Tingkah Laku Makan Kambing Muara (Capra Aegagrus Hircus) Di Desa Batubinumbun Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kambing
Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia
Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)
berasal dari 3 kelompok kambing liar yang telah dijinakkan, yaitu bezoar goat
atau kambing liar eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus
blithy) dan makhor goat atau kambing makhor di pegunungan Himalaya (Capra
falconeri). Sebagian besar kambing yang diternakkan di Asia berasal dari
keturunan bezoar. Persilangan yang terjadi antara ketiga jenis kambing tersebut
menghasilkan keturunan yang subur (Mulyono dan Sarwono, 2008).
Bangsa kambing adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama, atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari
ternak lainnya meskipun dalam jenis yang sama. Menurut Linnaeus (1758),
bangsa kambing mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut: kingdom
animalia, filum chordata, kelas mammalia, ordo artiodactyla, family bovidae, sub
family caprinae, genus capra, spesies capra aegagrus, sub spesies Capra
aegagrus hircus. Kambing (Capra hircus) memiliki 60 kromosom yang terdiri
atas 29 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin
(Gall, 1981).


Kambing Muara
Kambing muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten
Tapanuli Utara di Propinsi Sumatera Utara. Dari segi penampilannya kambing ini
nampak gagah, tubuhnya kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna

Universitas Sumatera Utara

bulu coklat kemerahan, putih dan ada juga berwarna bulu hitam. Bobot kambing
muara ini lebih besar dari pada kambing kacang dan kelihatan prolifik. Kambing
muara ini sering juga beranak dua sampai empat sekelahiran (prolifik). Walaupun
anaknya empat ternyata dapat hidup sampai besar walaupun tanpa pakai susu
tambahan dan pakan tambahan tetapi penampilan anak cukup sehat, tidak terlalu
jauh berbeda dengan penampilan anak tunggal saat dilahirkan. Hal ini diduga
disebabkan oleh produksi susu kambing relatif baik untuk kebutuhan anak
kambing 4 ekor (Romjali, 2014).
Dari hasil wawancara dengan petani setempat kambing ini dulunya
didatangkan oleh pemerintah setempat, tetapi pada saat pertama didatangkan
banyak kambing yang mati akibat menejemen pemeliharaan kambing yang masih
sangat tradisional dan dilepaskan sepanjang hari dilingkungan pedesaan. Tetapi
ada seorang peternak yang berada pada pulau kecil di danau toba termasuk

kecamatan Muara memelihara kambing ini dengan baik dan terus berkembang.
Lama

kelamaan

penduduk

setempat

membeli

kambing

tersebut

dan

mengembangkannya lagi di kecamatan Muara yang terletak di pinggir danau toba
daerah kabupaten Tapanuli Utara. Secara perlahan lahan kambing tersebut
beradaptasi dengan kondisi topografi kecamatan Muara yang bergunung-gunung

dengan kemiringan lereng bukit antara 15-50 derajat dan tanah bebatuan vulkanik,
tetapi rumput dan ilalang serta tumbuhan banyak terdapat disekitar desa dan
dilereng pegunungan sekitarnya (Supriyati et al., 2001).

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik Kambing Muara (Capra Aegagrus Hircus)

Gambar 1. Kambing Muara

Tabel 1. Karakteristik morfologik tubuh kambing muara
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.
10.
11.
12.
13.

Uraian
Bobot/kg
Panjang badan/cm
Tinggi pundak/cm
Tinggi pinggul/cm
Lingkar dada/cm
Lebar dada/cm
Dalam dada/cm
Panjang tanduk/cm
Panjang telinga/cm
Lebar telinga/cm
Tipe telinga
Panjang ekor/cm
Lebar ekor/cm


Kambing Muara
Jantan
49,4
75,8
69,7
72,2
84,5
18,6
38,7
13,4
18,3
8,3
Jatuh
10,5
4,6

Betina
68,3
96,3

87,6
89,2
98,7
38,5
50,7
27,2
19,4
8,8
Jatuh
9,7
5,2

Rata-rata bobot badan dewasa atau induk adalah sekitar 49,4 kg dan
pejantan dewasa sekitar 68,3 kg. Dari penampilannya kambing ini termasuk tipe
pedaging tetapi bisa juga di kembangkan sebagai kambing tipe perah. Hal ini
didasarkan pada penampilan ambing susu yang relatif lebih besar sehingga dapat
memproduksi susu lebih banyak (Cahyono, 1998).
Dibandingkan dengan kambing kacang dan peranakan etawah (PE),
kambing muara ini tampaknya lebih baik dari segi produksi dagingnya. Lebar dan
dalam dada kambing muara lebih panjang jika dibandingkan dengan kambing PE

dan bentuk tubuh kambing boer. Bentuk telinga kambing muara agak panjang dan

Universitas Sumatera Utara

jatuh tetapi telinga PE lebih panjang dan hidung tidak melengkung seperti
kambing boer. Tanduk sedang serta panjang badan lebih panjang dibandingkan
kambing kacang (Davendra dan Burns, 1994).

Tingkah Laku Makan
Kambing mempunyai kebiasaan makan yang berbeda dengan ruminansia
lainnya dan bila tidak dikontrol dapat mengakibatkan kerusakan. Dengan
menggunakan bibir atasnya yang mudah digerakkan dan lidahnya yang lincah
dalam mengambil makanan. Kambing mampu merumput (makan) rumput yang
sangat pendek, dan meragut dedaunan yang biasanya tidak dimakan oleh ternak
lainnya. Disamping itu, kambing merupakan pemakan yang lahap, dengan pakan
yang beragam dari tanaman ternak dan kulit pohon sampai kulit dan kain. Tidak
seperti domba, di daerah yang pakannya sedikit, kambing suka memakan tanaman
berbau sedap, dan karena itu kambing bisa hidup jauh di pedalaman padang pasir.
Juga ada anggapan bahwa kemampuan untuk berdiri pada kaki belakang bila ingin
memanfaaatkan dedaunan yang berada lebih tinggi dari kepala, merupakan

keunggulan dari kambing dalam bersaing dengan domba di hutan kayu dan semak
belukar (Malachek dan Provenza, 1981).
Kambing mempunyai kebiasaan makan sambil berdiri, dan suka mencari
daun-daun di sebelah atas, dan kambing suka mencari makan sendiri-sendiri.
Kebiasaan makan kambing hanya pada pagi hari dan pada sebagian sore hari.
Siang hari dipakai untuk memamahbiak. Oleh karena itu, pemberian makan
dilakukan dua kali sehari pagi dan sore (Sumoprastowo, 1994).
Kambing sebagian besar, meskipun tidak sepenuhnya, merupakan hewan
omnivora (French, 1970). Menurut Schermann (1976), menggolongkan beberapa

Universitas Sumatera Utara

tipe perilaku adaptasi, termasuk perilaku makan pada kambing. Kambing bisa
membedakan antara rasa pahit, manis, asin, dan asam, dan mempunyai toleransi
yang lebih tinggi akan rasa pahit dibandingkan sapi (Bell, 1959). Kualitas ini
sangat membantu kambing dalam memilih pakan, dan arena toleransinya yang
lebih tinggi akan rasa pahit, dan juga karena kesukaannya akan senyawa kimia
yang sangat beragam, kambing dapat memakan lebih banyak jenis tanaman
dibandingkan domba atau sapi. Menurut Roy-Smith (1981), kawanan kambing
muda yang tidak menyusui dapat memanfaatkan dengan baik rambanan dan

padang rumput alami.
Kebiasaan makan kambing yang merumput sangat beragam, tidak saja
karena lingkungan ekologinya, tetapi juga karena musim dalam setahunnya
demikian pula kambing yang berproduksi tinggi serta tipe kambing gunung yang
liar (French, 1970). Mackenzie (1980), menganggap bahwa pemilihan pakan yang
berbeda dalam musim yang berbeda berkaitan dengan keadaan fisiologi kambing
itu (apakah sedang tumbuh, bunting, menyusui dan lain-lain), dan juga dengan
keragaman musiman pada tanamannya sendiri. Kebutuhan pakan ternak kambing
per ekor dalam satu hari menurut kondisi ternak dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan pakan kambing per ekor dalam satu hari menurut kondisi
ternak
Kondisi Ternak
Dewasa
Induk Bunting
Induk menyusui
Anak sebelum sapih

Anak lepas sapih

Rumput

75%
60%
50%
50%
60%

Jenis Pakan
Daun-daun
25%
40%
50%
50%
40%

Konsentrat
2-3 gelas
2-3 gelas
0.5-1 gelas

Universitas Sumatera Utara


Pola Tingkah Laku Makan
Aktivitas Makan
Aktivitas makan terdiri atas:
1. Aktivitas mencium hijauan yaitu awal aktivitas mencium hijauan hingga
kambing melakukan aktivitas lainnya.
2. Aktivitas merenggut makanan, yaitu awal perenggutan hijauan hingga diangkat
untuk dikunyah.
3. Aktivitas mengunyah makanan, yaitu aktivitas yang dimulai dari hasil
perenggutan hijauan yang telah dikumpulkan didalam mulut hingga aktivitas
menelan.
4. Aktivitas menelan makanan, yaitu dimulai dari menelan hasil kunyahan hingga
aktivitas lainnya.

Aktivitas Ruminasi
Menurut

Sembiring

(2010),

menyatakan bahwa

proses ruminasi

merupakan tingkah laku khusus dari ruminansia. Adanya tingkah laku ini
disebabkan oleh makanan yang mengandung serat kasar yang tinggi sehingga
memerlukan proses pengunyahan yang intensif. Pada ruminansia yang belum
diberi hijauan atau makanan padat, tidak melakukan ruminasi. Pada hewan yang
diberi rumput kering (hay), intensitas ruminasi lebih lama dan lebih sering
daripada yang diberi rumput segar atau yang digembalakan.
Aktivitas ruminasi terdiri atas: 1). Aktivitas mengeluarkan bolus, yaitu
aktivitas yang dimulai dari dikeluarkan bolus ke mulut hingga kambing
melakukan aktivitas mengunyah bolus; 2). Aktivitas mengunyah bolus, yaitu
aktivitas yang dimulai dengan mengunyah bolus yang telah dikeluarkan dari

Universitas Sumatera Utara

rumen ke mulut hingga aktivitas menelan beberapa bolus, serta 3). Aktivitas
menelan bolus, yaitu aktivitas yang dimulai dari bolus yang langsung ditelan
setelah dikeluarkan dari rumen ke mulut atau menelan bolus yang melalui proses
pengunyahan

hingga

aktivitas

mengeluarkan

bolus

kembali

(Setianah et al., 2004).
Hewan-hewan herbivora (pemakan rumput) seperti domba, kambing, sapi
kerbau disebut sebagai hewan memamahbiak (ruminansia). Sistem pencernaan
pada hewan ini lebih panjang dan kompleks. Makanan hewan ini banyak
mengandung selulosa yang sulit dicerna oleh hewan pada umumnya sehingga
sistem pencernaannya berbeda dengan sistem pencernaan hewan lain. Perbedaan
sistem pencernaan makanan pada hewan ruminansia, tempat pada struktur gigi,
yaitu terdapat graham belakang (molar yang besar), berfungsi untuk mengunyah
rerumputan yang sulit dicerna. Disamping itu terdapat pada hewan ruminansia
terdapat modifikasi lambung yang dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu rumen
(perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab) dan abomasum (perut
masaro). Dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan
alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, abomasum
7-8% (Prawirokusumo, 1994).
Ruminansia berasal dari kata lain “ruminate” yang berarti “mengunyah
berulang”. Proses ini disebut proses ruminasi yaitu suatu proses pencernaan pakan
yang dimulai dari pakan dimasukkan ke dalam rongga mulut dan masuk ke rumen
setelah menjadi bolus-bolus dimuntahkan kembali (regurgitasi), dikunyah
kembali (remastikasi), lalu penelanan kembali (redeglutasi) dan dilanjutkan
proses fermentasi di rumen dan kesaluran berikutnya. Proses ruminasi berjalan

Universitas Sumatera Utara

kira-kira 15 kali sehari, dimana setiap ruminasi berlangsung 1 menit – 2 jam
(Prawirokusumo, 1994).
Proses pengunyahan pada saat makan dan ruminasi merupakan aktivitas
lengkap di dalam pengurangan partikel. Partikel yang lebih kecil mungkin
mempunyai waktu retensi yang relatif lebih pendek di dalam rumen, sehingga
tingkat kecernaan tidak hanya ditentukan oleh tingkat kecernaan ingesta, tetapi
juga oleh waktu tersimpan didalam rumen (Wodzicka-Tomaszeweka et al., 1991).
Pengunyahan selama makan dan ruminasi dapat mengurangi ukuran
partikel dan mengubah bentuk pakan. Tingkat pengurangan ukuran partikel pakan
dicerna atau bahan yang diruminasi akan ditentukan oleh waktu yang diperlukan
untuk makan, ruminasi dan jumlah kunyahan per satuan waktu dalam setiap
kegiatan

dan

oleh

tingkat

keefektifan

pengunyahan

(Wodzicka-Tomaszeweka et al., 1993).
Sistem pencernaan hewan ruminansia :
1. Gigi seri (Insisivus) memiliki bentuk untuk menjepit makanan berupa tumbuhtumbuhan seperti rumput.
2. Geraham belakang (Molare) memilikibentuk datar dan lebar.
3. Rahang dapat bergerak menyamping untuk menggiling makanan.
4. Struktur lambung memiliki empat ruangan, yaitu: rumen, retikulum, omasum
dan abomasum (Akoso, 1996).
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik, ataupun
microbial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi ataupun pengunyahan dalam
mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksikontraksi otot sepanjang usus pencernaan secara enzimatik ataupun kimiawi

Universitas Sumatera Utara

dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang
berupa getah-getah pencernaan. Mikroorganisme hidup dalam pencernaan
ruminasi. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga dilakukan secara enzimatik
yang enzimnya dihasilkan oleh sel-sel mikroorganisme (Tillman et al., 1981).
Retikulum pada kambing membantu proses ruminasi bolus, sebagai penahan
partikel pakan pada saat regurgitasi rumen, tempat fermentasi, membantu proses
ruminasi, mengatur arus ingesta ke omasum, absorpsi hasil fermentasi dan tempat
berkumpulnya benda-benda asing. Pakan berbentuk sudah mulai lembek, karena
sebelumnya sudah terjadi pencernaan kimiawi dan fermentasi di rumen.

Universitas Sumatera Utara