Makna Simbolik Dalam Upacara Panggih Pada Pernikahan Adat Suku Jawa : Kajian Antropolinguistik

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah sarana yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat untuk saling
berkomunikasi. Menurut Kridalaksana (dalam Chaer, 2007 : 32), bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja
sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Dalam pengertian populer, bahasa adalah
percakapan atau pembicaraan.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang dipakai oleh seluruh masyarakat Indonesia di
segala tempat umum, seperti di sekolah, di kampus ataupun sebagai bahasa sehari-hari di
samping bahasa daerah yang ada di tempatnya masing-masing. Sebagai bahasa pemersatu,
bahasa Indonesia sangat mudah dipelajari. Seluruh masyarakat Indonesia harus dapat
berbahasa Indonesia yang baik dan supaya semua masyarakat Indonesia dapat berkomunikasi
dengan masyarakat yang berbeda bahasa dan kebudayaannya.
Sapir-Whorf (dalam Chaer, 2007 : 70) mengemukakan bahwa bahasa mempengaruhi
kebudayaan. Atau dengan kata lain, bahasa itu menguasai cara berpikir dan bertindak sebagai
anggota masyarakatnya. Jadi, bahasa itu menguasai cara berpikir dan bertindak manusia, apa
yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya.
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang kaya akan kosa kata dan bahasa yang
memiliki sistem tata bahasa tersendiri. Bahasa Jawa dipakai sebagai sarana komunikasi
masyarakat di beberapa wilayah di Sumatera Utara tidak hanya dapat dipakai di daerah

Sumatera Utara saja seperti Kota Medan, Kabupaten Langkat, dan beberapa kota lainnya di

1
Universitas Sumatera Utara

Sumatera Utara yang masih banyak masyarakatnya yang bersuku Jawa dan
berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa dengan masyarakat yang juga bersuku Jawa.
Komunikasi adalah menerjemahkan gagasan ke dalam lambang baik verbal maupun
non verbal. Lambang sering juga disebut simbol. Sobur, 2004: (dalam Nainggolan, 2015 : 2)
mengatakan bahwa simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang
lain berdasarkan kesepakatan sekelompok orang.
Sobur, 2004: 15 (dalam Nainggolan, 2015 : 2) menjelaskan konsep Pierce tentang
simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri.
Hubungan antara simbol dengan sesuatu yang ditandakan dengan adanya sifat yang
konvensional. Berdasarkan konvensi itu juga masyarakat pemakainya menafsirkan ciri dan
hubungan antar simbol dengan objek yang diacu dan maknanya. Berger, 2000 : 23 (dalam
Nainggolan, 2015 : 2) berpendapat bahwa salah satu karakteristik dari simbol adalah bahwa
simbol tidak pernah benar-benar menghasilkan makna baru dalam setiap konteks yang
berbeda. Hal ini bukannya tidak beralasan karena ada ketidaksempurnaan ikatan alamiah
antara penanda dan petanda seperti simbol keadilan yang berupa sebuah timbangan tidak

dapat digantikan oleh identitas lainnya seperti kendaraan atau kereta.
Masyarakat Jawa pada umunya tersebar keseluruh penjuru Indonesia. Namun, pada
awal mulanya suku Jawa hanya ada di pulau Jawa. Di pulau Jawa itu sendiri meliputi Jawa
Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Setiap provinsi di pulau Jawa, memiliki tata bahasa dan
budaya yang sedikit berbeda. Misalkan kota Tegal yang merupakan bagian dari pulau Jawa
akan berbeda bahasanya dengan kota Solo yang juga merupakan bagian dari pulau Jawa.
Adapun suku saya yakni suku Jawa yang berada di kota Sidoarjo, Jawa Timur tidak jauh
berbeda dengan Jawa Tengah, Yogyakarta pada umumnya.
Suatu kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai dan normanorma kultural yang diperoleh melalui warisan nenek moyang mereka dan dan bisa juga
2
Universitas Sumatera Utara

melalui kontak-kontak sosiokultural dengan manusia lain. Setiap manusia memiliki
kebudayaan masing-masing sesuai dengan suku dan adat istiadat. Salah satu adat yang
dimiliki oleh setiap suku adalah upacara pernikahan.
Suwondo, 1978 : 2 (dalam Irawati, 2011 : 9) menyatakan bahwa upacara pernikahan
adalah upacara adat yang diselenggarakan dalam rangka menyambut peristiwa pernikahan.
Pernikahan sebagai peristiwa penting bagi manusia, dirasa perlu disakralkan dan dikenang
sehingga perlu ada upacaranya. Pernikahan merupakan bagian dari aktifitas manusia untuk
melangsungkan keturunannya. Upacara pernikahan adat merupakan unsur budaya yang hayati

dari masa ke masa yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang sangat kuat,
mengatur dan mengarahkan tingkah laku setiap individu dalam masyarakat.
Indonesia upacara pernikahan dilakukan dengan dua cara, tradisional dan modren.
Ada kalanya pengantin menggunakan kedua cara tersebut digunakan dalam dua upacara
terpisah. Upacara tradisional dilakukan menurut aturan-aturan adat setempat. Indonesia
memiliki banyak sekali suku yang masing-masing memiliki tradisi upacara pernikahan
sendiri. Dalam suatu pernikahan campuran, pengantin biasanya memilih salah satu adat atau
adakalanya pula kedua adat itu dipergunakan dalam acara yang terpisah. Adapun upacara
modren dilakukan dengan cara mengikuti aturan-aturan luar negeri. Biasanya gaya yang
dipakai dalam upacara modren adalah gaya Eropa. Pernikahan yang dilakukan dengan aturan
Islam mungkin juga dapat dimasukan ke dalam kategori upacara pernikahan modren.
Dalam pelaksanaannya, pernikahan adat Jawa terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
upacara sebelum pernikahan, upacara pelaksanaan pernikahan, dan upacara sesudah
pernikahan. Upacara sebelum pernikahan meliputi serangkaian upacara yang akan dilakukan
sebelum pernikahan. Upacara pernikahan meliputi serangkaian upacara yang diawali dengan
upacara panggih (nemokke manten) atau upacara keluarnya pengantin yang didahului dengan
kembar mayang, balangan, atau lempar sirih, wiji dadi atau injak telur, sindur binayang,
3
Universitas Sumatera Utara


upacara tanem, dahar kembul dan sungkeman. Sedangkan upacara sesudah pernikahan
meliputi upacara yang dilakukan setelah upacara pernikahan selesai.
Upacara panggih pada pernikahan adat suku Jawa merupakan bagian dari kajian
Antropolinguistik. Antropolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari variasi
dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat
komunikasi, sistem kekerabatan, pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa.
Antropolinguistik menitikberatkan pada upacara panggih dalam pernikahan suku adat Jawa
pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan dalam suatu masyarakat selanjutnya akan
dianalisis menggunakan teori makna dan nilai-nilai budaya.
Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati
bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti. Bolinger dalam Nainggolan (2015 :
3). Dengan mempelajari suatu makna pada hakikatnya mempelajari bagaimana setiap
pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa dapat saling mengerti.
Terorganisasi

dan

mempegaruhi

perilaku


yang

berhubungan

dengan alam, keduduka n manusia dengan alam, hubungan orang dengan orang
lain, dengan hal-hal yang diinginkan atau tidak diinginkan yang mungkin bertalian
dengan

hubungan

orang

dengan

lingkungan

dan

sesama


manusia.

Nilai-nilai

budaya bersifat umum, luas, dan tidak konkret. Oleh sebab itu, nilai budaya tidak
dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu singkat.
Kluckhohn dalam Nainggolan (2015 : 3) mendefinisikan nilai budaya sebagai
konsepsi umum yang terorganisasi dan mempengaruhi prilaku yang berhubungan dengan
alam, kedudukan manusia dengan alam, hubungan orang dengan orang lain, dengan hal-hal
yang diinginkan atau tidak diinginkan yang mungkin bertalian dengan hubungan orang,

4
Universitas Sumatera Utara

lingkungan dan sesama manusia. Nilai-nilai budaya bersifat umum, luas dan tidak
konkret. Oleh sebab itu, nilai budaya tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain
dalam waktu singkat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :

1. Makna simbolikapa sajakah yang tersirat dalamteks di upacara panggih pada
pernikahan adat suku Jawa?
2. Nilai-nilai budaya apa sajakah yang terdapat dalam teks di upacara panggih pada
pernikahan adat suku Jawa?

1.3 Batasan Masalah
Sebuah penelitian harus memiliki batasan masalah agar penelitian dapat terarah dan
tujuan penelitian tersebut dapat tercapai. Fokus penelitian ini ialah mendeskripsikan makna
simbolik teks dalam upacara panggih pada pernikahan suku ada Jawa yang tersirat melalui
kalimat-kalimat yang terdapat pada saat pelaksanaan upacara panggih dilaksanakan.
Penelitian ini tidak membicarakan tentang seluruh prosesi pernikahan lainnya yang seperti
biasa dilakukan oleh masyarakat suku Jawa hanya prosesi upacara setelah ijab kabul.
Penelitian ini juga terbatas pada arti teks tentang agama, peneliti menggunakan agama islam
sebagai acuan dari arti teks dalam upacara panggih pada pernikahan suku adat Jawa.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2017 di Jln. Sicanang Medan Belawan.

5

Universitas Sumatera Utara

1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan, yakni :
1. Untuk mendeskripsikan makna simbolikteks dalam upacara panggih pada pernikahan
adat suku Jawa.
2. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam upacara panggih pada
pernikahan adat suku Jawa.

1.5 Manfaat Teoretis
1.5.1 Secara Teoretis
a. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan peneliti
tentang makna simbolik dalam upacara panggih pada pernikahan Adat Suku Jawa : Kajian
Antropolinguistik.
b. Hasil penelitian ini juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti
tentang nilai-nilai budaya dalam upacara panggih pada pernikahan adat suku jawa.
1.5.2 Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan
pengetahuan bagi masayarakat umum atau peneliti lain yang inginmembahas makna simbolik
dalam upacara panggih pada pernikahan Adat Suku Jawa : Kajian Antropolinguistik.

b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan ajar oleh guru
atau dosen.

6
Universitas Sumatera Utara