, dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang (Gritter et al., 1991).

  Pengembangan dalam KLT adalah proses dimana fase gerak melewati lapisan sorben, yang kemudian menginduksi perbedaan migrasi komponen sampel.

  Prinsip pengembangan yang digunakan dalam KLT adalah linear, circular, dan

  

anticircular dengan velocity fase gerak yang dikontrol oleh gaya kapilaritas. Pada

  KLT konvensional, penggunaan chamber besar dengan kertas yang telah dijenuhkan dengan fase gerak merupakan hal yang rutin dilakukan. Penjenuhan bertujuan untuk memberikan hasil Rf yang reprodusibel (Poole dan Poole, 1991). Bilangan Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa pada kromatografi, nisbi terhadap garis depan. Bilangan Rf diperoleh dengan mengukur jarak antara titik awal dan pusat bercak yang dihasilkan senyawa dan jarak ini kemudian dibagi dengan jarak antara titik awal dan garis depan (yaitu jarak yang ditempuh cairan pengembang). Prosedur ini dapat digunakan untuk menghitung bilangan Rf dari senyawa anggota yang belum diketahui dalam suatu deret senyawa untuk mempermudah pencarian senyawa tertentu dalam ekstrak tumbuhan. Bilangan Rf yang dihitung dibandingkan dengan bilangan Rf sebenarnya (Harborne, 1987).

  Penelitian yang dilakukan oleh Zainol, Voo, Sarmidi, dan Aziz (2008) menunjukkan perbedaan kandungan fitokimia pada tiap bagian tanaman dengan menggunakan metode KLT untuk ekstrak pegagan. Analisis KLT menggunakan 3µl standar dengan konsentrasi, yaitu asiatikosid 1 mg/ml, madekosid 3 mg/ml dan asam asiatat 10 mg/ml. Fase diam silika dan fase gerak etil asetat-metanol-air (8:2:1)v/v, elusi selama 20-30 menit untuk pemisahan senyawa aktif. Bercak hasil elusi dilihat pada sinar UV 365 nm.

  

Tabel I. Nilai Rf dan warna senyawa triterpenoid untuk tiap bagian tanaman pegagan

(Zainol, 2008)

  Nilai Rf Asiatikosid Madekosid Asam asiatat

  Warna Light orange Dark orange Blue green Standar 0,35 0,45 0,59 Bagian tanaman

  Daun 0,35 0,45 0,59

  • Petioles

  0,58 0,45 - - Akar

  F.

  

Inflamasi

  Inflamasi adalah respon jaringan protektif terhadap cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen yang menyebabkan cedera maupun jaringan yang cedera tersebut. Tanda klasik radang akut yaitu nyeri (dolor), panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (functio laesa) (Anonim, 1996).

  Inflamasi (radang) biasanya dibagi dalam 3 fase : inflamasi akut, repons imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan; hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun. Sejumlah autacoid yang terlibat seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien (Katzung, 2001).

  Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator-mediator yang tidak menonjol dalam

  1

  respon akut. Beberapa diantaranya adalah interleukin-1, 2, 3, GM-CSF , TNF- α,

  3 interferon dan PDGF (Katzung, 2001).

  Kerusakan jaringan bisa disebabkan oleh senyawa kimia, mikroorganisme atau paparan suhu yang ekstrim. Selain untuk menghancurkan agen penyebab rusaknya jaringan, inflamasi juga berfungsi untuk menginduksi perbaikan jaringan yang rusak dan juga memproteksi adanya kerusakan jaringan yang bisa menimbulkan efek yang lebih berbahaya. Inflamasi akut dan kronis dibedakan berdasarkan durasi dan tipe sel inflamasi yang dilepaskan. Inflamasi akut melibatkan perubahan pembuluh darah dalam detik yaitu adanya vasodilatasi dan permeabilitas pembuluh darah. Vasodilatasi meningkatkan laju aliran darah dan peningkatan suhu pada jaringan yang rusak sehingga tanda yang timbul akibat adanya inflamasi adalah rubor dan kalor. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah menyebabkan pelepasan protein plasma sehingga timbul tumor pada jaringan. Selain itu, meningkatnya permeabilitas akan memicu pelepasan leukosit (neutrofil) dan makrofag yang berfungsi untuk menghancurkan agen-agen penyebab cedera (Pearson, 2010). Respon tubuh terhadap antigen yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan ditunjukkan pada Gambar 2.

  Tubuh merespon adanya antigen yaitu mengaktifkan komplemen yang menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah. Efek serupa juga ditimbulkan pada pelepasan mediator inflamasi yaitu brandikinin (Harrison, 2010).

  Inflamasi akut melibatkan sel-sel dalam respon imun antara lain makrofag dan neutrofil. Makrofag adalah komponen sel utama sistem imunitas non spesifik yang memproduksi sitokin yaitu Tumour Necrosis Factor-

  α (TNF-α) sebagai respon terhadap antigen (bakteri atau fragmen bakteri). TNF- α merupakan kemoatraktan dimana terlibat dalam meningkatkan migrasi leukosit dan inflamasi

  (Bedoui et al., 2005).

  Fenomena inflamasi berkaitan dengan adanya pelepasan mediator nyeri dapat dilihat pada Gambar 3.

  

Gambar 3. Biosintesis prostaglandin

  Asam arakidonat merupakan komponen normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipid. Adanya stimulus menyebabkan asam arakidonat dilepaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrolase sebagai respon inflamasi. Asam arakidonat kemudian mengalami metabolisme menjadi dua alur. Alur siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin (PGE

  2 , PGF 2 , PGD 2 ),

  prostasiklin, dan tromboksan dan alur lipooksigenase yang membebaskan leukotrien. Leukotrien dan prostaglandin merupakan mediator nyeri yang dilepaskan saat terjadi inflamasi (Mansjoer, 2003).

  Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E

  2 (PGE 2 ) dan prostasiklin

  (PGI

  2 ) dalam jumlah nanogram, menimbulkan eritema, vasodilatasi dan

  peningkatan aliran darah lokal. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. Berikut bagan biosintesis prostaglandin (Anonim, 1995a).

G. Obat Antiinflamasi

  Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai 2 tujuan yang utama: 1.) meringankan rasa nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluhan utama yang terus-menerus dari pasien; 2.) memperlambat atau (dalam teori) membatasi proses perusakan jaringan. Glukokortikoid memiliki efek antiinflamasi dan ketika pertama kali diperkenalkan dianggap sebagai jawaban terakhir untuk pengobatan artritis yang beradang (Katzung, 2001). Glukokortikoid bisa mempengaruhi respon peradangan oleh efek vaskularnya. Glukokortikoid menyebabkan vasokonstriksi bila dioleskan langsung ke pembuluh darah kemudian menurunkan permeabilitas kapiler (Katzung, 1989).

  Glukokortikoid digunakan untuk menekan berbagai gejala klinis pada proses radang yang disebabkan dilatasi kapiler, udem, migrasi leukosit, aktivitas fagosit. Selain itu glukokortikoid dapat mencegah terjadinya perubahan- perubahan lanjutan seperti proliferasi kapiler, fibroblast dan kolagen (Mansjoer, 2003).

  Biosintesis eikosanoid ditingkatkan oleh hormon, autakoid dan beberapa substansi melalui interaksi reseptor membran plasma yang membentuk coupling guanin nukleotid dengan protein G pengikat. Mediator eikosanoid berasal dari dua famili berbeda, dari jalur siklooksigenase dihasilkan prostaglandin dan dari lipooksigenase dihasilkan leukotrien, termasuk semua senyawa yang masih berhubungan dengan keduanya. Sebagai prazat adalah asam arakidonat.

  Pembentukan coupling diaktivasi oleh fosfolipase C, fosfolipase A

  2 atau 2+

  meningkatnya konsentrasi Ca di sitosolik yang dapat mengaktifkan ke dua

  2+

  enzim tersebut. Stimuli fisik dipercaya sebagai penyebab meningkatnya Ca yang berasal dari kerusakan membran sel sehingga mengakibatkan aktifnya fosfolipase A

  2 . Fosfolipase A 2 kemudian menghidrolisis ikatan sn-2 dari senyawa ester

  membran fosfolipid dan dibebaskannya asam arakidonat. Kerja obat antiradang glukokortikoid menghambat enzim fosfolipase A

  2 secara tidak langsung dengan menginduksi sintesis protein G (Mansjoer, 2003).

H. Hidrokortison Asetat Hidrokortison asetat merupakan ester asetat dari hidrokortison.

  Hidrokortison asetat merupakan obat kelompok kortikosteroid. Kortikosteroid adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid. Secara umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na, efek terhadap metabolisme karbohidrat (glukoneogenesis), dan efek antiinflamasi. Umumnya efek antiinflamasi sejalan dengan efek terhadap metabolisme karbohidrat sehingga pengelompokan kortikosteroid didasarkan atas potensi untuk menimbulkan retensi Na (efek mineralkortikoid) dan efek antiinflamasi (efek glukokortikoid). Khasiat antiinflamasi dan glukoneogenesis merupakan ciri glukokortikoid (Anonim, 2000a).

Dokumen yang terkait

Uji efek antiinflamasi dekokta herba baru Cina (Artemisia vulgaris L.) pada mencit betina galur Swiss terinduksi karagenin menggunakan Plethysmometer.

0 0 49

Formulasi tablet effervescent ekstrak daun singkong (Manihot utillissima Pohl.) dan ekstrak herba pegagan (Centella asiatica (L.) Urban).

0 0 12

Uji efek antiinflamasi ekstrak herba sambiloto (andrographis paniculata ness) pada tikus putih jantan - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 14

Uji efek antiinflamasi kombinasi fraksi ekstrak polyanthi folium dan andrographidis herba yang mempunyai aktivitas antioksidan - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 15

Uji efek antiinflamasi kombinasi fraksi ekstrak polyanthi folium dan andrographidis herba yang mempunyai aktivitas antioksidan - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 8

Uji antiinflamasi ekstrak herba ajeran (bidens pilosa l.) pada tikus putih jantan - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 13

Pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak pada mencit putih jantan - USD Repository

0 0 87

Toksisitas akut ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air dari herba pegagan embun [Hydrocotyle sibthorpiodes Lmk.] terhadap artemia salina leach - USD Repository

0 0 90

Optimasi campuran asam sitrat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien pada pembuatan granul effervescent ekstrak herba pegagan [Centellae asiaticae Herba] secara granulasi basah - USD Repository

0 0 124

Optimasi asam tartrat dan natrium bikarbonat dalam formula granul effervescent ekstrak herba pegagan (centellae asiaticae herba) dengan metode desain faktoral - USD Repository

0 1 106