Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Reksi Laut China Selatan Yang Dilakukan Oleh Republik Rakyat Tiongkok

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah suatu negara terdiri dari wilayah daratan, wilayah udara, dan juga
wilayah lautan. Setiap negara pasti memiliki wilayah daratan dan wilayah udara.
Namun tidak semua negara memiliki wilayah lautan. Wilayah lautan hanya
dimiliki oleh negara-negara yang wilayah daratannya berbatasan langsung dengan
laut1. Karena hal itulah wilayah lautan menjadi sangat penting bagi suatu negara
baik bagi negara-negara yang daratannya berbatasan langsung (negara pantai)
maupun negara yang tidak memiliki laut (negara pengguna laut).
Wilayah lautan juga menjadi sangat penting dikarenakan sebagian besar
dari bumi yang kita huni adalah wilayah lautan. Oleh karena itu wilayah lautan ini
menyimpan berbagai sumber daya yang efektif dan potensial.
Fungsi laut beraneka ragam macam, seperti sebagai sumber makanan bagi
manusia, sebagai jalan raya perdagangan, sebagai sarana penaklukan, sebagai
tempat pertempuran, sebagai tempat rekreasi dan sebagai alat pemersatu bangsa.
Selain itu, di laut juga dapat ditemukan bahan-bahan tambang dan galian berharga
di dasar laut dan dimungkinkannya usaha-usaha mengambil kekayaan alam
tersebut, baik di airnya maupun di dasar laut dan tanah di bawahnya 2. Namun Saat
sekarang ini konsep tentang laut telah mengalami perubahan dikarenakan wilayah
laut menjadi wilayah negara yang paling rawan terintervensi oleh negara-negara

lain. Sehingga laut sering diartikan sebagai suatu batas negara dengan negara lain

1
Mirza Satria Buana, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Bandung: Nusamedia,
2007, hlm. 103
2
Frans E. Lidkadja & Daniel F. Bassie, Hukum Laut dan Undang-Undang perikanan,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, hlm. 21

1

dengan titik batas yang ditentukan melalui ekstradisi bilateral dan multilateral
yang berarti pula merupakan batas kekuasaan dan kedaulatan suatu negara sejuah
garis terluar batasnya 3.
Penguasaan terhadap wilayah lautan telah ada sejak dahulu. Mulai sejak
zaman Romawi, dimana pada masa jayanya Imperium Roma, seluruh Lautan
Tengah (Mediteranean) berada di bawah kekuasaannya4. Kemudian setelah
runtuhnya Imperium Roma muncul negara-negara kecil di sekitar tepi Laut
Tengah, yang menuntut bagian dari laut yang berbatasan langsung dengan
pantainya.

Kemudian pada abad ke-16 dan 17 keinginan untuk menguasai lautan
merupakan hal yang diperebutkan oleh negara-negara maritim di Eropa seperti
Spanyol, Portugis, dan Inggris5. Pada masa-masa ini juga berkembang berbagai
doktrin yang berhubungan dengan laut. Seperti doktrin laut bebas (mare liberum)
yang dikemukakan oleh Hugo Grotius, yang menentang tindakan-tindakan negara
Spanyol, Portugis, dan Inggris yang melarang negara-negara lain untuk
mengarungi lautan. Doktrin mare liberum ini menimbulkan pertentangan dari
penulis-penulis Inggris seperti Welwood dan Selden yang mengemukakan doktrin
laut tertutup (mare clausum). Hal inilah yang kemudian menimbulkan apa yang
dinamakan “pertempuran buku-buku” (battle of the books)6.
Sejak berakhirnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II, negara-negara di
seluruh belahan dunia menjadi sadar akan potensi positif dan negatif dari laut,
dan menyadari pula bahwa laut harus diatur sedemikian rupa supaya berbagai

3

Mirza Satria Buana, Op.Cit., hlm. 65
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Bandung: Binacipta, 1978, hlm. 2
5
Mirza Satria Buana, Op.Cit., hlm. 59

6
Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit., hlm. 12-13

4

2

kepentingan negara-negara atas laut dapat terjaga. Dari pengalaman itulah negaranegara sepakat untuk membentuk suatu aturan (hukum) yang kemudian dikenal
dengan sebutan hukum laut Internasional7.
Sampai sekarang ini, terhitung telah empat kali diadakan konferensikonferensi Internasional untuk menghimpun suatu aturan mengenai laut secara
menyeluruh. Konferensi-konferensi itu antara lain :
1. The Hague Codification Conference in 1930 (Konferensi Kodifikasi Den
Haag 1930 di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa)
2. The UN Conference on The Law of The Sea in 1958 (Konferensi PBB
tentang Hukum Laut 1958)
3. The UN Conference on The Law of The Sea in 1960 (Konferensi PBB
tentang Hukum Laut 1960)
4. The UN Conference on The Law of The Sea in 1982 (Konferensi PBB
tentang Hukum Laut 1982)
Dari ke-empat Konferensi yang telah dilaksanakan, Konferensi PBB tahun

1982 adalah Konferensi yang dapat dikatakan berhasil karena mampu
menghimpun suatu aturan hukum baru mengeni hukum laut internasional yaitu
dengan ditandatanganinya Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982
(United Nations Convention on The Law of The Sea/UNCLOS 1982).
Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 ini bertujuan untuk
memberikan pengaturan yang pasti di bidang kelautan agar negara-negara
khususnya negara pantai tidak semena-mena dalam penguasaan wilayah laut.
Namun dalam perkembangannya, Konvensi ini masih acap kali dilanggar dan

7

Mirza Satria Buana, Op.Cit., hlm. 68

3

diabaikan oleh negara-negara yang wilayah laut nya berbatasan dengan wilayah
laut negara lain. Sehingga hal ini sering menyebabkan sengketa di antara negaranegara pantai yang bertetangga tersebut. Sengketa-sengketa antar negara pantai ini
sudah sekali terjadi dan tidak jarang yang menimbulkan konflik internasional.
Salah satu contohnya adalah sengketa yang terjadi di Laut China Selatan.
Laut China Selatan ialah laut tepi, bagian dari Samudra Pasifik, mencakup

daerah dari Singapura ke Selat Taiwan sekitar 3.500.000 km². Laut China Selatan
merupakan badan laut terbesar setelah kelima samudera8.
Secara geografis Laut China Selatan terbentang dari arah barat daya ke
timur laut, batas selatan 3° Lintang Selatan antara Sumatera Selatan dan
Kalimantan (Selat Karimata) , dan batas utara-nya adalah Selat Taiwan dari ujung
utara Taiwan ke pesisir Fujian di Tiongkok daratan9. Laut China Selatan terletak
di sebelah selatan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Taiwan; di sebelah Barat
Filipina; di sebelah barat Laut Sabah (Malaysia), Sarawak (Malaysia), dan Brunei;
di sebelah utara Indonesia; di sebelah timur laut Semenanjung Malaya (Malaysia)
dan Singapura; dan disebelah timur Vietnam10.
Negara-negara dan wilayah yang berbatasan dengan Laut China Selatan
adalah (searah jarum jam dari utara) Republik Rakyat Tiongkok (RRT) termasuk
(Makau dan Hongkong), Republik Tiongkok (Taiwan), Filipina, Malaysia,
Singapura, Brunei, Indonesia dan Vietnam. Adapun sungai-sungai besar yang

8

https://id.wikipedia.org/wiki/Laut_Tiongkok_Selatan, diakses pada tanggal 09 Oktober

9


Ibid.
www.anneahira.com/laut-cina-selatan.html, diakses pada tanggal 09 Oktober 2015

2015
10

4

bermuara di Laut China Selatan antara lain sungai Mutiara (Guangdong), Min,
Jiulong, Red, Mekong, Rajang, Pahang, dan Pasig11.
Di Laut China Selatan terdapat lebih dari 200 pulau dan karang yang
diidentifikasi, kebanyakan darinya di daerah Kepulauan Spratly. Kepulauan
Spratly tersebar seluas 810 sampai 900 km yang meliputi beberapa 175 fitur
insuler yang diidentifikasi, yang terbesarnya menjadi Kepulauan Taiping (Itu
Aba) yang panjangnya 1,3 km dan dengan ketinggian 3,8 m12.
Laut China Selatan bila ditinjau dari letak geografis nya merupakan daerah
yang memiliki nilai ekonomis, politis dan strategis baik bagi negara-negara yang
berbatasan langsung dengan Laut China Selatan maupun yang tidak. Sehingga
menjadikan daerah ini mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerja sama.

Selain itu Laut China Selatan memiliki peranan yang sangat penting sebagai jalur
perdagangan dan distribusi minyak dunia. Hal inilah

yang kemudian

menimbulkan banyak perdebatan dan sengketa di Laut China Selatan.
Laut China Selatan juga dikenal sebagai jalur pelayaran penting. Jalur
pelayaran ini seringkali disebut maritime superhighway karena merupakan salah
satu jalur pelayaran internasional paling sibuk di dunia. Lebih dari setengah lalu
lintas supertanker dunia berlayar melalui jalur ini lewat Selat Malaka, Sunda dan
Lombok. Jumlah supertanker yang berlayar melewati Selat Malaka dan bagian
barat daya Laut China Selatan bahkan lebih dari tiga kali yang melewati Terusan
Suez dan lebih dari lima kali lipatnya Terusan Panama13.

11

Ibid.
https://id.wikipedia.org/wiki/Laut_Tiongkok_Selatan, Loc.Cit.
13
Simela Victor Muhammad, Kepentingan China dan Posisi ASEAN dalam Sengketa

Laut China Selatan, Info Singkat Hubungan Internasional Vol. IV No. 08/II/P3DI/April /2012,
hlm. 6
12

5

Laut China Selatan merupakan kawasan laut setengah tertutup atau semienclosed sea. Laut setengah tertutup adalah suatu teluk, lembah laut (basin), atau
laut yang dikelilingi oleh dua atau lebih negara dan dihubungkan dengan laut
lainnya atau samudera oleh suatu alur yang sempit atau yang terdiri seluruhnya
atau terutama dari laut teritorial dan zona ekonomi ekslusif dua atau lebih negara
pantai14. Hal ini berarti bahwa banyak negara-negara yang berkepentingan
terhadap Laut China Selatan.
Laut China Selatan sebagai kawasan laut setengah tertutup atau semienclosed sea dikelilingi oleh Tiongkok, Vietnam, Malaysia, Singapura, Indonesia,
Brunei, Filipina dan Taiwan. Karena dilingkupi atau hampir ditutup oleh daratan
berbagai negara, kewenangan atas Laut China Selatan menjadi rumit dengan
adanya kompetisi. Permasalahan utama adalah kedaulatan atas pulau-pulau kecil
di Laut China Selatan yang masih disengketakan. Negara-negara di sekitar Laut
China Selatan mengklaim kepemilikan atas berbagai pulau kecil yang ada di sana
dan sampai kini tidak berhasil mencapai kesepakatan. Selain itu, karena menurut
hukum laut internasional pulau bisa menguasai laut maka sengketa tidak berhenti

pada wilayah daratan tetapi merambah kawasan laut. Potensi sumberdaya hayati
dan non hayati di kawasan tersebut tentu saja menjadi alasan sengketa kian pelik.
Singkatnya, situasi di Laut China Selatan menjadi semakin rumit15.
Jadi dapat dikatakan bahwa situasi rumit yang terjadi di Laut China
Selatan disebabkan karena letak geografis Laut China Selatan sebagai jalur
pelayaran dan perdagangan internasional, dan juga sumber daya alam yang ada di
Laut China Selatan yang akan menguntungkan bagi negara-negara yang
14

United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982, Pasal 122
I Made Andi Arsana, Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China
Selatan, 2014
15

6

menguasainya. Ditambah lagi dengan letak Laut China Selatan sebagai laut
setengah tertutup, sehingga banyak negara-negara yang berkepentingan. Kondisikondisi yang demikianlah yang menyebabkan sering terjadinya konflik di Laut
China Selatan.
Konflik di Laut China Selatan bukanlah isu yang baru. Isu ini telah

berulang kali terjadi. Sengketa teritorial di Laut China Selatan ini diawali oleh
klaim Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atas Kepulauan Spartly dan Paracel pada
tahun 1974 dan 1992. Hal ini dipicu oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
pertama kali mengeluarkan peta yang memasukkan Kepulauan Spartly, Paracels
dan Pratas. Pada tahun yang sama Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
mempertahankan keberadaan militer di kepulauan tersebut16.
Di Laut China Selatan terdapat empat kepulauan dan karang yaitu:
Paracel, Spartly, Pratas, dan Kepulauan Maccalesfield. Meskipun sengketa
teritorial di Laut China Selatan tidak terbatas pada kedua gugusan Kepulauan
Spartly dan Paracel, namun klaim multilateral Spartly dan Paracel lebih menonjol
karena intensitas konfliknya. Sejak klaim Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atas
kepulauan di Laut China Selatan pada tahun 1974 , Republik Rakyat Tiongkok
(RRT) menganggap Laut China Selatan sebagai wilayah kedaulatan lautnya. Pada
tahun 1974 ketika Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menginvasi Kepulauan
Paracel ini juga di klaim oleh Vietnam. Pada Tahun 1979, Republik Rakyat
Tiongkok (RRT) dan Vietnam. Kemudian pada tahun 1992, 1995, dan 1997,

16

Evelyn Goh, Meeting the China Challenge: The U.S. in Southeast Asian Regional

Security Strategies, East-West Center Washington, 2005, hlm. 31

7

bersamaan dengan Filipina, Vietnam mengganggap Kepulauan Spartly dan
Paracel adalah bagian dari wilayah kedaulatannya 17.
Selain beberapa konflik di atas, ada juga konflik lain yang terjadi di Laut
China Selatan, seperti: Konflik Tiongkok dengan Vietnam pada tahun 1988,
dimana kedua angkatan laut bentrok di Johnson Reef Kepulauan Spratly yang
menyebabkan beberapa kapal laut Vietnam tenggelam dan 70 prajurit AL
Vietnam gugur. Ada juga Konflik antara Taiwan dengan Vietnam pada tahun
1995, dimana Taiwan menembakkan artileri ke kapal angkatan laut Vietnam. Dan
pada tahun 1996 terjadi konflik antara Tiongkok dengan Philipina, dimana tiga
kapal patroli AL Tiongkok terlibat baku tembak hampir 90 menit dengan kapal
AL Philipina di Kepulauan Spratly18.
Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa sengketa di Laut China Selatan
bukanlah hal yang baru lagi. Namun meskipun begitu, isu di Laut China Selatan
ini masih menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan. Selain karena belum
adanya kesepakatan yang pasti dalam menyelesaikan konflik di Laut China
Selatan, juga karena konflik di Laut China Selatan ini kerap kali terjadi. Dan
akhir-akhir ini konflik di Laut China Selatan ini kembali terjadi lagi. Konflik
terjadi karena reklamasi yang dilakukan oleh Tiongkok di Laut China Selatan.
Reklamasi yang dilakukan oleh Tiongkok di Laut China Selatan sudah
terjadi sejak akhir tahun 2014. Namun isu ini kembali memanas lagi setelah
sebuah gambar citra satelit milik lembaga Centre for Strategic and International
Studies (CSIS) mengungkap bahwa Tiongkok telah membangun sebuah landasan
udara di sebuah pulau buatan di perairan Laut China Selatan. Gambar citra satelit
17

Ibid. hlm 19
Kolonel Karmin Suharna, Konflik dan Solusi Laut China Selatan dan dampaknya bagi
Ketahanan Nasional, Majalah Komunikasi dan Informasi edisi 94 tahun 2012, hlm. 34
18

8

itu menunjukkan, landasan pacu yang dibangun Tiongkok di Laut China Selatan
diprediksi memiliki panjang 3.110 meter19.
Reklamasi oleh Tiongkok itu dilakukan di sejumlah pulau di Kepualauan
Spratly, wilayah di Laut China Selatan yang diperebutkan negara-negara Asia.
Setelah proyek sejumlah reklamasi pulau itu rampung, Tiongkok tetap akan
melanjutkan proyek selanjutnya meskipun proyek reklamasi itu telah ditentang
sejumlah negara seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan dan Brunei yang
sama-sama mengklaim kepulauan di Laut China Selatan, dan juga Amerika
Serikat juga menentang proyek reklamasi itu.

Juru Bicara Kementrian Luar

Negeri Tiongkok mengaku bahwa pembangunan ini terutama untuk memberikan
layanan guna memenuhi tuntutan sipil sehingga lebih memudahkan upaya
Tiongkok dalam operasi pencarian dan penyelamatan maritim, pencegahan dan
pengurangan bencana, penelitian maritim, pengamatan meteorologi, perlindungan
lingkungan, keselamatan navigasi, layanan perikanan dan sebagainya20.
Proyek reklamasi yang hampir selesai yang dilakukan oleh Tiongkok salah
satunya adalah pembangunan landasan pacu. Sebuah gambar citra satelit yang
diterbitkan Asia Maritime Transparancy Initiative (AMTI) di Pusat Studi Strategi
Internasional di Studi di Washington menunjukkan bahwa landasan pacu raksasa
yang dibangun Tiongkok di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan, hampir
selesai. Pihak AMTI menyatakan landasan pacu itu sedang diaspal dan ditandai.

19
http://international.sindonews.com/read/990727/40/terungkap-china-bangun-landasanpacu-di-laut-china-selatan-1429270866, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015
20
http://international.sindonews.com/read/1018578/40/china-sejumlah-reklamasi-di-lautchina-selatan-rampung-1435657737, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015

9

Gambar juga menunjukkan sebuah kapal Angkatan Laut Tiongkok yang
ditambatkan di sebuah pelabuhan di kawasan sengketa21.
Proyek reklamasi yang dilakukan oleh Tiongkok ini belum berhenti.
Tiongkok diduga membangun landasan pacu ketiga di wilayah Laut China
Selatan. Dugaan itu muncul dari foto citra satelit yang menunjukkan sebuah
proyek mirip pembangunan landasan udara di wilayah sengketa. Foto citra satelit
itu dibidik kelompok think thank “Washington's Centre for Strategic and
International Studies”. Menurut kelompok itu, ada pembangunan di Mischief
Reef, salah satu dari beberapa pulau buatan yang dibangun Tiongkok di
Kepulauan Spratly, Laut China Selatan. Gambar citra satelit tersebut
menunjukkan area persegi dengan dinding penahan dengan panjang area itu 3.000
meter22. Dan yang terakhir dikabarkan bahwa Tiongkok telah meresmikan dua
mercusuar. Upacara peresmian dua mercusuar itu dilakukan di lokasi
pembangunan, yaitu di Kepulauan Cuateron Reef dan Johnson South Reef, yang
menjadi bagian dari Kepulauan Spratly23.
Klaim-klaim yang dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
terhadap Laut China Selatan ini sering kali didasarkan pada klaim sepihak saja.
Klaim ini didasarkan pada alasan latar belakang sejarah, dimana Tiongkok
mengaku bahwa wilayah Laut China Selatan ini sejak dahulu merupakan wilayah
kedaulatan Republik Rakyat Tiongkok. Begitu juga dengan proyek reklamasi
yang dilakukan oleh pemerintah RRT tersebut, RRT mengaku bahwa proyek

21

http://international.sindonews.com/read/1019212/42/landasan-pacu-china-di-lautchina-selatan-hampir-selesai-1435804943, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015
22
http://international.sindonews.com/read/1044921/40/china-diduga-bangun-landasanpacu-ke-3-di-laut-china-selatan-1442303851, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015
23
http://international.sindonews.com/read/1052018/40/china-resmikan-2-mercusuar-dilaut-china-selatan-1444470595, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015

10

reklamasi itu sah karena dilakukan di wilayah kedaulatannya sehingga negara lain
tidak berhak ikut campur ataupun menentangnya.
Klaim sepihak yang dilakukan oleh pemerintah RRT ini tentu tidak bisa
diterima karena penguasaan Laut China Selatan ini hanya didasarkan pada alasan
sejarah tanpa didasarkan pada kaidah-kaidah di dalam hukum laut internasional.
Oleh karena itu penting untuk dibahas mengenai tindakan pemerintah RRT dalam
melakukan reklamasi di Laut China Selatan yang akan ditinjau berdasarkan
hukum laut internasional.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis sangat tertarik untuk
memilih judul “TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP
REKLAMASI LAUT CHINA SELATAN YANG DILAKUKAN OLEH
REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini,
penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas di dalam
penelitian ini, antara lain :
1.

Bagaimana status dan kedudukan Laut China Selatan menurut hukum
laut internasional ?

2.

Bagaimana tindakan reklamasi Laut China Selatan oleh Republik
Rakyat Tiongkok menurut hukum laut internasional ?

3.

Bagaimana upaya-upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan
terkait dengan reklamasi Laut China Selatan yang dilakukan oleh
Republik Rakyat Tiongkok ?

11

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun dalam rangka penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan yang
hendak dicapai, sehingga penulisannya akan lebih terarah serta dapat mengenai
sasarannya. Adapun berdasarkan perumusan masalah di atas yang menjadi tujuan
dari penulisan ini adalah :
1.

Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang status dan
kedudukan Laut China Selatan menurut hukum laut internasional.

2.

Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum laut internasional
terhadap reklamasi yang dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok di
Laut China Selatan.

3.

Untuk

mengetahui

upaya-upaya

yang

bisa

dilakukan

untuk

menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan, khususnya sengketa
mengenai reklamasi Laut China Selatan oleh Republik Rakyat
Tiongkok.

Selain tujuan daripada penulisan skripsi ini, perlu pula diketahui bersama
bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1.

Secara Teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum secara khusus. Selain itu,
penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi
penyempurnaan perangkat hukum internasional maupun perangkat hukum
nasional dalam kaitan dengan sengketa yang terjadi di Laut China Selatan. Dan

12

juga dapat memberikan pemahaman terhadap konflik yang terjadi di Laut China
Selatan dan upaya penyelesaian yang dapat dilakukan.
2.

Secara Praktis

Untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan penulis dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh dan memberikan masukan bagi pembaca untuk
memahami konflik yang terjadi di Laut China Selatan, khusunya terhadap
tindakan reklamasi yang dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok di Laut China
Selatan. Dan juga agar dapat menjadi kajian bagi praktisi hukum internasional
khususnya di bidang hukum laut internasional dalam kaitan dengan penyelesaian
sengketa di Laut China Selatan.

D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini merupakan hasil pemikiran dari penulis sendiri. Dan
berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa skripsi yang berjudul “TINJAUAN
HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP REKLAMASI LAUT CHINA
SELATAN YANG DILAKUKAN OLEH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK”
belum pernah ditulis sebelumnya. Keaslian penulisan ini ditunjukkan dengan surat
tertanggal 07 September 2015 yang dikeluarkan oleh administrator bagian
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

13

E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam penulisan skripsi ini, ruang lingkup pembahasan berkaitan dengan
hukum internasional. Hukum internasional yang dimaksud adalah hukum
internasional publik. Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara :
negara dengan negara; negara dengan subjek hukum lain bukan negara; atau
subjek hukum bukan negara satu sama lain24. Jadi dapat dikatakan bahwa hukum
internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional)
yang bukan bersifat perdata.25
Dalam membahas isu hukum internasional tidak akan terlepas dengan
sumber-sumber

hukum

internasional.

Adapun

sumber-sumber

hukum

internasional sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional
(International Court of Justice), yaitu :26
1) International

conventions,

whether

general

or

particular,

establishing rules expressly recognized by the contesting states
(Perjanjian-Perjanjian Internasional);
2) International custom, as evidence of a general practice accepted as
law (kebiasaan internasional yang diterima sebagai hukum);
3) The general principles of law recognized by civilized nations
(Prinsip-prinsip umum hukum internasional yang diakui oleh
bangsa-bangsa yang beradab);

24
Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung:
alumni, 2003, hlm. 4
25
Ibid., hlm. 2
26
Statuta Mahkamah Internasional (1945), Pasal 38 ayat (1)

14

4) Subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the
teachings of the most highly qualified publicists of the various
nations, as subsidiary means for the determination of rules of law (
Putusan-putusan pengadilan internasional dan ajaran-ajaran para
sarjana).
Berkaitan dengan sumber-sumber hukum internasional tersebut,

maka

dalam penulisan skripsi ini akan digunakan sumber hukum internasional berupa
perjanjian-perjanjian internasional, meskipun tidak menutup kemungkinan
digunakannya sumber-sumber hukum internasional lainnya. Perjanjian-perjanjian
internasional yang akan digunakan adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut 1982 dan Declaration On The Conduct Of Parties In The
South China Sea tahun 2002. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS), juga
disebut Konvensi Hukum Laut atau Hukum perjanjian Laut, adalah perjanjian
internasional yang dihasilkan dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III ) yang berlangsung dari tahun
1973 sampai dengan tahun 1982. Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak
dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan
pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut27.
Sedangkan Declaration On The Conduct Of Parties In The South China Sea
adalah perjanjian yang dibuat antara negara-negara anggota ASEAN dengan
Republik Rakyat Tiongkok yang berkaitan dengan Laut China Selatan.

27

https://id.wikipedia.org/wiki/Konvensi_Perserikatan_Bangsa_Bangsa_tentang_Hukum_
Laut, diakses pada tanggal 15 Oktober 2015

15

Reklamasi secara awam diartikan sebagai usaha menciptakan daratan baru
di lahan sebelumnya yang digenangi air. Reklamasi telah lama dilakukan oleh
mansusia. Reklamasi bertujuan menambah lahan untuk berbagai keperluan. Pada
umumnya, penciptaan lahan baru melalui reklamasi dilakukan karena makin
bertambahnya kebutuhan lahan untuk pemukiman, perkantoran, dan lahan
pertanian. Reklamasi lahan dilakukan melalui beberapa cara antara lain dengan
pengeringan air laut, pengeringan rawa, dan lahan bekas pertambangan28. Tujuan
dari reklamasi ini adalah menjadikan kawasan yang berair atau yang tidak berguna
menjadi lebih bermanfaat. Reklamasi ini digunakan untuk membuka lahan baru
dengan cara menimbun tempat-tempat yang berair seperti laut, sungai, rawa.
Lahan baru tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman,
perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian, objek wisata, dan lain sebagainya.
Laut China Selatan ialah laut tepi, bagian dari Samudra Pasifik, mencakup
daerah dari Singapura ke Selat Taiwan sekitar 3.500.000 km². Laut China Selatan
terbentang dari arah barat daya ke timur laut, batas selatan 3° Lintang Selatan
antara Sumatera Selatan dan Kalimantan (Selat Karimata) , dan batas utara-nya
adalah Selat Taiwan dari ujung utara Taiwan ke pesisir Fujian di Tiongkok
daratan29.
Republik Rakyat Tiongkok/RRT atau Republik Rakyat China/RRC, adalah
sebuah negara yang terletak di Asia Timur yang beribukota di Beijing. Negara ini
memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia (sekitar 1,35 milyar jiwa) dan luas
wilayah 9,69 juta kilometer persegi, menjadikannya ke-4 terbesar di dunia.
Negara ini didirikan pada tahun 1949 setelah berakhirnya Perang Saudara
28

http://kliksma.com/2014/09/pengertian-reklamasi.html, diakses pada tanggal 15
Oktober 2015
29
https://id.wikipedia.org/wiki/Laut_Tiongkok_Selatan, Loc.Cit.

16

Tiongkok, dan sejak saat itu dipimpin oleh sebuah partai tunggal, yaitu Partai
Komunis Tiongkok (PKT). RRT merupakan negara dengan penduduk terbanyak
di dunia, dengan populasi melebihi 1,363 miliar jiwa (perkiraan 2014), yang
mayoritas merupakan bangsa Tionghoa30.
RRT ialah negara terbesar ke-4 di dunia setelah Rusia, Kanada, dan
Amerika Serikat, dan wilayahnya mencakup daratan yang sangat luas di bekas
Peradaban Lembah Sungai Kuning. Di timur, bersama dengan pantai Laut Kuning
dan Laut Tiongkok Timur, ditemukan luas dan padat yang ditempati lapangan
tanah baru; pesisir Laut Tiongkok Selatan lebih bergunung-gunung dan Tiongkok
bagian selatan didominasi daerah berbukit dan jajaran gunung yang lebih rendah.
Di bagian tengah timur ditemukan delta 2 sungai utama Tiongkok, Huang He
(Sungai Kuning) dan Chang Jiang (Sungai Panjang). Sungai-sungai utama lainnya
ialah Xi Jiang, Mekong, Brahmaputra dan Amur. Ke barat, jajaran gunung yang
utama, khususnya Himalaya dengan titik tertinggi di Tiongkok Gunung Everest,
dan ciri-ciri plato tinggi di antara bentang daratan yang lebih kering dari gurun
seperti Takla-Makan dan Gurun Gobi31.
Tiongkok Daratan merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk
kepada kawasan di bawah pemerintahan RRT dan tidak termasuk kawasan
administrasi khusus Hong Kong dan Makau, sementara nama Republik Tiongkok
mengacu pada entitas lain yang dulu pernah menguasai Tiongkok sejak tahun
1912 hingga kekalahannya pada Perang Saudara Tiongkok. Saat ini Republik
Tiongkok hanya menguasai pulau Taiwan, dan beribukota di Taipei, oleh karena
itu lazim disebut Tionghoa Taipei, terutama dalam even-even olahraga. RRT
30

https://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Rakyat_Tiongkok, diakses pada tanggal 15
Oktober 2015
31
Ibid.

17

mengklaim wilayah milik Republik Tiongkok (yang umum dikenal dengan
Taiwan) namun tidak memerintahnya, sedangkan Republik Tiongkok mengklaim
kedaulatan terhadap seluruh Tiongkok daratan yang saat ini dikuasai RRT32.

F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa
dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran
tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
tertentu, dengan jalan menganalisanya33.
Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami
objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Dengan
demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan
memecahkan suatu permasalahan berdasarkan metode tertentu. Adapun metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Jenis dan Sifat Penilitian
Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis penelitian, yaitu penelitian
hukum empiris dan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum empiris adalah
penelitian dengan mengambil data primer atau data yang diambil langsung dari
lapangan, sedangkan penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan
32
33

Ibid.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 2005, hlm. 42-43

18

mengambil data sekunder atau data yang berasal dari kepustakaan (dokumen).
Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif karena yang
hendak diteliti dan dianalisa melalui penelitian ini adalah tinjauan hukum
internasional terhadap tindakan reklamasi Laut China Selatan oleh Republik
Rakyat Tiongkok.
Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif analitis,
artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan,
menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa perjanjian-perjanjian
dan Konvensi-konvensi internasional yang berkaitan tentang Hukum Laut
Internasional.
2. Sumber Data
Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari :
a.

Bahan Hukum Primer, yaitu : bahan-bahan hukum yang mengikat.
Dalam penelitian ini bahan hukum primer diperoleh melalui UNCLOS
1982 dan Declaration On The Conduct Of Parties In The South China
Sea tahun 2002 serta perjanjian–perjanjian internasional dan
konvensi-konvensi internasional yang terkait.

b.

Bahan Hukum Sekunder, yaitu : semua dokumen yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya Rancangan
Undang-Undang (RUU), hasil penelitian (hukum), hasil karya (ilmiah)
dari kalangan hukum, dan sebagainya.

c.

Bahan Hukum Tersier, yaitu : Bahan hukum tersier yaitu bahan yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

19

primer dan bahan hukum sekunder, misalnya : kamus-kamus (hukum),
ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya34.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik
koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari
media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen perintah, termasuk
peraturan perundang-undangan.
4. Analisis Data
Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa
dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan
dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan sumber-sumber yang
berkaitan dengan penelitian ini, sedangkan metode induktif dilakukan dengan
menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik penelitian ini,
sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dirumuskan.

34

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2011, hlm. 113-114

20

G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam skripisi ini adalah sebagai berikut :
BAB I :

PENDAHULUAN
Bab ini berisi pengantar yang didalamnya dijelaskan mengenai
latar belakang pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II :

STATUS DAN KEDUDUKAN LAUT CHINA SELATAN
MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai sejarah konflik Laut China
Selatan, status dan kedudukan Laut China Selatan menurut hukum
laut internasional, dan sengketa-sengketa yang pernah terjadi di
Laut China Selatan.

BAB III :

TINDAKAN REKLAMASI LAUT CHINA SELATAN OLEH
REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK
Di dalam bab ini akan diuraikan mengenai tindakan reklamasi yang
dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok, dasar Republik Rakyat
Tiongkok dalam mereklamasi Laut China Selatan, dan tinjauan
hukum laut internasional dalam mereklamasi Laut China Selatan.

BAB IV :

UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA DI LAUT CHINA
SELATAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai upaya-upaya penyelesaian
sengketa

menurut

hukum

laut

internasional,

upaya-upaya

penyelesaian sengketa di Laut China Selatan, dan hambatan-

21

hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa di Laut
China Selatan.
BAB V :

PENUTUP
Bab ini berisi mengenai kesimpulan-kesimpulan yang dapat
diambil dari bab-bab sebelumnya, dan juga berisi saran-saran yang
berkaitan dengan hal-hal yang dikaji di dalam penulisan skripsi.

22