BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori - BAB II NUR HASANAH AYU MUTIARANI AKT'18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Teori yang menjelaskan mengenai manajemen laba adalah teori agensi.

1. Agency Theory

  Teori agensi diartikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak antara principal (pemilik) dengan agent (manajer). Principal mendelegasikan wewenangnya dalam pengambilan keputusan penggelolaan perusahaan kepada manajer perusahaan. Manajer berusaha menyajikan laporan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban manajemen terhadap principal (Jensen dan Meckling, 1976).

  Terjadinya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori keagenan, manajer secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para principal dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ujiyantho dan Pramuka, 2007).

  Menurut penelitian Eisenhardt (1989), ada tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse ).

  Teori keagenan yang berkaitan dengan good corporate governance dapat dijadikan alat manajer (agent) untuk meyakinkan investor (principal) dalam memastikan penerimaan return atas dana yang telah diinvestasikan. Good corporate governance diharapkan mampu mengatasi ketidakseimbangan infomasi antara principal dan agent untuk mencegah dan menghalangi terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan (Herdian, 2015).

  Konservatisme akuntansi dijelaskan dari teori keagenan, manajer memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya sendiri dengan berpihak kepada investor dan melindungi investor dari kekeliruan menilai informasi laba yang tinggi namun dalam penyajian tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (Tuwentina dan Wirama, 2014).

2. Manajemen Laba

  Manajemen laba adalah proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikkan dan menurunkan laporan laba, dimana manajemen dapat menggunakan kelonggaran penggunaan metode akuntansi (Islahuzzaman, 2012).

  Menurut Sulistyanto (2008), manajemen laba dilakukan dengan memodifikasi komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab dalam komponen akrual tidak diperlukan bukti kas secara fisik, sehingga upaya untuk memodifikasi besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan.

  Menurut Scott (2011), beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan earning management, antara lain adalah:

  1. Memotivasi bonus, yaitu manajer akan berusaha mengatur laba bersih agar dapat memaksimalkan bonusnya.

  2. Hipotesis perjanian hutang (debt covenant hypothesis), yang berkaitan dengan persyaratan perjanjian hutang yang haru dipenuhi, laba yang tinggi diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran syarat perjanjian hutang.

  3. Meet Investors Earnings Expectations and Maintain Reputation, perusahaan yang melaporakan laba lebih besar daripada ekspetasi investor harga sahamnya akan mengalami peningkatan yang signifikan karena investor memprediksi perusahaan akan mempunyai masa depan yang lebih baik.

  4. IPO (Initial Public Offering), manajer perusahaan yang akan go public termotivasi untuk melakukan manajemen laba sehingga laba yang dilaporkan menjadi tinggi dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

  Indikator manajemen laba diukur mengukur discreationary accrual yang dihitung dengan menselisihkan antara total akrual dengan non

  

discreationary accrual . Menurut Agustia (2013), menghitung

  

discreationary accrual menggunakan Modified Jones Model.

Discretionary accruals dihitung dengan menggunakan rumus:

  

DA it = TAC it / A it-1 - NDA it

  Menurut Sulistyanto (2008), secara empiris nilai discreationary

  

accruals bisa nol, positif, atau negatif. Nilai nol (0) menunjukkan

  bahwa manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba (income

  

smoothing ), nilai positif (+) menunjukkan bahwa manajemen laba

  dilakukan dengan pola penaikan laba (income increasing) dan nilai negatif (-) menunjukkan manajemen laba dengan pola penurunan laba (income decreasing).

3. Good Corporate Governance

  The Cadbury Committee merumuskan corporate governance

  adalah sistem yang dirancang untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Stuktur corporate governance yaitu menetapkan distribusi hak dan kewajiban diantara berbagai partisipan dalam perusahaan, seperti dewan direksi dan komisaris, pemegang saham, dan

  

stakeholders lainnya, dan menetapkan berbagai aturan dan prosedur

  dalam membuat keputusan mengenai perusahaan. Corporate juga memberikan struktur dengan mana tujuan perusahaan

  governance

  ditetapkan, untuk mencapai tujuan dan memonitor kinerja (Susilo, 2010).

  Midiastuty dan Machfoedz (2003) membagi mekanisme

  corporate governance menjadi dua kelompok. Pertama, berupa internal mechanisms seperti (mekanisme internal) seperti komposisi

  dewan direksi/komisaris, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif. Kedua, external mechanisms seperti pengendalian oleh pasar dan level debt fnancing.

  Penelitian Wahyuningsih dan Riduwan (2014), menjelaskan bahwa

  good corporate governance memiliki lima asas yaitu :

  a. Akuntabilitas (Accountability), yaitu perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerja secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dnegan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate

  

value ), dan strategi perusahaan. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung

  jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.

  b. Pertanggungjawaban (Responbility), yaitu perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

  c. Keterbukaan (Transparency), untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkap tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambil keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

  d. Kewajaran dan kesetaraan (Fairness), dalam melaksanakan kegiatannya perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing- masing. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa mmbedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan kondisi baik.

  e. Independensi (Independency), untuk melancarkan pelaksanaan asas Good

  

Corporate Governance , perusahaan harus dikelola secara independen

  sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara objektif. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

  Mekanisme good corporate governance pada penelitian ini menggunakan empat aspek sebagai berikut:

3.1 Komite Audit

  Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 5/POJK.04/2015 komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada dewan komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi dewan komisaris. Komite audit yang melakukan pengawasan dan tugas terhadap perusahaan dengan menjunjung prinsip transparansi, fairness, responsibility, akuntanbilitas yang akan mencegah tindakan manajemen laba.

  Menurut keputusan BAPEPAM Nomor Kep. 29/PM/2004 tanggal

  24 September 2004, tugas dan tanggung jawab komite audit adalah komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris, antara lain sebagai berikut:

  a. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya.

  b. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

  c. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal.

  d. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi. e. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten atau perusahaan publik.

  f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi. Menurut Marlisa dan Fuadati (2016), indikator komite audit diukur dari jumlah anggota komite audit dari luar dibagi dengan total anggota komite audit di perusahaan.

  KA = x 100%

3.2 Proporsi Dewan Komisaris Independen

  Dewan komisaris independen bertugas dan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, mematuhi hukum dan peraturan perundangan yang berlaku, serta menjamin bahwa prinsip-prinsip dan praktik good corporate telah diterapkan dengan baik (Arifin dan Destriana, 2016).

  governance

  Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 proporsi dewan komisaris independen sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan komisaris. Proporsi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan. Menurut Agustia (2013), indikator proporsi dewan komisaris independen dihitung dengan menggunakan persentase dari komisaris independen dibandingkan dengan total jumlah komisaris yang ada diperusahaan.

  PDKI = x 100%

3.3 Kepemilikan Institusional

  Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan yang dimiliki oleh institusi seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lainnya. Peran kepemilikan institusional penting karena akan meningkatkan pengawasan yang optimal pada tingkah laku manajer (Arifin dan Destriana, 2016).

  Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusional keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar bagi manajemen untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan dan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham atau stakeholder (Fauziyah, 2014).

  Menurut Agustia (2013), indikator kepemilikan institusional diukur dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusional dengan total saham perusahaan.

  KI = x 100%

  3.4 Kepemilikan Manajerial

  Kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi perilaku oportunistik manajer dalam bentuk earnings

  

management (Kusumawati dkk, 2015). Semakin rendah tingkat

  kepemilikan manajerial dalam perusahaan, maka probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen laba akan meningkat (Indriastuti, 2012).

  Menurut Indrastuti (2012), indikator untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah presentase perbandingan jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dengan seluruh modal saham perusahaan yang beredar.

  KM = x 100%

  3.5 Konservatisme Akuntansi

  Konservatisme merupakan reaksi yang berhati-hati atas ketidakpastian yang ada agar ketidakpastian dan risiko yang berkaitan dalam situasi bisnis dapat dipertimbangkan dengan cukup memadai (Savitri, 2016). Menurut Givoly dan Hayn (2000), konservatisme akuntansi sebagai pengakuan awal untuk biaya dan rugi serta menunda pengakuan untuk pendapatan dan keuntungan.

  Menurut Savitri (2016), indikator konservatisme diukur berdasarkan model Givoly dan Hayn (2000):

  CONACC =

3.6 Winner/Loser Stock

  Winner/loser stock adalah pengelompokkan perusahaan

  berdasarkan return saham dari setiap perusahaan. Winner stock merupakan kelompok perusahaan yang mendapatkan return saham yang positif. Sedangkan, loser stock adalah kelompok perusahaan yang mendapatkan return saham yang negatif (Supriastuti dan Warnanti, 2015).

  Semakin laba menunjukkan hasil yang stabil akan mempengaruhi harga saham yang stabil. Hal ini dapat memberikan persepsi kepada investor bahwa tingkat return saham yang tinggi dan tingkat risiko portofolio saham rendah, sehingga kinerja perusahaan terlihat baik (Iskandar dan Suardana, 2016).

  Menurut Supriastuti dan Warnanti (2015), indikator winner/loser

  

stock merupakan variabel dummy untuk mengklasifikasikan

  perusahaan yang winner atau loser. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala nominal. Penentuan status winner/loser stock dilakukan dengan cara menghitung return saham dari setiap perusahaan dan kemudian membandingkan dengan return pasar.

  R t = R =

  mt

  dan Apabila :

  1. R t > R mt , maka perusahaan berstatus sebagai winner stock (diberi nilai 1)

  2. R t < R mt , maka perusahaan berstatus sebagai loser stock (diberi nilai 0)

3.7 Free Cash Flow

  Free cash flow merupakan kas yang tersedia di perusahaan yang

  dapat digunakan untuk berbagai aktifitas. Konsep free cash flow memfokuskan pada kas yang dihasilkan dari aktifitas operasi setelah digunakan untuk kebutuhan berinvestasi (Murhadi, 2013).

  Perusahaan dengan arus kas positif dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut mampu bertahan dalam situasi yang buruk karena memiliki kesempatan untuk melakukan investasi dan belanja modal dalam rangka mempertahankan operasi yang sedang berjalan, dan memberi sinyal positif terhadap investor bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik (Yogi dan Damayanthi, 2016).

  Menurut Agustia (2013), indikator free cash flow dihitung dengan menggunakan rumus Brigham dan Houston (2010):

  Free Cash Flow = NOPAT

  • – investasi bersih modal operasi

B. Hasil Penelitian Terdahulu

  Governance

  tidak berpengaruh terhadap manajemen laba

  firm size , board of directors, audit quality , dan managerial ownership

  dan leverage berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan

  institutional ownership, profitability,

  Regresi berganda Board of independence,

  , dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Manajemen Laba

  Corporate Governance

  Pengaruh Firm Size,

  4 Lavenia Arifin dan Nicken Destriana (2016)

  ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba; sedangkan asimetri informasi berpengaruh positif terhadap manajemen laba

  Corporate governance dan

  Regresi linier berganda

  , dan Ukuran Perusahaan Pada Manajemen Laba

  Ringkasan penelitian terdahulu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu NO PENULIS JUDUL ANALISIS HASIL

  3 Ni Wayan Nariastuti dan Ni Made Dwi Ratnadi (2014)

  negatif terhadap manajemen laba dan leverage ratio berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

  free cash flow berpengaruh

  Manajemen Laba Regresi berganda Ukuran komite audit, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba;

  Corporate Governance , Free Cash Flow, dan Leverage Terhadap

  Pengaruh Good

  2 Dian Agustia (2013)

  Analisis regresi linier berganda Komisaris independen berpengaruh signifikan secara statistik pada manajemen laba; konservarisme akuntansi berpengaruh signifikan secara statistik pada manajemen laba

  dan Konservatisme Akuntansi pada Manajemen Laba

  Corporate Governance

  Pengaruh Good

  Widanaputra (2015)

  1 I G A A Prabaningrat dan A. A. GP.

  Pengaruh Asimetri Informasi, Corporate

  Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu NO PENULIS JUDUL ANALISIS HASIL

  5 Sitaweni Pengaruh Mekanisme Regresi linier Komite audit, kualitas Nugraheni, Good Corporate berganda auditor, kepemilikan Yeterina Widi Governance Terhadap manajerial tidak berpengaruh Nugrahanti, dan Manajemen Laba terhadap manajemen laba.

  Hans Hananto Dan proporsi dewan

  Andreas (2015) komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba

  6 Andhika Fajar Pengaruh Ukuran Regresi logistik Ukuran perusahaan dan Iskandar dan Perusahaan, Return On return on asset berpengaruh Ketut Alit Assets , dan terhadap praktik laba, Suardana (2016) Winner/Loser Stock sedangkan winner/loser stock

  Terhadap Praktik tidak berpengaruh terhadap Perataan Laba praktik perataan laba

  7 Muhammad Pengaruh Firm Size, Regresi logistik Firm size dan winner/loser Arfan dan Desty dan berpengaruh positif

  

Winner/Loser Stock stock

  Wahyuni (2010) Debt To Equity Ratio terhadap perataan laba, Terhadap Perataan Laba sedangkan debt to equity

  ratio secara parsial tidak

  berpengaruh positif ataupun negatif terhadap perataan laba

  8 Sri Supriastuti Ukuran Perusahaan, Uji regresi Ukuran perusahaan, dan Asri , berganda

  Winner/Loser Stock winner/loser stock

  Warnanti (2015) Debt To Equity Ratio , berpengaruh secara signifikan

  Dividend Payout Ratio terhadap perataan laba,

  Pengaruh Terhadap sedangkan debt to equity dan Perataan Laba dividend payout ratio tidak berpengaruh terhadap perataan laba

  Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu NO PENULIS JUDUL ANALISIS HASIL

  return on equity berpengaruh

  Terhadap Manajemen Laba

  Ratio dan Good Corporate Governance

  Pengaruh Arus Kas Bebas, Capital Adeuacy

  I Gusti Ayu Eka Damayanthi (2016)

  11 Luh Made Dwi Parama Yogi dan

  positif signifikan terhadap manajemen laba. Hubungan antara kontrak utang dengan manajemen laba berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, serta ukuran perusahaan dan pemeriksaan ukuran perusahaan dari perusahaan klien berpengaruh pada manajemen laba

  Konservatisme akuntansi dan

  9 Egbunike Amaechi Patrick, Ezelibe Chizoba Paulinus, Aroh Nkechi Nympha (2015)

  Mutltivariate regression model

  Effect of Accounting Conservatism Level , Debt Contracts and Profitability on the Earnings Management of Companies: Evidence from Tehran Stock Exchange

  10 Seyedeh Maryam Babanejad Bagheri, Milad Emamgholipour, Meysam Bagheri, Esmail Abedi Rekabdarkolaei (2013)

  Ukuran dewan, ukuran perusahaan, dewan independen, kekuatan audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

  Simple regression technuques

  The Influence of Corporate Governance on Earnings Management Practices: A Study of Some Selected Quoted Companies in Nigeria

  Regresi linier berganda Arus kas bebas berpengaruh negatif pada manajemen laba, CAR berpengaruh positif pada manajemen laba; dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba

  Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu NO PENULIS JUDUL ANALISIS HASIL

  12 Intan Soraya dan Pengaruh Konservatisma Metode pure Konservatisma akuntansi Puji Harto Akuntansi Terhadap moderator berpengaruh negatif terhadap (2014) Manajemen Laba dengan manajemen laba, dan

  Dengan Kepemilikan membuat regresi kepemilikan manajerial Manajerial Sebagai interaksi dengan memperkuat hubungan Variabel pemoderasi variabel negatif antara konservatisme moderator tidak akuntansi terhadap sebagai variabel manajemen laba independen

  13 Firman syahrez, Pengaruh Komisaris Regresi data Komisaris independen Dudi Pratomo Independen dan Komite panel dengan berpengaruh signifikan dan Siska Audit Terhadap menggunakan terhadap manajemen laba; Yudowati Manajemen Laba software Eviews komite audit tidak (2016) 8.0 berpengaruh terhadap manajemen laba

  14 Sri Ruwanti Pengaruh Konservatisme Regresi linier Konservatisme berpengaruh (2016) Akuntansi pada berganda positf signifikan pada

  Manajemen Laba manajemen laba

  15 Setyarso Pengaruh Good Regresi linier Ukuran dewan komisaris Herlambang dan berganda berpengaruh positif terhadap

  Corporate Governance

  Darsono (2015) dan Ukuran Perusahaan manajemen laba, komposisi Terhadap Manajemen dewan komisaris dan ukuran Laba perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba serta komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

C. Kerangka Pemikiran

  Berdasarkan penelitian yang dikemukakan terdahulu, maka penelitian ini menguji komite audit, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, konservatisme akuntansi, winner/loser stock dan free cash flow berpengaruh terhadap manajemen laba. Komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, semakin. Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, yaitu semakin banyak anggota dewan komisaris independen dalam perusahaan maka akan berkurangnya tindakan manipulasi terhadap laporan keuangan.

  Sama dengan kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial yang berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, karena semakin rendah tingkat kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen laba akan meningkat. Selanjutnya, konservatisme akuntansi dan winner/loser stock berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Dan free cash flow berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, jika free cash flow dalam perusahaan tidak digunakan atau diinvestasikan untuk memaksimalkan bunga pemegang saham, maka akan memunculkan masalah keagenan.

  Berikut adalah gambar kerangka pemikiran yang menggambarkan permasalahan penelitian:

  Good Corporate Governance

  Komite Audit (X1) Proporsi Dewan Komisaris

  Independen (X2) Kepemilikan Institusional (X3)

  Manajamen Laba (Y) Kepemilikan Manajerial (X4)

  Konservatisme Akuntansi (X5)

  Winner/Loser Stock (X6) Free Cash Flow (X7)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran D. Hipotesis

  Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ada dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengaruh Komite Audit Terhadap Manajemen Laba

  Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan direksi yang bertugas melaksanakan pengawasan independen atas proses laporan keuangan dan audit ekstern (Jama’an, 2008).

  Teori keagenan berpendapat komite audit memiliki peran dalam mengawasi pihak manajemen (agen) agar tidak melakukan tindakan yang dapat menguntungkan dirinya sendiri sehingga dapat merugikan pemilik perusahaan (Prastiti dan Meiranto, 2013).

  Penelitian Yogi dan Damayanthi (2016) bahwa ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H1: Komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

2. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba

  Komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak berafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance, 2004).

  Berdasarkan teori keagenan, semakin besar jumlah komisaris independen maka semakin baik mereka bisa memenuhi peran mereka dalam mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan para direktur eksekutif sehingga kecil dilakukannya praktik manajemen laba (Prastiti dan Meiranto, 2013).

  Penelitian Prastiti dan Meiranto (2013) serta Reviana dan Sudantoko (2012), menunjukkan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

  Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

  

H2: Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif

terhadap manajemen laba.

3. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba

  Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan yang dimiliki oleh institusi seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lainnya (Arifin dan Destriana, 2016).

  Kepemilikan institusional dapat mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Namun sebagaimana disebutkan dalam teori keagenan, perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Pihak manajemen sebagai agent mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan principal tidak dapat memberikan keputusan kepada pihak manajemen (Hermanto, 2015).

  Penelitian Yogi dan Damayanthi (2016) mengungkapkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

  H3: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

  4. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba

  Kepemilikan saham yang dimiliki oleh seorang manajer akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan dan metode akuntansi yang akan diterapkan dalam perusahaan (Kusumawati dkk, 2015).

  Kepemilikan manajerial terkait dengan teori keagenan, bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan maka manajemen akan semakin giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham termasuk dirinya sendiri selaku pemegang saham perusahaan. Kepemilikan manajerial besar akan mengurangi terjadinya manajemen laba (Makrifat, 2016).

  Penelitian Oktoviani dan Agustia (2012) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap

  

earnings management . Sejalan dengan penelitian Yogi dan

  Damayanthi (2016) bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

  H4: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

  5. Pengaruh Konservatisme Akuntansi Terhadap Manajemen Laba

  Glosarium Penyataan Konsep No. 2 FASB (Financial Accounting

  

Statement Board ) yang mengartikan konservatisme sebagai reaksi

  yang hati-hati dalam menghadapi ketidakpastian yang melekat pada perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko dalam lingkungan bisnis yang sudah cukup dipertimbangkan.

  Penelitian Ruwanti (2016) berpendapat bahwa konservatisme akuntansi berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapa dirumuskan sebagai berikut:

  H5: Konservatisme akuntansi berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

6. Pengaruh Winner/Loser Stock Terhadap Manajemen Laba

  Penelitian Salno dan Baridwan (2000) mensinyalir adanya kemungkinan manajemen perusahaan winner stock melakukan perataan laba untuk mencapai atau mempertahankan posisinya dikelompok winner stock. Dugaan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan manajemen perusahaan winner stocks untuk mencapai atau mempertahankan

  shareholder’s value melalui posisinya

  dikelompok winner stock dengan tetap menjaga variabilitas laba perusahaan dari waktu ke waktu. Sementara itu, perusahaan loser stock melakukan perataan laba dengan tujuan untuk menaikkan nilai perusahaan sehingga mereka bisa mencapai posisinya di winner stock.

  Penelitian Afran dan Wahyuni (2010) menunjukkan bahwa

winner/loser stock berpengaruh positif terhadap perataan laba.

  Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

  H6: Winner/loser stock berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

7. Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Manajemen Laba

  Free cash flow atau arus kas bebas menggambarkan tingkat

  fleksibilitas keuangan perusahaan. Perusahaan dengan free cash flow berlebihan akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena mereka dapat memperoleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain (Dewi dan Priyadi, 2016).

  Masalah antara principal dan agen sering terjadi karena arus kas bebas perusahaan tidak diinvestasikan untuk memaksimalkan bunga para pemegang saham, maka perusahaan dengan arus kas bebas tinggi berusaha untuk membagikan kelebihan kas tersebut kepada pemegang saham sehingga tidak perlu dilakukannya meningkatkan laba perusahaan (Makrifat, 2016).

  Hal ini konsisten dengan penelitian Agustia (2013) yang mengungkapkan bahwa free cash flow berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian Yogi dan Damayanthi (2016) juga mengungkapkan bahwa arus kas bebas berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut :

  

H7: Free cash flow berpengaruh negatif terhadap manajemen

laba.