Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan

BAB II
KEDUDUKAN HUKUM PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

A. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
Kata arbitrase berasal dari kata arbitrare (Latin), arbitrage (Belanda), arbitration
(Inggris), schiedspruch (Jerman), dan arbitrage (Perancis), yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit. 23
Dihubungkannya arbitrase dengan kebijaksanaan tersebut dapat menimbulkan kesan seolah-olah
seorang arbiter atau majelis arbiter dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak berdasarkan normanorma hukum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa tersebut hanya kepada kebijaksanaan
saja. Namun sebenarnya kesan tersebut keliru karena arbiter atau majelis arbiter tersebut juga
menerapkan hukum seperti halnya yang dilakukan oleh hakim atau pengadilan
Menurut Priyatna Abdulrrasyid mengatakan
Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang merupakan
bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang di mana satu pihak atau lebih
menyerahkan sengketannya, ketidaksepahamannya, ketidakkesepakatannya dengan salah
satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (Arbiter) atau lebih (arbiter-arbiter
majlis)ahli yang profesional, yang akan bertindak sebagai hakim atau peradilan swasta
yang akan menerapkantata cara hukum perdamaian yang telah disrpakati bersama oleh
para pihak tersebut untuk sampai pada putusan yang final dan mengikat. 24

Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion on the

Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards yang ditandatangani 10 Juni 1958 di
kota New York. Ketika Konvensi ini lahir, para pakar arbitrase waktu itu mengakui bahwa
Konvensi ini merupakan satu langkah perbaikan dalam hal pengakuan dan pelaksanaan suatu
keputusan arbitrase yang dibuat di luar negeri, khususnya di antara negara anggota Konvensi.
Konvensi New York mulai berlaku pada 2 Juni 1959. Konvensi ini hanya mensyaratkan tiga

23

Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional, Grasindo, Jakarta, 2002, hal 1
Zaini Asyhadie, Hukum Bisni Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, edisi revisi,
Cet ke 6, Raja Grafindo Presada, Jakarta, 2012, hal 326
24

19
Universitas Sumatera Utara

20

ratifikasi agar berlaku. Selanjutnya Konvensi akan berlaku tiga bulan sejak jumlah ratifikasi ketiga
terpenuhi. 25

Pada waktu meratifikasi atau mengikatkan diri (aksesi) terhadap konvensi, negara-negara
dapat mengajukan persyaratan (reservasi) terhadap isi ketentuan Konvensi New York (Pasal 1).
Terdapat dua persyaratan yang diperkenankan, yang pertama adalah persyaratan resiprositas. Yang
kedua adalah persyaratan komersial.
Konsekuensi dari diajukannya persyaratan pertama, yaitu bahwa negara yang
bersangkutan baru akan menerapkan ketentuan Konvensi apabila keputusan arbitrase tersebut
dibuat di negara yang juga adalah anggota Konvensi New York. Apabila keputusan tersebut
ternyata dibuat di negara yang bukan anggota, maka negara tersebut tidak akan menerapkan
ketentuan konvensi.

Prosedur permohonan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional :
1.

Lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai dengan ketentuan
perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia;

2.

Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan Arbitrase
Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, naskah terjemahan

resminya dalam bahasa yang bersangkutan

3.

Keterangan dari perawkilan diplomatik suatu negara di negara tempat Putusan Arbitrase
Internasional tersebut ditetapkan, yan menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada
perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan suatu negara perihal pengakuan
dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. 26
Asas –asas umum pelaksanaan putusan arbitrase asing/internasional:

a.

Asas final and binding

25

http://fadlyknight.blogspot.co.id/2012/04/sejarah-arbitrase.html, diakses tanggal 1
Desember 2016.
26
http://raja1987.blogspot.co.id/2009/12/pelaksanaan-putusan-arbitrase.html, diakses

tanggal 1 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara

21

Pasal 3 Konvensi New York 1958 menyatakan setiap Negara anggota konvensi harus
mengakui putusan arbitrase asing sebagai putusan yang mengikat dan mempunyai eksekusi
terhadap para pihak.
b.

Asas resiprositas
Asas ini tercermin pada Pasal 66 (a) UU No.30 tahun 1999 yang menyatakn bahwa

putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Indonesia
jika memenuhi syarat, yaitu: putusan itu dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase disuatu
wilayah yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian baik bilateral maupun multilateral
mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing.
c. Asas ketertiban umum
Asas ini tercermin pada pasal 66 (c) UU nomor 3 tahun 1999 yang menyatakan bahwa:

Putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada ketentuan
yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion on the
Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards yang ditandatangani 10 Juni 1958 di
kota New York. Ketika Konvensi ini lahir, para pakar arbitrase waktu itu mengakui bahwa
Konvensi ini merupakan satu langkah perbaikan dalam hal pengakuan dan pelaksanaan suatu
keputusan arbitrase yang dibuat di luar negeri, khususnya di antara negara anggota Konvensi.
Konvensi New York mulai berlaku pada 2 Juni 1959. Konvensi ini hanya mensyaratkan tiga
ratifikasi agar berlaku. Selanjutnya Konvensi akan berlaku tiga bulan sejak jumlah ratifikasi ketiga
terpenuhi. 27 Pada waktu meratifikasi atau mengikatkan diri (aksesi) terhadap konvensi, negaranegara dapat mengajukan persyaratan (reservasi) terhadap isi ketentuan Konvensi New York
(Pasal 1). Terdapat dua persyaratan yang diperkenankan, yang pertama adalah persyaratan
resiprositas (reciprocity-reservation). Yang kedua adalah persyaratan komersial (commercialreservation).

27

http://pendidikan-dan-teknologi.blogspot.co.id/2012/05/arbitrase-internasionalhukum.html. diakses tanggal 1 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara

22


Konsekuensi dari diajukannya persyaratan pertama, yaitu bahwa negara yang
bersangkutan baru akan menerapkan ketentuan Konvensi apabila keputusan arbitrase tersebut
dibuat di negara yang juga adalah anggota Konvensi New York. Apabila keputusan tersebut
ternyata dibuat di negara yang bukan anggota, maka negara tersebut tidak akan menerapkan
ketentuan

Konvensi.

Persyaratan komersial berarti bahwa suatu negara yang telah meratifikasi Konvensi New York
hanya akan menerapkan ketentuan Konvensi terhadap sengketa-sengketa “komersial” menurut
hukum nasionalnya. 28

B. Dasar Hukum Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
New York Convention 1958, konvensi ini merupakan konvensi internasional yang
menyatakan adanya pengakuan dan pelaksanaan dari setiap putusan arbitrase yang diambil di luar
wilayah territorial Negara dimana putusan tersebut akan dilaksanakan (Pasal 1 ayat (1) Konvensi)
dalam ayat (2) dinyatakan bahwa ternasuk dalam pengertian putusan arbitrase yang diakui ini:
1.


Putusan yang berasal dari arbitrase ad-hoc independen

2.

Putusan yang diambil oleh suatu lembaga arbitrase. 29
Ketentuan ini mempertegas adanya asas resisprositas yang secara umum dikenal dalam

hukum perdata internasional. Asas ini secara langsung menunjuk pada berlakunya Convention on
the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards-New York Convention 1958. 30
Pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sangat terkait dengan pemahaman dan
kemampuan hakim serta sikap pengadilan. Pengadilan-pengadilan mempunyai peranan penting
dalam menyelesaikan sengketa-sengketa di bidang perbatasan laut, walaupun para pihak telah
sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang bersangkutan melalui lembaga arbitrase. Pengadilan

28

Ibid
http://minarty.blogspot.co.id/2012/04/arbitrase-internasional.html, diakses tanggal 1
Desember 2016.
30

http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-putusanarbitrase.html tanggal 1 Desember 2016.
29

Universitas Sumatera Utara

23

diminta campur tangan manakala proses arbitrase telah selesai dan salah satu pihak tidak bersedia
melaksanakan putusan arbitrase tersebut. 31
Proses pelaksanaan putusan arbitrase, lembaga arbitrase tidak dapat memaksakan
pelaksanaan putusannya, melainkan lembaga pengadilan yang harus memaksa pihak yang kalah
untuk melaksanakan putusan arbitrase tersebut. Di dalam Konvensi New York 1958, diatur
mengenai peran pengadilan dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Peran
Pengadilan ini dapat dilihat juga di dalam UNCITRAL Model Law on International Commercial
Arbitration yang menjadi rekomendasi Majelis Umum PBB kepada para anggota pada tahun 1985
sebagai standar hukum yang modern dalam arbitrase. Dibeberapa negara, campur tangan
Pengadilan dimungkinkan pada waktu proses arbitrase sedang berjalan atas permintaan pihak yang
merasa dirugikan. Di Singapura, pengadilan dapat mengenyampingkan putusan arbitrase dalam
keadaan-keadaan yang amat terbatas, dengan mengangkat ketentuan-ketentuan yang sama dengan
Model Law.

Sebagaimana dalam prakteknya, pengadilan dapat sewaktu-waktu campur tangan dalam
hal pemeriksaan proses arbitrase sedang berjalan. Campur tangan pengadilan itu bisa berupa
menunjuk arbiter ketiga, apabila dua arbiter pertama gagal menunjuk arbiter ketiga. Bentuk
campur tangan yang lain misalnya membantu proses arbitrase mendapatkan bukti-bukti atau
dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan.
Pelaksanaan putusan arbitrase internasional mendapat pengaturan dalam perjanjian
internasional karena dalam hukum internasional dikenal adanya kedaulatan dan yurisdiksi.
Pelaksanaan yurisdiksi kekuasaan negara hanya dapat dilakukan di wilayah teritorialnya.
Pelaksanaan yurisdiksi oleh suatu negara di negara lain harus seizin otoritas yang berwenang di
negara lain tersebut. Putusan arbitrase internasional yang dibuat di suatu negara dan hendak
dilaksanakan di negara lain, maka harus ada pengakuan dan pelaksanaan dari negara dimana
pengakuan dan pelaksanaan dimintakan. Oleh karena itu pengaturan tentang pelaksanaan putusan

31

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata Internasional, cetakan kedua, N.V.
Van Dorp & Co, Jakarta, 1994, hal 74.

Universitas Sumatera Utara


24

arbitrase internasional dilakukan dalam bentuk perjanjian internasional, yang kemudian
ditransformasikan ke dalam bentuk perundang-undangan nasional. 32
C. Kedudukan Hukum Putusan Arbitrase Internasional
Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak, yang dimaksud dengan bersifat final adalah bahwa putusan arbitrase tidak dapat diajukan
banding, kasasi, atau peninjauan kembali. 33
Mekanisme penolakan putusan arbitrase, telah diatur dalam Pasal VI Konvensi New York
1958, yang menyatakan: If an application for the setting aside or suspension of the award has
been made to a competent authority before which the award is sought to be relied upon may, if it
considers it proper, adjourn the decision on the enforcement of the award nad may also, on the
application of the party claiming enforcement of the award, order the other party to give suitable
security.
Pada intinya, Pasal VI Konvensi New York 1958 menyatakan bahwa penolakan atas
pelaksanaan putusan arbitrase disampaikan kepada pejabat yang berwenang (competent authority),
di Negara mana permohonan pelaksanaan diajukan.
Putusan arbitrase sebagai sumber hukum dalam arbitrase sangatlah lemah. Alasan
utamanya adalah sifat dari arbitrase yang persidangannya hingga putusannya yang bersifat
konfidensial, tertutup atau rahasia. 34 Sifat kerahasiaan ini seolah menjadikan putusan arbitrase

jarang atau tidak dimungkinkan menjadi sesuatu sumber hukum yang dapat memperkaya hukum
arbitrase. Meski suatu kelemahan dari aspek sumber hukumnya, tetapi sifat kerahasiaan inilah
yang justru menjadi salah satu kekuatan dan alasan mengapa pengusaha atau pedagang memilih
arbitrase. 35

32

Hikmahanto Juwana (a), “Pembatalan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan
Nasional”, dalam Jurnal Hukum Bisnis (Vol. 21, Oktober-November 2002), hal. 72.
33
Suyud Margono, Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Gia Indonesia;
Jakarta, 2004, hal 132
34
Huala Adolf, Op.Cit, hal, 134.
35
Ibid

Universitas Sumatera Utara