Politik Pembangunan Lingkungan Lembaga Swadaya Masyarakat

H. Sistematika Penulisan
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Dalam bab ini akan menguraikan gambaran serta profil lokasi
penelitian sebagai sumber penelitian studi analisis, yaitu profil
WALHI-SU.

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Pada bab ini akan memuat data dan analisa data yang didapat dari
hasil penelitian yang dilakukan terkait permasalahan yang menjadi
masalah penelitian.


BAB IV

KESIMPULAN
Bab ini akan berisi kesimpulan dan saran-saran yang diperoleh dari
penelitian yang dilakukan.

BAB II

Universitas Sumatera Utara

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan mendeskripsikan profil lokasi penelitian, yaitu
sejarah singkat berdirinya WALHI dan juga sejarah singkat Sungai Deli di kota
Medan.

A.

Sejarah Singkat Berdirinya WALHI

Sejarah berdirinya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) tidak

bisa dilepaskan dari salah seorang tokoh yang ada di Indonesia yaitu Emil Salim.
Setelah dua bulan diangkat menjadi Menteri Lingkungan hidup pada masa
pemerintahan Soeharto, Emil Salimmengadakan pertemuan dengan beberapa
rekan-rekannya, yaitu Bedjo Rahardjo, Erna Witoelar, Ir. Rio Rahwartono, dan
Tjokropranolo untuk membicarakan agar lingkungan menjadi sebuah gerakan
dalam masyarakat. Emil Salim merasa bahwa ia harus belajar mengenai
lingkungan, karena ia melihat bahwa pada saat itu lingkungan adalah sesuatu yang
baru dan belum menjadi isu popular di Indonesia. Dalam diskusi-diskusi
selanjutnya, menurutnya tidak ada pilihan lain selain meminta bantuan organisasiorganisasi NGO (Non Government) dan kelompok-kelompok pecinta alam.
Harapannya adalah agar organisasi-organisasi NGO dan kelompok-kelompok
pecinta alam tersebut dapat membantu menyelesaikan berbagai persoalan
lingkungan yang terjadi di Indonesia, karena kedua kelompok ini dianggap
mempunyai kedekatan dengan masyarakat secara langsung.Sehingga pemerintah
melalui lembaga ini dapat menyampaikan program-programnya kepada

Universitas Sumatera Utara

masyarakat.NGO dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah kepada

masyarakat.
Lalu setelah itu diadakan pertemuan di Balaikota (Kantor Gubernur DKI
Jakarta).Pertemuan tersebut dihadiri sekitar 350 lembaga yang terdiri dari
lembaga profesi, lingkungan, agama, pecinta alam, jurnalis, hobi, kampus, dan
lain sebagainya.Pada pertemuan itu, Emil Salim mengungkapkan keinginannya
bahwa antara pemerintah dan NGO harus berjalan bersama untuk mewujudkan
lingkungan yang baik. Akhirnya pada pertemuan tersebut disepakati untuk
memilih NGO yang akan membantu program-program pemerintah dalam bidang
lingkungan hidup dengan membentuk suatu organisasi awal. Agar tidak ada
persepsi bahwa organisasi ini adalah sebuah organisasi politik, maka namanya
dilengkapi dengan Kelompok Sepuluh Pengembangan Lingkungan Hidup yang
dideklarasikan pada 23 Mei 1978 di Balaikota.
Atas prakarsa kelompok sepuluh dan dukungan dari Sri Sultan Hamengku
Buwono IX lewat Indonesia Wildlife Fund, dibicarakan kemungkinan pertemuan
NGO yang lebih besar untuk menindaklanjuti keberadaan organisasi kelompok
sepuluh tersebut. Lalu pada tanggal 13 - 15 Oktober 1980, diadakan pertemuan di
gedung YTKI bersamaan dengan berlangsungnya Konferensi Pusat Studi
Lingkungan (PSL) se-Indonesia. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 130 orang
peserta dari 78 organisasi dari tiga kelompok, yaitu kelompok organisasi pecinta
alam, organisasi masyarakat, dan organisasi profesi. Pada akhir pertemuan, yaitu

pada tanggal 15 Oktober 1980, diadakanlah siding pleno untuk menentukan nama

Universitas Sumatera Utara

organisasi yang akan mewadahi seluruh peserta NGO tersebut. Dikarenakan
organisasi tersebut akan bergerak pada bidang lingkungan hidup, maka mereka
sepakat menggunakan nama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau biasa
disingkat dengan WALHI. Maka sejak tanggal 15 Oktober 1980, WALHI resmi
dibentuk sebagai forum kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari organisasi
non-pemerintah, Kelompok Pecinta Alam dan Kelompok Swadaya Masyarakat. 25

A.1. Masa Perkembangan WALHI
Kelahiran WALHI sebagai sebuah forum mempunyai kekuatan cukup
besar, secara bertahap di tahun 83-an jumlahnya sudah mencapai 350 lembaga.
Hal ini membuat pemerintah harus selalu ‘memperhitungkan” kelahiran dan
gerakan WALHI.Kondisi sosial politik pada tahun-tahun pertama kelahiran
WALHI yang selalu mendengungkan konsep pembangunan mengalir seiring
dengan berkembangnya WALHI.Gerakan WALHI di awal kepengurusannya
dimulai dengan aksi ‘public relation,” yaitu memperkenalkan WALHI ke seluruh
elemen, baik pemerintah, perusahaan, pers, mahasiswa, para artis, dan lain

sebagainya, turut digandeng oleh WALHI.Di tahun-tahun pertama, peran WALHI
adalah melakukan public awareness kepada masyarakat tentang isu-isu
lingkungan.WALHI

menyebutnya

dengan

periode

menggugah

atau

membangunkan kembali banyak pihak tentang pentingnya pelestarian lingkungan
dan peran serta masyarakat untuk mewujudkan lingkungan hidup yang sehat dan

25
Lihat, Hening Parlan dan IGG Maha Adi. Melawan Arus: Sejarah Gerakan Lingkungan. Naskah buku yang
akan diterbitkan oleh WALHI. Hal: 34


Universitas Sumatera Utara

lestari.Hal tersebut terlihat dari berbagai kegiatan yang dilakukan, di antaranya
adalah melakukan pendidikan lingkungan di berbagai lembaga dan pecinta alam,
kolaborasi isu lingkungan dengan para seniman.Selain sosialisasi, langkah yang
ditempuh adalah edukasi, yaitu memberikan pendidikan konservasi alam di
beberapa kampus, dan melakukan seminar tentang lingkungan, mengadakan
berbagai perlombaan, Perlahan WALHI mendapatkan legitimasi dari masyarakat
dan pemerintah.WALHI mendapatkan legitimasinya sebagai representasi LSM
lingkungan seluruh Indonesia dan diundang DPR untuk didengar keterangannya
dalam pembahasan UU Lingkungan Hidup.Tahun 1982, WALHI bersama-sama
lembaga swadaya masyarakat lainnya membahas dan memberikan masukan bagi
penyusunan Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingungan Hidup/Undangundang No.4 Tahun 1982.
Perkembangan LSM lingkungan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
politik nasional Pemilu 1982 dimenangkan Golkar dengan dukungan penuh dari
pemerintah yang mewajibkan anggota Korpri (Korps Pegawai Republik
Indonesia) melakukan monoloyalitas mendukung partai pemerintah itu sehingga
menguasai suara parlemen. Tidak ada perubahan politik dalam negeri yang
menunjukkan dibukanya celah demokratisasi dan kebebasan memilih dalam

Pemilu.Pemerintah bersikap menyambu tumbuhnya LSM lingkungan, terutama
yang bergabung dalam forum WALHI, karena dianggap steril dari aspek-aspek
politis.Hubungan antara pemerintah dengan WALHI sering tarik ulur. Wacana
yang berkembang dari beberapa diskusi LSM pertengahan 1980-an jelas

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan tumbuhnya kesadaran bahwa persoalan lingkungan antara lain
berakar pada birokrasi dan keputusan-keputusan politis yang dibuat pemerintah.
Dapat dilihat hubungan antara kerusakan lingkungan dan keputusan politis,
sehingga tidak mungkin memisahkan persoalan lingkungan hidup dengan proses
pengambilan keputusan di pemerintahan. Tetapi tidak ada suasana yang dianggap
kondusif untuk memulai sikap oposan, bahkan dalam bentuknya yang paling
lunak, dengan pemerintah saat itu karena rezim Orde Baru yang semakin kuat
Periode pasca UU Lingkungan Hidup tahun 1982, WALHI ditandai dengan
kenaikan anggota LSM yang mengalami booming yang belum pernah terjadi
sebelumnya, dari sekitar 80-an LSM lingkungan pada tahun 1980, tercatat 320
pada tahun 1982 dan tahun 1985 sudah didata lebih dari 400 LSM. Ketika
WALHI melaksanakan Pertemuan Lingkungan Hidup (PNLH) III tahun 1986,
dari 486 LSM lingkungan yang ada, 350 di antaranya bergabung dalam

WALHI.Pada periode 1986 – 1989 merupakan periode pematangan dan
peningkatan kualitas peran WALHI.Periode ini diarahkan untuk Environmental
Awereness Raising di kalangan LSM dan masyarakat luas terus dilanjutkan.Untuk
ini, diperlukan back up data untuk mendukung advokasi.Hal ini kemudian
dilanjutkan dalam kerja-kerja advokasi berikutnya.
Kampanye yang dilakukan WALHI tidak hanya mendapatkan dukungan
dan legitimasi pemerintah dan masyarakat, namun juga media massa. Media
Massa mulai memberi dukungan dengan mulai menempatkan isu lingkungan
hidup sebagai isu-isu utama termasuk liputan pencemaran Merkuri di Teluk

Universitas Sumatera Utara

Jakarta tahun 1980 yang menjadi berita sampul majalah Tempo. Sudah ada
kesadaran tinggi di kalangan LSM bahwa wartawan dan media massa memegang
peranan yang penting sebagai corong kegiatan lingkungan. Dalam forum-forum
resmi tahun 1980-an, aktivis-aktivis WALHI tetap dinyatakan apolitis. Emil Salim
dalam pembukaan PNLH III kembali mengulang keinginan pemerintah terhadap
LSM dengan lebih halus, bahwa salah satu ikatan kuat yang menyatukan LSM
dalam WALHI dengan demikian eksistensi WALHI, karena tidak ada pamrih
politik dan pamrih jabatan. Walaupun para aktivis tidak frontal menentang

penilaian itu, tetapi mulai ada usaha untuk membuka orientasi baru gerakan LSM
lingkungan, antara lain keinginan untuk melakukan advokasi lingkungan.
Tahun 1996, pertama kalinya WALHI membuat laporan tahunan yang
komprehensif dan diterbitkan untuk masyarakat luas.Ini bertujuan untuk membuka
seluas-luasnya WALHI kepada masyarakat.Keterbukaan bagi WALHI sangat
penting karena masih ada tuduhan-tuduhan yang menyatakan bahwa WALHI
condong pada kepentingan luar negeri (asing) dan bukan kepada rakyat. Dari apa
yang dilaporkan, masyarakat bisa mengetahui apakah WALHI condong pada
kepentingan asing atau kepada kepentingan lingkungan dan demokratisasi di
Indonesia. Mengawali tahun 2000, WALHI terus bergerak maju dan konsisten
dengan perjuangan penegakan lingkungan.WALHI melihat bahwa tantangan
makin kuat, meski demikian WALHI tak surut. Bukan terlalu optimis, namun, 20
tahun usia WALHI masih menunjukkan konsistensi dan arah gerakan yang jelas.
A.2. Pluralitas WALHI

Universitas Sumatera Utara

Sejak awal, terlihat bahwa keanggotaan WALHI sangat beragam.WALHI
terlahir bukan hanya dari ornop lingkungan saja, namun juga dari kelompok
HAM, konsumen, kelompok keagamaan, perempuan, pecinta alam, jurnalis,

kelompok masyarakat adat, dan anggota profesi lainnya.Hal ini menunjukkan
bahwa WALHI merupakan representasi dari keragaman elemen masyarakat yang
ada di Indonesia, yang memiliki komitmen terhadap lingkungan. Pembenahan itu
didasarkan atas kesadaran bahwa ke depan perjuangan untuk merebut dan
mempertahankan kelestarian lingkungan dan sumber-sumber kehidupan itu sangat
berat. Hal tersebut dikarenakan semakin kukuhnya hegemoni paham liberalisme
baru dengan nama globalisasi. Dan yang kedua adalah semakin menguatnya
dukungan dan pemihakan kekuatan politik dominan di dalam negeri terhadap
kepentingan ekonomi global. Dua hal itu menjadi landasan langkah WALHI di
masa depan, yang semakin disadari tidak mungkin dapat dilaksanakan sendiri oleh
WALHI tanpa dukungan luas dari publik. Untuk itulah, dengan kesadaran penuh
WALHI membuka diri untuk seluruh masyarakat untuk bersama-sama terlibat
dalam proses penyelamatan lingkungan. WALHI membuka seluas-luasnya
partisipasi masyarakat untuk berperan aktif, baik dengan menjadi anggota
WALHI

maupun

dengan


menjadi

donatur

terhadap

kegiatan-kegiatan

penyelamatan lingkungan.Dengan hal ini, jelas bahwa WALHI bukan hanya oleh
dan untuk kelompok lingkungan, namun WALHI menjadi milik publik.Di mana
publik secara bersama-sama membangun kekuatan untuk melawan ancaman yang
tidak hanya datang dari dalam namun juga ancaman yang datangnya dari luar.

Universitas Sumatera Utara

WALHI kini hadir di 26 propinsi dengan total 436 organisasi anggota
(terhitung Juni 2005 yang secara aktif berkampanye di tingkat lokal dan nasional.
Di tingkat internasional, WALHI berkampanye melalui jaringan Friends of the
Earth Internasional yang beranggotakan 71 organisasi akar rumput di 70 negara,
15 organisasi afiliasi, dan lebih dari 1 juta anggota individu dan pendukung di
seluruh dunia. WALHI melakukan kampanye internasional bersama berbagai
jaringan internasional lainnya yang memiliki keprihatinan yang sama terhadap
ketidak adilan lingkungan hidup. Salah satunya dengan menjadi anggota Friends
of the Earth International (FoEI) – federasi lingkungan hidup sedunia dengan 71
organisasi anggota di 70 negara, dan memiliki lebih dari satu juta anggota
individu. 26
B.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara (WALHI-SU)
Wahana Ligkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara (WALHI-SU) sadar,

kerusakan lingkungan hidup semakin massif dan penuh dengan kompleksitas baik
di tingkat pedesaan maupun di tingkat perkotaan.Memburuknya kondisi
lingkungan hidup secara terbuka mempengaruhi dinamika sosial, politik, dan juga
ekonomi masyarakat.Siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan
hidup kian sulit dipastikan karena penyebabnya sendiri sering berkaitan antara
satu dengan yang lainnya. 27 Tantangan atas kerusakan lingkungan di atas direspon
oleh beberapa organisasi non-pemerintah (ORNOP/NGO), Kelompok Pecinta
Alam (KPA), dan beberapa individu lainnya dengan mendirikan Wahana
26

Ibid. Hal: 40.

27

Sumber : Direktur Eksekutif WALHI-SU Tahun 2007-2010.

Universitas Sumatera Utara

Lingkungan Hidup Indonesia pada tanggal 15 Oktober 1980 sebagai reaksi
keprihatinan atas ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumbersumber kehidupan sebagai akibat dari paradigm dan proses pembangunan yang
tidak memihak, berkelanjutan dan juga berkeadilan.
Secara nasional, WALHI berada di 27 provinsi di Indonesia. Salah satunya
adalah di provinsi Sumatera Utara.WALHI-SU sendiri terbentuk secara resmi
pada tahun 1995.WALHI-SU merupakan forum kelompok masyarakat sipil yang
saat ini memiliki 40 anggota yang tersebar di seluruh Sumatera Utara. Berikut
adalah beberapa organisasi anggota WALHI-SU ;
1. Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera (BAKUMSU).
Jl. Bromo Ujung No. 51 Medan.
2. Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI).
Jl. Sei Ujung Suka Eka No. 45A Medan.
3. Yayasan Pengembangan Sumber Manusiawi (BINA INSANI).
Jl. Pantai Timur No.91 Pematang Siantar.
4. Bina Keterampilan Pedesaan (Bitra Indonesia).
Jl. Bahagia by Pass No. 11/35 Medan.
5. Bina Konversi Alam (BINIKA).
Jl. Kapten Pattimura No. 85 Medan.
6. Yayasan Pengembangan Eka Bakti (YPM EKA BAKTI).
Jl. Pimpong No. 3 Pematang Siantar.
7. Deli Foundation (DF).
Jl. Sipiso-piso No. 1G Lt. 3 Medan.
8. Lembaga Transformasi Sosial (ELTRANS).
Jl. Narumonda Bawah No. 138 Pematang Siantar.
9. Forum Petani Kreatif (Yayasan IBA Teman Kreatif).
Jl. Siborong-borong No. 25 Tapanuli Utara
10. Forum Usaha informasi Edukasi Sejahtera (FUSIES).
Jl. Kuali No. 8 Medan.
B.1. Visi, Misi dan Peran WALHI-SU
a. Visi

Universitas Sumatera Utara

WALHI-SU berusaha mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi
dan politik yang adil dan demokratis yang menjamin hak-hak rakyat atas
sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat.
b. Misi dan Peran
WALHI-SU mengemban misi sebagai wahana perjuangan penegakan
kedaulatan dan demokrasi untuk pemenuhan keadilan, pemerataan sosial,
pengawasan rakyat atas kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dan
sumber-sumber kehidupan rakyat, serta penyelenggaraan pemerintahan
yang adil dan demokratis.
WALHI-SU adalah jaringan pembela lingkungan hidup yang pluralistik
dan independen yang aktif melakukan studi kebijakan, mensinergikan
kekuatan antar organisasi non pemerintah dalam advokasi lingkungan
hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat (advokasi hutan, tambang, air,
pesisir dan laut, reformasi hukum dan pengelolaan sumber daya alam,
energi, pencemaran pengelolaan bencana, dan globalisasi), meningkatkan
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, melakukan
pengelolaan informasi, memfasilitasi dialog antara masyarakat dengan
berbagai kelompok kepentingan, menggalang dan juga memobilisasikan
sumber daya publik serta mengembangkan kemampuan sumber daya
organisasi.

B.2. Nilai-nilai Dasar WALHI-SU

Universitas Sumatera Utara

Dalam menegakkan peran di atas, WALHI-SU berorientasi pada nilainilai dasar yaitu:
1. Demokrasi : Seluruh rakyat harus terlibat dalam proses pengambilan
keputusan apapun yang akan berdampak bagi keberlanjutan kehidupan
rakyat.
2. Keadilan Antar Generasi : Semua generasi baik sekarang maupun
mendatang berhak atas lingkungan yang berkualitas dan sehat.
3. Keadilan Gender : Semua orang berhak memperoleh kehidupan dan
lingkungan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, dan
status sosial.
4. Penghormatan Terhadap Makhluk Hidup : Semua makhluk hidup baik
manusia maupun non-manusia memiliki hak dihormati dan dihargai.
5. Persamaan Hak Masyarakat Adat : Masyarakat adat di seluruh pelosok
nusantara berhak menentukan nasibnya sendiri untuk berkembang sesuai
dengan kebudayaannya.
6. Solidaritas Sosial : Semua orang memiliki hak sipil, politik, ekonomi,
sosial, dan budaya yang sama.
7. Anti Kekerasan : Negara dilarang melakukan kekerasan fisik dan non fisik
kepada seluruh rakyat.
8. Keterbukaan : Seluruh rakyat berhak atas semua informasi berkenaan
dengan kebijakan dan program yang akan mempengaruhi kehidupannya..

Universitas Sumatera Utara

9. Keswadayaan : Semua pihak diharapkan mendukung keswadayaan politik
dan ekonomi masyarakat.
10. Profesionalisme : Semua pihak hendaknya bekerja secara profesional,
sepenuh hati, efektif, sistematik, dan tetap mengembangkan semangat
kolektovitas 28.

B.3. Kelembagaan dan Sistem Pengambilan Keputusan
Kelembagaan

WALHI-SU

dijalankan

dengan

prinsip

trias

politika.Eksekutif Daerah menjalankan program-program organisasi, sementara
Dewan Daerah merupakan representatif seluruh anggota untuk menjalankan
fungsi legislatif.Fungsi yudikatif yang berwenang untuk memeriksa pelanggaran
terhadap Statuta sebagai konstitusi WALHI disebut Majelis Etik Daerah yang
bersifat adhoc.
Forum pengambilan keputusan tertinggi WALHI-SU adalah dalam
pertemuan anggota setiap tiga tahun yang disebut Pertemuan Daerah Lingkungan
Hidup. Forum ini menerima dan mengesahkan pertanggung jawaban Eksekutif
Daerah, Dewan Daerah, dan Majelis Etik Daerah; merumuskan strategi kebijakan
dasar WALHI-SU, serta menetapkan Eksekutif Daerah dan Dewan Daerah.
Setiap tahun diselenggarakan pula konsultasi Daerah Lingkungan Hidup
(KDLH) sebagai forum konsultasi antar komponen WALHI-SU untuk melakukan
evaluasi dan perencanaan program WALHI-SU.
B.4. Eksekutif Daerah dan Dewan Daerah WALHI-SU
28

http://www.walhi.or.id/visi-misi-walhi diakses pada tanggal 9 Februari 2016 pukul 00.31 WIB

Universitas Sumatera Utara

Adapun nama-nama kepengurusan WALHI-SU akandi paparkan dalam
bagan berikut:
Bagan 2.1:
Struktur Kepengurusan WALHI-SU

B.5. Statuta WALHI
MUKADIMAH
Perjuangan untuk merebut dan mempertahankan kedaulatan rakyat atas
lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat sebagai bagian dari upaya
mewujudkan kehidupan yang adil, harus dilakukan secara arif dan berkelanjutan
oleh berbagai kelompok masyarakat yang tersebar di berbagai wilayah di
Indonesia.
Disadari bahwa perjuangan tersebut dari hari ke hari semakin dihadapkan
dengan tantangan yang berat, terutama yang bersumber pada: Pertama, semakin
kukuhnya dominasi dan penetrasi rezim kapitalisme global melalui agenda-agenda
pasar bebas dan hegemoni paham liberalism baru (neo-liberalism). Kedua,

Universitas Sumatera Utara

semakin menguatnya dukungan dan pemihakan kekuatan politik dominan di
dalam negeri terhadap kepentingan negara-negara industri atau rezim ekonomi
global.Rezim kapitalisme global menempatkan rakyat, lingkungan hidup, dan
sumber-sumber kehidupan rakyat, bahkan bumi sebagai tumbal akumulasi kapital.
Dominasi dan penetrasi tersebut telah memposisikan negara menjadi
perpenjangan tangan kapitalisme global.Akibatnya kebijakan sosial, ekonomi,
politik pun diwarnai oleh semnagat liberalisasi dan privatisasi yang memudahkan
ekspansi modal dan globalisasi pasar.Watak kebijakan negara pada akhirnya
membuka jalan bagi perampasan secara sistematis hak-hak sosial, ekonomi,
politik, dan budaya rakyat.
Kalangan organisasi non-pemerintah maupun berbagai kelompok dan
individu yang peduli dengan kepentingan lingkungan hidup dan sumber-sumber
kehidupan rakyat sudah sejak awal mempersoalkan berbagai kebijakn negara yang
menghancurkan dan merampas hak-hak rakyat atas lingkungan hidup dan sumbersumber kehidupan rakyat.
Untuk merespon berbagai persoalan local, nasional maupun global, pada
tahun 1980 beberapa oraganisasi non-pemerintah (ORNOP) dan beberapa
individu yang memiliki kepedulian terhadap masalah lingkungn mendirikan
WALHI. Sejak saat itu, WALHI berkembang menjadi forum organisasi nonpemerintah yang memposisikan diri sebagai wahana yang mensinergikan semua
potensi gerakan advokasi lingkungan dan penguatan posisi dan akses rakyat dalam
pengelolaan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat.

Universitas Sumatera Utara

Bahkan pada perjalanan selanjutnya, WALHI memposisikan diri sebagai
bagian dari gerakan rakyat dan gerakan sosial untuk melawan dominasi kekuatan
kapitalisme global dan kebijakan negara yang bertaggungjawab atas perampasan
hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya rakyat yang terjadi di tingkat local,
nasional, maupun internasional.
Dengan pilihan posisi seperti itu, WALHI sesungguhnya hendak
menegaskan kepada para pembuat kebijakan dan pemngambil keputusan baik
negara, PBB, organisasi internasional, lembaga keuangan internasional,
perusahaan multinasional, maupun kelompok lain yang berpotensi merusak
lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat, bahwa rakyatlah pemilik
kedaulatan atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat.
Menghadapi realitas di atas, WALHI mengemban misi sebagai wahana
perjuangan penegakan kedaulatan rakyat dan demokrasi untuk pemenuhan
keadilan, pemerataan sosial, pengawasan rakyat atas kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat, serta penyelenggaraan
kepemerintahan yang adil dan demokratis.
Untuk mewujudkan misi tersebut WALHI memainkan peran:
Pertama, menggalan sinergi kekuatan antar organisasi non-pemerintah dan
organisasi rakyat yang berorientasi pada nilai-nilai:(1) demokrasi, (2) keadilan
antar generasi, (3) keadilan gender), (4) penghormatan terhadap makhluk hidup,
(5) persamaan hak masyarakat adat, (6) solidaritas, (7) anti kekerasan, (8)
keterbukaan, (9) keswadayaan dan, (10) profesionalisme.

Universitas Sumatera Utara

Kedua, mendorong proses transformasi sosial dengan cara: (1)
mengembangkan potensi kekuatan dan ketahanan rakyat, (2) mengembalikan
mandate negara untuk mengakkan dan melindungi kedaulatan rakyat, (3)
mendekonstruksikan tatanan ekonomi kapitalistik global yang menindas dan
eksploitatif, (4) membangun alternative tata ekonomi dunia baru, (5)
mendesakkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber-sumber
kehidupan rakyat yang adil dan berkelanjutan.
Ketiga, memfasilitasi komunikasi dan informasi antar organisasi non
pemerintah dan antar sesama kelompok masyarakat dan individu dalam
melakukan advokasi lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat.

C. Sejarah Singkat Sungai Deli
Sungai Deli merupakan bagian dari sejarah kota Medan yang tidak
terlupakan. Sungai Deli menyimpan legenda yang mengakar kuat dalam budaya
masyarakat Sumatera Utara. Konon, sungai ini merupakan tempat para keluarga
dan putri Sultan Deli tetirah, bercengkerama di tengah jernih dan segarnya air
sungai, jauh di selatan kota Medan, dinaungi hamparan Bukit Barisan yang
berjajar tak putus-putusnya dari Aceh hingga ke ujung selatan Pulau Sumatera.
Sungai Deli sungguh sebuah fenomena, tempat mitos dan sejarah rakyat
berbaur.Fakta dan kebenaran mungkin menjadi tidak penting lagi di sini.Disini
ada dongeng tentang Putri Hijau, masyhur di kalangan masyarakat Deli, bahkan
juga dalam masyarakat Melayu Malaysia.Putri Hijau adalah seorang anak sultan
Deli yang sangat cantik, sehingga memikat hati Sultan Aceh.Lamaran Sultan

Universitas Sumatera Utara

Aceh ditolak oleh saudara laki-laki Putri Hijau.Sultan Aceh sangat marah, karena
penolakan itu dianggapnya sebagai penghinaan terhadap dirinya.Maka pecahlah
perang antara Kesultanan Aceh dengan Kesultanan Deli. Dengan menggunakan
kekuatan gaib, salah seorang kakak laki-laki Putri Hijau menjelma menjadi seekor
ular naga, sedangkan kakak yang lainnya menjadi sepucuk meriam yang tak
hentihentinya menembaki tentera Aceh..
Kesultanan Deli mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena
kecewa pangeran yang menjelma menjadi meriam itu meledak sebagian. Bagian
belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya ke dataran tinggi
Karo, kira-kira lima kilometer dari Kabanjahe. Di Delitua masih terdapat
reruntuhan Benteng dan Puri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa
meriam penjelmaan sang Pangeran dapat dilihat di halaman Istana Maimun
Medan.
Pada tahun 1860, Sungai Deli dari hulu hingga mencapai Kota Medan
sekarang masih merupakan hutan rimba, dan di sana-sini terutama di muara-muara
sungai sudah terdapat pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo
dan semenanjung Malaya. Sungai Deli pada masa itu juga merupakan urat nadi
penting perekonomian, tempat kapal-kapal perniagaan menyusur arus menuju
muara dan laut, mengangkut palawija dan rempah-rempah, untuk kemudian
dipasarkan ke Semenanjung Malaya, bahkan ke daratan Eropa.
Pada tahun 1640 Tuanku Gocah Pahlawan telah menjadikan Kampung
Deli yang terletak di sekitar delta Sungai Deli dengan muara Sungai Belawan

Universitas Sumatera Utara

sebagai pusat Kerajaan Deli. Dari catatan beberapa narasumber bahwa kawasan
ini telah menjadi Wilayah Bandar Lama yang sangat penting sejak abad ke 13,
karena sudah menjadi pelabuhan besar dan Bandar dari Kerajaan Haru serta pusat
perdagangan bagi pedagang Cina dan India. Masuknya pengaruh kebudayaan
Cina di kawasan ini dibuktikan dengan ditemukannya reruntuhan kota Cina di
Paya Pasir, serta patung Budha Shiwa seperti yang terdapat di candi Borobudur.
Menurut penemuan arkeolog bahwa kota Cina dimaksud sebenarnya
sudah berdiri sejak abad ke-7 dengan sebuah pelabuhan besar yang saat ini
dikenal dengan Labuhan Deli sebagai sebuah pelabuhan dan kota menjadi
semakin

penting

dan bersinar semasa Kesultanan Deli memusatkan roda

pemerintahannya di kawasan ini sejak awal abad ke 19.
Labuhan Deli telah menjadi mutiara Tanah

Deli sejak

wilayah

ini

menjadi tujuan investasi di bidang perkebunan oleh bangsa Eropa dan dijadikan
pelabuhan ekspor untuk melayani arus perdagangan dan pengiriman hasil-hasil
perkebunan.
Pelabuhan Belawan yang pada masa itu masih merupakan pelabuhan kecil
sudah mulai menyainginya. Kota Medan yang pada awalnya merupakan sebuah
kampung belantara yang dikenal sebagai kampung Medan Putri telah memperoleh
imbas dari posisi

strategisnya di Tanah Deli dan telah

menjadi pusat

pertumbuhan ekonomi kawasan yang secara perlahan-lahan mulai menyaingi
Labuhan Deli. Dengan dipindahkannya pusat Kerajaan Deli ke Kota Medan oleh
Sultan Deli pada tahun 1891 serta mulai dibenahinya fasilitas kepelabuhan di

Universitas Sumatera Utara

Belawan. Sejak tahun 1915 kegiatan kepelabuhan di Labuhan Deli

mulai

menurun karena Sungai Deli menjadi dangkal dan sukar dijadikan sebagai tempat
bersandar bagi kapal-kapal yang ingin tambat di Labuhan Deli. Menyadari batapa
pentingnya arti

sejarah dan

melihat keagungan dari

nilai budaya bangsa

Indonesia dimasa lalu, maka Bandar Lama yang letaknya di delta Sungai Deli
merupakan aset

yang tidak

ternilai dalam

mewarnai

setiap

proses

pembangunan di segala bidang yang juga menjadi cikal bakal kota Medan yang
saat ini telah tumbuh menjadi kota metropolitan.
Kejayaan Bandar Labuhan Deli dimasa silam hendaknya diabadikan
sebagai salah satu kenangan yang indah didalam catatan sejarah perjalanan bangsa
Indonesia. Bandar Lama yang pernah ada di dalam catatan sejarah perjalanan
bangsa Indonesia. Bandar Lama yang pernah ada di tepi Sungai Deli merupakan
saksi hidup yang tersisa yang menberi pesan tentang kejayaan Labuhan Deli masa
lalu. Dapatlah dipastikan bahwa daerah sekitar delta Sungai Deli dengan muara
Sungai Belawan adalah merupakan wilayah Bandar Kuno yang sangat penting
sejak abad ke-13. Menurut John Anderson ketika berkunjung ke Deli Tua (1823)
di dengarnya dari rakyat bahwa tongkang sampai ke Deli Tua kira-kira 300 tahun
yang lalu (abad ke 16) yang menandakan bahwa sungai deli cukup dalam. 29

29

Jurnal : Sejarah Kota Tua Di Pulau Sumatera Vol.II hal : 18

Universitas Sumatera Utara

BAB III
Peran Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara dalam Pengawasan
Pembangunan Daerah Aliran Sungai Deli di Kota Medan
Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai peranan penting WALHI-SU
dalam mengawasi pembangunan DAS Deli di Kota Medan. Bab ini terbagi dalam
dua bahasan masalah yang akan diteliti.

Universitas Sumatera Utara