Makna Simbolik dalam Pemberian Ulos pada Upacara Perkawinan Adat Batak Toba: Kajian Antropolinguistik

(1)

MAKNA SIMBOLIK DALAM PEMBERIAN ULOS PADA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA: KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK

SKRIPSI

OLEH :

MELISA NAINGGOLAN 110701023

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

Makna Simbolik dalam Pemberian Ulos pada Upacara Perkawinan Adat Batak Toba: Kajian Antropolinguistik

Oleh

Melisa Nainggolan NIM 110701023

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan mengikuti ujian skripsi dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Hariadi Susilo, M.Si Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum NIP 19580505 197803 1 001 NIP 19610721 198803 1 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. NIP 196209251989031017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk mendapat gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi lain, dan tidak terdapat karya atau pendapat orang lain, kecuali yang tertulis dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat tidak benar, saya bersedia menerima sangsi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, September 2015

Melisa Nainggolan NIM 110701023


(4)

MAKNA SIMBOLIK DALAM PEMBERIAN ULOS PADA

PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA: KAJIAN

ANTROPOLINGUISTIK

MELISA NAINGGOLAN

NIM 110701023

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis makna simbolik pemberian ulos pada perkawinan adat Batak Toba dengan menggunakan kajian antropolinguistik. Tujuannya untuk mengetahui makna dan nilai-nilai budaya yang tersirat dalam pemberian ulos tersebut. Metode yang digunakan adalah metode cakap atau lebih dikenal dengan wawancara, serta mencatat hal-hal yang perlu untuk penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan metode padan, yang penentunya diluar bahasa itu sendiri. Hasil penelitian ini ialah pemberian ulos pada perkawinan adat Batak Toba memiliki makna harapan, makna menasehati, makna memberi berkat, dan makna ucapan syukur. Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam pemberian ulos pada perkawinan adat Batak Toba, ialah nilai kekeluargaan, nilai kasih sayang, nilai kesetian, nilai keagamaan, dan nilai kebersamaan. Nilai-nilai tersebut yang hendak diterapkan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul MAKNA SIMBOLIK DALAM PEMBERIAN ULOS PADA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA: KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK. Penulis banyak mendapat dukungan dari keluarga, kerabat, dan sahabat-sahabat. Penulis ucapkan terimakasih kepada orang yang terlibat dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnah Lubis, M.A. selaku wakil Dekan I, Drs. Syamsul Tarigan selaku wakil Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku wakil Dekan III.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia dan Drs. Haris Sultan Lubis, M.SP., sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia.

3. Drs. Hariadi Susilo, M.Si., selaku dosen pembimbing I, yang sudah meluangkan waktu dalam memberi bimbingan kepada penulis.

4. Drs. Parlaungan, M.Hum., selaku dosen pembimbing II, yang juga sudah meluangkan waktu untuk terus membimbing penulis.

5. Seluruh Bapak dan ibu Staf Pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis menjalani masa perkuliahan,


(6)

serta pegawai administrasi, Pak Slamet yang membantu dalam urusan administrasi tentunya

6. Teristimewa penulis ucapkan kepada ayahanda tercinta, Dukmen Nainggolan, yang selalu mendukung bahkan menemani penulis dalam melakukan penelitian, ayah yang selalu memberi nasihat serta arahan yang sangat berguna bagi penulis, serta ibunda tersayang, Herlina Tumanggor, yang juga senantiasa mendukung dan memberi semangat juga membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini. Kepada kakak tersayang, Etty Nainggolan, yang meskipun jauh tapi tetap selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis, dan terimakasih juga kepada adek-adekku sayang, Ayu Nainggolan, Manatap Nainggolan, Albert Nainggolan, Steven Nainggolan, dan Betris Hutabarat, yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini. Penulis bersyukur karena Tuhan mengirim orang-orang terhebat kepada penulis.

7. Terimakasih yangspesial penulis ucapkan juga kepada teman seperjuangan penulis yang selalu mendukung dan menemani penulis selama masa perkuliahan dan selama pengerjaan skripsi ini, teman yang selalu ada saat suka dan duka, yang juga sedang berjuang menggapai mimpi mereka, terimakasih untuk Roiyani Marbun, Elina Sihombing, Hearty Simanjorang, Nathalia Simangunsong, Jumpa Riama Tampubolon, Bonita Sibuea, dan Devi Siahaan. Terimakasih juga buat teman-teman stambuk 2011 yang namanya tak dapat penulis sebutkan semua. Dan terimakasih juga kepada


(7)

Sondang Simbolon dan Vierda Sihalohoyang juga mendukung dan memotivasi penulis selama pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan, karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran agar dapat melengkapi kekurangan penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan semoga penelitian ini bermanfaat. Terimakasih.

Melisa Nainggolan NIM 110701023


(8)

Daftar Istilah

1. Boru : anak perempuan 2. Bou : bibi

3. Eda : ipar perempuan‟ 4. Hela : menantu laki-laki

5. Ito : saudara perempuan/saudara laki-laki 6. Lae : ipar laki-laki

7. Ompu (oppung) : kakek atau nenek 8. Paranak : pihak laki-laki

9. Parboru : pihak perempuan‟ 10.Pariban : anak bibi/tulang 11.Parumaen : menantu perempuan 12.Tulang : paman


(9)

DAFTAR ISI

Pernyataan……..………...i

Abstrak…..………ii

Kata Pengantar……… ………..iii

Daftar istilah………...iv

Daftar isi…...………viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………..1

1.2 Rumusan Masalah………..………4

1.3 Batasan Masalah……….4

1.4 Tujuan………...4

1.5 Manfaat………...5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep………. 6

2.1.1 Makna………6

2.1.2 Simbol………... 6

2.1.3 Ulos………... 7

2.1.4 Upacara Adat Perkawinan……….8

2.1.5 Masyarakat Batak Toba……….9

2.2 Landasan Teori…….………. 9

2.2.1 Antropolinguistik……….. 9

2.2.2 Makna………...10

2.2.3 Nilai-NilaiBudaya……….11


(10)

2.3 TinjauanPustaka………...13

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1LokasidanWaktuPenelitian………..15

3.2 Sumber Data………15

3.3 Data………..16

3.4 MetodedanTeknikPengumpulan Data………...16

3.5 MetodedanTeknikAnalisis Data………...17

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Tata Acara Pemberian Ulos pada Perkawinan Batak Toba...19

4.2 Makna Simbolik Pemberian Ulos...31

4.2.1 Makna Harapan...31

4.2.2 Makna Menasehati...35

4.2.3 Makna Memberi Berkat...37

4.2.4 Makna Ucapan Terimakasih……….40

4.3 Nilai-nilai budaya yang terdapat pada perkawinan Batak Toba...41

4.3.1 Nilai Kekeluargaan...42

4.3.2 Nilai Kasih Sayang...45

4.3.3 Nilai Kesetian...46

4.3.4 Nilai Keagamaan...47

4.3.5 Nilai Kebersamaan...48

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan...50


(11)

Daftar Pustaka LAMPIRAN I LAMPIRAN II


(12)

MAKNA SIMBOLIK DALAM PEMBERIAN ULOS PADA

PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA: KAJIAN

ANTROPOLINGUISTIK

MELISA NAINGGOLAN

NIM 110701023

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis makna simbolik pemberian ulos pada perkawinan adat Batak Toba dengan menggunakan kajian antropolinguistik. Tujuannya untuk mengetahui makna dan nilai-nilai budaya yang tersirat dalam pemberian ulos tersebut. Metode yang digunakan adalah metode cakap atau lebih dikenal dengan wawancara, serta mencatat hal-hal yang perlu untuk penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan metode padan, yang penentunya diluar bahasa itu sendiri. Hasil penelitian ini ialah pemberian ulos pada perkawinan adat Batak Toba memiliki makna harapan, makna menasehati, makna memberi berkat, dan makna ucapan syukur. Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam pemberian ulos pada perkawinan adat Batak Toba, ialah nilai kekeluargaan, nilai kasih sayang, nilai kesetian, nilai keagamaan, dan nilai kebersamaan. Nilai-nilai tersebut yang hendak diterapkan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah sarana yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat untuk saling berkomunikasi. Menurut Kridalaksana (dalam Chaer, 2007 : 32), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Dalam pengertian populer, bahasa adalah percakapan atau pembicaraan.

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang dipakai oleh seluruh masyarakat Indonesia di segala tempat umum, seperti di sekolah, di kampus ataupun sebagai bahasa sehari-hari di samping bahasa daerah yang ada di tempatnya masing-masing. Sebagai bahasa pemersatu, bahasa Indonesia sangat mudah dipelajari. Seluruh masyarakat Indonesia harus dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar supaya semua masyarakat Indonesia dapat berkomunikasi dengan masyarakat yang berbeda bahasa dan kebudayaannya.

Sapir-Whorf (dalam Chaer, 2007 : 70) mengemukakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. Atau dengan kata lain, bahasa itu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota masyarakatnya. Jadi, bahasa itu menguasai cara berpikir dan bertindak manusia, apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya.

Bahasa Batak Toba merupakan salah satu bahasa daerah yang kaya akan kosakata, dan merupakan bahasa yang memiliki sistem tata bahasa sendiri. Bahasa Batak Toba dipakai sebagai sarana komunikasi masyarakat di beberapa wilayah


(14)

Sumatera Utara, seperti Kabupaten Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan Humbang Hasundutan.

Komunikasi adalah menerjemahkan gagasan ke dalam lambang baik verbal maupun nonverbal. Lambang sering juga disebut simbol. Sobur (2004 : 157) mengatakan bahwa simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lain berdasarkan kesepakatan kelompok orang.

Konsep Peirce (Sobur, 2004:156) tentang simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol dengan sesuatu yang ditandakan dengan adanya sifat yang konvensional. Berdasarkan konvensi itu juga masyarakat pemakainya menafsirkan ciri dan hubungan antar simbol dengan objek yang diacu dan maknanya. Berger (2000:23) berpendapat bahwa salah satu karakteristik dari simbol adalah bahwa simbol tidak pernah benar-benar menghasilkan makna baru dalam setiap konteks yang berbeda. Hal ini bukannya tidak beralasan karena ada ketidaksempurnaan ikatan alamiah antara penanda dan petanda seperti simbol keadilan yang berupa sebuah timbangan tidak dapat digantikan oleh identitas lainnya seperti kendaraan atau kereta.

Masyarakat Batak Toba pada umumnya memiliki banyak simbol dalam adat-istiadat. Simbol yang dimaksud dalam upacara perkawinan adat Batak Toba ialah pada saat pemberian ulos. Menurut sejarah, ulos adalah sebuah simbol yang memiliki makna mengayomi dan memberi kehangatan bagi pemakainya, dan juga sarana pelindung yang mampu memberikan perlindungan dan kasih sayang pemberi kepada penerima ulos. Pada saat pemberian ulos tersirat makna yang


(15)

ingin disampaikan oleh pemberi kepada penerima. Dalam pemberian ulos juga memiliki aturan, orang yang mangulosi (memberi ulos) haruslah orang yang sudah dituakan, yang berarti orang tersebut memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding si penerima ulos tersebut.

Pemberian ulos pada upacara perkawinan adat Batak Toba merupakan bagian dari kajian antropolinguistik. Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan dalam suatu masyarakat selanjutnya akan dianalisis menggunakan teori makna dan nilai-nilai budaya.

Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger dalam Aminuddin, 1981:108). Dengan mempelajari suatu makna pada hakikatnya mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa dapat saling mengerti.

Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi dan mempegaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dengan alam, hubungan orang dengan orang lain, dengan hal-hal yang diingkan atau tidak diinginkan yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia. Nilai-nilai budaya bersifat umum, luas, dan tidak konkret. Oleh sebab itu, nilai budaya tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu singkat.


(16)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitin di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah makna simbolik yang tersirat pada pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba ?

2. Apakah nilai-nilai budaya yang terdapat pada pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba ?

1.3Batasan Masalah

Sebuah penelitian harus memiliki batasan masalah agar penelitian dapat terarah dan tujuan penelitian tersebut dapat tercapai. Fokus penelitian ini ialah mendeskripsikan makna simbolik pemberian ulos yang tersirat melalui kalimat-kalimat yang terucap pada saat mangulosi. Penelitian ini tidak membicarakan jenis ulos yang digunakan dan kepada siapa ulos diberikan. Penelitian ini dilakukan di Wisma Duma Helvetia Medan.

1.4Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan, yakni :

1. Untuk mendeskripsikan makna simbolik pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba.

2. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terdapat pada pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba


(17)

1.5Manfaat

1.5.1 Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan peneliti tentang makna simbolik pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba kajian antropolinguistik.

b. Hasil penelitian ini juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang nilai-nilai budaya pada pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba.

1.5.2 Secara Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat umum atau peneliti lain yang ingin membahas makna simbolik pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan ajar oleh guru atau dosen.


(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

2.1.1 Makna

Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger dalam Aminuddin, 1981:108). Dengan mempelajari suatu makna pada hakikatnya mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa dapat saling mengerti.

Menurut Hornby (dalam Sudaryat, 2009 : 13), secara linguistik makna dipahami sebagai apa-apa yang diartikan atau yang dimaksud oleh kita. Makna berhubungan dengan nama atau bentuk bahasa (Ullman dalam Sudaryat, 2009 : 13).

2.1.2 Simbol

Pada dasarnya, kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi. Simbol sebenarnya merupakan salah satu bentuk model dari teori bahasa bagi kajian penelitian sosial budaya ( Kleden-Probonegoro, dalam Sobur, 2004 : 45). Simbol pada umumnya mempunyai makna yang bersifat ganda. Simbol dalam arti ganda ini diperoleh dengan menganalogikan arti pertama dengan arti kedua.

Pendekatan simbolik dalam arti di atas memang banyak digunakan dalam penelitian antropologi. Model simbolik juga salah satu bentuk kajian yang diperoleh dari teori bahasa.


(19)

Hubungan antara simbol dengan sesuatu yang ditandakan dengan adanya sifat yang konvensional. Berdasarkan konvensi itu juga masyarakat pemakaiannya menafsirkan ciri dan hubungan antar simbol dengan objek yang diacu dan maknanya. Berger (2000:23) berpendapat bahwa salah satu karakteristik dari simbol adalah bahwa simbol tidak pernah benar-benar menghasilkan makna baru dalam setiap konteks yang berbeda. Hal ini bukannya tidak beralasan karena ada ketidaksempurnaan ikatan alamiah antara penanda dan petanda seperti simbol keadilan yang berupa sebuah timbangan tidak dapat digantikan oleh identitas lainnya seperti kendaraan atau kereta.

2.1.3 Ulos

Ulos adalah tenun khas suku Batak. Tak hanya sebatas hasil kerajinan seni budaya, ulos juga memiliki makna. Sebagian besar masyarakat Batak menganggap ulos merupakan simbol ikatan kasih sayang, simbol kedudukan, dan simbol komunikasi. Ulos juga memiliki fungsi simbolik untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan masyarakat Batak Toba.

Mangulosi adalah salah satu hal yang penting dalam adat Batak Toba. Mangulosi artinya memberi ulos. Mangulosi bukan sekedar pemberian hadiah biasa, namun mangulosi dapat melambangkan pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan, dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dalam pemberian ulos juga memiliki aturan, orang yang mangulosi haruslah orang yang sudah dituakan, yang berarti orang tersebut memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding si penerima ulos tersebut


(20)

2.1.4 Upacara Adat Perkawinan

Perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Nalom (1982 : 50) mendefinisikan pesta perkawinan dari sepasang pengantin merupakan jembatan yang mempertemukan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin pria merasa dirinya berkerabat dengan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin wanita, begitu pula sebaliknya.

Upacara perkawinan adalah upacara adat yang penting bagi masyarakat Batak Toba, karena hanya orang yang sudah kawin yang berhak mengadakan upacara adat apapun yang ada dalam suku Batak Toba.

Proses perkawinan dalam adat Batak Toba menganut hukum eksogami (perkawinan di luar kelompok tertentu). Ini terlihat dari kenyataannya bahwa tidak ada laki-laki yang mengambil perempuan yang memiliki marga yang sama dengannya untuk dijadikan istri.


(21)

2.1.5 Masyarakat Batak Toba

Biasanya masyarakat Batak Toba tinggal di Provinsi Sumatera Utara yaitu daerah Toba yang dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir.

Suku Batak Toba adalah salah satu dari banyak suku di Indonesia. Bentuk kekerabatan dalam suku Batak Toba ada dua, yakni kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan kekerabatan berdasarkan sosiologis. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan dapat dilihat dari marga yang dimulai oleh si Raja Batak, semua orang Batak pasti memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis ialah terjadi karena perjanjian (padan antara marga tertentu) atau pernikahan, misalnya marga Nainggolan dan Siregar adalah

marpadan berarti antara keturunan dari Nainggolan dan keturunan Siregar tidak boleh menikahi satu sama lain. Lebih jelasnya, padan adalah ikrar janji yang telah diikat oleh leluhur orang Batak terdahulu (nenek moyang) yang mengharamkan pernikahan di antara kedua belah pihak dengan maksud menjaga hubungan baik di antara keduanya.

Masyarakat Batak Toba sangat erat hubungannya antara satu dengan yang lainnya, dimana masyarakat tersebut saling menghormati yang diikat oleh Dalihan Na Tolu yang merupakan tiga tiang tunggu. Yang termasuk Dalihan Na Tolu antara lain : hula-hula, dongan tubu, dan boru.

Oleh sebab itu, dimana pun dua orang Batak bertemu meski belum saling kenal, namun bila mereka memiliki marga yang sama pastilah mereka seolah-olah saudara dekat.


(22)

2.2Landasan Teori 2.2.1 Antropolinguistik

Sibarani (2004:50) mengatakan bahwa antropolinguistik secara garis besar membicarakan dua tugas utama yakni (1) mempelajari kebudayaan dari sudut bahasa dan (2) mempelajari bahasa dalam konteks kebudayaan. Antropolinguistik juga mempelajari unsur-unsur budaya yang terkandung dalam pola-pola bahasa yang dimiliki oleh penuturnya, serta mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan budaya penuturnya secara menyeluruh.

Bahasa dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat, saling mempengaruhi, saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Yang paling mendasari hubungan bahasa dengan kebudayaan adalah bahasa harus dipelajari dalam konteks kebudayaan, dan kebudayaan dapat dipelajari melalui bahasa (Sibarani, 2004:51). Dengan kata lain, antropolinguistik mempelajari kebudayaan dari sumber-sumber bahasa, dan juga sebaliknya mempelajari bahasa yang dikaitkan dengan budaya.

Harafiah (2005:61) juga mengatakan bahwa antropolinguistik menganggap bahwa faktor budaya tidak bisa ditinggalkan dalam penelitian bahasa. Bahasa merupakan fakta yang harus dipertimbangkan dalam kajian budaya dalam kehidupan manusia. Inti masalah dalam kajian antropolinguistik adalah sistem kepercayaan, nilai, moral, tingkah laku, dan pandangan atau unsur-unsur yang mencorakkan budaya suatu kumpulan masyarakat.


(23)

2.2.2 Makna

Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger dalam Aminuddin, 1981 : 108). Dengan mempelajari suatu makna pada dasarnya juga mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat dapat saling mengerti.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui adanya unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yaitu:

1. Makna adalah hasil hubungan bahasa dengan dunia luar,

2. Penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta

3. Perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti.

Dalam penelitian ini, makna yang menjadi acuan peneliti untuk menganalis simbol-simbol yang terdapat dalam pemberian ulos pada upacara perkawinan adat Batak Toba. Pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba merupakan sebuah simbolik dan memiliki makna pada tiap tuturan yang disampaikan.

2.2.3 Nilai-Nilai Budaya

Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang ditanam atau disepakati oleh masyarakat yang mengakar pada kebiasaan, kepercayaan, simbol-simbol dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dengan yang lain sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau yang sedang terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, motto, dan visi misi.


(24)

Nilai budaya merupakan lapisan abstrak dan luas ruang lingkupnya, tingkat ini adalah ide-ide yang mengkonsepkan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat.

Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi dan mempegaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dengan alam, hubungan orang dengan orang lain, dengan hal-hal yang diingkan atau tidak diinginkan yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.

Nilai-nilai budaya bersifat umum, luas, dan tidak konkret. Oleh sebab itu, nilai budaya tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu singkat.

Sibarani (2004 : 178) membagi nilai-nilai budaya menjadi dua bagian, yaitu (1) kedamaian, ialah kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur; dan (2) kesejahteraan, ialah kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong-royong, pengelolaan gender, pelestarian, kreativitas budaya, dan peduli lingkungan.

2.2.4 Sistem dan Orientasi Nilai Budaya

Sistem merupakan istilah dari bahasa Yunani system yang memiliki arti himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.

Sistem budaya merupakan tingkatan yang paling tinggi dalam adat-istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga


(25)

masyarakat yang dianggap bernilai dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan masyarakat itu sendiri.

Dalam masyarakat ada sejumlah niali budaya yang satu dan lainnya saling berkaitan sehingga merupakan suatu sistem. Secara fungsional, sistem nilai ini mendorang individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl dalam Pelly, 1994).

Orientasi nilai budaya dalam penelitian ini akan diikuti orientasi yang berhubungan dengan masalah dasar dalam kehidupan manusia.

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Adapun sumber tersebut adalah sebagai berikut :

Penelitian tentang upacara perkawinan adat Batak Toba pernah dilakukan oleh Nurcahaya (2010). Beliau membahas tentang Tuturan pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba dalam skripsinya. Metode yang digunakan adalah metode simak libat cakap yang dilanjutkan dengan teknik rekam. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan tuturan yang dominan dengan menggunakan teori pragmatik.

Ralisah (2005) dalam skripsinya yang berjudul Tanda-Tanda pada Upacara Pekawinan Aceh Singkil membahas tentang tanda-tanda yang ada dalam adat-istiadat perkawinan Aceh Singkil. Metode yang digunakan adalah metode


(26)

simak cakap dengan teknik yang digunakan berupa teknik pancing, teknik semuka, dan teknik catat. Sebagai bahan kajian semiotika dengan menggunakan teori Ferdinand de Saussure.

Debora (2014) dalam skripsinya yang berjudul Makna Simbolik Upacara Adat Mangulosi (Pemberian Ulos) pada Siklus Kehidupan Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir membahas mengenai makna simbolik pemberian ulos tersebut dan membahas tentang tahapan pemberian ulos. Metode penelitian yang dilakukan ialah metode kualitatif dan deskriptif dan dengan teknik pengumpulan data studi pustaka dan observasi.

Indrayadi (2014) dalam skripsinya yang berjudul Konsep Laki-Laki dalam Leksikon Tuturan Palang Pintu Betawi di Kampung Setu Babakan DKI Jakarta : Kajian Antropolinguistik membahas tuturan yang terdapat dalam perkawinan adat Betawi.

Ada pula buku yang membahas mengenai upacara perkawinan adat Batak Toba, dan beberapa uraian mengenai ulos yang dipakai dalam upacara tersebut. Buku itu ditulis oleh R.H.P. Sitompul (2009) yang berjudul Ulos Batak Toba Tempo Dulu-Masa Kini. Buku tersebut banyak membahas tentang ulos dan upacara- upacara adat Batak Toba.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Wisma Duma pada tanggal 02 Agustus sampai 25 Agustus 2015.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah : a) Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung dengan cara mewawancari beberapa narasumber di lokasi penelitian. Informan yang direncanakan berjumlah empat orang. Adapun syarat-syarat untuk menjadi informan adalah sebagai berikut :

1. Berjenis kelamin pria;

2. Berusia antara 30-60 tahun (tidak pikun);

3. Sudah berumah tangga dan mengerti mengenai upacara pernikahan adat Batak Toba;

4. Mampu berbahasa Batak Toba dengan baik; 5. Sehat jasmani dan rohani (Mahsun,1995:106). b) Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung. Misalnya diperoleh dari buku, skripsi, dan jurnal.


(28)

3.3 Data

Peneliti memeroleh data dengan terlebih dahulu menyediakan daftar tanyaan yang akan diajukan kepada masyarakat penutur bahasa Batak Toba atau narasumber yang berada di lokasi penelitian.

3.4Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak dan metode cakap. Metode simak adalah metode yang digunakan peneliti untuk menyimak pembicaraan yang dituturkan oleh narasumber atau penutur bahasa. Berdasarkan jenis datanya, maka teknik dasar yang dipakai dalam pengumpulan data adalah teknik sadap. Teknik sadap bertujuan untuk menyadap pembicaraan penutur dengan teliti dan cermat. Teknik lain sebagai lanjutan yang digunakan adalah teknik Simak Libat Cakap, dimana si peneliti ikut serta atau terlibat langsung dalam percakapan atau dialog (Sudaryanto: 1993:130).

Metode cakap adalah pemerolehan data dengan melakukan percakapan antara peneliti dan penutur. Teknik dasar yang digunakan dalam metode cakap adalah teknik catat. Teknik catat adalah teknik yang digunakan dengan cara mencatat data-data yang diperoleh dari percakapan atau dialog sedangkan teknik lanjutan yang digunakan peneliti adalah teknik rekam yaitu pengumpulan data dengan cara merekam dengan menggunakan telepon selular/ handphone


(29)

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan metode padan, yang penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Teknik dasarnya berupa teknik pilah unsur penentu dengan alat penentu mitra wicana (Sudaryanto, 1995:21).

Metode ini digunakan untuk mengkaji nilai budaya yang ada di dalam pemberian ulos pada perkawinan adat Batak Toba dan dikaji secara antropolinguistik yang melibatkan masyarakat.

Dalam menginterprestasikan data pemberian ulos dalam perkawinan adat Batak Toba, penulis mengubah bahasa Batak Toba ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan agar hubungan antar kalimat yang terdapat dalam hata yang disampaikan pada saat pemberian ulos dapat diperoleh maknanya serta dapat ditemukan nilai budayanya.

Makna Harapan

Pemberian ulos yang memiliki makna harapan dapat dilihat dari beberapa kalimat berikut ini;

Data (1) : “pangidoan nami tu itongku asa ajari-ajari hamu parumaenmi”

(permintaan kami kepada itoku agar membimbing menantumu). Kalimat tersebut memiliki makna harapan yaitu mereka berharap si pemberi ulos yang merupakan orangtua pengantin wanita meminta kepada si penerima ulos yang merupakan orangtua pengantin pria melalui ulos yang diberikan agar orangtua pengantin pria menerima dan mau membimbing putrinya yang merupakan parumaen mereka.


(30)

Data (2) : “mangido ma ahu, ingkon umbagas ma holong ni roha muna sian holong ni roha nami tu ibana” (permintaan kami, rasa sayangmu harus lebih besar

daripada kami kepada dia). Makna dari kalimat di atas adalah harapan orangtua pengantin wanita kepada menantunya untuk menyayangi putri mereka lebih daripada mereka menyayangi putrinya tersebut.

Nilai kekeluargaan

Data (1) : Hamu lae nami dohot ito nami, mandok mauliate ma hita tu Tuhanta Martua Debata ala basana, dipadomu hita dibagasan keluarga marhite anakmuna na gabe hela nami dohot boru nami na gabe parumaen muna . Hamu itongku, dohononku ma : ramba na poso naso tubuan lata, poso dope parumaen mi, na so piga umboto adat dohot hata. Nunga hu pagodang-godang jala hu ajari hami nian parumaen mi, aut adong niantusanna , gabe sala ibana. Pangidoan nami tu itongku, asa ajar-ajari parumaenmi, molo tung adong na hurang lobi, manganju ma hamu.

Pada kalimat “...dipadomu hita dibagasan keluarga marhite anakmuna na gabe hela nami dohot boru nami na gabr parumaen muna.” Kata „dipadomu‟ memiliki arti „dipersatukan‟, dua keluarga dipersatukan menjadi satu karena pernikahan putra dan putri mereka.

Pada kalimat “pangidoanku tu itongku asa ajar-ajari parumaenmi, molo tung adong na hurang lobi manganju ma hamu”, kalimat tersebut memiliki nilai kekeluargaan, dimana orang tua pengantin wanita berharap kepada orangtua pengantin pria agar membimbing putrinya yang telah menjadi menantu bagi keluarga pria.


(31)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tata Acara Pemberian Ulos pada Perkawinan Adat Batak Toba

Pemberian ulos (mangulosi) merupakan simbol yang dipakai oleh suku Batak Toba. Mangulosi memiliki makna yang tersirat di dalamnya. Makna yang dimaksud di sini ialah harapan-harapan si pemberi ulos kepada si penerima ulos tersebut. Pada umumnya, yang menerima ulos pada perkawinan adat Batak Toba ada empat unsur yang disebut Suhi Ni Ampang Na Opat , yang terdiri dari ulos pansamot, ulos pengantin/mandar hela, ulos pamarai, dan ulos sihuti ampang.

Berikut merupakan hasil ringkasan tata acara pemberian ulos pada perkawinan adat Batak Toba :

Paidua ni suhut parboru : hamu pamoruan nami, denggan ma pangidoan munai. Nunga satolop hami hula-hula muna. Attong rade ma amang boru dohot namboru nami, hasuhuton paranak asa hupasahat hami ulos pansamot.

(Raja hata pihak wanita : pihak boru, kami dapat mengabulkan permintaan sesuai dengan kesepakatan kami pihak hula-hula atau pihak parboru. Dengan demikian, kami harapkan agar amang boru dan namboru suhut paranak, bersedia untuk kami restui dengan ulos pansamot.)

Paidua ni suhut paranak : hamu hula-hula nami, pasahat hamu ma jolo ulos pansamot tu hasuhuton paranak i.

(Raja hata pihak pria : pihak hula-hula, sampaikanlah ulos pansamot kepada orangtua pengantin pria ini.)

Suhut parboru : Hamu lae nami dohot ito nami, mandok mauliate ma hita tu Tuhanta Martua Debata ala basana, dipadomu hita dibagasan keluarga marhite anakmuna na gabe hela nami dohot boru nami na gabe parumaen muna . Hamu


(32)

itongku, dohononku ma : ramba na poso naso tubuan lata, poso dope parumaen mi, na so piga umboto adat dohot hata. Nunga hu pagodang-godang jala hu ajari hami nian parumaen mi, aut adong niantusanna, gabe sala ibana. Pangidoan nami tu itongku, asa ajar-ajari parumaenmi, molo tung adong na hurang lobi, manganju ma hamu.

(Orangtua pengantin wanita : ipar dan ito, kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya, kita dipertemukan menjadi satu keluarga, berkat perkawinan putra anda yang menjadi menantu kami dengan putri kami menjadi menantu anda. Itoku, saudaraku, kami memberitahukan bahwa belukar muda, tunasnya pun muda, demikianlah putri kami, menantumu itu, masih muda belum pandai berperilaku adat serta berbahasa, kami telah membimbing dan mengajarinya bersopan santun dan bersapa. Jika sekiranya ada tutur katanya yang salah dan dengan tidak sengaja, harap saudaraku memberitakan petunjuk dan memaafkannya. )

Paidua ni suhut paranak : hamu raja nami, ulosin hamu ma hela dohot boru na asa dapot pasu-pasu nauli dohot na denggan olat ni on tu joloan ni ari on.

(Raja hata pihak pengantin pria : ya hula-hula kami, uloskanlah menantu dan putrimu agar dapat berkat yang baik dari hari ini sampai seterusnya.)

Suhut parboru : hamu hela dohot borungku. Hariara madungdung, mandungdung tu bona na. Mansai las roha nami ala naung hot hamu marhasohotan. Marsiamin-aminan ma hamu songon lampak ni gaol, marsitungkol-tungkolon ma hamu songon suhat na tubu ni robean. Laklakma tu singkoru di atas ni purbatua, tubuan anak ma hamu dohot boru, dongan muna sahat rodi saurmatua. Hariara ma i natubu di holang-holang ni huta, ranting nai tango pinangait-aithon. Anak na marsangapan mai dohot boru namartua jala sitongka panahit-nahiton. Sinuan bulu si baen nalas, hu ulosi hela dohot borungku sibahen na horas. Sahat ma solu sahat tu bottean. Sahat hu ulosi hami hela dohot boru, horas ma hamu jala gabean. Pir ma tondi ni hela dohot boruku.


(33)

(Ayah pengantin wanita : menantu dan putri kami, bagaikan pohon ara yang rimbun, berjuntai sampai batangnya, gembira ria hula-hula berhimpun karena menantu dan putri membentuk rumah tangga, saling setia seperti pelepah pisang dan saling mendukung bagaikan keladi yang tumbuh dilereng gunung. Bagaikan kulit kayu yang dibuat menjadi kalung hiasan, berputra putrilah, menantu dan putri kami, yang akan menjadi dambaan. Bagaikan pohon ara yang tumbuh dicelah desa dan rantingnya kuat dikait-kaitkan. Anak yang perkasalah yang lahir itu, dan putri pembawa tuah dan jangan sakit-sakitan. Ditanam bambu menjadi pagar desa, kami ulosin menantu dan putri kami agar selamat, sehat dan sentosa. Semisal kerasnya beras santi ini, demikianlah tegaknya roh menantu dan putri kami. )

Ina ni suhut parboru : hamu helangku, dison kain hela pasahattonku tu hamu. Hamu amang hela, nunga hu ajar-ajari borungkon nasailaonon. Godang do poda na hupasahat tu ibana. Sahat ma nuaeng ibana gabe parsonduk di hamu. Mangido ma ahu, ingkon umbagas ma holong ni roha muna, sian holong nami diibana Hamu ma nagabe ulu niibana. Aut beha ndang malo dope ibana marsinonduk, manganju ma hamu diibana. Ajari hamu ibana asa di boto marpangalaho adat. Dison kain hela, pasahattonku di hamu, asa hobas hamu tu ulaon adat, tu dongan tubu dohot boru muna tarlumobi tuhami hula -hula. On ma pangidoan nami asa sude nasa parulan muna hot dibagasan adat. Ho pe borungku, sinondukmon ma nagabe ulu diho, ndang sai jonok be hami mamodai ho. Patuduhon ma tu sinondukmu, tu simatuam, dongan tubum dohot borumuna, tarlumobi tu amangmu tulang ni hela on, na boru ni raja do ho nagok roha dohot poda. On pe helangku, sahat abit hela on tu hamu, sahat hobas ma hamu tu adat si bahen las ni roha. Pir ma tondi ni hela dohot borungku tumpahon ni Ompunta Martua Debata.

(Ibu pengantin wanita : menantu kami, kini kami akan menyampaikan kain hela. Kami telah mendidik putri kami yang menjadi istrimu. Telah banyak pandangan dan buah pikiran yang telah kami sampaikan kepadanya selama ini. Kami mengharapkan agar kasih sayang menantu harus lebih mendalam kepadanya


(34)

daripada kasih sayang kami. Menantulah yang menjadi junjungannya sekiranya putri kami itu, belum pandai sebagai ibu rumah tangga, harap diberi petunjuk, sesuai dengan sopan santun adat istiadat. Ini kain hela, kain untuk menantu. Kami serahkan kepada menantu, yang bermaksud agar menantu rajin dan sigap mengunjungi pelaksanaan-pelaksanaan adat, terlebih kepada dongan tubu dan borunya. Terutama kepada semua pihak hula-hula. Inilah pinta kami, mertuamu, agar semua perbuatan menantu tetap tegak didalam adat. Engkaupun, putriku, suamimu inilah yang menjadi junjunganmu. Kami sudah terlalu jauh untuk datang menasehatimu, tunjukkanlah sikapmu kepada suamimu, kepada mertuamu,

dongan tubu boru, terutama kepada bapakmu, paman dari menantu ini, bahwa engkau adalah turunan orang beradab. Kini, sampai sudah kain hela ini kepada menantu, membuat rajin dan sigaplah menantu tetap didalam adat. Semisal kerasnya beras santi ini demikianlah tegaknya roh dan jasmani menantu dan putri kami. )

Paidua ni suhut paranak : nunga dipasahat hami ulos tu hela dohot tu boruna raja nami, ulosi hamu ma muse pamarai ni hasuhuton nami ima apala anggi ni hasuhuton.

(Raja hata pihak pengantin pria : sudah disampaikan ulos kepada menantu dan putrinya hula-hula kami, sampaikan pulalah ulos kepada pamarai dari orangtua, yaitu adik dari orangtua parboru turut direstui. )

Pamarai sian parboru : Rade ma hamu lae dohot itonami, asa huulosi hami hamu. Hamu lae dohot itonami songon diidok umpasa ma dohonon nami.

Balintang ma pa gabe, tumindangkon sitadoan. Arimu malaeku dohot itongku ma gabe, ala hu ida hamu hami namarhaha maranggi nunga marsipaolooloan.

Mangangkat rap tu ginjang. Udur ma tutu sadalanan. Sahat hu ulosi lae dohot itonami on asa tubu parhorasan. Pir ma tondi lae dohot itongku.

(Pamarai dari pihak wanita : ipar dan ito, kami yakin bahwa boru akan sejahtera apabila seia sekata sesama saudara seiring sejalan, ke hulu dan ke hilir didalam


(35)

kesepakatan. Kami kini mangulosi ipar dan ito simbol berkat dan restu yang kita doakan kepada Tuhan Yang Maha Esa.)

Paidua ni suhut paranak : nunga diulosin ha mu, pamarai raja nami, baen hamu ma muse ulos ni simoholon nami ima haha ni hela muna on.

(Raja hata pihak pengantin pria : pamarai telah merestui dengan ulos, kami meminta simoholonpun agar direstui dengan adat kita.)

Simolohon sian parboru : Hamu lae dohot itongku, uloson nami ma hamu tutu. Songon nidok ni umpasa ma dohonoku. Marsianju-anjuan ma hamu songon lampak ni pisang marsitungkolan ma hamu songon suhat ni robean. Marsiurup-urupan ma hamu na marhaha maranggi jala marsipaolo-oloan. Sahatma solu sahat tu bottean, sahat huulosi hami lae dohot itongku horas ma nasida jala sahat rodi nagabean. Pir ma tondi ni lae dohot itongku.

(Simalohon dari pihak wanita : ipar dan ito, kami akan merestui anda bersimbolkan ulos sesuai dengan adat kita dengan pengharapan agar Tuhan Yang Maha Esa membuat keluar pihak wanita seia sekata saling mendukung mengerjakan segala sesuatu demi kesejahteraan keluarga.)

Paidua ni suhut paranak : nunga sahat ulos tu simolohon nami, raja nami, ulosi hamu ma apala itoni hela munaon

(Raja hata pihak pengantin pria : sudah sampai ulos simolohon, ulosi pulalah saudara perempuan menantumu ini.)

Sijalo upa pariban : ito dohot lae, uloson hami ma hamu. Songon nidok umpasa dohonon nami; Aek godang ma tu aek laut, nunga dos roha muna dohot pariban nami, umbahen ulaonta on gabe saut. Songon aek tu boras nilompa bahen sipanganon, di hasadaon muna sude hita marhasangapon. Onpe ulosan nami ma hamu. Pir ma pongki bahul-bahul pansalongan, huulosi hami hamu asa pir tondi tubu ma dihamu passamotan. Sai pir tondi ni lae dohot ito sian Amanta Martua Debata.


(36)

(Penerima upah pariban : ito dan ipar, kami ulosin kalian. Seperti umpasa yang akan kami sampaikan; bagaikan air sungai mengalir kelautan, seia sekata dapat diperoleh asalkan kesepakatan jadi anutan. Bagai air dengan beras, ditanak untuk makanan, berkat kesatuan pihak parboru semua kita akan berkemuliaan. Kini kami mangulosi anda. Sekeras kayu pakik dan seperti sumpit tempat sayuran. Teguhkanlah jasmani dan roh, mudah rejeki dari Tuhan Yang Maha Esa.)

Paidua ni suhut paranak : nunga diuloson hamu, raja nami, ibotoni hela muna, baen hamu ma muse ulos ni apala ito ni hasuhuton.

(Raja hata pihak pengantin pria : saudara perempuan menantu anda telah diulosi, sekarang ulosi pulalah saudara perempuan suhut parboru.)

Sijalo upa tulang : hamu ito dohot laengku, naeng godang dipasahat hamu upa tulang, mansai las roha nami. Dilas ni roha nami, uloson nami ma hamu. Sinuan ni ulu sibaen las. Sinuan partuturan sibaen nahoras. Mardalan ma pardalan sian toru ni tapian, tudia pe hamu mangalangka, sai tusi dapotan parsaulian. Sahat-sahat ni solu, Sahat-sahat ma tu bontean, Sahat-sahat hita mangolu, saur ma tupanggabean, pir ma tondi ni lae dohot ibotongku.

(Sipenerima upah tulang : ito dan ipar telah mengenal kami dengan baik. Upah tulang telah kami terima dengan baik. Karena perkenalan itu kami sangat gembira dan pada saat ini kegembiraan itu kami balas dengan mangulosi ito dan ipar sesuai adat kita. Ditanam bambu sekitar kampung dijadikan pagar desa. Kami ulosi ito

dan ipar, agar mudah rejeki dan seluruhnya sehat-sehat. Bagaikan orang berjaan dibawah pancuran, kemana ito dan ipar melangkah, disitulah berkeuntungan. Seperti sampan tiba dipelabuhan, berkat acara adat ini, sejahteralah kita berketurunan. Bagai kerasnya beras santi ini, demikianlah teguh jasmani dan roh

ito dan ipar kami.)

paidua ni suhut paranak : mauliate ma di hamu, raja nami, nunga di uloson hamu iboto ni hasuhuton nami, ba pasahat hamu ma ulos ni anggi hasuhuton.


(37)

(Raja hata pihak pengantin pria : terimakasih kepada hula-hula, sudah diulosi ito

kami, kiranya adik dari hasuhuton juga diulosi)

Paidua ni suhut parboru : nadenggan doi tutu raja ni boru nami, uloson nami do nasida. Alai songonon, sai ta hatai do angka adatta, asa mulak hita tu adat na nibaen ni omputa sijolo-jolo tubu, ima ulos pansamot, ulos tu hela dohot boru, ulosta pamaraimuna, ulos tu simoholon, ulos tu iboto hela dohot ulos tu iboto ni hasuhuton godang onom. Nunga hupasahat hami ulos herbang i tu hamu, ba didok roha nami ulos-ulos nama tu angka haha anggina. Onpe ingkon mulak do hita tu adat nabinaen ni ompunta sijolo-jolo tubu nangkin, asal ma ojak tu adatta dalihan na tolu paopat sihal-sihal, ima na hupaboa hami tu hamu raja ni pamoruan nami.

(Raja hata pihak pengantin wanita: itu merupakan usul yang baik,pihak paranak kami. Tetapi sering diperbicangkan dalam setiap pembicaraan adat agar kita kembali kepada apa yang telah dibuat nenek moyang kita, yaitu ulos pansamot, ulos hela dan boru, ulos kepada pamarai, ulos kepada simolohon, ulos kepada iboto menantu, dan ulos kepada iboto suhut. Sesuai dengan adat kita ulos kepada kerabat yang lain adalah bentuk ulos-ulos simbolik yang ditenun, satu hari berupa uang dianggap ulos.)

Paidua ni suhut paranak : toho doi tutu, raja nami. Alai manat unang tartuktuk nanget unang tarjollung. Sai didok ompunta sijolo-jolo tubunto diumpasana; bintang naumiris, ombun nasumorop, anak pe antong riris jala boru pe torop. Nunga dioloi debata pangidoani angka ompunta na parjoloi ba ulosna pe sibaenon ta do. Saama dope nasida, naeng ma nian apala na saamai marlas ni roha manjalo ulos herbang olat nion tu joloanon. Alana i do, rajanami, manat hupangido nami ditingki namarhata sinamot, asa uloson muna hami dohot ulos herbang diangka na saama, ima pangidoan nami jala asa gabe sitiopan i tu adatta tu joloan ni ari on.

(Raja hata pengantin pria: betul itu,saudaara kami. Tapi harus teliti agar tidak terbentur, pelan agar tidak terjatuh. Selalu nenek moyang mengatakan, bintang


(38)

dilangit melimpah ruah, embun sejuk dipagi hari, memiliki banyak putra dan putri. Sudah dikabulkan Tuhan permintaan nenek moyang kita dulu, jadi kita sampaikan ulos. Satu ayah mereka, kiranya yang seayah berbesar hati menerima ulos ini sekarang dan seterusnya. Karena itulah, pelan kami sampaikan ketika berbicara mahar, agar kalian ulosi jugalah yang seayah itu, itulah permintaan kami dan itu yang menjadi pedoman adat kita ini)

Paidua ni suhut parboru : hamu raja ni boru nami, aek godang tu aek laut, dos ni roha do sibaen na saut. Nunga dos rohani hasuhuton uloson nami ma tutu hamu dohot ulos herbang na saama dohot hasuhuton alai angka namasaompu dohot naasing ulos-ulos ma, ima ulos tonunan sadari sipasahaton nami tu hamu. Mangarade ma hamu, asa huulosi hami rap tu jolo ma nasida.

(Raja hata pengantin wanita : seperti air yang mengalir kelaut, kesatuan hati kitalah yang menjadikan satu. Sudah ikhlas hati orangtua kita untuk memberikan ulos. Bersiaplah kalian, agar kami ulosi)

Haha anggi ni suhut parboru : ima tutu ibotongku dohot laengku uloson nami ma hamu. Dangka ni hariara marbulung dohot rantingna. Nunga sahat pasu-pasu tu hahana ingkon taruli do dohot anggina. Andor hadumpangma togu-togu ni lombu, saur matuama ito dohot laengku ihut-ihuton ni pahompu. Huulosi hami hamu, pir ma tondi muna tujoloanon.

(adik orangtua pengantin wanita : seperti itulah kakak dan iparku kami uloskan kalian. Dahan beringin berdaun dengan rantingnya. Sudah sampai pasu-pasu kepada kakaknya harus dapat pula adiknya. Kami ulosilah kalian. Tegaklah roh kalian)

Paidua ni suhut paranak : nunga diuloson hamu, raja nami, anggi ni hasuhuton, uloson hamu ma muse angka iboto ni hasuhuton.

(Raja hata pihak pengantin wanita : sudah kalian uloskan, adiknya hasuhuton, ulosi pula saudaranya hasuhutan)


(39)

Haha anggi ni tulang ni parumaen: imatutu, mauliate ma tu Amanta Martua Debata, uloson nami ma hamu angka ito dohot lae namisongon nidok ni umpasama dohonon nami; torop ma dangka na torop manang rantingna, gabe ma amana songoni ma nang angka boruna. Martantan m baringin marurat jabi-jabi, huulosi hami ma ito dohot lae, sai horas ma tondi madingin tumpahon ni Ompunta Mulajadi.

(adiknya tulang menantu : terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami uloskan kalian ito dan iparku seperti umpasa lah yang ingin kami sampaikan)

Paidua ni suhut paranak : mauliate ma rajanami, pasahaton hamu ma muse ulos ni haha ni hela muna

(Raja hata pengantin pria : terimakasih saudaraku, sampaikanlah ulos kepada adik menantu mu ini)

Haha anggi ni simolohon parboru : hamu lae dohot ito nami, las roha nami diari nauli nadengganon ulosan nami ma hamu. Bulung ni ampaga denggan bahen inumon. Dao do bada-bada, molo hamu namarhaha maranggi tontong marsianjuan. Ruma gorga do i paadop-adop ruma ijuk. Martua jala mamora do hamu anakni amang boru nami molo gok dibagasan bisuk. Sahat huulosi hami hamu pir ma tondi muna olat ni on tu joloan ni ari.

(adiknya simolohon pengantin wanita : ipar dan ito kami, bergembira kami di hari bahagia ini kami ulosilah kalian. Daun ampaga bagus dijadikan minuman. Jauh perselisihan bila kalian yang bersaudara saling mengerti. Rumah gorga berhadapan dengan rumah ijuk. Terberkati dan rejeki melimpah kepada mu anaknya amangboru kami jika didalam kebijaksanaan. Kami ulosilah kalian. Teguhlah rohmu hari ini dan seterusnya)

Paidua ni suhut paranak : nunga diulosi hamu ma angka anak nami haha ni hela muna, ba pasahat hamu ma ulos ni iboto ni hela muna , ima apala anggi bi iboto ni hela naung niulosan muna nangkin.


(40)

(Raja hata pengantin pria : sudah kalian ulosi anak kami adiknya menantu kalian ini, sampaikan pula ulos untuk saudara perempuan menantu kalian ini)

Eda ni parumaen : ima tutu lae dohot ito nami, ulosan nami ma hamu songon nidok umpasa; togu urat ni bulu, toguan urat ni pinggol ni hirang, tabo mardongan tubu taboan do marpariban. Las roha nami, pariban ni iboto muna. Dilas ni roha nami i pasu-pasuon nami ma hamu. Pir ma pongki bahul-bahul pansalongan, pir ma tondi munai sai tubu ma dihamu pangomoman. Sahat huulosi hami hamu mangalaka sai disi hamu dapotan.

(edanya menantu : benarlah begitu ipar dan itoku, kami ulosilah kalian seperti umpasa mengatakan; kokoh akar bambu, kokohan akarnya pinggol yang di hirang, enak bersaudara, lebih enak lagi berpariban. Senang hati kami, pariban dan ibotomu. Karena senang hati kami, kami berkatilah kalian)

Paidua ni suhut paranak : marsomba hami raja nami raja ni hula -hula nami, nunga tung tangkas hami di ulosi hamu hombar tu adatta. Napuran mardomu uruk, pinang mardomu ate, sombaan nami ma hamu raja nami dohot hata mauliate. Onpe nungga tangkas dipurba, tumangkasan ma di angkola, asa tangkas maduma hela dohot boru munai, na bisuk do hamu jala namalo maroha. Tangkas ma di pasu-pasu hamu hela dohot boru muna raja nami.

(Raja hata pengantin pria: hormat kami hula-hula kami, sudah jelas kami diulosi seperi adat kita. Sirih bertemu uruk, pinang bertemu hati, hormat kami kalian raja kami dengan terimakasih. Inipun sudah jelas dipurba, jelasan lagi di angkola, agar nya kaljelas kehidupan menantu dan putrimu ini, bijaksananya kalian dan berhati baik. Jelaslah dipasu-pasu menantu dan putri ini)

Paidua ni suhut parboru : ima tutu raja ni pamoruan nami tangkas ma pasu-pasuon nami hela dohot boru nami. Hita hasuhutan parboru, rade ma hita mamasu-masu boru dohot hela ro ma hita tu jolo on pasahat ulosta. Mangarade ma parjolo pasahat pasu-pasu sian dongan tubu, ima sian dongan sabutuha ni hasuhuton.


(41)

(Raja hata pengantin wanita : benarlah begitu rajanya pamoruan nami. Kita keluarga pengantin wanita, bersiaplah kita memberkati putri daan menantu ini)

Tulang ni hela : aek godang tu aek laut, dos ni roha do mambaen na saut. Mauliate ma di hita.

(air mengalir sampai ke laut, keikhlasan hati yang menjadikan sau. Terimakasih)

Paidua ni suhut parboru : mauliate ma di dongan tubu nami, tulang ni hela. Nunga uli roha muna, tauuduti ma adatta. Mangulosi ma parjolo sian hita namarsabutuha.

(Raja hata pengantin wanita : terimakasih kepada saudara kami, tulangnya menantu. Sudah ikhlas hati kalian untuk adat ini. Mangulosilah pertama dari yang besaudara)

Namarsabutuha : sada ma silompa gadong, jala ido silompa ubi, sada pe hami sian hita namarsabutuha pasahat hata pasu-pasu, sude hita dapot nauli. Laos di baen ma umpasa pasu-pasu songon angka pasu-pasu naparjolo. Jala udutma sian namarsabutuhamangulosi hela dohot boru.

(bersaudara: satulah untu masak singkong , itu pula untuk masak ubi. Satu pun kami dari bersudara menyampaikan berkat, semua kita mendapat kebaikan. Langsung dibuatlah pantun seperti nasehat yang terdahulu)

Sian boru ni parboru : hami pe antong sian boru ni hasuhuton parboru, uloson nami ma maen dohot pariban nami on. Ompu raja i jolo mar tungkot siala gundi, hata pasu-pasu napinasahat nina parjolo, laos songonni do pasu-pasu ni hami naparpudi. Sudema boruni hasuhuton parboru pasahat ulos na.

(dari borunya parboru : kami pun dari borunya parboru, kami uloskan maen dan

pariban kami ini. Oppung raja yang dulu sudah menyampaikan berkatnya, seperti itupula berkat yang akan kami sampaikan)


(42)

Pariban ni hasuhuton parboru : hami pe sian pariban ni hasuhuton parboru, uloson nami ma hela dohot boru namion. Pir ma tondi na olatni on tujoloan ari on. Sude ma boru pasahaton ulos na.

(pariban orangtua pengantin wanita : kami dari pariban. Kami ulosi menantu dan putri kami ini. Tegaklah rohnya sekarang dan seterusnya. Semua boru

menyampaikan ulosnya)

Ale-ale ni hasuhuton parboru : hami pe sian ale-ale ni hasuhuton, uloson nami ma hela dohot boru nami on. Pir ma tondi ni hela dohot boru nami on. Maranak marboru dongan nasida suar matua.

(kerabat orangtua pengantin wanita : kami dari kerabat orangtua pengantin wanita, kami ulosilah menantu dan putri kami ini. Tegaklah roh menantu dan putri kami ini. Berputra dan putrilah teman hidup usia tua kelak)

Hula-hula, tulang, bona tulang, dohot bona ni ari hasuhuton parboru : nunga mangkuling ogung, denggan alai marpuli, sada pe hami napasahat hata pasu-pasu tu bere namion sude ma hita dapoton nauli. Onpe bere nami, pasu-pasu-pasu-pasuon nami ma hamu, marhite napasahat ulosmu na, mangulosi anak ma on dohot mangulosi boru ma di hamu. Pir ma tondi muna. Laos sude ma pasahaton ulos na.

(hula-hula, bona tulang, dan bona ari hasuhutan parboru : sudah berbunyi ogung. Satupun kami yang menyampaikan berkat tapi semua mendapat berkat. Inipun

bereku, kami berkatilah kalian, sekalian menyampaikan ulos ini, mangulosi putra dan putri. Dan silahkan semuanya menyampaikan ulosnya)

paidua ni suhut parboru : hamu dongan sahuta nami songoni nang dongan sahuta ni pamoroan na mi. Mauliate ma dohonon nami tu hamu. Anak ni raja do hamu, jala pahompu ni namora, namalo marhata, jala pangalapon poda. Nunga simpul mardalan adat dohot ulaonta, asa sahat gabe, jala sahat horas, baen hamu ma olop-olop asa olop anak dohot boru, hata pasu-pasu sadarion hupasahat ma tu hamu upa olop-olop.


(43)

(Raja hata pihak pengantin wanita : tetangga kami, terimakasih kami sampaikan kepada kalian. Orang baiklah kalian, dan cucunya orang kaya, yang pandai berkata, dan melaksanakan nasehat. Sudah sampai kita di ujung pesta ini, agar menjadi berkat, sampikanlah perkataan yang baik kepada putra dan putri ini)

Dongan sahuta : hamu hasuhuton nami, hasuhuton patanak dohot parboru. Mauliate ma tadok tu Ompunta Martua Debata, diari nauli ari nadenggan on nunga sahat ulaonta, sahat tu denggan tu joloan ni arion. Songon umpasa ma dohonon nami; tanggo nina urat ni bulu toguan urat ni padang. Tanggo urat ni uhum, ba toguan do urat ni padan.

(tetangga : kamu orangtua kami, pihak parboru dan paranak. Terimakasih kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, di hari yang baik ini sudah terlaksanalah pesta kita, semoga menjadi lebih baik untuk seterusnya)

4.2 Makna Simbolik Pemberian Ulos

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, ada beberapa makna yang terdapat dalam pemberian ulos pada perkawinan adat Batak Toba, yaitu sebagai berikut :

4.2.1 Makna Harapan

Makna harapan yaitu makna yang tersirat sebuah harapan dalam ucapannya. Pemberian ulos yang memiliki makna harapan dapat dilihat dari beberapa kalimat berikut ini;

Data (1) : pangidoan nami tu itongku asa ajari-ajari hamu parumaenmi.”


(44)

Kalimat diatas memiliki makna harapan, yaitu karena terdapat kata „pangidoan‟ yang artinya adalah „permintaan‟. Ulos yang diberikan diharapkan menjadi simbol sebuah penerimaan dari keluarga laki-laki kepada putri mereka, dimana putri mereka tersebut telah menjadi istri bagi anaknya dan menantu baginya, sehingga orangtua dari pihak perempuan berharap besannya tersebut mau mengajari putri mereka agar menjadi istri yang baik.

Data (2) : “mangido ma ahu, ingkon umbagas ma holong ni roha muna sian holong ni roha nami tu ibana.” (memintalah aku, harus lebih dalam rasa sayangmu dari kami kepada dia)

Kalimat diatas memiliki makna harapan, hal itu dapat dilihat pada kata yang terdapat diantara kalimat tersebut, yaitu „mangido ma ahu‟ yang memiliki arti „memintalah aku‟. Pada saat pemberian ulos ini, keluarga pihak perempuan berharap (orangtua perempuan) berharap menantunya tersebut mampu menyayangi putri mereka lebih dari mereka.

Data (3) : “sahat ma hu ulosi hami lae dohot ito nami asa tubu parhorasan.”

(sampailah kami ulosi kamu lae dan ito kami agar mendapat kesejahteraan)

Kalimat diatas bermakna pengharapan, melalui pemberian ulos sipemberi ulos yang merupakan keluarga pihak perempuan berharap sipenerima yang merupakan keluarga pihak laki-laki mendapat berkat dan kesejahteraan.

Data (4) : “laklakma tu singkoru diatasni purbatua. Tubuan anakma hamu dohot

boru, dongan muna sahat ro di saurmatua.” (bagikan kulit kayu yang dibuat menjadi kalung hiasan. Berputra-putrilah kalian, teman kalian sampai hari tua.)


(45)

Harapan yang disampaikan melalui pemberian ulos disini ialah sepasang suami istri yang baru saja menikah ini cepat memeroleh anak. Putra dan putri yang akan menjadi berkat dalam hidup mereka, dan menjadi teman di hari tua mereka kelak.

Data (5) : “dison kain hela pasahatonku di hamu, asa hobas hamu tu ulaon adat tu dongan tubu, dohot boru muna, tarlumobi tu hami hula-hula. On ma pangidoan nami asa sude na sa parulaan muna hot dibagasan adat.” (disini kain hela kusampaikan kepadamu, agar giat kamu ke acara adat dongan tubu, dan borumu, terlebih kami hula-hulamu. Inilah permintaan kami agar semua yang kamu lakukan baik di depan adat.)

Pada saat memberikan kain hela terselip sebuah harapan orang tua kepada menantu mereka agar kelak menantu mereka tersebut menjadi seseorang yang taat pada peraturan adat, dan hormat kepada hula-hula mereka.

Data (6) : “hamu ma nagabe ulu diibana, aut beha ndang malo dope ibana

marsinonnduk, manganju ma hamu diibana” (kamulah yang menjadi kepala

baginya, ntah belum pandai dia berumah tangga, harap dimaklumi.)

Kalimat yang tersebut diatas memiliki makna sebuah harapan orangtua kepada menantunya melalui pemberian ulos agar mampu menjadi kepala rumah tangga yang bijaksana yang mampu membimbing istrinya menjadi istri yang baik dan mampu mengikuti kegiatan adat yang ada.

Data (7) : “mangangkat rap tu ginjang, udur ma tutu sadalanan sahat tu ulosi


(46)

berjalanlah beriringan sampai kami ulosi kami lae dan ito kami agar mendapat kesejahteraan.)

Kalimat ini berisikan harapan bahwa dalam keluarga harus saling tolong menolong dan berjalan beriringan, agar keluarga tersebut mendapat berkat kesejahteraan.

Data (8) andor hu dumpang ma togu-togu ni lombu, saur matua ma ito dohot laengku ihut-ihuton ni pahompu. (sementara ku buat pengiringnya lembu, panjang umurlah ito dan laeku mengikuti cucu.)

Makna yang tersirat dalam pemberian ulos ini ialah harapan agar orangtua pengantin berumur panjang agar dapat melihat dan membimbing cucu-cucu mereka kelak.

Data (9) : “hamu, hasuhuton nami, mauliate ma tadok tu Ompunta Martua Debata diari na uli ari na denggan on, sahat tu nauli na denggan ma olat ni on sahat tu joloan ni arion.” (kamu, orangtua kami, terimakasihlah kita ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa dihari yang baik ini, sampai baik lah hari ini sampai selama-lamanya.)

Makna dari pemberian ulos ini ialah sebuah harapan agar hari-hari mereka, satu keluarga tersebut, diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa, dan menjadi lebih baik dari hari perkawinan tersebut sampai seterusnya.


(47)

Data (10) : “mardalan ma pardalanan sian toru ni tapian, tudia pe hamu

mangalangka sai tusi ma dapotan parsaulian. (berjalanlah dijalan bawah, kemana pun melangkah kesitu pulalah rejeki.)

Pada pemberian ulos disini, tersirat sebuah harapan yaitu sipenerima ulos akan selalu mendapat berkat dan kesejahteran dimanapun dan kemanapun mereka melangkah.

Data (11) : “torop ma dangka na torop ma nang ranting na, gabe ma amana songoni ma nang angka boruna”(tegaklah batang maka tegaklah ranting, berhasillah ayah begitu pulalah putrinya.)

Melalui pemberian ulos tersebut, terselip sebuah harapan dimana harapan itu ialah semoga ayah yang bijaksana menghasilkan anak yang bijaksana pula.

4.2.2 Makna Menasehati

Pemberian ulos yang memiliki makna menasehati dapat dilihat pada contoh kalimat berikut;

Data (1) : “marsiamin-aminan ma hamu songon lampak ni gaol, marsitungkol-tungkolan ma hamu songon suhat na tubu ni robean.. (saling setialah kalian seperti pelepah pisang dan saling mendukung seperti keladi diujung bukit.)

Pemberian ulos diatas memiliki makna menasehati pengantin agar saling setia dan saling mendukung dalam situasi apapun, agar kehidupan rumah tangga yang dijalani sejahtera dan bahagia.


(48)

Data (2) : “hamu ma na gabe ulu di ibana. Aut beha ndang malo dope ibana

marsinonduk, manganju ma hamu di ibana.” (kamulah yang menjadi kepala baginya. Ntah belum pandai dia berumah tangga, harap kamu memakluminya.)

Pada pemberian ulos tersebut terselip nasehat untuk menantunya menjadi pemimpin di dalam rumah tangga yang dibangun bersama putri mereka, dan dapat memaklumi segala kekurangan dan kesalahan istrinya. Karena tugas seorang suami adalah membimbing dan mengarahkan istrinya.

Data (3) : “ho pe, borungku, sinondukmon ma na gabe ulu di ho, ndang sai jonok be hami mamodai ho. Patuduhon ma tu sinondukmu, tu simatuam, dongan tubum dohot borumuna, tarlumobi tu amangmu tulang ni hela on, na boru ni raja do ho nagok roha dohot poda(kamu juga, putriku, suamimu inilah yang menjadi kepala bagimu, tidak bisa lagi kami dekat untuk menasehatimu. Tunjukanlah kepada suamimu, kepada mertuamu, dongan tubumu, dan borumu, terlebih kepada ayahmu, tulang menantu ini, bahwa kamu seorang wanita baik-baik yang menuruti nasehat.)

Pada pemberian ulos diatas terselip nasehat untuk sipenerima ulos yang merupakan putri mereka agar putri mereka tersebut menghormati dan mampu menjadi istri yang baik bagi suaminya. Mereka menasehati putri mereka agar berkelakuan baik didepan semua orang, dan menjadi kebanggaan bagi keluarga mereka, sehingga tidak sia-sia semua pengajaran yang telah diberi oleh orangtuanya.


(49)

Data (4) “ruma gorga do dipaodop-odop ruma ijuk. Martua jala mamora do hamu, anakni amangboru nami molo gok dibagasan bisuk” (rumah gorga dihadapan rumah ijuk, panjang umur serta berlimpahlah kamu, anaknya

amangboru kami bila dalam kebijaksanaan.)

Pada pemberian ulos terselip sebuat nasehat bahwa kebijaksanaan seseorang mampu membawanya kedalam kesejahteraan dan kekayaan bagi sipenerima ulos.

Data (5) : “sinuan bulu sibaen na las. Sinuan partuturan sibaen nahoras, mardalan ma pardalanan sian toru ni tapian. Tudia pe hamu mangalangka sai tusi dapotan parsaulian” (mengambil bambu untuk kehangatan. Mangambil tutur untuk kesejahteraan, berjalan dari pinggir. Kemanapun kamu melangkah maka kesitulah rejeki.)

Pemberian ulos diatas memiliki arti jika bertutur dengan sopan dan berjalan dijalan yang baik, maka mereka akan mendapat berkat dan rejeki yang baik pula, kemanapun mereka hendak melangkah mereka akan diberkati.

4.2.3 Makna Memberi Berkat

Pemberian ulos (mangulosi) dalam pekawinan adat Batak Toba memiliki makna memberi berkat kepada penerima ulos, hal itu dapat dilihat pada contoh kalimat berikut ;


(50)

Data (1) “sinuan bulu sibaen na las, huulosi hela dohot borungku, sibaen na horas” (mengambil bambu untuk kehangatan, ku ulosi menantu dan putriku, jadilah kesejahteraan.)

Pada pemberian ulos diatas menyatakan berkat kepada pengantin. “sinuan bulu sibaen na las”,”mengambil bambu untuk menbuat kehangatan” yang artinya

semoga ulos yang diberikan mampu memberi kehangatan untuk kehidupan rumah tangga pengantin kelak seperti bambu yang diambil untuk dibakar agar memberi kehangatan.

Data (2) : “songon aek tu boras ni lompa baen sipangananon, di hasadaan muna sude mambaen hita marhasangapon(seperti air untuk beras yang dimasak untuk makanan, dikesatuan kamu ini kita lakukanlah kehormatan.)

Pemberian ulos diatas merupakan simbol yang diberikan untuk memberkati pengantin. Dikatakan pada kalimat “songon aek tu boras ni lompa sibaen sipanganon”, “seperti air untuk beras yang dimasak membuat makanan”

yang berarti seperti memasak beras harus memakai air juga agar bisa menjadi makanan, seperti itu pula kehidupan rumah tangga, harus seperti air dan beras yang saling melengkapi agar kehidupan tersebut dapat menjadi layak atau sejahtera.

Data (3) “ompu raja ijolo martungkol siala gundi, hata pasu-pasu napinasahat ninaparjolo laos songoni do pasu-pasu ni hami naparpudi” (ompu raja dulu saling membantu, perkataan berkat yang kami sampaikan di awal dan begitu pula diakhir.)


(51)

Pemberian ulos diatas merupakan simbol pemberkatan kepada pengantin, dimana berkat yang telah disampaikan oleh nenek moyang tetap menyatu didalam mereka sehingga kehidupan rumah tangga mereka memeroleh kesejahteraan.

Data (4) : “hami pe sian pariban nihasuhuton parboru, uloson nami ma hela dohot boru namion, pir ma tondi na olatni on tu joloan ni arion” (kamipun dari paribannya orangtua parboru, kami ulosilah menantu dan putri kami ini, tegarlah rohmu sekarang dan selamanya.)

Pemberian ulos diatas merupakan simbol pemberkatan,pariban dari orangtua pengantin wanita yang berharap ulos yang disampaikan menjadi berkat seterusnya buat pengantin dan keluarga pengantin tersebut.

Data (6) “torop ma dangka na torop manang rantingna, gabe ma amana songoni ma nang boruna” ( tegaklah batang maka tegaklah ranting, jadilah ayah dan begitu pulalah putrinya.)

Pemberian ulos diatas menyiratkan tentang pemberian berkat kepada pengantin, yaitu kesejahteraan yang diperoleh ayahnya saat ini diperoleh anaknya juga kelak.

Data (7) : “martantan ma baringin marurat jabi-jabi, hu ulosi hami ma ito dohot lae, sai horas ma tondi madingin timpahon ni Ompunta Mulajadi” (bagaikan pohon ara yang rimbun, berurat sampai batangnya, kami ulosi kamu ito dan lae, sejahteralah hidupmu berkat Tuhan yang Maha Esa.)


(52)

Berkat yang ingin disampaikan pada pemberian ulos tersebut ialah agar sipenerima ulos mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Data (8) : “sada ma silompa gadong, jala ido silompa ubi. Sada pe hami sian hita namarsabutuha pasahat hata pasu-pasu, sude hita dapot uli” (satulah masak singkong, itupulah masak ubi. Satupun kami dari kita yang bersaudara menyampaikan berkat, tapi semua kita memeroleh yang baik.)

Pemberian ulos tersebut bermaksud walaupun hanya satu perwakilan dari yang bersaudara kandung akan tetapi semuanya mendapat berkat dan semuanya memberkati pengantin dan kedua keluarga pengantin.

4.2.4 Makna Ucapan Terimakasih

Pada pemberian ulos dalam adat Batak Toba tersirat juga makna mengucap syukur. Hal itu dapat dilihat dari beberapa contoh berikut;

Data (1) : “hamu lae nami dohot ito nami, mandok mauliate ma hita tu Tuhanta Martua Debata ala basaNa, dipadomu hita dibagasan keluarga marhita anak muna nagabe hela nami dohot boru muna na gabe parumaen muna.”(kamu, ito dan lae kami, mengucap terimakasihlah kita kepada Tuhan yang Maha Esa karena kebaikanNya, disatukan kita dalam keluarga dimana anakMu menjadi menantu kami, dan putriku menjadi menantumu.)


(53)

Pemberian ulos tersebut memiliki makna mengucup syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat kebaikan-Nya mereka dipersatukan dalam satu keluarga, dimana putra dan putri mereka telah sah menjadi suami istri.

Data (2) : “mansai las roha nami ala naung hot hamu marhasohotan.”(kami bahagia karena kalian telah menikah.)

Pemberian ulos diatas melambangkan tentang ucapan syukur dan rasa bahagia orangtua yang melihat anak mereka melangsungkan pernikahannya

Data (3) : “ima tutu mauliate ma tu Amanta Martua Debata, uloson nami ma

hamu angka ito dohot lae nami.”(terimakasih kepada Tuhan yang Maha Esa, kami ulosi kalian, ito dan lae kami.)

Pemberian ulos diatas memiliki makna ucapan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya sehingga mereka masih bias melangsungkan pesta adat dan mangulosi.

4.3 Nilai-nilai Budaya yang Terdapat dalam Pemberian Ulos pada Perkawinan Adat Batak Toba

Nilai budaya adalah lapisan paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Berdasarkan pengertian di atas, maka nilai budaya adalah angka kepandaian kelompok masyarakat yang konsep-konsep berpikirnya hidup dan bertumbuh sehingga sistem nilai budayanya menjadi pedoman bagi tingkah laku kelompok manusia tersebut. Nilai bukan hanya yang baik saja karena nilai merupakan segala sesuatu tentang yang baik dan buruk.


(54)

Berdasarkan hasil penelitian penulis, nilai-nilai budaya yang terdapat dalam pemberian ulos pada upacara perkawinan adat Batak Toba adalah sebagai berikut :

4.3.1 Nilai Kekeluargaan

Salah satu nilai-nilai budaya yang terdapat dalam pemberian ulos pada upacara perkawinan adat Batak Toba ialah nilai kekeluargaan. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh kalimat berikut :

Data (1) : “Hamu lae nami dohot ito nami, mandok mauliate ma hita tu Tuhanta Martua Debata ala basana, dipadomu hita dibagasan keluarga marhite anakmuna na gabe hela nami dohot boru nami na gabe parumaen muna . Hamu itongku, dohononku ma : ramba na poso naso tubuan lata, poso dope parumaen mi, na so piga umboto adat dohot hata. Nunga hu pagodang-godang jala hu ajari hami nian parumaen mi, aut adong niantusanna, gabe sala ibana. Pangidoan nami tu itongku, asa ajar-ajari parumaenmi, molo tung adong na hurang lobi,

manganju ma hamu.” (ipar dan ito, kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya, kita dipertemukan menjadi satu keluarga, berkat perkawinan putra anda yang menjadi menantu kami dengan putri kami menjadi menantu anda.

Itoku, saudaraku, kami memberitahukan bahwa belukar muda, tunasnya pun muda, demikianlah putri kami, menantumu itu, masih muda belum pandai berperilaku adat serta berbahasa, kami telah membimbing dan mengajarinya bersopan santun dan bersapa. Jika sekiranya ada tutur katanya yang salah dan


(55)

dengan tidak sengaja, harap saudaraku memberitakan petunjuk dan memaafkannya.)

Pada kalimat “...dipadomu hita dibagasan keluarga marhite anakmuna na gabe hela nami dohot boru nami na gabr parumaen muna.” Kata „dipadomu‟

memiliki arti „dipersatukan‟, dua keluarga dipersatukan menjadi satu karena pernikahan putra dan putri mereka. Dalam pemberian ulos tersebut terlihat nilai kekeluargaan yang tengah dijalin dan berharap jalinan tersebut berlangsung dengan baik.

Pada kalimat “pangidoanku tu itongku asa ajar-ajari parumaenmi, molo tung adong na hurang lobi manganju ma hamu”, pemberian ulos tersebut memiliki nilai kekeluargaan, dimana orang tua pengantin wanita berharap kepada orangtua pengantin pria agar membimbing putrinya yang telah menjadi menantu bagi keluarga pria sebagaimana anaknya sendiri karena memang putrinya tersebut telah menjadi bagian dari keluarga tersebut.

Data (2) : “Hariara madungdung, mandungdung tu bona na. Mansai las roha nami ala naung hot hamu marhasohotan. Marsiamin-aminan ma hamu songon lampak ni gaol, marsitungkol-tungkolon ma hamu songon suhat na tubu ni robean. (pohon beringin berakat, uratnya sampai ke akar. Berbahagia kami karena pernikahan kalian. Saling setialahh kalian seperti pelepah pisang dan saling mendukung seperti keladi.)

Pada kalimat “mansai las roha nami ala naung hot hamu marhasohotan”,


(56)

sehingga mereka menjadi satu keluarga. „marhasohotan‟ artinya „sah dalam

perkawinan‟.

Nilai kekeluargaan juga harus didasari dengan saling setia dan saling mendukung satu sama lain, hal itu ditunjukan pada kalimat “Marsiamin-aminan ma hamu songon lampak ni gaol, marsitungkol-tungkolon ma hamu songon suhat na tubu ni robean.”, „marsiamin-aminan‟ yang artinya „saling setia‟ dan

„marsitungkol-tungkolan‟yang berarti „saling mendukung‟.

Data (3) : “Balintang ma pa gabe, tumindangkon sitadoan. Arimu ma laeku dohot itongku ma gabe, ala hu ida hamu hami namarhaha maranggi nunga marsipaolooloan. Mangangkat rap tu ginjang. Udur ma tutu sadalanan. Sahat hu ulosi lae dohot itonami on asa tubu parhorasan (tali pengikat pagar adalah penyatu, membelakangi kayu penahan kaki. Sejahteralah lae dan itoku,karena seia sekata. Mengangkat keatas, berjalanlah beriringan. Sampai kami ulosi lae dan ito

kami agar dapat kesejahteraan.)

Pada kalimat “...ari muna ma laengku dohot itongku ma gabe, ala hu ida hamu hami namarhaha maranggi nunga marsipaolo-oloan” yang memiliki arti

bahwa mereka yang bersaudara sudah saling mengerti dan memahami satu sama lain, karena dalam satu keluarga memang harus saling marsipaolo-oloan atau saling memahami, seia sekata.“Mangangkat rap tu ginjang, udur ma tutu sadalanan” merupakan salah satu sifat kekeluargaan, yaitu semua harus saling membantu dan berjalan beriring-iringan.


(57)

4.3.2 Nilai Kasih Sayang

Dalam pemberian ulos pada upacara perkawinan adat Batak Toba memiliki nilai kasih sayang, ntah itu kasih sayang antara orangtua kepada anaknya, atau kasih sayang orang-orang yang menjadi saudara mereka. Nilai kasih sayang tersebut dapat dilihat pada contoh kalimat berikut ini ;

Data (1) : “hariara madungdung, madungdung tu bonana. Mansai las roha nami ala naung hot hamu marhasohotan” (pohon ara memiliki akar, akarnya sampai batang. Bahagia kami karena kalian telah menikah.)

Kasih sayang orangtua dapat dilihat dari mana saja, orangtua yang mengasihi anaknya pasti berbahagia juga bila melihat anaknya bahagia. Begitu pula pada kalimat diatas, yang menunjukkan bahagianya orangtua tersebut atas pernikahan anaknya. “mansai las roha nami ala naung hot hamu marhasohotan”,

“betapa bahagia kami karena kalian sah dalam perkawinan”.

Data (2) : “laklakma tu singkoru diatas ni purbatua. Tubuan anak ma hamu dohot boru, dongan muna sahat rodi saur matua” (bagai kulit kayu yang dibuat menjadi kalung hiasan. Berputra-putrilah teman kalian dihari tua.)

Pemberian ulos tersebut menyiratkan bagaimana kasih sayang orangtua terhadap anaknya. Kasih sayang tersebut dinyatakan melalui doa dan pengharapan agar kelak anaknya tersebut memiliki putra dan putri untuk menjadi teman hidup mereka dihari tua kelak.


(1)

penting, apalagi dijaman yang serba modern saat ini agar budaya yang telah

dibuat oleh nenek moyang dapat terus dilaksanakan dan terus dilestarikan. Peneliti

juga menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi

ini, sehingga peneliti berharap agar peneliti selanjutnya dapat membuat penulisan

yang jauh lebih baik dari ini sehingga dapat mudah dimengerti oleh semua

kalangan masyarakat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2003

. Kamus Besar Bahasa Indonesia

. Jakarta: Balai Pustaka

Aminuddin. 1981.

Semantik Pengantar Studi Tentang Makna

. Bandung: Sinar

Baru Algesindo

Chaer, Abdul. 2007.

Linguistik Umum

. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2007.

Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian, dan

Pemelajaran.

Jakarta: Rineka Cipta

Debora, Maria. 2014.

Makna Simbolik Upacara Adat Mangulosi (Memberi Ulos)

pada Siklus Kehidupan Masyarakat Pangururan Kabupaten Samsir.

(Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

Gultom,DJ. 1992.

Dalihan Natolu Nilai Budaya Suku Batak

. Medan:

CV.Armanda

Hutapea, Vera Nurcahaya. 2010.

Tuturan pada Upacara Adat Perkawinan

Masyarakat Batak Toba

. (skripsi). Medan: Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara

Indrayadi. 2014.

Konsep Laki-Laki dalam Leksikon Tuturan Palang Pintu Betawi

di Kampung Setu Babakan DKI: Kajian Antropolinguistik

. Universitas

Pendidikan Indonesia

Koentjaraningrat. 2009.

Pengantar Ilmu Antropologi

. Jakarta: Rineka Cipta

Kridalaksana, Harimurti. 1982

. Kamus Linguistik

. Jakarta: Gramedia Pustaka

Mashun. 1995

. Dialektologi Diakronis Sebuah Pengantar

. Yogyakarta: Gadjah


(3)

Naibaho, Relicha. 2015.

Tintin Marakkup dalam Pernikahan Adat Batak Toba

Kajian Antropolinguistik.

(skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Nallom, Siahaan. 1982.

Adat Dalihan Na Tolu dan Prinsip Pelaksanaannya

.

Jakarta

Pateda, Mansoer. 2001.

Semantik Leksikal

. Jakarta: Eka Cipta

Pelly, Usman. 1994.

Teori-Teori Sosial Budaya

. Jakarta : Proyek Pembinaan dan

Peningkatan Mutu Tenaga Kerja Pendidikan, Dikti

Ralisah. 2005.

Tanda-Tanda pada Pernikahan Aceh Singkil

. (skripsi). Medan:

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Sibarani, Robert. 2004.

Antropolinguistik

. Medan: Poda

Sitompul, R.H.P. 2009.

Ulos Batak Tempo Dulu-Masa Kini

. Jakarta: Kerabat

Sobur, Alex. 2004.

Semiotika Komunikasi

. Bandung: Rosda Karya

Sobur, Alex.2004.

Analisis Teks Media

. Bandung: Rosda Karya

Sudaryat, Yayat. 2009.

Makna dalam Wacana

. Bandung: Yrama Widya

Sudaryanto. 1993.

Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis.

Yogyakarta: Duta

Wacana University Press


(4)

1.

LAMPIRAN I

2.

Data yang diperoleh :

3.

pangidoan nami tu itongku asa ajari-ajari hamu parumaenmi

4.

mangido ma ahu, ingkon umbagas ma holong ni roha muna sian holong ni

roha nami tu ibana

5.

sahat ma hu ulosi hami lae dohot ito nami asa tubu parhorasan

6.

laklakma tu singkoru diatasni purbatua. Tubuan anakma hamu dohot

boru, dongan muna sahat ro di saurmatua

7.

dison kain hela pasahatonku di hamu, asa hobas hamu tu ulaon adat tu

dongan tubu, dohot boru muna, tarlumobi tu hami hula-hula. On ma

pangidoan nami asa sude na sa parulaan muna hot dibagasan adat

8.

hamu ma nagabe ulu diibana, aut beha ndang malo dope ibana

marsinonnduk, manganju ma hamu diibana

9.

mangangkat rap tu ginjang, udur ma tutu sadalanan sahat tu ulosi hami

lae dohot ito nami on asa tubu parhorasan

10.

andor hu dumpang ma togu-togu ni lombu, saur matua ma ito dohot

laengku ihut-ihuton ni pahompu

11.

hamu, hasuhuton nami, mauliate ma tadok tu Ompunta Martua Debata

diari na uli ari na denggan on, sahat tu nauli na denggan ma olat ni on

sahat tu joloan ni arion

.

12.

mardalan ma pardalanan sian toru ni tapian, tudia pe hamu mangalangka

sai tusi ma dapotan parsaulian

13.

marsiamin-aminan ma hamu songon lampak ni gaol,

marsitungkol-tungkolan ma hamu songon suhat na tubu ni robean

14.

ho pe, borungku, sinondukmon ma na gabe ulu di ho, ndang sai jonok be

hami mamodai ho. Patuduhon ma tu sinondukmu, tu simatuam, dongan

tubum dohot borumuna, tarlumobi tu amangmu tulang ni hela on, na boru

ni raja do ho nagok roha dohot poda

15.

ruma gorga do dipaodop-odop ruma ijuk. Martua jala mamora do hamu,

anakni amangboru nami molo gok dibagasan bisuk


(5)

16.

sinuan bulu sibaen na las. Sinuan partuturan sibaen nahoras, mardalan

ma pardalanan sian toru ni tapian. Tudia pe hamu mangalangka sai tusi

dapotan parsaulian

17.

songon aek tu boras ni lompa baen sipangananon, di hasadaan muna sude

mambaen hita marhasangapon

18. ompu raja ijolo martungkol siala gundi, hata pasu-pasu napinasahat

ninaparjolo laos songoni do pasu-pasu ni hami naparpudi

19. hami pe sian pariban nihasuhuton parboru, uloson nami ma hela dohot

boru namion, pir ma tondi na olatni on tu joloan ni arion

20.

torop ma dangka na torop manang rantingna, gabe ma amana songoni ma

nang boruna

21.

martantan ma baringin marurat jabi-jabi, hu ulosi hami ma ito dohot lae,

sai horas ma tondi madingin timpahon ni Ompunta Mulajadi

22.

sada ma silompa gadong, jala ido silompa ubi. Sada pe hami sian hita

namarsabutuha pasahat hata pasu-pasu, sude hita dapot uli

23.

hamu lae nami dohot ito nami, mandok mauliate ma hita tu Tuhanta

Martua Debata ala basaNa, dipadomu hita dibagasan keluarga marhita

anak muna nagabe hela nami dohot boru muna na gabe parumaen muna

24.

mansai las roha nami ala naung hot hamu marhasohotan

25.

ima tutu mauliate ma tu Amanta Martua Debata, uloson nami ma hamu

angka ito dohot lae nami

26.

Hamu lae nami dohot ito nami, mandok mauliate ma hita tu Tuhanta

Martua Debata ala basana, dipadomu hita dibagasan keluarga marhite

anakmuna na gabe hela nami dohot boru nami na gabe parumaen muna.

Hamu itongku, dohononku ma : ramba na poso naso tubuan lata, poso

dope parumaen mi, na so piga umboto adat dohot hata. Nunga hu

pagodang-godang jala hu ajari hami nian parumaen mi, aut adong

niantusanna, gabe sala ibana. Pangidoan nami tu itongku, asa ajar-ajari

parumaenmi, molo tung adong na hurang lobi, manganju ma hamu

27. Hariara madungdung, mandungdung tu bona na. Mansai las roha nami


(6)

lampak ni gaol, marsitungkol-tungkolon ma hamu songon suhat na tubu

ni robean

28.

Balintang ma pa gabe, tumindangkon sitadoan

.

Arimu ma laeku dohot

itongku ma gabe, ala hu ida hamu hami namarhaha maranggi nunga

marsipaolooloan

.

Mangangkat rap tu ginjang

.

Udur ma tutu sadalanan.

Sahat hu ulosi lae dohot itonami on asa tubu parhorasan

29.

laklakma tu singkoru diatas ni purbatua. Tubuan anak ma hamu dohot

boru, dongan muna sahat rodi saur matua

30. onpe ulosan nami ma hamu, pir ma pongki bahul-bahul pansalongan,

huulosi hami hamu asa pir tondi tubu ma di hamu pansamotan. Sai pir

tondi ni lae dohot ito sian Amanta Martua Debata

31.

marsiurup-urupan ma hamu namarhaha maranggi jala marsipaolo-oloan.

Sahatma solu-sahat tu bottean, sahat hu ulosi hami lae dohot itongku

horas ma nasida jala sahat rodi nagabean

32.

songon aek tu boras ni lompa baen sipanganon, di hasadaon muna sude

mambaen hita marhasangapon