Pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak pada mencit putih jantan - USD Repository

  

PENGARUH PEMBERIAN BETA-KAROTEN

TERHADAP DAYA ANTIINFLAMASI NATRIUM DIKLOFENAK

PADA MENCIT PUTIH JANTAN

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

  

Oleh :

Miliandani Widyastuti

NIM : 028114021

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  

PENGARUH PEMBERIAN BETA-KAROTEN

TERHADAP DAYA ANTIINFLAMASI NATRIUM DIKLOFENAK

PADA MENCIT PUTIH JANTAN

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi

  

Oleh :

  Miliandani Widyastuti NIM : 028114021

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  H ALAMAN P ERS EMB AH AN

Ijinkan aku untuk tidak berdoa agar dilindungi

dari marabahaya,

melainkan agar tidak takut untuk menghadapinya.

Ijinkan aku untuk tidak memohon: agar disembuhkan dari kepedihan, melainkan agar hatiku mampu mengatasinya. Biarkan aku tidak mencari sekutu di medan tempur kehidupan, tapi hanya mengandalkan kekuatanku sendiri.

Biarkan aku tidak memohon dalam ketakutan yang

gelisah untuk diselamatkan, tapi berharap memiliki kesabaran untuk memenangkan kebebasanku.

Pastikan bahwa aku tidak akan menjadi pengecut,

yang menerima belas kasihMu dalam kesuksesanku;

dan biarlah aku merasakan genggaman erat tanganMu dalam kegagalanku.

  By Rabindranath Tagore

Kupersembahkan karya ini untuk:

Papa dan Mama

  

Mama Wi

Ana

  PRAKATA

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan melimpahkan kasih karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PEMBERIAN BETA

  

KAROTEN TERHADAP DAYA ANTIINFLAMASI NATRIUM

DIKLOFENAK PADA MENCIT PUTIH JANTAN, sebagai salah satu syarat

  untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini tidak bisa lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  2. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing dan dosen penguji. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan, waktu, kesabaran dan perhatiannya yang besar selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes., selaku dosen penguji atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

  4. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

  5. Mas Heru, Mas Parjiman, dan Mas Kayat atas bantuannya.

  6. Keluargaku tercinta, Ana dan Mama, atas doa dan motivasi yang membuatku bertahan sampai sampai saat ini.

  7. Mama Wi, Tante Han, dan semua keluarga yang telah membantu kelancaran studiku, atas dukungan moril, spiritual, dan materi selama masa studiku.

  8. Sahabat-sahabatku terkasih, Cecil dan Ika, makasih atas doa dan dukungan, serta canda dan kejahilan-kejahilan kalian.

  9. Teman-teman kos-ku, terutama Memey, Nanduth, Inonk, Jinuth, dan Ngek- Ngek, yang dengan penuh keikhlasan turut membantu penyelesaian skripsiku, terimakasih atas pinjaman komputer dan laptopnya. Jasamu besar di surga.

  10. Teman-teman yang sudah memberi perhatian, semangat, dan motivasi agar aku terus maju: Alin/Uyuth, Shinta; Supri, Yudha, Kobo Hendra (ayo berjuang terus!); Mitha, Ntrie, Tuk-Tuk/Archy, Imeth; Tito, Jacky, Anel (sukses juga buat kalian).

  11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

  Semoga Tuhan melimpahkan berkat dan rahmatNya atas segala kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan.

  Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi orang banyak.

  Yogyakarta, 30 April 2007 Penulis

  

INTISARI

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan daya antiinflamasi natrium diklofenak akibat pemberian beta-karoten serta mengetahui besarnya pengaruh pemberian beta-karoten tersebut.

  Penelitian ini bersifat eksperimental dengan penelitian acak lengkap pola searah. Metode uji yang digunakan adalah metode induksi udema pada telapak kaki belakang menggunakan karagenin 1% sebagai senyawa penginduksi. Digunakan hewan uji mencit jantan galur Swiss berumur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram. Hewan uji dibagi VIII kelompok, masing-masing terdiri atas 5 ekor hewan uji. Kelompok I–IV, berturut-turut adalah kelompok kontrol negatif karagenin 1%, kontrol negatif aquades, kontrol negatif minyak kelapa, dan kontrol positif natrium diklofenak. Kelompok V–VIII adalah kelompok perlakuan dengan pemberian beta karoten per-oral pada 4 peringkat dosis: 0,6523; 0,9225; 1,3046; 1,8450 mg/kgBB, dilanjutkan dengan pemberian per-oral natrium diklofenak 4,48 mg/kgBB. Data berupa data bobot udema kaki mencit, yang digunakan untuk menghitung persentase daya antiinflamasi. Data ini dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan uji Scheffe.

  Daya antiinflamasi kelompok perlakuan (V-VIII) berturut-turut sebagai berikut: -14,262%; 12,593%; 4,058%; dan -0,696%. Daya antiinflamasi natrium diklofenak sebesar 36,132%. Disimpulkan bahwa pemberian beta-karoten sebelum natrium diklofenak menurunkan daya antiinflamasi natrium diklofenak.

  ABSTRACT

  This research aims to recognize the anti-inflammatory effect of sodium- diclofenac if given with beta carotene and also the scale of the antiinflammatory effect.

  This research was experimentally close to the pure experimental research by one way complete random design. The experiment methods which used was oedema inductional method to the left underside of the experiment animals foot- sole with 1% carrageenan. The experiment animals were mice of Swiss strain, in the age of 2-3 months and their weight were 20-30 grams. The experiment animals were divided into 8 groups, each group consist of 5 experiment animals. Group I until grooup IV were 1 % carrageenan negative control, aquadest negative control, coconut oil negative control, and sodium-diclofenac positive control. Group V until VIII were the group which is given treatment, which beta- carotene in four dose level: 0,6523; 0,9225; 1,3046; 1,8450 mg/kgBB, was orally given 15 minutes before the 4,48 mg/kg BB sodium-diclofenac. Data obtained were data of weight of mice paw used to calculate the percentage of antiinflammatory effect. The data were analized statistically using Kolmogorov- Smirnov and then one way Anova and the Scheffe test.

  The percentage of antiinflammatory effect of the treatment of beta- carotene at 15 minutes before sodium-diclofenacwas given are -14,262%; 12,593%; 4,058%; and -0,696%, whereas the antiinflammatory effect of sodium diclofenac positive control is 36,132%. The result of the research shows that the antiinflammatory effect of sodium-diclofenac was decreased by beta-carotene.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v PRAKATA .................................................................................................. vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... viii

  INTISARI ................................................................................................... ix

  ABSTRACT ................................................................................................. x

  DAFTAR ISI ............................................................................................... xi DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xviii

  BAB I. PENGANTAR ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................. 1

  1. Permasalahan .............................................................................. 3

  2. Keaslian penelitian ..................................................................... 3

  3. Manfaat penelitian ...................................................................... 3

  B. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................ 5 A. Beta-karoten ............................................................................... 5 B. Inflamasi ..................................................................................... 7

  1. Definisi ............................................................................... 7

  2. Induksi Udema Telapak Kaki Belakang ............................. 17

  2. Bahan Penelitian ................................................................. 22

  1. Subyek Penelitian ............................................................... 22

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 21 A. Jenis Rancangan Penelitian ....................................................... 21 B. Variabel dan Definisi Operasional ............................................ 21 C. Subyek dan Bahan Penelitian .................................................... 22

  H. Hipotesis .................................................................................... 20

  G. Landasan Teori ........................................ ……….………….... 18

  4. Induksi Arthritis ................................................................. 18

  3. Tes Granuloma ................................................................... 18

  1. Uji Eritema ......................................................................... 17

  2. Mekanisme ......................................................................... 8

  F. Metode Uji Daya Antiinflamasi ................................................. 16

  3. Interaksi Farmakodinamika ................................................ 14

  2. Interaksi Farmakokinetika .................................................. 14

  1. Interaksi Farmasetis ........................................................... 14

  E. Interaksi Obat ............................................................................. 13

  D. Natrium Diklofenak ................................................................... 13

  C. Obat Antiinflamasi ..................................................................... 11

  3. Gejala .................................................................................. 9

  D. Alat Penelitian ........................................................................... 23

  E. Tata Cara Penelitian ................................................................... 23

  1. Penyiapan Hewan Uji ......................................................... 23

  2. Penetapan Dosis Karagenin ................................................ 23

  3. Pembuatan Suspensi Karagenin 1% ................................... 24

  4. Penetapan Dosis Natrium Diklofenak ................................ 24

  5. Pembuatan Larutan Natrium Diklofenak ........................... 25

  6. Penetapan Dosis Beta-karoten ............................................ 25

  7. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% subplantar .................................................... 25

  8. Orientasi dosis efektif natrium diklofenak ......................... 26

  9. Orientasi waktu pemberian natrium diklofenak ................. 26

  10. Orientasi pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak ........................................................................... 27

  11. Perlakuan hewan uji ........................................................... 27

  12. Perhitungan daya anti inflamasi ......................................... 28

  F. Analisis Hasil ........................................................................... 28

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 29 A. Uji Pendahuluan .............................................................................. 29

  1. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% subplantar .......................................................... 29

  2. Orientasi dosis efektif natrium diklofenak ............................... 31

  3. Orientasi waktu pemberian natrium diklofenak ....................... 33

  4. Orientasi pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak ................................................................................ 35 B. Uji Daya Antiinflamasi .................................................................. 37

  C. Konversi dosis beta karoten sebagai antiinflamasi dari mencit ke manusia .......................................................................................... 45 D. Perbandingan hasil penelitian dengan penelitian lain .................... 46

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 48 A. Kesimpulan ..................................................................................... 48 B. Saran ................................................................................................ 48 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49 LAMPIRAN ................................................................................................ 52 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................ 71

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% suplantar ................................. 30 Tabel

  II. Hasil uji Scheffe orientasi dosis efektif natrium diklofenak.............................................................................. 32 Tabel

  III. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemberian natrium diklofenak pada dosis efektifnya .......................................... 34 Tabel 1V. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak ................................................. 36 Tabel V. Data bobot udema kaki mencit dan persentase daya antiinflamasi kelompok perlakuan beserta kontrol ............... 39 Tabel

  VI. Rangkuman hasil anava satu arah, dengan taraf kepercayaan 95%, persentase daya antiinflamasi kelompok perlakuan beserta kontrol ...................................................... 40

  Tabel

  VII. Rangkuman hasil uji Scheffe mengenai % daya antiinflamasi kelompok perlakuan disertai kontrol .............. 40 Tabel VIII. Perbandingan data % efek anti inflamasi beta karoten dengan data % daya antiinflamasi beta karoten sebagai praperlakuan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB................. 46

  DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur beta karoten ............................................................ 5 Gambar 2. Mekanisme kemungkinan penangkapan radikal bebas oleh beta karoten ........................................................................... 6 Gambar 3. Diagram mediator-mediator inflamasi yang berasal dari fosfolipida beserta aksinya, serta titik tangkap kerja obat antiinflamasi ......................................................................... 9

  Gambar 4. Patogenesis dan tanda suatu peradangan .............................. 11 Gambar 5. Struktur natrium diklofenak ................................................. 13 Gambar

  6. Rangkuman penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan efek ...................................................................... 16 Gambar 7. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% subplantar pada selang waktu tertentu ......... 31 Gambar 8. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian natrium diklofenak dalam tiga peringkat dosis ..................... 32 Gambar 9. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif pada selang waktu tertentu .................................................................................. 34

  Gambar 10. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian beta karoten pada selang waktu tertentu sebelum natrium diklofenak ............................................................................. 35

  Gambar 11. Grafik mean bobot udema kaki mencit pada kelompok perlakuan disertai kontrol ..................................................... 38

  Gambar 12. Grafik % daya antiinflamasi kelompok perlakuan disertai kontrol ................................................................................... 39 Gambar 13. Grafik % daya antiinflamasi kelompok perlakuan setelah dikurangi kontrol minyak kelapa .......................................... 42

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Label beta karoten ............................................................. 52 Lampiran 2. Sertifikat analisis natrium diklofenak ................................ 53 Lampiran 3. Foto minyak kelapa ........................................................... 54 Lampiran 4. Foto larutan beta karoten dalam minyak kelapa ...............

  54 Lampiran

  5. Data bobot udema kaki kaki mencit dan % daya antiinflamasi hasil uji daya antiinflamasi pada kelompok kontrol dan perlakuan ........................................................ 55

  Lampiran 6. Tabel persentase daya antiinflamasi dan potensi relatif kelompok perlakuan dan kontrol ....................................... 57 Lampiran 7. Contoh perhitungan persentase daya antiinflamasi dan potensi relatif ..................................................................... 58 Lampiran 8. Skema kerja uji efek antiinflamasi .................................... 59 Lampiran 9. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemotongan kaki setelah injeksi suplantar karagenin 1% ...................... 60 Lampiran 10. Hasil analisis statistik data orientasi dosis efektif natrium diklofenak .......................................................................... 62 Lampiran 11. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemberian natrium diklofenak ............................................................. 64 Lampiran 12. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak ......................... 66 Lampiran

  13. Hasil analisis statistik data % daya antiinflamasi kelompok perlakuan dan kontrolnya ................................. 68

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon yang menyolok pada

  jaringan-jaringan hidup di sekitar sel-sel atau jaringan tubuh yang cedera atau mati. Inflamasi atau peradangan cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Padahal sebenarnya merupakan suatu keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price and Wilson, 1995).

  Inflamasi atau peradangan saat ini telah menjadi masalah utama penanganan sakit di masyarakat. Jika proses inflamasi lepas dari keseimbangan, bukan hanya sel normal dan agen pencedera yang dibuang, tetapi jaringan yang sehat juga mengalami kerusakan sehingga inflamasi menjadi berat. Karena dipandang merugikan, maka diperlukan obat untuk mengendalikan inflamasi. Pengobatan inflamasi bertujuan untuk melawan dan mengendalikan rasa nyeri dan peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

  Ada banyak macam obat yang dapat digunakan untuk mengobati inflamasi, salah satu di antaranya adalah obat antiinflamasi non-steroid (OAINS).

  Namun berdasarkan beberapa survei, penggunaan AINS seringkali menimbulkan beberapa keluhan, terutama yang berkaitan dengan saluran pencernaan, seperti nyeri lambung, mual, muntah, diare, atau bahkan perdarahan pada saluran pencernaan (Parfitt, 1999). Diklofenak merupakan derivat fenilasetat dan termasuk OAINS yang terkuat daya anti radangnya (Katzung, 2001).

  Beberapa penelitian yang berkaitan dengan inflamasi telah banyak dilakukan, terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan alam sebagai obat antiinflamasi. Contohnya adalah penelitian Widarsih (2003) tentang daya antiinflamasi perasan umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan, yang menyimpulkan bahwa perasan umbi wortel pada dosis 2,5; 5; 10 dan 20 ml/kg BB memberikan daya antiinflamasi berturut-turut 31,19%; 51,50%; 45,68%; dan 37,80%. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Rasmandani (2004), yaitu mengenai daya antiinflamasi sari umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan (kajian terhadap lama masa pemberian), di mana diketahui bahwa pemberian sari umbi wortel dari hari ke-1 sampai hari ke-4 menunjukkan penurunan berat rata-rata udema kaki mencit dibandingkan hari sebelumnya. Kedua penelitian tersebut membuktikan bahwa wortel memang berkhasiat sebagai antiinflamasi, dan diduga senyawa di dalam wortel yang bertanggung jawab terhadap khasiat antiinflamasinya adalah beta karoten. Salah satu penelitian terbaru mengenai inflamasi dilakukan oleh Utami (2006), yang menyatakan bahwa beta karoten terbukti memiliki efek antiinflamasi.

  Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah pemberian beta karoten sebagai senyawa antiinflamasi dapat mempengaruhi daya antiinflamasi yang dimiliki natrium diklofenak, dalam hal ini meningkatkan daya antiinflamasinya.

  1. Permasalahan

  a. Apakah pemberian beta karoten dapat meningkatkan daya antiinflamasi natrium diklofenak? b. Seberapa besarkah pengaruhnya terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak?

  2. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak pada mencit putih jantan ini belum pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma. Walaupun demikian, penelitian ini tetap dilakukan dengan mengacu pada penelitian sebelumnya. Berikut adalah penelitian yang dijadikan acuan dalam penelitian ini.

  a. Daya antiinflamasi perasan umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan oleh Widarsih (2003).

  b. Daya anti inflamasi sari umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan (kajian terhadap lama masa pemberian) oleh Rasmandani (2004).

  c. Pengaruh kombinasi jus wortel (Daucus carota, L) dan apel hijau (Pyrus

  malus , L) terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak pada mencit jantan oleh Lestari (2005).

  d. Efek antiinflamasi beta karoten terhadap mencit putih jantan oleh Utami (2006).

  3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengembangan penelitian mengenai penggunaan bahan-bahan alam yang mengandung senyawa beta karoten yang dikombinasi dengan obat antiinflamasi modern.

  b. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi informasi mengenai pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak.

B. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk 1. mengetahui ada/tidaknya perubahan daya antiinflamasi natrium diklofenak akibat pemberian beta karoten.

  2. mengetahui besarnya pengaruh pemberian beta karoten tersebut terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak.

  5

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A.

Beta Karoten

Gambar 1. Struktur kimia all-trans β-karoten (Anonim, 1989). Vitamin A adalah nama umum bagi zat-zat retinoida yang

  memiliki khasiat biologis dari retinol. Zat ini terdapat dalam zat-zat pangan hewani terutama sebagai ester, seperti susu dan produknya, kuning telur, hati, dan dengan kadar tinggi dalam minyak ikan. Kebutuhan sehari-hari akan vitamin A sebagian dipenuhi oleh karotenoida (provitamin A), yakni kompleks dari 2 molekul retinol yang dalam usus diuraikan menjadi vitamin aktif. Provitamin A terdapat dalam banyak sayuran hijau tua, berbagai jenis kol, dan sebagai pigmen kuning jingga dari banyak buah dan sayur, antara lain wortel dan tomat, lemak susu dan kuning telur (Tjay dan Rahardja, 2002).

  Beta karoten merupakan salah satu dari 600 karotenoid yang ada di alam. Beta karoten mempunyai dua peran, yaitu sebagai prekursor vitamin A dan antioksidan. Beta karoten yang terdapat pada wortel, pepaya, sayur mayur yang berwarna kemerahan dan minyak kelapa sawit berpotensi sebagai antioksidan (Anonim, 2003). Beta karoten berkhasiat antioksidan spesifik untuk menetralkan oksigen singlet reaktif dan mencegah pembentukan radikal peroxyl akibat peroksidasi lipida. Beta karoten adalah provitamin A terpenting yang diperoleh dari algae laut Dunaliella salina yang membentuknya dalam jumlah besar (Tjay dan Rahardja, 2002).

  Beta karoten mampu menangkap oksigen reaktif dan radikal peroksil (Paiva dan Russel, 1999) lalu menetralkannya, menghambat oksidasi asam arakhidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase (Lieber and Leo, 1999). Apabila oksidasi asam arakidonat dapat dihambat maka tidak terbentuk oksigen reaktif yang dapat menyebabkan inflamasi sehingga proses inflamasi dapat dihambat. Penurunan aktivitas enzim lipoksigenase menyebabkan tidak terbentuknya leukotrien yang dapat mengaktivasi leukosit yang memacu terjadinya peradangan.

  Mekanisme kemungkinan penangkapan radikal bebas oleh beta karoten dapat dilihat pada gambar 2.

  H C 3 CH CH 3 3 H C CH 3 3 reaksi terjadi H C CH 3 3 CH CH 3 3 di sini

  CH 3 O O O O O H R O

  2 -OH H R H O O O O O O + + H H H H

Gambar 2. Mekanisme kemungkinan penangkapan radikal bebas oleh beta karoten (Hamilton dkk, 1997 cit Wijoyo, 2001; Prasojo, 2006) Dari strukturnya terlihat bahwa beta karoten mampu menangkap radikal bebas melalui ikatan rangkap konjugasi yang dimilikinya (Hamilton dkk, 1997 cit Wijoyo, 2001). Beta karoten pada atom C menyumbangkan satu elektronnya

  15

  kepada radikal bebas oksigen sehingga radikal bebas tersebut menjadi lebih stabil dan tidak reaktif. Beta karoten akan menjadi sebuah radikal bebas baru karena kehilangan satu elektronnya, akan tetapi karena struktur konjugasinya yang panjang maka ikatan rangkap pada beta karoten akan selalu beresonansi sehingga beta karoten menjadi suatu radikal bebas yang stabil. Karena beta karoten menyumbangkan satu elektronnya pada radikal bebas maka radikal bebas tersebut tidak dapat menangkap makromolekul lain dalam sel tubuh sehingga kerusakan jaringan dan inflamasi dapat dihambat.

B. Inflamasi

  1. Definisi Inflamasi merupakan respon biologik dari reaksi-reaksi kimia secara berurutan dan bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak akibat jejas (Wilmana, 1995). Penyebab inflamasi dapat ditimbulkan oleh rangsangan fisik, kimiawi, biologis (infeksi akibat mikroorganisme/parasit), dan kombinasi ketiga agen tersebut (Mutschler, 1991).

  Inflamasi (radang) biasanya dibagi dalam 3 fase: inflamasi akut, respons imun, dan inflamasi kronis. Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respons inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi tuan rumah mungkin menguntungkan, seperti bilamana ia menyebabkan organisme penyerang di-fagositosis atau dinetralisir.

  Sebaliknya, akibat tersebut juga dapat bersifat merusak bila menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari proses yang mendasarinya. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respons akut (Katzung, 2001).

  2. Mekanisme Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang terdapat disitu menjadi asam arakhidonat (Tjay & Rahardja, 2002). Enzim siklooksigenase mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan. Lipoksigenase ialah enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi leukotrien. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada eosinofil, neutrofil, dan makrofag dan mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di tempat kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit dan platelet lain. Stimulasi membran neutrofil menghasilkan oxygen free radicals. Anion superoksid dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu produksi molekul lain yang reaktif, seperti hidrogen peroksid dan hydroxyl radicals. Interaksi substansi-substansi ini dengan asam arakidonat menyebabkan munculnya substansi kemotaktik, oleh karena itu melestarikan proses inflamasi (Wibowo dan Gofir, 2001). Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakidonat dan titik tangkap kerja obat dapat dilihat pada gambar 3.

  Phospholipid Glucocorticoids

  Phospholipase A (induce lipocortin) Arachidonate Lyso-glyceril- phosphorylcholine

  NSAIDs

12-Lipoxygenas

  5-Lipoxygenas PAF Cyclo-oxygenas Antagonists

15-Lipoxygenas

  5-HPETE Cyclic endoperoxides

  TXA 2 5-Lipoxygenas PAF Glucocorticoids synthase inhibitors

  (vasodilator; inhibit nhibitor (e.g. zileutin) increases vascular induction permeability; bronchoconstrictor;

  TXA 2 PGI 2 TXA 2 chemotaxin) 12-HETE Lipoxins Antagonists

  (vasodilator; (thrombotic; (chemotaxin A and B hyperalgesic; asoconstrictor

  LTA 4 stops platelet aggregation)

  Leukotriene receptor LTB 4 antagonists, e.g.

  LTC 4 PG zafirukast, PGD 2 PGE 2 antagonists PGF 2 montelukast α

  (inhibits platelet (vasodilator;

bronchoconstricto (bronchoconstrictors

LTD 4 aggregation; hyperalgesic)

myometrial increase vascular

vasodilator)

contraction) permeability)

LTE 4 Gambar 3. Diagram mediator-mediator inflamasi yang berasal dari fosfolipida beserta aksinya, serta titik tangkap kerja obat anti-inflamasi (Rang, Dale, Ritter and Moore, 2003)

  Keterangan: PG = prostaglandin (PGI

2 , prostaglandin I

2 /prostasiklin; PGF 2 , α prostaglandin F 2 ; PGD 2 , prostaglandin D 2 ; PGE 2 , prostaglandin E 2 )

  α TXA = tromboksan A 2 2 B LT = leukotrien (LTA 4 , leukotrien A 4 ; LTB 4 , leukotrien B 4 ; LTC 4 , leukotrien C 4 ; LTD 4 , leukotrien D 4 ; LTE 4 , leukotrien E 4 )

  HETE = hydroxyeicosatetraenoic acid HPETE = hydroperoxyeicosatetraenoic acid PAF = platelet-activating factor NSAIDs = Non-Steroidal Anti-inflammatory Drugs

  3. Gejala Gejala proses inflamasi akut yang sudah dikenal, meliputi: rubor, kalor,

  

dolor , tumor, dan function laesa (Wilmana, 1995). Kemerahan (rubor), biasanya

merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan.

  Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriola yang mensuplai daerah tersebut melebar, sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Keadaan inilah yang bertanggung jawab atas warna merah lokal karena peradangan akut. Panas (kalor), berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi radang akut. Sebenarnya, panas hanyalah suatu sifat reaksi peradangan

  o

  pada permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37

  C, yaitu suhu di dalam tubuh. Rasa sakit (dolor) dalam reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion- ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal, yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit. Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Kenyataan adanya perubahan fungsi (function laesa) telah diketahui (Price and Wilson, 1995). noksius Kerusakan sel Emigrasi leukosit

  Pembebasan bahan mediator Proliferasi sel

  Gangguan eksudasi Perangsangan sirkulasi lokal reseptor nyeri Pembeng

  Gangguan nyeri kemerahan panas kakan fungsi

  

Gambar 4. Patogenesis dan tanda suatu peradangan (Mutschler, 1991).

C. Obat Antiinflamasi

  Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai 2 tujuan utama: pertama, meringankan rasa nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluhan utama yang terus-menerus dari pasien; dan kedua, memperlambat atau (dalam teori) membatasi proses perusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) seringkali berakibat rasa nyeri mereda selama periode yang bermakna (Katzung, 2001).

  Aktivitas antiinflamasi dari AINS terutama dipengaruhi melalui hambatan sintesis prostaglandin. Beberapa AINS mungkin memiliki mekanisme tambahan, termasuk hambatan kemotaksis, regulasi rendah produksi interleukin-1, penurunan produksi radikal bebas dan superoksida, dan campur tangan dengan kejadian-kejadian intraseluler yang diperantarai kalsium. Selama terapi dengan obat-obat ini, inflamasi dikurangi dengan penurunan rilis mediator-mediator granulosit, basofil, dan sel-sel mast. Dari AINS yang sekarang ini bisa didapat,

  

indomethacine dan diklofenac telah dilaporkan mengurangi sintesis prostaglandin

dan leukotrien (Katzung, 2001).

  Obat antiinflamasi secara umum dibagi dalam 2 golongan, yaitu golongan steroid dan golongan non steroid (AINS). Golongan steroid bekerja dengan menghambat asam arakidonat dari fosfolipida oleh enzim fosfolipase, sehingga pembentukan prostaglandin dan leukotrien tidak terjadi. Obat antiinflamasi golongan nonsteroid menghambat sintesis prostaglandin, di mana kedua jenis siklooksigenase (COX) dihambat. AINS ideal hendaknya menghambat COX-2 (berperan dalam peradangan) dan tidak COX-1 (berperan dalam perlindungan mukosa lambung), lagipula menghambat lipoksigenase untuk pembentukan leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2002).

  Selama terapi dengan obat-obat ini, inflamasi dikurangi oleh penurunan rilis mediator-mediator granulosit, basofil, dan sel-sel mast. AINS mengurangi kepekaan pembuluh darah terhadap bradikinin dan histamin, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T, dan membalikkan vasodilatasi. Dalam tingkat yang berbeda-beda, semua AINS yang lebih baru adalah analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik, dan semua (kecuali agen-agen selektif COX-2) menghambat agregasi platelet. Mereka semua adalah iritan-iritan lambung, sekalipun sebagai kelompok mereka cenderung kurang menyebabkan iritasi lambung daripada aspirin (Katzung, 2001).

  D.

  

Natrium Diklofenak

O Cl

  HO H

C N

Cl

  

Gambar 5. Struktur natrium diklofenak

  Natrium diklofenak adalah golongan obat nonsteroid dengan aktivitas analgesik, antiinflamasi dan antipiretik. Aktivitas natrium diklofenak yaitu menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Indikasi dari obat ini untuk pengobatan akut dan kronik gejala-gejala rheumatoid arthritis, osteoarthritis. Kontra indikasi obat ini untuk penderita yang hipersensitifitas terhadap diklofenak atau penderita asma, urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau NSAID lainnya, serta penderita tukak lambung (Wilmana, 1995). Dosis oral natrium diklofenak adalah 75-150 mg/hari dalam 2- 3 dosis, sebaiknya setelah makan. Dosis maksimal tiap hari untuk setiap cara pemberian adalah 150 mg (Anonim, 2000).

E. Interaksi Obat

  Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interaksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, pada waktu dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya optimalisasi. Secara ringkas, dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai terjadinya efek samping/toksik dari obat, dan tidak tercapainya efek terapeutik yang diinginkan (Suryawati, 1995).

  Terdapat beberapa mekanisme bagaimana interaksi obat terjadi. Menurut Suryawati (1995), berdasarkan mekanismenya, interaksi dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yakni interaksi farmasetik, interaksi farmakokinetik, dan interaksi farmakodinamik.

  1. Interaksi farmasetik Interaksi ini merupakan interaksi fisiko-kimiawi antar obat sehingga mengubah efek farmakologiknya. Yang sering terjadi misalnya reaksi antara obat-obat yang dicampur dalam cairan secara bersamaan, misalnya dalam infus atau suntikan (Suryawati,1995).

  2. Interaksi farmakokinetik Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi atau mengubah absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi obat kedua (Suryawati,1995).

  3. Interaksi farmakodinamik Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi famakokinetik. Kalau pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat objek oleh karena perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, maka pada interaksi farmakodinamik terjadi perubahan efek obat objek karena pengaruh obat lain pada tempat kerja obat (Suryawati, 1995).

  Ketika obat-obat dengan efek farmakologis yang serupa diberikan secara bersamaan, biasanya tampak suatu respons aditif atau sinergis. Kedua obat tidak atau dapat bekerja pada reseptor yang sama untuk menimbulkan efek. Sebaliknya, obat-obat dengan efek farmakologis berlawanan dapat menurunkan respons dari satu atau kedua obat tersebut. Interaksi farmakodinamik obat relatif umum dalam praktek klinis, tetapi efek-efek yang tidak diinginkan biasanya dapat diminimalisasi jika interaksi diantisipasi dan upaya penanggulangannya tepat (Katzung, 2001).

  Selain itu, terdapat pula beberapa istilah yang dapat dipakai untuk menjelaskan efek obat. Yakni: homoergi (sepasang obat menimbulkan efek yang benar-benar sama), heteroergi (sepasang obat hanya salah satu yang menimbulkan efek tertentu), homodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja yang sama), dan heterodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme yang berbeda) (Fingl and Woodbury, 1970; Martin, 1971 cit Donatus, 1995).

  Berdasarkan sifat efek pasangan obat di atas, pada hakikatnya antaraksi obat dapat digolongkan menjadi antaraksi: homoergi-homodinami dengan luaran efek penambahan (infra, sederhana, atau supra); serta homoergi-heterodinami dan heteroergi dengan luaran efek penghambatan atau penguatan (Fingl dan Woodbury, 1970; Martin, 1971 cit Donatus, 1995). Skema penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan efek oleh Donatus (1995) dapat dilihat pada gambar 5.

  Obat A dan B EFEK A = B

  A atau B (homoergi) (heteroergi) MEKANISME ?

  Antaraksi EFEK sama beda (homodinami) (heterodinami)

  Penghambatan (inhibisi) Penguatan (potensiasi) Antaraksi Antaraksi EFEK EFEK

  Penghambatan (inhibisi) Penambahan (adisi) Penguatan (potensiasi)

  • Penambahan infra Antagonisme (< penambahan sederhana)
  • Penambahan sederhana (= penambahan sederhana)
  • Penambahan supra Sinergisme (> penambahan sederhana)

  

Gambar 6. Rangkuman penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan efek

(Donatus, 1995)

F. Metode Uji Daya Antiinflamasi

  Secara umum, model inflamasi dibedakan menjadi dua, sesuai dengan jenis inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan model inflamasi kronik. Inflamasi akut dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus, pembentukan eritrema (respon kemerahan) dan pembentukan eksudasi inflamasi, sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi arthritis (Gryglewski, 1977).

  Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi adalah sebagai berikut ini:

  1. Uji eritrema Eritrema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi.

  Timbulnya eritrema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti xylem, minyak kroton, vesikan, histamin dan bradikinin (Gryglewski, 1977).

  Eritrema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini adalah eritrema dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin (Turner, 1965).

  2. Induksi udema telapak kaki belakang Pada umumnya iritan yang banyak digunakan untuk menginduksi udema kaki tikus yang adalah karagenin. Karagenin merupakan suatu polisakarida sulfat yang diekstraksi dari lumut Irlandia Chindrus cripus.. Pada fase serotonin (5- hidroksi triptamin) dari sel mast dan diikuti dengan dibentuknya kinin dalam aliran darah. Mediator-mediator tersebut mengakibatkan gangguan pembuluh darah dalam jaringan terinflamasi. Keuntungan metode ini antara lain cepat (waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama) dan pengukuran volume kaki dapat dilakukan dengan lebih akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible. Kekurangan metode ini adalah jika ada kesalahan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing- masing kelompok tikus yang cukup besar (Gryglewski, 1977).

  3. Tes granuloma Hewan uji berupa tikus putih betina galur wistar diinjeksi bagian punggung secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai senyawa yang sama. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur volume cairannya. Model percobaan ini lebih sensitif untuk uji obat anti inflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965).

  4. Induksi arthritis Uji ini dilakukan dengan injeksi subkutan ataupun intrakutan disuspensi

  

Mycobacterium butyricum dalam minyak mineral. Respon inflamasi lokal

  ditunjukkan dengan terbentuknya udema yang diikuti dengan timbulnya penyakit sistemik imun yang memberikan gejala pembengkakan tungkai dan lengan, hiperpireksia lokal dan munculnya benjolan pada telinga dan ekor (Gryglewski, 1977).

Dokumen yang terkait

Uji efek ekstrak etanol bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus putih jantan

8 57 98

Pengaruh pemberian ekstrak etanol buah muda mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi nekrosis sel hepar tikus putih jantan (Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi parasetamol

2 7 26

Uji toksisitas akut campuran ekstrak etanol daun sirih (piper batle L). dan ekstrak kering gambir (uncaria gambir R.) terhadap mencit putih jantan

1 8 145

Formulasi patch natrium diklofenak berbasis polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan natrium karboksi metil selulosa (NaCMC) sebagai antiinflamasi lokal pada penyakit periodontal

6 42 88

Uji efek antihiperlipidemia ekstrak etanol buah parijoto : medinilla speciosa blume terhadap kolesterol total, trigliserida, dan vldl pada tikus putih jantan

9 65 124

Pengaruh pemberian ekstrak etanol 96% herba kumis kucing (orthosiphon stamineus benth) terhadap penurunan kadar kolesterol total pada tikus jantan yang diinduksi pakan hiperkolesterol

3 20 92

Pengaruh pemberian rodamin b terhadap struktur histologis sel hati mencit

0 1 63

Pengaruh pemberian air kelapa (cocos nucifera) pada media tanam terhadap pertumbuhan jamur tiram putih (pleurotus ostreatus) - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 17

Pemberian larutan natrium diklofenak

0 0 42

Pengaruh pemberian l arginin terhadap perbaikan kerusakan endothel arteri koroner pada jantung mencit (mus musculus) model preklampsia - UNS Institutional Repository

0 0 28