Peran Pemerintah dalam Pembangunan Desa

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Dengan
kondisi sosial yang semakin mendesak, mengaruskan terjadinya suatu perubahan
sosial di Indonesia. Secara kultural dan sosial, Indonesia merupakan negara dengan
Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, baik Sumber Daya Alam hewani maupun
hayati. Namun dengan basis kekayaann alam tersebut Indonesia belum mampu
memaksimalkannya dengan baik. Padahal Indonesia –dalam hal ini pemerintah pusatsudah memberikan kewenangan kepada setiap daerah untuk mengembangkan
pembangunannya.
Otonomi daerah dan desentralisasi yang telah berlangsung sejak era reformasi,
membuka

pintu

gerbang

bagi

kemandirian


dan

kreativitas

pembangunan.

Pembangunan di era otonomi daerah membawa ekspektasi yang sangat tinggi dari
masyarakat desa di daerah, bahwa pelayanan publik dan kesejahteraan mereka akan
menjadi lebih baik. Kemudian dipekuat dengan janji Presiden Joko Widodo pada saat
masa kampanyenya, yang diberikan nama Nawa Cita. Dalam program NAWA CITA
tersebut, Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla memberikan 9 cita utama sebagai
landasan mendasar dalam pembangunan desa secara terpadu dan menyeluruh.
Setidaknya ada beberapa cita yang berkaitan langsung dengan pembangunan desa
dapat ditelusur dalam keinginan cita ke tiga, untuk membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan. Selanjutnya cita kelima, akan meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia, melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program
Indonesia Pintar wajib belajar 12 tahun bebas pungutan. Juga Cita keenam, yang akan
meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya,

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 1

maupun ke tujuh, akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Dari segi hukum, Pemerintah RI mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa, untuk memperkuat Undang-Undang tersebut MENDAGRI
mengeluarkan juga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2007 Tentang
Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat

sebagai payung hukum

dalam melaksanakan perubahan di pedesaan. Dengan telah dikeluarkan peraturan
tersebut, Pemerintah RI pun berani menyediakan dana desa yang bersumber dari
APBN untuk digunakan pembangunan desa sebagai upaya peningkatan kualitas hidup
dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Dana desa ini dipergunakan untuk mendanai pelaksanaan kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa yang diatur dan
diurus oleh Desa. Penetapan alokasi dana desa tahun anggaran 2015 yang disetujui

secara nasional dalam APBN untuk seluruh Indonesia adalah sebesar 9 trilyun rupiah.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5
Tahun 2015 tentang penetapan prioritas penggunaan Desa tahun 2015, Dana Desa
diprioritaskan untuk membiayai belanja pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
Desa. Pasal 5. Prioritas penggunaan Dana Desa untuk pembangunan Desa
dialokasikan untuk mencapai tujuan pembangunan Desa yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan
kemiskinan, melalui: a. pemenuhan kebutuhan dasar; b. pembangunan sarana dan
prasarana Desa; c. pengembangan potensi ekonomi lokal; dan d. pemanfaatan sumber
daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Penggunaan Dana Desa yang bersumber dari APBN untuk Pemberdayaan
Masyarakat Desa terutama untuk penanggulangan kemiskinan dan peningkatan akses
atas sumber daya ekonomi, sejalan dengan pencapaian target RPJM Desa dan RKP
Desa setiap tahunnya, yang diantaranya dapat mencakup: a. peningkatan kualitas

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 2

proses perencanaan Desa; b. mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan

oleh BUM Desa maupun oleh kelompok usaha masyarakat Desa lainnya; c.
pembentukan dan peningkatan kapasitas Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; d.
pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan
bantuan hukum kepada warga masyarakat Desa; e. penyelenggaraan promosi
kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat; f. dukungan terhadap kegiatan desa
dan masyarakat pengelolaan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan; dan g.
peningkatan kapasitas kelompok masyarakat melalui: 1) kelompok usaha ekonomi
produktif; 2) kelompok perempuan; 3) kelompok tani; 4) kelompok masyarakat
miskin; 5) kelompok nelayan; 6) kelompok pengrajin; 7) kelompok pemerhati dan
perlindungan anak; 8) kelompok pemuda; dan 9) kelompok lain sesuai kondisi Desa.1
Hal ini cukup beralasan apabila pemerintah berniat melakukan pembangunan
dimulai dari desa. Karena apabila dilihat dari jumlah penduduk miskin tahun 20142016 lebih banyak terdapat di desa. Berikut tampilan data yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional.2
Semester 1 (Maret)

Tahun
2014
2015
2016


Perkotaan
10 507.20
10 652.64
10 339.79

Untuk

Pedesaan
17.772,83
17 940.15
17 665.62

melaksanakan

Semester II (September)

Jumlah
28 280.03
28 592.79
28 005.41


program

yang

Perkotaan
10 356.69
10 619.86
10 485.64

dirumuskan

Pedesaan
17.371,09
17 893.71
17 278.68

dalam

Jumlah

27 727.78
28 513.57
27 764.32

Nawa

Cita,

pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menerbitkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa untuk memperkuat Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis
1 Cahyono Agus, Revolusi Pembangunan Desa (Lihat
http://acahyono.staff.ugm.ac.id/2015/11/paper-revolusi-pembangunan-kawasandesa-prof-dr-cahyono-agus.html ) Diakses Pada 18 Januari 2017 jam 22.00
2 https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119 Diakses pada 18 Januari
2017 jam 23.00

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 3


Masyarakat –selain. Dalam konsiderannya, capaian yang diharapkan desa agar
menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan
yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat
yang adil, makmur, dan sejahtera. Maka perlu dilaksanakan perubahan sosial
pedesaan yang berbasis masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, terdapat beberapa masalah yang
dapat dirumuskan dan akan menjadi pembahasan dalam makalah ini. Uraian rumusan
masalah tersebut, antara lain :
a. Apa dampak yang terjadi apabila perubahan sosial dibangun dari pedesaan
pada pembangunan nasional ?
b. Bagaimana cara melakukan perubahan sosial pedesaan dengan berbasis
masyarakat ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang makalah ini, ada beberapa hal yang
ingin dicapai oleh penulis. Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1. Menumbuhkan rasa perduli terhadap kemajuan dan kemunduran Negara
dan mengetahui peran masing-masing elemen dalam perubahan sosial di
masyarakat.

2. Menanamkan kepekaan terhadap perkembangan zaman dalam perubahan
sosial.
3. Mengetahui peran mahasiswa dan kader HMI sebagai organisasi pemuda
dan kemahasiswaan yang notabennya adalah harapan bangsa.
4. Untuk memenuhi persyaratan mengikuti LK 2 Cabang Purwokerto

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 4

BAB II
Pembahasan
A. Perubahan Sosial
1. Definisi
Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang
sudah teratur dan boleh dikatakan stabil. Maka dengan sendirinya masyarakat
“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 5


merupakan kesatuan yang dalam bingkai struktur sosialnya. Dalam masyarakat
sendiri, hiduplah manusia atau individu. Dalam masa saat ini maka individu dilihat
sebagai suatu kesatuan sempurna, dimana masyarakat terdiri dari jumlah kesatuan.
Dalam suatu masyarakat demokratis dianggap, bahwa masyarakat dan individu
adalah suatu yang komplementer. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa :
a) Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya;
b) Individu mempengerahi masyarakat dan bahkan bisa menyebabkan
perubahan –baik besar maupun kecil- terhadap masyarakat.
Dari dua unsur tersebut, dapat disimpulkan bahwa bisa terjadi sebuah
perubahan dalam masyarakat –baik perubahan yang bergerak maju ataupun yang
bergerak mundur- atau dapat dikatakan bahwa masyarakat selalu dalam proses sosial,
selalu dalam pembentukan.3
Perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai sosial, norma sosial, pola
perilaku, organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan masyarakat,
kekuasaan dan kewenangan, interaksi sosial dan hal lainnya yang berkaitan dengan
masyarakat. Namun perlu rasanya dijelaskan definisi perubahan sosial menurut para
sarjana sosiologi. Berikut penjelasan perubahan sosial menurut para sarjana sosial :4
a) Menurut William F. Ogburn walaupun tidak memberikan definisi mengenai
perubahan sosial, namun dia menekankan ruang lingkup perubahan sosial
mencakup unsur-unsur kebudayaan, baik yang materiil maupun immateriil.

b) Perubahan sosial menurut Kingsley Davis adalah perubahan-perubahan yang
terjadi pada struktur dan fungsi masyarakat.
c) Menurut Gillin dan Gillin bahwa perubahan sosial adalah suatu variasi dari
cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan karena perubahan kondisi

3 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosisal, (Jakarta; Rajawali
Press, 1983) Cetakan Ke-III hlm
4 Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, (Jakarta; Rajawali Press, 1983)
Cetakan Ke-III hlm. 306-307

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 6

geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena
adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
d) Menurut Selo Soemardjo, perubahan sosial adalah segala perubahan pada
lembaga kemasyarakatan disuatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosial, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara
kelompok masyarakat.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut, terdapat penekanan yang berbeda pada
tiap ahli sosiolog, namun penekanannya yang berkaitan dengan masyarakat. Seperti
kebudayaannya, struktur dan fungsi masyarakat, kondisi internalnya (geografis,
komposisi penduduk, dan ideologi) dan internal (seperti penemuan baru pada
masyarakat luar), atau lembaga kemasyarakatannya.
2.

Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial
Perubahan sosial dan kebudayaan yang terjadi di dalam masyarakat, dapat

dibedakan ke dalam beberapa perspektif, misalnya :5
1. Berdasarkan waktu yang dibutuhkan, perubahan sosial terbagi menjadi dua,
yaitu perubahan yang terjadi lambat dan perubahan yang terjadi cepat
2. Berdasarkan dampak yang terjadi, perubahan sosial terbagi menjadi dua, yaitu
perubahan yang berpengaruh kecil dan perubahan yang berpengaruh besar
3. Berdasarkan kewujudannya, perubahan sosial terbagi menjadi dua, yaitu
perubahan yang dikehendaki atau direncanakan dan perubahan yang
dikehendaki atau tidak direncanakan.
Perubahan sosial mempunyai arti yang sangat luas, dapat diartikan perubahan
tersebut bergerak maju sebagai bentuk perubahan secara postif, maupun diartikan
perubahan bergerak mundur sebagai bentuk sebaliknya. Pada umumnya perubahan
sosial dalam suatu masyarakat oleh kemajuan teknik atau yang berkaitan dengan

5 Ibid, hlm. 315-320

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 7

teknologi. Namun ada juga faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan suatu
perubahan.
3. Faktor-Faktor Perubahan Sosial
Perubahan sosial secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut
Astrid S. Susanto, yang dianggap menjadi sebab utama perubahan masyarakat :
a)
b)
c)
d)

Keadaan geografis
Keadaan biofisik kelompok
Kebudayaan
Sifat anomie manusia

Keempat unsur ini saling mempengaruhi dan akhirnya mempengaruhi bidang
lainnya, seperti teknologi, ilmu pengetahuan, organisasi, dan management di dalam
masyarakat.6
Dalam faktor-faktor tersebut, bisa memberikan dampak perubahan yang
bergerak maju atau mundur. Berikut ini akan dipaparkan beberapa faktor yang
mempengaruhi majunya perubahan sosial tersebut, antara lain :7
a)
b)
c)
d)

Kotak dengan budaya lain;
Sistem pendidikan formil yang maju;
Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju;
Toleransi terhadap perbuatan yang menyimpang, yang merupakan bukan

e)
f)
g)
h)

delik;
Sistem terbuka dalam lapisan masyarakat
Penduduk yang heterogen
Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
Orientasi ke masa depan.

Selain faktor-faktor tersebut, ada pula faktor yang mempengaruhi terhambatnya
perubahan sosial, antara lain :
6 Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar hlm. 188-189
7 Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, (Jakarta; Rajawali Press, 1983)
Cetakan Ke-III hlm. 333-336

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 8

a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Perkembangan ilmu pengetahuan yang terhambat.
Sikap masyarakat yang tradisional.
Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuatnya.
Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
Adanya prasangka buruk terhadap hal-hal baru
Adanya hambatan yang bersifat ideologis.
Adat atau kebiasaan
Kurangnya hubungan masyarakat antara masyarakat di dalam suatu
wilayah, dengan wilayah lainnya.8

Apabila dalam suatu masyarakat terdapat faktor-faktor yang sudah dipaparkan,
maka akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama perubahan sosial yang
bergerak maju, atau dalam arti positif. Atau mungkin yang kedua, perubahan sosial
yang bergerak mundur, atau dalam arti negatif
B. Definisi Desa dan Pedesaan
Desa merupakan tingkatan pemerintahan yang paling terkecil, hal ini termuat
dalam merupakan unit pemerintahan terkecil dalam lingkup Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Desa selama ini identik dengan pemerintahan
(sederhana) yang dipenuhi nuansa tradisionalitas, dengan lingkungan yang masih
alami dan budaya lokal yang bersifat khas kedaerahan. Tafsir makna tentang “desa”
bisa beragam. Dalam pemaknaan sosiologis, “desa” bisa bermakna komunitas
masyarakat “gemeinschaaft”, hidup dalam pranata sosial dan iklim kekerabatan,
sederhana, solidaritas mekanik. Secara politik, “desa” adalah “unit pemerintahan
terkecil” yang “memiliki kewenangan tertentu”. Desa sering dirumuskan sebagai
“suatu kesatuan masyarakat hukum yang berkuasa menyelenggarakan pemerintahan
sendiri”.
Sedangkan desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
8 Ibid, hlm. 337-339

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 9

setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.9 Dengan penjabaran definisi tersebut, artinya Undang-Undang tersebut
menjelaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7), pasal 18A ayat (1), dan
pasal 18B ayat (2) UUD 1945.10 Desa diberikan hak asal usul yang dimaknai sebagai
hak bawaan yang telah ada sebelum lahirnya NKRI yang mengatur struktur, wilayah,
sosial, dan adat masyarakat setempat.
Dengan uraian yang ada, desa tidak akan pernah ada apabila tidak adanya suatu
masyarakat yang tinggal atau menetap di daerah tersebut. Maka perlu ada peran serta
pemerintah dan masyarakat apabila ingin terjadi suatu perubahan di wilayah tersebut.
C. Peran Pemerintah dalam Perubahan Sosial Pedesaan
Menurut Mac Iver negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di
dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah denan berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang bersifat memakasa.11 Selain sifatnya
yang memaksa, negara juga memiliki sifat monopoli.12 Dengan diterbitkannya UU
Nomor 6 Tahun 2014 merupakan wujud monopoli negara dalam perubahan sosial di
masyarakatnya. Hal ini termaktub dalam konsideran Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014, undang-undang menjelaskan bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik
Indonesia, desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi
dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat
menciptakan

landasan

yang

kuat

dalam

melaksanakan

pemerintahan

dan

pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

9 Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa
10 UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap
( Jakarta ; Sinar Grafika, 2014) Cetakan ke-10 hlm. 11-12
11 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta; PT Gramedia, 1998)
Cetakan ke-IX hlm 39
12 Ibid, hlm. 41

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 10

Selain itu, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2007
Tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat sendiri pun sama. Dalam
konsiderannya berbunyi “Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang selaras

dengan pelestarian lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam dengan
memperhatikan kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum dalam kawasan
perdesaan, dan kepentingan umum dalam kawasan perdesaan secara partisipatif,
produktif dan berkelanjutan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat.”
Perubahan sosial atau -yang lebih akrab dengan kita adalah- pembangunan yang
dilakukan harus memuat proses pemberdayaan masyarakat yang mengandung makna
dinamis untuk mengembangkan guna tercapainya tujuan yang sudah dicita-citakan.
Konsep yang sering dimunculkan dalam proses pemberdayaan adalah konsep
kemandirian dimana program-program pembangunan dirancang secara sistematis
agar individu maupun masyarakat menjadi subjek dari pembangunan. Kegagalan
berbagai program pembangunan pedesaan di masa lalu adalah disebabkan antara lain
karena penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program-program pembangunan yang
tidak melibatkan masyarakat. Proses pembangunan lebih mengedepankan paradigma
politik sentralistis dan dominannya peranan negara pada arus utama kehidupan
bermasyarakat.
D. Definisi dan Pembedayaan Masyarakat dalam Perubahan Sosial Pedesaan
1. Definisi Masyarakat
Masyarakat menurut Murthadha Muthahari adalah sekelompok manusia yang
terjalin erat karena sistem tertentu.13 Hidup bersama tidak berarti sekelompok orang
mesti hidup berdampingan di satu daerah tertentu, memanfaatkan iklim yang sama.
Definisi lain mengenai masyarakat diungkapkan oleh MacIver, masyarakat adalah
suatu sistem hubungan yang ditertibkan. Sedangkan menurut Harold J. Laski

13 Murthada Muthahari, Manusia dan Alam Semesta; Konsepsi Islam Tentang
Jagat Raya, (Jakarta; Lentera, 2002) hlm. 268

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 11

masyarakat adalah kelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk
terwujudnya keinginan-keinginan bersama.14
Dari definisi yang sudah dipaparkan, masyarakat itu merupakan kumpulan agen
(individu), dimana terdapat sebuah sistem hubungan antar mereka yang kemudian
bekerja sama untuk mewujudkan keinginan dari individu yang sudah berkumpul.
Menurut Anderson dan Parker dalam bukunya yang berjudul Society yang dikutip
oleh Astrid Susanto, masyarakat juga memiliki ciri-ciri. Beliau menjelaskan bahwa
ciri-ciri dari masyarakat antara lain :15
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Adanya sejumlah orang;
Bertempat tinggal dalam suatu daerah tertentu
Mempunyai hubungan satu sama lain;
Memiliki sebuah sistem hubungan antar-manusia
Memiliki kepentingan bersama
Mempunyai tujuan bersama dan bekerja sama
Memiliki perasaan solidaritas
Memiliki norma-norma sosial
Memiliki kebudayaan bersama.
Artinya baik secara definisi maupun ciri, masyarakat akan terbentuk apabila

terjadi interaksi antar individu yang kemudian memiliki kesepakatan bersama dalam
mewujudkan kepentingannya yang kemudian terbentuklah sebuah norma dan
kebudayaan yang dimiliki oleh kelompok tersebut.
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi
daerah dan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 Tentang Desa memberikan

kesempatan kepada masyarakat desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka-ragaman daerah. Masyarakat
14 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta; Gramedia, 1998) Cetakan
ke-IX hlm. 33-34
15 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung;
Binacipta, 1979) Cetakan Ke-II hlm. 19

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 12

memiliki peran cukup sentral untuk menentukan pilihan kebijakan yang sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasinya. Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas
untuk menentukan orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang dikehendaki.
Nilai-nilai kedaulatan selayaknya dibangun sebagai kebutuhan kolektif masyarakat
dan bebas dari kepentingan individu dan atau golongan.
2. Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Ketaren (2008: 178-183) pemberdayaan adalah sebuah ”proses
menjadi”, bukan sebuah ”proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai
tiga tahapan yaitu: Tahap pertama Penyadaran, pada tahap penyadaran ini, target
yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran
bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai ”sesuatu’, prinsip dasarnya adalah
membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun ”demand”) diberdayakan,
dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (bukan dari orang luar).
Setelah menyadari, tahap kedua adalah Pengkapasitasan, atau memampukan
(enabling) untuk diberi daya atau kuasa, artinya memberikan kapasitas kepada
individu atau kelompok manusia supaya mereka nantinya mampu menerima daya
atau kekuasaan yang akan diberikan. Tahap ketiga adalah Pemberian Daya itu
sendiri, pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau
peluang, namun pemberian ini harus sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah
dimiliki mereka.
Pemberdayaan Masayarakat menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
51 Tahun 2007 Tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat
adalah upaya untuk meningkatkan keberdayaan komunitas perdesaan, sehingga
mampu menemukenali potensi-potensi yang ada dan mendayagunakannya secara
optimum untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama serta berpartisipasi dalam
pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan konservasi Sumber Daya Alam. Hal

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 13

ini selaras dengan asas yang sudah termaktub dalam UU Desa sebelum maupun yang
saat ini digunakan, antara lain :16
a. Rekognisi;
Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
b. Subsidiaritas;
Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan
keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa;
c. Keberagaman;
Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai
yang berlaku di masyarakat desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem
nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
d. Kebersamaan;
Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan
prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur
masyarakat Desa dalam membangun Desa;
e. Kegotongroyongan;
Kegotongroyongan,

yaitu

kebiasaan

saling

tolong-menolong

untuk

membangun Desa
f. Kekeluargaan;
Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari
satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa;
g. Musyawarah;
Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut
kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang
berkepentingan
h. Demokrasi;
16 Lihat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 14

Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu
system pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan
persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;
i. Kemandirian;
Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan
masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi
kebutuhannya dengan kemampuan sendiri
j. Partisipasi;
Partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan
k. Kesetaraan;
Partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan
l. Pemberdayaan;
Pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang
sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa;dan
m. Keberlanjutan.
Keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi,
terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan
program pembangunan Desa.
Maka pemberdayaan masyarakat harus dilakukan oleh pihak pemerintah,
apabila tidak dilaksanakan maka hal tersebut sudah mencoreng asas yang sudah
tercantum dalam UU Nomor 6 Tahun 2014.
E.

Urgensi Modal Sosial dalam Perubahan Sosial
Modal sosial merupakan prasyarat bagi segala bentuk kegiatan yang hendak

dijalankan dalam kehidupan masyarakat modern.17 Secara sederhana modal sosial
17 Francis Fukuyama, Guncangan Besar; Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru
(Jakarta; Gramedia, 2005) hlm. 17

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 15

dapat diartikan sebagai seperangkat nilai atau norma informal yang dimiliki bersama
oleh anggota suatu kelompok yang memungkinkan kerja sama diantara mereka.18
Modal sosial penting sekali untuk mewujudkan masyarakat sipil yang sehat,
dalam arti, kelompok dan himpunan yang terwujud diantara keluarga dan negara.
Dengan modal sosial, memungkinkan berbagai kelompok di dalam masyarakat yang
kompleks untuk bergabung bersama-sama untuk memperjuangkan kepentingan
masing-masing.19
Modal sosial menunjuk pada segi-segi organisasi sosial, seperti kepercayaan,
norma-norma, dan jaringan-jaringan sosial yang dapat memfasilitasi tindakan
kolektif. Modal sosial ditekankan pada kebersamaan masyarakat untuk memperbaiki
kualitas hidup bersama dan melakukan perubahan yang lebih baik serta penyesuaian
secara terus menerus. Dalam hal itu, Burt (1992) mendefinsikan modal sosial sebagai
kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain
sehingga menjadi kekuatan yang sangat penting, bukan hanya terhadap aspek
ekonomi, tetapi juga terhadap setiap aspek eksistensi sosial yang lain.20
Dimensi lain terkait modal sosial adalah tipologi modal sosial. Modal sosial
dapat berbentuk bonding ataupun bridging. Modal sosial yang berbentuk bonding
yaitu modal sosial dalam konteks ide, relasi, dan perhatian yang berorientasi ke dalam
(inward looking). Bentuk modal sosial semacam ini umumnya muncul dan berada
dalam masyarakat yang cenderung homogen. Putnam (1993) mengistilahkan
masyarakat dengan bonding social capital sebagai ciri sacred society, yakni
masyarakat yang terdominasi dan bertahan dengan struktur masyarakat yang
totalitarian, hierarchical, dan tertutup oleh dogma tertentu. Pola interaksi sosial

18 Ibid, hlm. 19
19 Francis Fukuyama, Guncangan Besar; Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru
(Jakarta; Gramedia, 2005) hlm. 22
20 Ayu Kusumastuti, Masyarakat; Jurnal Sosiologi (Jakarta; Lab Sosio Pusat Kajian
Sosiologi FISIP-UI, 2015) hlm. 85

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 16

sehari-hari masyarakat semacam itu selalu dituntun oleh nilai-nilai dan norma-norma
yang hanya menguntungkan level hierarki tertentu. 21
Menurut Ayu Kusumastuti,22 berbeda dengan bonding, modal sosial yang
berbentuk bridging bersifat inklusif dan berorientasi ke luar (outward looking).
Bridging social capital ini mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok dengan memanfaatkan jaringan
yang dimiliki individu dalam kelompok. Bridging social capital diasumsikan dapat
menambah kontribusi bagi perkembangan pembangunan dengan melakukan kontak
dan interaksi dengan kelompok di luarnya. Coleman (1999) menganggap bahwa
tipologi masyarakat yang cenderung menciptakan jaringan ke luar dalam gerakannya
lebih mampu memberikan tekanan untuk melakukan upaya bersama dengan
kelompok di luar mereka.
Upaya penyesuaian masyarakat memiliki daya/kapasitas adaptasi yang berbedabeda sesuai dengan modal sosial yang dimilikinya. Kapasitas adaptif adalah
kemampuan sistem sosial secara sosial-ekologi untuk tetap siap dan tegap dalam
menghadapi goncangan dan merespon perubahan dari faktor internal dan eksternal
(Armitage dan Plummer 2010:1). Kemampuan adaptif juga dilihat sebagai daya
lenting, stabilitas, dan fleksibilitas ketahanan sistem sosial dari ancaman atau bahaya
yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan (Smit dan Wandel 2006). Proses
pengembangkan kapasitas adaptif tersebut juga ditentukan melalui penggunaan
sumber daya/potensi serta modifikasi sistem kelembagaan/aturan atau norma (Pelling
dan High 2005).
Modal sosial menjadi kekuatan untuk dapat merespon situasi di luar
masyarakat, termasuk di dalamnya merespon situasi pembangunan infrastruktur di
pedesaan. Upaya merespon berupa kerja sama dan partisipasi adalah bentuk
kemampuan adaptasi mereka. Kemampuan ini kemudian dikembangkan lebih lanjut
21 Ibid, 85
22 Ayu Kusumastuti, Masyarakat; Jurnal Sosiologi (Jakarta; Lab Sosio Pusat Kajian
Sosiologi FISIP-UI, 2015) hlm. 85

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 17

dengan upaya memobilisasi sumber daya dan memodifikasi sistem kelembagaan yang
ada. Kemampuan tersebut menjadi dasar kuat lemahnya daya lenting, fleksibilitas,
dan stabilitas masyarakat pedesaan dalam merespon pembangunan.
Apabila modal sosial sudah kuat, maka diperlukan kaum intelektual untuk
membantu peran negara atau pemerintah untuk ikut mensukseskan perubahan sosial
yang sudah direncanakan.
F.

Peran Kader HMI dalam Perubahan Sosial Pedesaan
HMI merupakan organisasi yang berbasiskan pemuda. Secara definisi pemuda
adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan
secara psikis sedang mngalami perkembangan emosional, sehingga pemuda
merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun masa yang akan
datang.23 Sebagai calon generasi penerus yang akan menggantikan penerus
sebelumnya. Secara international WHO menyebit sebagai “young people” dengan
batas usia 10-24 tahun, sedangkan usia 10-19 tahun disebut “adolescenea” atau
remaja. International youth year yang di selenggarakan tahun 1985, mendefiniskan
penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok pemuda. Definisi yang ke dua
adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis,
namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Pemuda menghadapi masa
perubahan social maupun cultural. Sedangkan menurut draft RUU kepemudaan,
pemuda adalah mereka yang berusia antara 18-35 tahun.menilik dari sisi usia, maka
pemuda merupakan masa perkembangan secara biologis dan psikologis.
Dari penjabaran tersebut, maka secara segmentasi anggota merupakan pemuda.
Dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) pasal 10 ayat 1 HMI,
yang menjadi anggota HMI adalah Mahasiswa Islam yang terdaftar pada perguruan
tinggi dan/atau yang sederajat yang ditetapkan oleh Pengurus HMI Cabang/Pengurus

23 http//refal004.blospot.com

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 18

Besar HMI.24 Maka para kader HMI yang merupakan para pemuda memiliki peran,
pertama menentukan haluan kebijakan negara. Kedua menentukan bagaimana
caranya negara melaksanakan kebijakan tersebut.25
Di Indonesia sendiri, Fachry Ali dan Bahtiar Effendy menyatakan tentang
tipologi gerakan intelektualisme Islam neo-modernisme. Gerakan pemikiran neomodernisme merupakan gerakan pemikiran Islam yang muncul di Indonesia
sekitar tahun 1970-an. Gerakan ini lahir dari tradisi modernisme Islam yang
terdahulu dan telah cukup mapan di Indonesia. Akan tetapi ia memakai
pendekatan yang lebih khas dari sisi konsepsi maupun aplikasi ide-ide.
Solusi dan formula yang harus di persiapkan HMI harus mampu menjawab
tantangan zaman, menjadi organisasi modern, mercusuar bagi penyedia SDM
unggul dan bermutu, lahan persemaian kultur intelektualisme. Seirama dengan
tujuan HMI, kongres harusnya menjadi sentral area untuk menjabarkan secara
operasional langkah HMI.
Terlepas dari suksesi pergantian pengurus yang menjadi mekanisme
organisasi.

Ditengah

problematika

bangsa

terkait

dengan

kemiskinan,

pengangguran, kenaikan harga maupun permasalahan perpecahan umat yang
sempat terjadi karena munculnya kasus Ahmadiyah sampai konflik antarlembaga
Negara diantaranya KPK dengan Polri. HMI mempunyai tanggung jawab untuk
mencarikan solusi. Menilik proses kelahiran HMI 5 Februari 1947 yang
beriringan dengan proklamasi kemerdekaan, sudah semestinya jika HMI
berperan aktif sebagai dokter bangsa untuk menyembuhkan permasalahan bangsa
dan umat masa depan.
Disisi lain, dikarenakan HMI merupakan organisasi dengan basisi
mahasiswa, dan mahasiswa yang notebane nya adalah agent of change. Maka
24 Modul HMI Cabang Ciputat
25 Pemuda dan Kekuatan Sosial, (Jakarta; Kementrian Pemuda dan Olahraga,
2010) hlm. 42

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 19

social change merupakan human change, dimana pengetahuan yang diterima
pada masa pendidikan dapat dipakai di masyarakat sehingga dapat hidup
bermartabat di masa perubahan ini.26
Pada waktu yang lain, Ginandjar Kartasasmita sendiri dalam satu
kesempatan Seminar Nasional Dies Natalis HMI ke-50 menyampaikan
harapannya besar agar dapat turut memainkan peran dalam membangun
masyarakat baru yang modern di masa depan, antara lain :27
Pertama, HMI merupakan organisasi yang menghimpun lapisan elite masyarakat,
yakni kelompok mahasiswa, yang cikal bakal kaum intelektual. Secara sosiologis,
kaum intelektual adalah lapisan elite sosial yang memiliki kekuatan pengaruh dalm
mendorong perubahan dalam masyarakat. Kita tahu keunggulan kaum intelektual itu
pada ide-idenya, dan ide adalah kekuatan pengubah sejarah masyarakat.
Sebagai komunitas intelektual, HMI dituntut untuk mengapresiasi secara kreatif
dan inovatif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. HMI diharapkan dapat
membudayakan sikap masyarakat untuk menguasai dan mengembangkan iptek
sebagai tuntutan yang bersifat imperatif, dan kesadaran bahwa iptek adalah kebutuhan
dasar di masa depan.
Kedua, sebagai organisasi yang berbasis agama, HMI diharapkan tetap
mempertahankan identitasnya dalam memasuki kehidupan modern di masa depan.
Sebab, masyarakat modern cenderung menafikan faktor agama dalam kehidupannya.
Masyarakat dan peradaban modern cenderung berwatak sekular, materialistik dan
hedonistik. HMI diharapkan memberikan sumbangan dalam memperkuat wawasan
spiritual masyarakat, untuk mampu hidup modern dengan tetap setia kepada
keimanan dan amalan Islam.
26 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial hlm. 265-266
27 Ginandjar Kartasasmita Membangun Masyarakat Indonesia Baru; Menuju
Transformasi Sosial Budaya (Dalam HMI dan KAHMI Menyongsong Perubahan, Menghadapi
Pergantian Zaman, Jakarta ; Majlis Nasional Kahmi, 1997) hlm. 57-58

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 20

Ketiga, dalam kaitan dengan usaha memelihara dan mempertahankan integrasi
bangsa, HMI juga mempunyai peran besar sebagaimana telah ditunjukkannya selama
ini. HMI diharapkan tetap menjaga komitmennya terhadap keutuhan negara-bangsa,
serta senantiasa meneguhkan dan memantapkan wawasan kebangsaan dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan.
Keempat, HMI merupakan lembaga strategis sebagai wadah pembentukan
kepemimpinan. Di masa depan, kita sangat membutuhkan pemimpin-pemimpin
bangsa yang tangguh dan memiliki visi yang jelas tentang pembangunan bangsanya.
Kepemimpinan yang tangguh dan bervisi itu tidak bisa lahir secara tiba-tiba, tetapi
harus melalui proses. Ada masa penempaan, penggodogan, dan pengujian, baik ketika
masih menjadi mahasiswa maupun sesudah terjun ke masyarakat luas. Dalam hal ini,
HMI diharapkan dapat melanjutkan dan memperkuat tradisinya sebagai wadah dan
medan pencetakan kader-kader pemimpin bangsa.

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 21

Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Dalam pembangunan nasional, desa memegang peranan yang sangat penting,
sebab desa merupakan struktur pemerintahan terendah dari sistem pemerintahan
Indonesia. Setiap jenis kebijakan pembangunan nasional pasti bermuara pada
pembangunan desa sebab pembangunan Indonesia tidak akan ada artinya tanpa
membangun desa, dan bisa dikatakan bahwa hari depan Indosesia terletak dan
tergantung dari berhasilnya kita membangun desa. Sehingga dengan semangat
desentralisasi dalam otonomi daerah ini masyarakat haruslah dilibatkan atau
diberdayakan dalam pembangunan desanya. Sebab disadari atau tidak bahwa
pembangunan desa telah banyak dilakukan sejak dari dahulu hingga sekarang, tetapi
secara umum hasilnya belum memuaskan terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat pedesaan.
Apabila menggunakan teori Anthony Giddens untuk perubahan sosial, maka
perlu adanya sinergisitas antara agent (individu) dan struktural. Sinergisitas ini belum
terjalin dengan erat. Maka disitu diperlukan modal sosial sebagai “pelumas”nya.
Dengan kehadiran negara sebagai struktural tertinggi secara politik yang memiliki
sifat untuk memonopoli jalannya perubahan masyarakat, kemudian peran mahasiswa
sebagai agent of change dan kaum intelektual untuk membantu jalannya road map
pembangunan yang sudah dimonopoli akan memberikan dampak yang signifikan
pada perubahan.
Suatu pembangunan infrastruktur akan tepat mengenai sasaran, terlaksana
dengan baik dan dimanfaatkan hasilnya apabila pembangunan infrastruktur tersebut
benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk memungkinkan hal itu terjadi
maka yang diperlukan adalah pemberdayaan masyarakat didalam pembangunan

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 22

tersebut, mulai dari penyusunan rencana sampai pada proyek pembangunan tersebut
selesai. Jadi pembangunan perlu menjadikan pemberdayaan menjadi nilai dan pilihan
kebijakan, sekaligus sebagai pembelajaran sosial, dalam arti kita selalu belajar
bagaimana melakukan pemberdayaan yang semakin hari semakin baik. Karena
seperti kata cendekiawan Soedjatmoko dalam (Ketaren, 2008: 187), bahwa
pembangunan tidak lain adalah belajar untuk hidup lebih baik daripada kemarin.
Dan, pembelajaran adalah bagian inti dari pembangunan pada zaman kini, dan
mungkin sampai pada kurun waktu yang panjang di masa depan.
Sejarah membuktikan bahwa kemajuan pembangunan suatu bangsa tidak
ditentukan oleh tersedianya kekayaan alam yang melimpah, akan tetapi justru oleh
SDM yang berkualitas tinggi. Untuk itu, maka tiada pilihan lain bagi bangsa
Indonesia. Jika ingin meraih sukses menjadi negara maju, maka harus
mempersiapkan tenaga-tenaga yang berkualitas dan siap bersaing.28 Untuk
mewujudkan tenaga yang berkualitas dan siap bersaing, perlu ada sinergisitas antara
komponen masyarakat, pemerintah, maupun organisasi kemasyarakatan dalam
menyiapkannya.
B. Saran
Saran saya, sebagai mana dengan apa yang telah saya paparkan dalam makalah
ini, peran HMI juga harus kita junjung tinggi, sebagai mana tujuan dari berdirinya
organisasi HMI ini, yaitu Terbinanya Insan Akademis Pencipta Pengabdi Yang
Bernafaskan Islam Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur
Yang Di Ridhoi Allah Swt. Mengabdi kepada masyarakat, membela yang lemah serta
mempertahan kan hak hak kita sebagai warga Negara Indonesia. Yang paling
terpenting adalah, menanamkan rasa kepercayaan masyarakat kepada HMI, karena
kepercayaan masyarakat terhadap HMI, atau ORGANISASI MAHASISWA, pada
28 Akbar Tandjung, HMI dan Agenda Pengembangan Sumber Daya Manusia
dalam HMI dan KAHMI Menyongsong Perubahan, Menghadapi Pergantian Zaman, ( Jakarta ;
Majlis Nasional Kahmi, 1997) hlm. 81

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 23

saat ini sudah memudar, bagaimana caranya kita, agar dapat memberi yang terbaik
untuk masyarakat Indonesia. Apabila rasa percaya masyarakat terhadap HMI sudah
ada , maka tidak menutup kemungkinan MISI atau tujuan HMI yang dari awal berdiri
nya sampai sekarang , akan cepat terwujud atau terealisasikan.

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 24

Daftar Referensi
Anzar, Dahnil. AkrobatPembangunan; Telaah Kritis Kebijakan Publik, Ekonomi Banten dan
Nasional dalam Bingkai Konektivitas, Serang: Paradigma Semesta, 2011

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta; Gramedia, 1998 Cetakan ke-IX
Fukuyama, Francis. Guncangan Besar; Kodrat Manusia dan Perubahan Tata Sosial
Baru, Jakarta; Gramedia, 2005 Penerj. Masri Maris
Hafidz, Abdullah, Annas Urbaningrum, dkk Tim LSPEU Indonesia. HMI dan
KAHMI Menyongsong Perubahan, Menghadapi Pergantian Zaman,
Jakarta, 1997
-----------------MODUL LK1 HMI CABANG CIPUTAT Tahun 2016-2017
Muthahari, Murtadha Manusia dan Alam Semesta; Konsepsi Islam Tentang Jagat
Raya, Jakarta; Lentera, 2002
Nurdin, M. Amin dan Ahmad Abrori. Mengerti Sosiologi; Pengantar Memahami KonsepKonsep Sosiologi, Jakarta; UIN Jakarta Press, 2006
-----------------Pemuda dan Kekuatan Sosial, Jakarta; Kementrian Pemuda dan Olahraga RI
2010

Soekanto, Soejono. Sosiologi; Sebuah Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1983 Cetakan
Ke-III

Suabdri, H. Ahmad, Pembangunan Kabupaten Tangerang Berbasis Otonomi Desa,
Tangerang, 2011
Susanto, Astrid S. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung; Binacipta, 1979

Jurnal
Masyarakat; Jurnal Sosiologi

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 25

Website
http://acahyono.staff.ugm.ac.id/2015/11/paper-revolusi-pembangunan-kawasan-desaprof-dr-cahyono-agus.html
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119

“Sinergisitas Agen dan Struktural Dalam Pembangunan Pedesaan”

Page 26