HUBUNGAN MENONTON JENIS-JENIS TAYANGAN TELEVISI DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA AWAL

HUBUNGAN MENONTON JENIS-JENIS TAYANGAN TELEVISI DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA AWAL

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program studi Psikologi

  Disusun Oleh: Melati Cahya Harumindari

  NIM : 079114118

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

  Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)

  Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus, Bapak, ibu, adek & emDe

  

HUBUNGAN MENONTON JENIS-JENIS TAYANGAN TELEVISI

DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA AWAL

Melati Cahya Harumindari

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) jenis-jenis tayangan televisi yang memiliki

keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh remaja awal baik putra maupun putri, 2) apakah

remaja putri memiliki ketidakpuasan citra tubuh yang lebih besar dibandingkan remaja putra.

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 129 remaja putra dan 115 remaja putri dengan usia 12-15

tahun. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMP Bopkri 3 dan SMP Pangudi Luhur I

Yogyakarta. Peneliti berhipotesis bahwa 1) terdapat beberapa jenis tayangan yang memiliki

keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh, 2)Ketidakpuasan citra tubuh remaja putri cenderung

lebih besar dibandingkan remaja putra. Data dalam penelitian ini diungkap menggunakan contour

drawing rating scale dan skala jumlah jam menonton televisi. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan regresi dan uji beda sampel independent. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

1)Terdapat beberapa jenis tayangan yang memiliki keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh.

jenis tayangan yang memiliki keterkaitan dengan citra tubuh remaja putri adalah sinetron

(r=0.672), infotainment (r=0.298) dan talkshow (r=0.407), sedangkan tayangan yang memiliki

keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh pada remaja putra adalah sinetron (r=0.308) dengan

p<0.05, 2) ketidakpuasan citra tubuh remaja putri lebih besar dibandingkan remaja putra

t =3,394 p<0.05. hitung Kata kunci: Ketidakpuasan citra tubuh, citra tubuh, jenis-jenis tayangan televisi, remaja awal.

  

THE RELATION BETWEEN WATCHING TELEVISION PROGRAM

AND BODY IMAGE IN EARLY ADOLESCENCE

Melati Cahya Harumindari

ABSTRACT

  The purpose of this research is to know 1) relationship between body image dissatisfaction

and watching television program, 2) that girls has more body dissatisfaction than boys. Subject in

this study consists of 129 boys and 115 girls between 12 to 15 years old. Subjects in this study are

students of SMP Pangudi Luhur 1 and SMP Bopkri 3, Yogyakarta. Researcher hypothesizes that 1)

there is relationship between body image dissatisfaction and television program in early

adolescence, 2) girls has more body dissatisfaction than boys. The data in this study is researched

by using the contour drawing rating scale and quantity watching television program scale. Data

analysis uses regression and independent sampel t-test. The result of this research refers to 1)

There is a relationship between body image dissatisfaction and television program in early

adolescence. Television program that has relation with girls body image dissatisfaction are soap

opera (r=0.672), infotainment (r=0.298) and talk show (r=0.407), and than television program

that has relation with boys body image dissatisfaction are soap opera (r=0.308) with p < 0.05, 2)

girls has more body dissatiafaction than boys. t =0.394, p < 0.05.

hitung

Keyword: body image dissatisfaction, body image, television programs, early adolescences

KATA PENGATAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

  

“Hubungan Menonton Jenis-jenis Tayangan Televisi dengan Citra Tubuh

pada Remaja Awal”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

  akademis dalam menyelesaikan program strata satu (S1) Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada proses penyelesaian skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa moral, material maupun spiritual. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

  1. Dr. Christina Siwi Handayani, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Titik Kristiyani, M.Psi., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  3. C. Siswa Widyatmoko, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan saran selama proses pengerjaan skripsi.

  4. Mbak Haksi yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi.

  5. Seluruh dosen dan staf yang telah membantu penulis selama proses

  6. Kedua orang tua dan adekku tercinta yang selalu mendukungku dalam doa.

  7. Berbagai pihak yang telah membantu penyebaran skala penelitian: Bapak Kepala Sekolah, Siswa-siswi dan seluruh staf SMP Pangudi Luhur I dan SMP Bopkri 3 Yogyakarta.

  8. Teman-teman yang selalu memberikan semangat disaat penulis hampir menyerah: Emde, LC Joy (Umi, Enita, Fani, Melan, Tina, Licha), VITAMIN (Vania, Ita, Anas dan Intan).

  9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas dukungan baik material maupun moral dalam penyelesaian skripsi ini.

  Tidak ada gading yang tidak retak, demikian pula skripsi ini yang masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati memohon kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya dan semoga berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

  Penulis, DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i

  HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ii HALAMAN PENGESAHAN iii

  HALAMAN PERSEMBAHAN iv

  HALAMAN PENYATAAN KEASLIAN KARYA vi ABSTRAK vii

  ABSTRACT viii

  HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  ILMIAH ix

  KATA PENGANTAR x

  DAFTAR ISI xii

  DAFTAR TABEL xv

  DAFTAR GAMBAR xvi

  BAB I PENDAHULUAN

  1 A. Latar Belakang

  1 B. Rumusan Masalah

  7 C. Tujuan Penelitian

  7 D. Manfaat Penelitian

  8 A. Citra Tubuh

  9

  1. Perkembangan Televisi di Indonesia

  27 E. Dinamika Hubungan Jenis Tayangan Televisi Dengan Ketidakpuasan Citra Tubuh Remaja Awal

  3. Citra Tubuh Pada Remaja Awal

  26

  2. Perkembangan Fisik Pada Remaja Awal

  25

  1. Rentang Usia Remaja Awal

  25

  24 D. Remaja Awal

  3. Pengaruh Televisi Terhadap Ketidakpuasan Citra Tubuh

  20

  2. Jenis-jenis Tayangan Televisi

  19

  19

  1. Pengertian Citra Tubuh

  18 C. Televisi

  2. Pengukuran Ketidakpuasan Citra Tubuh

  13

  1. Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpuasan Citra Tubuh

  12

  11 B. Ketidakpuasan Citra Tubuh

  4. Laki-laki dan Citra Tubuh

  10

  3. Perempuan dan Citra Tubuh

  10

  2. Perkembangan Citra Tubuh

  9

  27 A. Jenis Penelitian

  31 B. Identifikasi Variabel

  32 C. Definisi Operasional

  32 D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

  32

  1. Populasi

  32

  2. Sampel

  34 E. Metode Pengumpulan Data

  35

  1. Alat ukur

  35

  2. Validitas

  36

  3. Reliabilitas

  36 F. Metode Analisis Data

  37 BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

  38 A. Analisa Data

  38

  1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

  38

  2. Deskripsi Hasil Penelitian

  38

  3. Uji Asumsi

  43

  4. Uji Hipotesis

  48 B. Pembahasan

  59 BAB V PENUTUP

  65 A. Kesimpulan

  65 DAFTAR TABEL Tabel 1. Deskripsi Statistik Remaja Putri dalam Menonton

  Tayangan Televisi

  50 Tabel 10. Persamaan Regresi Remaja Putri

  58 Tabel 16. Perbandingan Rata-rata Jumlah Jam Menonton Televisi Remaja Awal Putri dan Putra

  58 Tabel 15. Independent Samples Test

  55 Tabel 14. Perbandingan Ketidakpuasan Citra Tubuh Remaja Awal Putri dan Putra

  54 Tabel 13. Persamaan Regresi Remaja Putra

  54 Tabel 12. Koefisien Determinasi Remaja Putra

  51 Tabel 11. Korelasi dan Signifikansi Remaja Putra

  48 Tabel 9. Koefisien Determinasi Remaja Putri

  42 Tabel 2. Deskripsi Statistik Remaja Putra dalam Menonton tayangan televisi

  48 Tabel 8. Korelasi dan Signifikansi Remaja Putri

  47 Tabel 7. Uji Linearitas

  46 Tabel 6. Uji Heterokedastisitas

  45 Tabel 5. Uji Multikolinearitas

  44 Tabel 4. Uji Autokorelasi

  42 Tabel 3. Uji Normalitas

  60 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Persentase persepsi tubuh remaja awal putri berdasarkan

  contour drawing rating scale

  39 Gambar 2. Persentase tubuh yang diinginkan remaja awal putri berdasarkan contour drawing rating scale

  39 Gambar 3. Persentase persepsi tubuh remaja awal putra berdasarkan

  contour drawing rating scale

  40 Gambar 4. Persentase tubuh yang diinginkan remaja awal putra berdasarkan contour drawing rating scale

  41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi “cantik” dan menarik adalah dambaan setiap orang. Berbagai

  cara pun dilakukan untuk meraihnya. Mereka menggunakan kosmetika, perawatan di salon, fitness, diet ketat, sedot lemak, hingga operasi plastik.

  Plato mendefinisikan kecantikan itu sendiri sebagai kilau yang baik. Kecantikan dianggap sebagai bentuk kesempurnaan yang memberikan kesenangan ke indra penglihatan. Ini melibatkan pengalaman kesenangan, daya tarik dan banding terhadap seseorang (Barton, 2005).

  Meskipun demikian, definisi “cantik” itu sendiri cenderung bersifat subjektif. Masing-masing individu memiliki standar tentang gambaran diri ideal seperti apa yang diinginkannya. Apabila seseorang merasa bahwa keadaan fisiknya tidak sama dengan konsep fisik idealnya, maka dia akan merasa memiliki kekurangan secara fisik meskipun mungkin dalam pandangan dan penilaian orang lain dia dianggap cantik dan menarik secara fisik. Hal ini terkait erat dengan citra tubuh atau yang dikenal dengan sebutan body image (Amalia, 2007).

  Menurut kamus psikologi, citra tubuh adalah ide seseorang citra tubuh merupakan suatu evaluasi dan penilaian seseorang terhadap tubuhnya. Seseorang merasa bentuk tubuh dan penampilan fisiknya menyenangkan atau tidak, memuaskan atau tidak serta layak diterima atau tidak. Tingkat citra tubuh ini, digambarkan dengan seberapa jauh individu merasa puas dengan bagian-bagian tubuhnya dan penampilan fisiknya secara keseluruhan. Selain itu, dapat dikatakan juga bahwa citra tubuh merupakan gambaran mental yang tertuju kepada perasaan yang dialami seseorang tentang tubuh dan bentuk tubuh seseorang serta sikap yang dimilikinya yang berupa penilaian positif dan penilaian negatif (Cash & pruzinsky, 1990).

  Dalam beberapa kasus, evaluasi dari penampilan individu bisa positif, tetapi dalam kasus lain, mungkin begitu negatif sehingga lebih mengarah pada depresi. Citra tubuh yang positif dapat membesarkan hati sehinggga meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri dalam relasi interpersonal, sedangkan citra tubuh yang negatif akan menghasilkan pandangan yang buruk dari diri fisik dan melemahkan kepercayaan diri (Cash, 1990). Beberapa penelitian lain juga membuktikan bahwa ketidakpuasan tubuh memang berkaitan dengan peningkatan resiko gangguan makan, rendahnya harga diri, depresi serta kegemukan, sedangkan individu yang memiliki citra tubuh positif cenderung memiliki penerimaan diri dan kepercayaan diri yang baik (Grabe, Hyde, Lindberg, 2007; Johnson & Wardle, 2005; Tiggemenn, 2005). lain dilakukan oleh Monteath & Mc. Cabe (1997) hasilnya menyatakan bahwa, sebagian besar remaja putri di Amerika memiliki citra tubuh yang cenderung negatif. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Bearman & Martinez (2006) yang membuktikan bahwa sekitar 50% remaja putri dan mahasiswa di Amerika mengalami ketidakpuasan citra tubuh.

  Wanita khususnya pada usia remaja, memang memiliki kecenderungan untuk mengalami ketidakpuasan citra tubuh dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan pada masa remaja terjadi pubertas. Pubertas adalah masa atau periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja (Santrock, 1996). Pada masa pubertas, seorang remaja memiliki tugas-tugas perkembangan baru. Hubungan dengan teman sebaya semakin intim dan kencan dilakukan untuk pertama kali. Oleh sebab itu, remaja cenderung ingin fisiknya terlihat menarik agar dapat diterima dalam kelompok, menjadi populer dan dapat menarik perhatian lawan jenis. Pada masa ini, hanya ada sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya terutama pada remaja putri. 78% remaja putri menginginkan untuk menurunkan berat badan mereka dan hanya ada 14% remaja putri yang merasa puas dengan tubuhnya (Hurlock, 1999).

  Menurut Fouts & Burggraff (1999), salah satu sarana yang digunakan oleh remaja dalam membuat patokan tubuh ideal adalah media. Padahal, ditonjolkan biasanya memiliki tubuh yang kurus sedangkan tokoh yang memiliki berat badan berlebih biasanya tidak terlalu ditonjolkan bahkan tidak jarang dijadikan sebagai bahan gurauan (Fouts & Burggraff, 1999 ; Greenberg et al, 2003).

  Televisi merupakan salah satu media yang paling sering diakses oleh masyarakat Indonesia termasuk juga kalangan remaja. Hal ini disebabkan, televisi memiliki daya tarik yang kuat. Jika radio memiliki daya tarik yang kuat disebabkan unsur kata-kata, musik dan sound effect, maka televisi selain ketiga unsur tersebut juga memiliki unsur visual berupa gambar. Gambar yang dihasilkan juga bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan mendalam pada pemirsanya. Daya tarik ini selain melebihi radio, juga melebihi film bioskop, sebab segalanya dapat dinikmati di rumah dengan aman dan nyaman. Selain televisi juga dapat menyajikan berbagai program yang cukup variatif dan menarik, televisi juga masih dianggap sebagai media yang paling murah dan paling mudah diakses untuk memperoleh informasi maupun hiburan (Effendy, 2004).

  Menurut YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia), di kawasan Asia-Pasifik lebih dari 90% rumah tangga memiliki televisi. Hasil dari survey yang telah dilakukan juga menyatakan bahwa anak-anak serta remaja menonton televisi antara 2-5 jam setiap harinya (Harian Pikiran Rakyat, penelitian ini diungkapkan bahwa partisipan menonton televisi sekitar 4-5 jam sehari. Pola konsumsi televisi bagi para penggemar televisi juga tampak seragam: rata-rata menonton televisi sepulang sekolah, dan ini bisa dimulai pada pukul 14.00 hingga malam hari pukul 22.00. Di antara rentang waktu tersebut, pukul 18.00 hingga pukul 22.00 merupakan waktu yang paling banyak diisi untuk menonton televisi.

  Beberapa penelitian juga telah mengungkap secara khusus pengaruh media televisi terhadap citra tubuh seseorang. Hasilnya menyatakan bahwa menonton program televisi & iklan dalam 30 menit setiap harinya dapat mengubah persepsi seseorang tentang ukuran tubuhnya (Philip N. Myers et al, 1992). Meskipun demikian, penelitian terbaru oleh Marika Tiggemann (2003) menyatakan bahwa jumlah waktu menonton televisi tidak mempengaruhi citra tubuh remaja. Citra tubuh cenderung dipengaruhi oleh jenis tayangan yang ditonton. Dalam penelitiannya di Australia, Marika Tiggemann melakukan survey terhadap jenis-jenis tayangan yang sering ditonton oleh remaja. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa tidak semua jenis tayangan yang ditonton oleh remaja terkait dengan ketidakpuasan citra tubuh. Jenis tayangan yang memiliki keterkaitan dengan ketidakpuasaan citra tubuh adalah video klip. Remaja yang menghabiskan waktu untuk menonton video klip di televisi dapat mengakibatkan ketidakpuasan pada citra tubuhnya. Remaja putra

  Meskipun demikian, isi dari tayangan televisi di setiap negara tentunya berbeda. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui jenis-jenis tayangan televisi yang memiliki keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh pada remaja awal baik putra maupun putri di Indonesia. Seperti yang telah disebutkan pada paragraf-paragraf sebelumnya masa remaja awal cenderung rentan dengan ketidakpuasan citra tubuh karena terjadinya pubertas. Oleh sebab itu, faktor-faktor penyebab terjadinya ketidakpuasan citra tubuh penting untuk diperhatikan. Dalam penelitian ini, peneliti juga ingin memisahkan subjek berdasarkan jenis kelamin. Hal ini disebabkan menurut beberapa penelitian yang juga telah disampaikan pada paragaraf sebelumnya remaja putri cenderung lebih rentan mengalami ketidakpuasan citra tubuh dibandingkan remaja putra.

  Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti melakukan sebuah survey awal pada 13 remaja putra dan 17 remaja putri dengan rentang usia 12-15 tahun. Dalam survey tersebut peneliti memberikan dua pertanyaan kepada responden. Pertanyaan pertama adalah jumlah waktu yang dialokasikan dalam sehari untuk menonton televisi dan yang kedua adalah judul-judul tayangan televisi yang ditonton setiap harinya.

  Hasil dari survey tersebut menyatakan bahwa remaja putra maupun putri menghabiskan waktu 2-7 jam setiap harinya untuk menonton televisi. dari keenam jenis tayangan tersebut, peneliti ingin mengetahui jenis tayangan apa saja yang memiliki keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh pada remaja putra maupun putri.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yang ingin diteliti yaitu :

  1. Apakah jenis-jenis tayangan televisi yang memiliki keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh pada remaja putri dan remaja putra?

  2. Apakah remaja putri memiliki ketidakpuasaan citra tubuh yang lebih besar dibandingkan remaja putra?

  C. Tujuan Penelitian

  Dalam setiap penelitian, baik penelitian ilmiah atau non ilmiah pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah :

  1. Untuk mengetahui jenis-jenis tayangan di televisi yang memiliki keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh remaja awal baik putri maupun putra.

  2. Untuk mengetahui apakah remaja putri memiliki ketidakpuasan citra tubuh

D. Manfaat Penelitian

  Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang diharapkan adalah :

  1. Manfaat Teoritis Mendapat gambaran secara lebih jelas mengenai jenis-jenis tayangan yang memiliki keterkaitan dengan ketidakpuasan citra tubuh remaja awal.

  2. Manfaat Praktis

  a. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan tayangan-tayangan televisi di Indonesia.

  b. Bagi orang tua, agar mereka dapat menyadari tentang pentingnya mendampingi dan membimbing anak pada saat menonton televisi dan berupaya untuk memilihkan tayangan yang lebih tepat sehingga dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan anak.

  c. Bagi remaja khususnya, agar semakin menyadari pentinganya memiliki citra tubuh positif dan memahami hal-hal yang dapat mempengaruhi citra tubuh mereka sehingga dapat semakin bijaksana dalam menentukan sikap pada saat memilih sarana hiburan.

  d. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan sehingga

BAB II LANDASAN TEORI A. Citra Tubuh

1. Pengertian Citra Tubuh

  Markus (1977) menyatakan bahwa citra tubuh merupakan bagian dari skema diri wanita atau konstruksi mental tentang dirinya. Sedangkan Andre Agassi dalam J. K. Thompson, et al (2002) menyatakan bahwa ”Citra tubuh adalah segalanya” karena, citra tubuh berkaitan dengan apa yang kita lihat, kita pikir dan kita rasakan tentang tubuh kita. Citra tubuh juga dikatakan sebagai representasi internal dari penampilan individu itu sendiri atau disebut juga sebagai persepsi unik individu terhadap tubuhnya (Cash dalam Thompson, 2002). Tampilan internal berkaitan dengan pikiran dan perasaan sehinga dapat mengubah perilaku individu dalam situasi tertentu (Cash dalam Thompson, 2002).

  Pikiran-pikiran positif dari penampilan individu dapat membangkitkan semangat harga diri dan kesuksesan dalam relasi interpersonal, sedangkan pikiran-pikiran negatif dari penampilan individu akan dapat melemahkan kepercayaan diri (Cash dalam Thompson, 2002).

  Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan ditunjukkan kepada orang lain. Citra tubuh juga menggambarkan bagaimana seseorang dapat memandang tubuhnya secara positif atau secara negatif.

  2. Perkembangan Citra Tubuh

  Citra tubuh bukan faktor yang dibawa sejak lahir maupun faktor yang tiba-tiba muncul di masa remaja atau dewasa. Citra tubuh merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain. Citra tubuh sudah mulai terbentuk dan berkembang sejak masa kanak-kanak. Pada awalnya seorang anak akan membandingkan tubuhnya dengan anggota keluarganya. Kemudian, seiring dengan meningkatnya pergaulan dengan orang di luar rumah seorang anak akan mulai membandingkan tubuhnya dengan orang lain di luar rumah dan mulai peduli tentang struktur fisiknya dan bagaimana orang lain di luar rumah menanggapi mereka (Hurlock, 1974).

  3. Perempuan dan Citra Tubuh

  Perempuan selalu didorong untuk mengubah ukuran dan berat badan mereka sesuai dengan tren yang terjadi. Memiliki tubuh langsing dipandang sebagai atribut yang diinginkan oleh perempuan saat ini (Orbach; Bordo, dicapai. Oleh sebab itu, banyak perempuan melakukan banyak cara untuk membuat tubuh mereka tampak langsing meskipun cara-cara yang mereka gunakan terkadang membuat mereka merasa tidak nyaman, membatasi aktifitas mereka, atau bahkan memiliki resiko terhadap kesehatan mereka (Grogan, 2008).

4. Laki-laki dan Citra Tubuh

  Sampai tahun 1980an, studi tentang citra tubuh hanya berpusat pada perempuan. Hal ini dikarenakan tubuh perempuan lebih sering ditampilkan oleh media dibandingkan tubuh laki-laki (Grogan, 2008).

  Bentuk tubuh ideal laki-laki dalam budaya barat adalah ramping dan berotot. Ketidakpuasan tubuh pada laki-laki dikarenakan mereka menginginkan tubuh yang lebih ramping atau lebih besar (sebuah pola yang berbeda dengan wanita yang sebagian besar menginginkan tubuh ramping). Untuk mengubah bentuk tubuhnya, laki-laki cenderung lebih suka melakukan latihan tubuh dibandingkan diet. Hasil wawancara dan kuesioner kepada binaragawan menyatakan bahwa pada saat mereka membandingkan tubuh mereka dengan orang lain hal tersebut akan membuat mereka berusaha semakin keras untuk mengembangkan otot-otot lainnya. Untuk membantu mengembangkan otot secara lebih maksimal,

B. Ketidakpuasan Citra Tubuh

  Ketidakpuasan citra tubuh merupakan kesenjangan antara bentuk tubuh ideal yang didasarkan budaya aktual dengan keadaan tubuh yang dimiliki (Asri & Setiasih,2004). Ketidakpuasan citra tubuh pada umumnya dibahas dalam tiga teori utama. Teori yang pertama berkaitan dengan persepsi. Sedangkan teori kedua dan ketiga berkaitan dengan teori perkembangan dan sosial budaya.

  a) Teori Persepsi (Perceptual Theories) Teori persepsi adalah sebuah teori ketidakpuasan citra tubuh yang membahas tentang persepsi seseorang tentang ukuran tubuhnya, yang terkadang menjadi lebih besar dari ukuran yang sebenarnya. Teori persepsi banyak digunakan untuk menjelaskan tentang penyakit-penyakit yang terkait dengan gangguan makan seperti anorexia nervosa (Thompson, 1996).

  b) Perkembangan (Developmental Theory) Teori perkembangan lebih berfokus pada peran penting dari masa kanak-kanak dan perkembangan remaja dalam ketidakpuasan citra tubuh di masa yang akan datang. Teori ini membahas tentang dampak dari masa pubertas dan waktu pematangan, ejekan negatif serta pelecehan seksual dan hubungan seksual pada usia dini (Thompson, 1996). c) Sosial Budaya (Sociocultural Theory) Teori sosial budaya menguji tentang pengaruh budaya terhadap ketidakpuasan citra tubuh. Salah satu hasil perkembangan teori sosial budaya adalah teori perbandingan sosial (social comparison theory).

  Pada dasarnya, manusia memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi diri. Proses evaluasi diri sendiri dibandingkan dengan orang lain merupakan dasar bagi teori perbandingan sosial Festinger (Festinger, 1954). Meskipun demikian, menurut D.T. Miller, Turnbull, dan McFarland dalam Grogan (2008) pemilihan target pembanding tidak bersifat acak. Sebaliknya, individu menunjukkan kemauan untuk memilih bagaimana dan siapa yang akan menjadi target pembanding.

1. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpuasan Citra Tubuh

  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh ;

  a. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi citra tubuh seseorang. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menyatakan bahwa wanita lebih negatif memandang tubuhnya dibandingkan pria (Groesz, Levine, Murnen, 2001). Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa pria juga itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa banyak pria yang juga mengalami gangguan terhadap citra tubuhnya (Thompson et al, 2002).

  b. Usia Pada tahap perkembangan remaja, citra tubuh menjadi penting. Hal ini berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengontrol berat badan. Umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri dibandingkan pada remaja putra. Ketidakpuasaan remaja putri dan remaja putra pada tubuhnya meningkat pada awal hingga pertengahan usia remaja. (Papalia & Olds, 2008; Thompson et al, 2002; Santrock, 1996; Santrock, 2007)

  c. Orientasi seksual Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kaum homosekual dan lesbian memiliki resiko lebih besar untuk mengalami ketidakpuasaan tubuh (Beren, Hayden, Wilfley, & Grilo, 1996). Mereka juga menemukan bahwa keikutsertaan kaum homoseksual di komunitas homoseksual akan semakin meningkatkan ketidakpuasan citra tubuh.

  Orientasi seksual juga memberikan pengaruh pada citra tubuh remaja. Dalam sebuah studi yang dilakukan pada 36,320 merasa puas dengan tubuhnya dibandingkan siswa perempuan yang heteroseksual (Thompson et al, 2002).

  d. Etnis Budaya Latar belakang budaya juga dapat mempengaruhi level ketidakpuasan tubuh. Pernyataan ini dikemukakan oleh Altabe

  (1996) yang mengatakan bahwa untuk melakukan pengukuran terhadap citra tubuh, sangat penting untuk memperhatikan latar belakang budaya seseorang. Hal ini dikarenakan, keberagaman individu juga ditentukan oleh latar belakang budayanya (Thompson, 1996). Sebuah penelitian yang membandingkan dua negara juga pernah dilakukan oleh Cogan et al, (1996). Penelitian ini membandingkan 219 siswa di Amerika Serikat dengan 349 Siswa di Ghanaian University (Afrika). Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa wanita Amerika lebih merasa tidak puas dengan tubuhnya dibandingkan dengan wanita Afrika.

  e. Media massa Media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam sosial budaya. Media massa yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki- laki yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. adalah tubuh yang kurus dalam hal ini berarti level kekurusan yang dimiliki. Sedangkan gambaran ideal bagi laki-laki adalah memiliki tubuh yang berotot.

  f. Keluarga Komentar yang dibuat oleh orang tua dan anggota keluarga juga memiliki pengaruh besar dalam gambaran tubuh anak-anak.

  Orang tua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan pada anak bahwa mengkhawatirkan berat badan adalah sesuatu yang normal (Cash & przinsky, 1990; Thompson et al , 2002).

  g. Hubungan Interpersonal Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan respon yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk juga mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang membuat seseorang cenderung merasa cemas terhadap penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi padanya (Cash & przinsky, 1990; Thompson et al, 2002).

  h. Konsep diri Konsep diri merupakan persepsi mengenai diri sendiri, baik perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

  Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam- macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan.

  Individu yang memiliki konsep diri yang negatif terdiri dari 2 tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya, sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil.

  Dalam kaitannya dengan evaluasi diri, individu yang memiliki konsep diri negatif akan memiliki penilaian negatif terhadap dirinya sendiri. Apapun yang diketahui tentang dirinya, ia tidak pernah merasa cukup baik. Apapun yang diperoleh atau dimiliki dianggap tidak sebanding dengan yang diperoleh atau dimiliki

2. Pengukuran Ketidakpuasan Citra Tubuh

  Contour drawing dan silhouettes of incremental sizes merupakan

  alat yang populer untuk menilai elemen dari ketidakpuasan tubuh. Alat- alat tersebut digunakan untuk memperlihatkan indeks ketepatan persepsi ukuran tubuh. Sakarang ini, paling tidak ada 21 macam jenis dari contour

  drawing dan silhouettes of incremental sizes. Akan tetapi, banyak dari

  jenis alat tersebut yang tidak realistik mempresentasikan bentuk figur manusia, yaitu ketiadaan ciri wajah atau definisi tubuh. Misalnya tangan dan kaki yang tidak proporsional, perbedaan ketebalan antara tangan kanan dan tangan kiri. Selain itu, banyak dari jenis alat yang tidak mendemonstrasikan pengukuran yang valid dan reliabel (Thompson, 1990 dalam Thompson & Gray, 1995). Salah satu alat yang sering disarankan dan dipergunakan dalam penelitian tentang citra tubuh karena telah memenuhi standar validitas dan reliabilitasnya adalah Contour Drawing

  Rating Scale (Thompson & Gray, 1995). Alat ini merupakan jenis dari contour drawing dan silhouettes of incremental sizes yang menampilakan

  figur secara detail dengan perbedaan jenis kelamin.

  Alat tes ini berupa skema bentuk tubuh 9 pria dan 9 wanita yang diurutkan dari kurus hingga gemuk. Mereka hanya diminta untuk memilih figur mana yang sesuai dengan bentuk tubuh mereka dan figur mana yang dilakukan tetapi, salah satu hal yang dapat berpotensi sebagai masalah adalah apabila subjek atau klien merasa bahwa tidak ada satupun figur yang sesuai dengan dirinya.

C. Televisi

1. Perkembangan Televisi di Indonesia

  Sejak diluncurkan untuk pertama kalinya, televisi memang sudah memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

  Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962. Pada saat itu, Televisi Republik Indonesia (TVRI) menayangkan langsung upacara peringatan hari ulang tahun ke-17 Kemerdekaan Indonesia. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi juga semakin bertambah sehingga televisi tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hingga saat ini, hampir setiap rumah tangga memiliki televisi, bahkan tak jarang yang memiliki televisi lebih dari satu (Effendy, 2004).

  Media televisi di Indonesia memang bukan lagi menjadi barang mewah. Kini media layar kaca tersebut sudah menjadi salah satu barang kebutuhan pokok bagi kehidupan masyarakat. Menurut Skormis (Kuswandi, 1996) dalam bukunya “Television and Society : An Incuest

  and Agenda “, dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat ketiga unsur tersebut. Informasi yang disampaikan oleh televisi, akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual. Arthur Kroker dan David Cook mengatakan bahwa sifat totalitas televisi telah menjadikannya sebagai satu bentuk kekuasaan dalam suatu komunitas (Effendy, 2004). Citra-citra yang ditawarkan televisi telah membentuk ketidak-sadaran massal. Telah terjadi pembentukan diri melalui televisi. Penonton dibentuk berdasarkan relasinya dengan obyek- obyek dan reaksinya terhadap obyek tersebut (Effendy, 2004).

2. Jenis-jenis Tayangan Televisi

  a. Sinetron Beragam acara ditawarkan oleh stasiun televisi Indonesia.

  Meskipun demikian, acara yang paling mendominasi di stasiun televisi adalah sinetron kecuali stasiun televisi yang memiliki genre khusus seperti Metro TV. Bahkan menurut survey yang peneliti lakukan melalui Koran Jakarta Edisi 3-9 Oktober 2011, penayangan sinetron di salah satu stasiun TV swasta mencapai 9 Jam perhari dan meningkat menjadi 11 jam perhari pada hari Sabtu.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinetron merupakan singkatan dari sinema elektronik yaitu film yang dibuat khusus untuk dikemas seperti film (langsung selesai dalam sekali tayang) atau yang biasa dikenal dengan sebutan FTV, ada pula yang bersambung dan ditayangkan tiap minggu atau bahkan tiap hari, yang banyak dikenal dengan sebutan stripping (Segara, 2011).

  b. Infotainment Infotainment adalah singkatan dari information dan entertainment yaitu sebuah tayangan yang berisi tentang informasi

  seputar dunia hiburan (Widodo, 2008). Infotainment merupakan analog dari entertainment yang bobotnya memang lebih ke arah hiburan. Biasanya berupa tayangan atau pemuatan informasi yang berkaitan dengan kehidupan pribadi orang terkenal. Di negara Barat, terutama Inggris, hal itu biasa dilakukan koran kuning berbentuk tabloid. Justru berita eksklusif dari balik tembok istana itulah yang menjadi ciri khas tabloid. Di Indonesia dominasinya dipegang televisi (Widodo, 2008).

  c. Komedi Menurut Hana (2010), tayangan komedi adalah salah satu jenis tayangan di televisi yang lucu. Pada umumnya bersifat untuk menghibur dan menimbulkan tawa. Tayangan komedi merupakan salah satu jenis tayangan yang kini banyak ditampilkan di televisi. bodoh entah dari tingkahnya ataupun dialognya, yang jelas harus lucu dan membuat orang lain tertawa.

  d. Talkshow

  Talk show adalah ungkapan bahasa Inggris yang berasal dari

  dua kata: show dan talk. Show artinya tontonan, pertunjukan atau pameran, sedangkan talk artinya omong-omong, ngobrol-ngobrol.

  Dengan begitu talk show berarti pertunjukan orang-orang yang sedang ngobrol. Istilah Talkshow merupakan aksen dari bahasa inggris di Amerika. Di Inggris sendiri, istilah Talkshow ini biasa disebut Chat

  Show. Pengertian Talkshow adalah sebuah program televisi atau radio

  dimana seseorang ataupun group berkumpul bersama untuk mendiskusikan berbagai hal topik dengan suasana santai tapi serius, yang dipandu oleh seorang moderator. Kadangkala, Talkshow menghadirkan tamu berkelompok yang ingin mempelajari berbagai pengalaman hebat. Di lain hal juga, seorang tamu dihadirkan oleh moderator untuk berbagi pengalaman (Hendra, 2010).

  e. Berita Menurut Sobur, salah satu kebutuhan yang cukup penting dan esensial bagi manusia adalah kebutuhan akan informasi atau berita untuk mengetahui dengan jelas segala hal yang terjadi didunia atau dan berkaitan mengenai suatu fakta (Effendy, 2004). Dibandingkan dengan media massa lain yang menyajikan berita seperti koran atau radio, televisi tersaji dalam bentuk audio visual hal ini menjadi daya tarik kuat dari televisi yang mampu memberikan kesan mendalam pada pemirsa. Sehingga seolah-olah khalayak berada di tempat peristiwa yang disiarkan pemancar televisi itu (Effendy, 2004).

  f. Kartun Kata kartun berasal dari bahasa Inggris cartoon atau dalam bahasa Italia,

  cartone yang berarti kertas tebal. Awalnya kartun mengacu pada pengertian

  gambar rencana. Dalam seni murni kartun merupakan gambaran kasar atau sketsa awal dalam kanvas besar atau pada hiasan dinding pada bangunan arsitektural seperti mozaik, kaca dan fresco. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu dan ditemukannya

  cinematography telah menimbulkan gagasan pada mereka untuk

  menghidupkan gambar-gambar yang mereka lukis. Dan lukisan- lukisan itu bisa menimbulkan hal yang lucu dan menarik, karena dapat memegang peranan apa saja, yang tidak mungkin diperankan oleh manusia. Si tokoh dalam film kartun dapat dibuat menjadi ajaib, dapat terbang, menghilang, menjadi besar, menjadi kecil secara tiba-tiba, binatang bisa berbicara seperti manusia dan sebagainya. Inilah yang nyata. Bukan hanya anak-anak saja yang tertarik dengan film kartun, orang dewasa pun tertarik dengan film kartun. Hal inilah yang juga memicu pihak media untuk melirik pangsa pasar film kartun bagi kalangan orang dewasa. Mereka banyak berinovasi agar film kartun juga menjadi sajian yang menarik bagi kalangan orang dewasa (Indarto, 1999).

3. Pengaruh Televisi terhadap Ketidakpuasan Citra Tubuh

  Menurut sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Gonzalez- Lavin dan Smolak (1995), televisi juga memberikan pengaruh yang sama dengan media cetak dalam mempromosikan standar kurus bagi wanita. Hal ini disebabkan karena karakter yang sering ditonjolkan dalam televisi adalah wanita-wanita yang memiliki tubuh kurus. Bahkan tidak jarang wanita yang bertubuh gemuk dijadikan sebagai bahan ejekan dalam cerita Gonzalez-Lavin dan Smolak (1995). Mereka juga menemukan bahwa jumlah waktu menonton televisi tidak berkorelasi dengan perilaku diet atau perilaku gangguan makan pada remaja, akan tetapi menonton televisi lebih dari 8 jam dalam seminggu dapat mengakibatkan ketidakpuasan citra tubuh dibandingkan remaja yang menonton televisi kurang dari 8 jam dalam seminggu (Lavin dan Smolak, 1995 ; Thompson, 1999). pembentukan citra tubuh remaja. Meskipun demikian, mereka menyatakan bahwa frekuensi menonton televisi tidak berkorelasi dengan ketidakpuasan tubuh. Jenis tayangan yang ditonton seperti film, telenovela, dan video klip lebih memberikan pengaruh terhadap ketidakpuasan tubuh dibandingkan dengan menonton olahraga, atau tayangan lain yang lebih bersifat netral.

  Jenis program yang ditonton merupakan variable yang penting dalam melakukan penelitian mengenai pengaruh televisi terhadap citra tubuh. Individu yang menganggap bahwa televisi memiliki sebuah daya tarik dan menganggap bahwa televisi merupakan sumber acuan yang tepat mungkin juga dapat menjadi lebih rentan terhadap ketidakpuasan citra tubuh. Gonzalez-Lavin dan Smolak (1995) menemukan bahwa remaja menganggap bahwa televisi dan kelompok teman sebaya merupakan sumber informasi penting untuk mengetahui tentang daya tarik dan teknik pengaturan berat badan.

D. Remaja Awal

1. Rentang Usia Remaja Awal

  Santrock (1996), mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Meskipun

  Menurut Hurlock (1999), rentang usia masa remaja awal adalah 13 hingga 16 atau 17 tahun. Lain halnya dengan Monks (2006), menurutnya rentang usia masa remaja awal adalah 12-15 tahun.

2. Perkembangan Fisik pada Remaja Awal

  Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2008).

  Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan (Papalia & Olds, 2008).

  Serangkaian perubahan psikologis akan menyertai perkembangan fisik seorang remaja. Salah satu hal yang pasti tentang aspek-aspek psikologis dari perubahan fisik pada masa remaja adalah bahwa remaja disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka (Santrock, 1996). Menurut Monks (2006), masa remaja sendiri merupakan penilai yang penting terhadap tubuhnya sendiri sebagai rangsang sosial. Bila ia mengerti bahwa tubuhnya memenuhi persyaratan, maka hal ini berakibat positif terhadap

3. Citra Tubuh pada Remaja awal

  Remaja awal cenderung menunjukkan perhatian yang amat besar terhadap tubuhnya yang sedang mengalami perubahan dan mengembangkan gambaran pribadi mengenai seperti apa tubuh mereka. Remaja putra maupun putri, menilai bentuk tubuh atau perawakan sebagai dimensi yang paling penting dari daya tarik fisik (Santrock, 1996).

  Meskipun demikian, selama masa pubertas pada umumnya remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak citra tubuh negatif, dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini terjadi karena bertambahnya lemak dalam tubuh. Remaja putri akan terlihat semakin gemuk dan mengakibatkan ketidakpuasan sedangkan remaja putra menjadi lebih puas karena otot mereka semakin meningkat (Santrock, 1996).

  

E. Dinamika Hubungan Jenis Tayangan Televisi dengan Ketidakpuasan

Citra Tubuh Remaja Awal

  Masa remaja awal adalah masa yang cenderung rentan terhadap ketidakpuasan citra tubuh. Meskipun demikian, resiko ketidakpuasan citra tubuh pada remaja putri cenderung lebih besar dibandingkan remaja putra. Bertambahnya lemak pada masa pubertas memang membuat tubuh cenderung otot membuat tubuh menjadi lebih besar sehingga mereka cenderung merasa puas dengan tubuhnya (Santrock, 1996).