POLA KOMUNIKASI ORGANISASI LSM FLOWER ACEH DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Komunikasi merupakan suatu proses pembentukan, penyampaian, dan
pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang atau antara dua orang maupun
lebih dengan tujuan tertentu. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling
berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari seperti di
lingkungan pekerjaan, di pasar, dalam masyarakat atau dimana saja manusia
berada.
Pentingnya komunikasi tidak hanya sebatas terbatas pada komunikasi
personal, tetapi juga dalam lingkup komunikasi kelompok dan organisasi.
Manusia hidup berkelompok karena kesadarannya akan kepentingan bersama,
meskipun dalam banyak hal dikehidupan masyarakat kita mengetahui banyak
kepentingan yang tidak sama bahkan saling bertentangan.
Organisasi merupakan sebuah kelompok individu yang diorganisasi untuk
mencapai tujuan tertentu (De Vito 1992:377). Jumlah anggota organisasi
bervariasi antara tiga atau empat sampai dengan ribuan anggota. Organisasi juga
memiliki struktur formal maupun informal. Organisasi memiliki tujuan umum
untuk meningkatkan pendapatan, namun juga memiliki tujuan-tujuan spesifik
yang dimiliki oleh orang-orang dalam organisasi tersebut (Burhan 2006:277).
Komunikasi dalam organisasi merupakan proses yang penting dalam
menjalankan semua tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi. Permasalahan
1
2
dalam organisasi sering timbul karena komunikasi organisasi yang kurang baik
dan kooordinasi yang kurang efektif. Hal ini dikarenakan kinerja pengurus dalam
organisasi kurang efektif dan kooordinasi diantara para pengurus tidak berjalan
dengan lancar. Dalam hal ini, tugas seorang pemimpin sangat sentral dalam
menyelesaikan persoalan tersebut. Pemimpin harus melakukan interaksi yang baik
dengan para pengurus. Sesuai dengan pendapat Muhammad (2009:1), bahwa
komunikasi yang efektif sangat penting bagi organisasi. Oleh karena itu, para
pemimpin organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan
menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka.
Pemimpin dan organisasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pemimpin
yang baik dapat mempengaruhi anggotanya untuk bekerja semaksimal mungkin.
Menurut W.G. Scoot dan T.R Mitchell yang dikutip oleh Stephen P.Robbins dalam
buku perilaku menyatakan bahwa “komunikasi menjalankan empat fungsi utama
didalam suatu kelompok atau organisasi yaitu kendali (kontrol), motivasi,
pegungkapan emosional dan informasi”
Agar komunikasi berlangsung efekif dan informasi yang disampaikan oleh
seorang pemimpin dapat diterima, dan dipahami oleh anggotanya maka seorang
pemimpin harus menerapkan pola komunikasi yang baik pula. Pengetahuan dasar
tentang komunikasi saja belum cukup untuk memahami komunikasi organisasi.
Komunikasi yang efektif dapat membentuk iklim organisasi yang baik
pula. Mudah berkomunikasi dengan sesama rekan kerja atau dengan atasan akan
membuat suasana organisasi menjadi hangat dan terbuka. Keterbukaan merupakan
salah satu faktor penting dalam membangun kinerja anggota. Dengan terbuka
3
dengan atasan mengenai apa saja yang menjadi kendala dalam organisasi, akan
sedikit mengurangi beban. Pemimpin dan anggota organisasi akan saling
mengetahui kendala dalam bekerja, sehingga dapat saling berbagi solusi, motivasi,
ide, atau bahkan kritikan untuk organisasi tersebut. ( Toto Asmara: komunikasi
dakwah).
Menurut data Kementrian Dalam Negri (Kemendagri) jumlah organisasi
masyarakat di Indonesia saat ini 344.039 organisasi. Organisasi-organisasi
tersebut terdiri dari organisasi sosial, organisasi pemerintahan, organisasi
kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi massa, organisasi berbadan hukum,
organisasi profesi dan organisasi keagamaan.
Dalam kaitannya dengan penelitian komunikasi organisasi, penulis tertarik
untuk mengkaji lebih dalam mengenai pola komunikasi organisasi LSM Flower
Aceh. Sebagai salah satu organisasi masyarakat yang memfokuskan diri pada
pemberdayaan perempuan. Flower Aceh merupakan organisasi perempuan yang
sudah berdiri selama 28 tahun. Didirikan pada tanggal 23 september 1989 oleh
Suraiyya Kamaruzzaman dan kawan-kawan sebagai reaksi atas kepedulian
terhadap kelompok perempuan aceh pada masa itu. Kehadiran Flower Aceh
disebabkan oleh faktor kondisi kelompok perempuan yang sangat memprihatinkan
pada masa konflik Aceh. Perempuan kerap menjadi korban kekerasan, pelecehan
seksual, pemerkosaan, dan diskriminasi hak-hak politik.
Konflik yang berlangsung hampir 30 tahun lamanya selain meninggalkan
kerusakan harta benda, pengungsian, dan kematian anggota keluarga. Banyak
perempuan yang menjadi janda, atau memiliki trauma yang berkepanjangan.
4
Selain konflik, bencana yang melanda Aceh pada 26 desember 2004 juga semakin
memperburuk keadaan masyarakat Aceh. Keprihatinan terhadap kondisi
perempuan yang dua kali terpuruk karena konflik dan bencana menunjukkan
bahwa perubahan sosial merupakan akibat yang harus dijalani oleh perempuan.
Semenjak berdiri, lembaga Flower Aceh memfokuskan kegiatan dalam
beberapa hal seperti melakukan pendampingan, pemulihan psikis (pemulihan jiwa
dan mental), memberikan pendidikan serta bantuan ekonomi yang diberikan
kepada kelompok perempuan.
Kelahiran lembaga Flower Aceh juga dibantu oleh kalangan aktivis dan
LSM lainnya, memberikan kontribusi terhadap kelompok perempuan salah
satunya dengan melibatkan perempuan Aceh mulai dari kalangan elit, kalangan
bawah sampai ke korban ikut dalam Duek Pakat Inoeng Aceh (DPIA) untuk
melaksanakan kongres dengan tujuan utamanya ingin mengkonsolidasikan
kehendak aspirasi perempuan Aceh pada tingkat tata pemerintah dan penetuan
nasib bagi Aceh (Santoso dan Yuniver, 2009:30)
Selanjutnya, setelah konflik berakhir atau pada masa sekarang ini, isu-isu
tentang perempuan Aceh khususnya Banda Aceh semakin berkembang seiring
dengan berkembangnya zaman. Banyak perempuan Aceh yang ingin terlibat
dalam ruang politik maupun pemerintahan. Hal ini yang lembaga flower harus
perhatikan sebagai lembaga yang mengkonsentrasikan diri pada pemberdayaan
serta penguatan perempuan dengan memberikan pendidikan politik dan pelatihan
untuk memperkuat kepemimpinan perempuan, memperkuat partisipasi perempuan
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan di daerahnya.
5
Flower Aceh sebagai bentuk dari civil society dalam menjalankan
perannya sebagai lembaga yang perduli terhadap permasalahan yang ada dalam
masyarakat, khususnya permasalahan yang dialami oleh kelompok perempuan
telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan pembinaan untuk para perempuan.
Kegiatan ini berlangsung melalui diskusi rutin kelompok perempuan di gamponggampong. Menyelenggarakan kampanye tentang anti kekerasan terhadap anak dan
perempuan, dan turut aktif dalam pertemuan dan seminar yang mengangkat isu
tentang kesejahteraan perempuan.
Flower Aceh juga melakukan beberapa kerja sama dengan organisasiorganisasi masyarakat lainnya, baik dalam maupun luar daerah. Melalui kerjasama
tersebut, banyak kebijakan yang dibuat dan penelitian yang dilakukan dalam
upaya mendorong pemenuhan hak-hak perempuan yang adil dan sesuai dengan
kepentingan perempuan.
Konvensi perempuan disusun dan diterima pada sidang Umum PBB
tanggal 18 desember 1979, yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia melalui
Undang-undang No.7 tahun 1984 tepatnya pada tanggal 24 juli 1984 menjadi
jawaban dari berbagai permasalahan diskriminasi perempuan baik pada tingkat
regional maupun dunia. Ratifikasi tersebut berisi tentang konvensi penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Melalui undang-undang tersebut
terpapar jelas bahwa Indonesia mempunnyai kewajiban melaksanakan prinsipprinsip yang terkandung dalam konvensi perempuan dengan menciptakan
kepastian dan penegakan hukum dan melaksanakan peraturan perundangundangan yang non diskriminasi.
6
Banyak kalangan yang meragukan dampak dari konvensi perempuan
tersebut dapat memajukan status perempuan di indonesia. Tetapi para pemerhati
masalah perempuan menganggap bahwa ratifikasi konvensi perempuan tersebut
sebenarnya dapat dijadikan sebagai alat untuk memajukan kesetaraan gender
melalui kajian-kajian terhadap berbagai peraturan, pengamatan terhadap praktekpraktek yang diskriminatif dan penyebarluasan isi dari konfensi perempuan
tersebut.
Visualisasi perempuan Indonesia telah mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Sejak dulu secara tradisional perempuan hanya memainkan peran dalam
sektor domestic. Dalam keluarga umumnya perempuan dibatasi perannya pada
bidang yang langsung berhubungan dengan rumah tangga, seperti menjadi ibu
rumah tangga yang baik, mengasuh dan mendidik anak, serta diwajibkan setia
kepada suami. Dengan kata lain perempuan yang ideal adalah perempuan yang
dapat macak (berhias), masak (masak), dan manak (melahirkan anak). Adanya
stereotip peran di sektor domestik ini menyebabkan ketimpangan gender antara
laki-laki dan perempuan.
Keadaan perempuan masa kini telah banyak terdorong untuk mencapai
pendidikan tinggi dan mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
bersekolah. Perempuan saat ini juga sudah mulai berorientasi global, aktif dan
menjadi perempuan yang mandiri. Menjadi tulang punggung keluarga, pengambil
kebijakan diberbagai instansi, dan tidak sedikit yang memiliki pendapatan
melebihi suami sebagai kepala rumah tangga. Sudah banyak yang menjabat
diberbagai posisi penting di negara ini, diperusahaan dan lainnya.
7
Pandangan perempuan bekerja pun mulai bergeser. Perempuan bekerja
dianggap sebagai perempuan modern dan perempuan tidak bekerja atau ibu rumah
tangga dianggap sebagai perempuan tradisional. Begitu juga dengan pandangan
bahwa perempuan yang bekerja merendahkan kaum laki-laki bergeser menjadi
perempuan sebagai partner laki-laki untuk menumbuhkan relasi dalam
membangun keutuhan rumah tangga dan membantu ekonomi keluarga.
Meskipun demikian, ternyata masih banyak hambatan bagi perempuan untuk
mencapai kedudukan atau peningkatan prestasi seperti yang diharapkan, apalagi
untuk kedudukan pimpinan atau pengambil keputusan lainnya. Untuk mencapai
kedudukan yang setara dengan kedudukan laki-laki, seorang perempuan dituntut
untuk mempunyai prestasi yang lebih menonjol, serta harus melalui perjuangan
yang sangat berat. Hal ini terjadi karena masyarakat indonesia yang menganut
paham patriarki, sehingga menghasilkan keputusan dan sikap yang timpang.
Perempuan masih dianggap pelengkap saja dalam keluarga dan masyarakat, tidak
mempunyai peran berarti dan dianggap sebagai kaum yang lemah. Kekerasan,
perlakuan tidak menyenangkan, eksploitasi dan pelecehan seksual, menjadi objek
perdagangan manusia, diskriminasi dan tindakan salah lainnya masih menimpa
perempuan saat ini.
Catatan tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan (Komas Perempuan) menyatakan bahwa angka kekerasan terhadap
perempuan (KtP) mengalami peningkatan sejak tahun 2010. Jumlah peningkatan
kasus tertinggi terjadi pada tahun 2015. Jenis kekerasan yang yang paling
menonjol adalah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), dalam hal ini
8
kekerasan terhadap istri menempati peringkat pertama yaitu 5.784 kasus (56%).
Disusul kekerasan dalam pacaran 2.171 kasus (21%), kekerasan terhadap anak
perempuan 1.799 kasus (17%) dan selebihnya kekerasan mantan suami, kekerasan
mantan pacar, dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
CATAHU ini juga menampilkan data perkosaan dalam perkawinan (marital
rape) sebanyak 135 kasus. Perkosaan dalam perkawinan ini merupakan salah satu
hal yang serius dan belum banyak diketahui oleh masyarakat. Selain itu beberapa
masalah yang mendapatkan perhatian khusus dari lembaga negara dan masyarakat
adalah tingginya angka dispenisasi perkawinan yaitu 8.488 kasus. Artinya terdapat
8.488 perkawinan dibawah umur yang di sahkan oleh negara. Beberapa kajian
perkawinan anak usia dini menunjukkan dampak negatif terutama bagi
perempuan. Dampak negatif tersebut antara lain tercerabutnya akses pendidikan
anak perempuan.
Munculnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan dan
pemenuhan hak asasi manusia dipengaruhi juga oleh kesadaran universal. Salah
satu cara yang digagasakan untuk memberikan peluang kepada perempuan adalah
memberdayakan perempuan, tidak saja dari kemiskinan, tetapi juga dari
kebodohan, dan keterbelakangan yang merupakan sejumlah faktor penghambat
mereka dalam mengembangkan diri.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang
proses komunikasi yang berjalan dalam lembaga Flower Aceh. Kelangsungan
organisasi bergantung pada penggunaan pola dan sistem komunikasi yang
dikembangkan dalam organisasi. Identitas nilai yang dimiliki dan mampu
9
dipertahankan oleh Flower Aceh merefleksikan bentuk hasil komunikasi struktural
yang baik antara pimpinan dan anggota dalam melaksanakan seluruh rangkaian
kegiatan organisasi untuk masyarakat khususnya perempuan. Dengan melihat
pentingnya sebuah proses komunikasi dalam sebuah organisasi, maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “POLA KOMUNIKASI
ORGANISASI LSM FLOWER ACEH DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN”
1.2. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada studi tentang pola
komunikasi organisasi. Bagaimana pola komunikasi yang berlangsung dalam
kegiatan sehari-hari antara pemimpin dan anggota organisasi dalam lingkup kerja
Flower Aceh
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang sudah diuraikan, maka peneliti dapat
menarik rumusan masalah sebagai berikut : bagaimana pola komunikasi
organisasi LSM Flower Aceh dalam upaya pemberdayaan perempuan?
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi organisasi LSM Flower
Aceh dalam upaya pemberdayaan perempuan.
1.5.
Manfaat penelitian.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bacaan, penelitian dan
bahan pembelajaran dalam lingkungan Program Studi Ilmu Komunikasi
pada sub kajian komunikasi organisasi.
2. Manfaat praktis
10
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak
yang membutuhkan pengetahuan yang berkenaan dengan penelitian ini, dan
juga dapat memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat. Selain itu
penulis juga berharap dapat memberikan informasi yang berguna sebagai
masukan kepada Flower Aceh agar dapat mengambil langkah yang tepat
dalam menetukan dan mengaktualisasi pola komunikasi organisasi sehingga
tujuan pemberdayaan perempuan dapa tercapai dengan baik.
1.6. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sistematika penulisan skripsi
guna mempermudah dan memperjelas pemahaman, arah, serta tujuan penelitian :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Latar belakang
masalah berisikan latar permasalahan yang menjadi acuan untuk penelitian.
Rumusan masalah berisi rumusan permasalahan yang ingin diteliti. Tujuan dan
manfaat penelitian berisi untuk apa dan apa manfaat dari penelitian ini dilakukan
dan sistematika penulisan berisikan hal-hal yang akan disajikan beserta
penjelasannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang konsep dan teori yang menjadi kerangka berpikir
dan menjadi acuan dari penelitian ini yang mencakup definisi pembelajaran dan
tanggap bencana tsunami.
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi tentang penjelasan metode yang akan digunakan, lokasi, subjek dan
objek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan jadwal
penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
11
Berisikan hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini akan dijelaskan
bagaimana data-data yang sudah terkumpul, direduksi dan dianalisis, selanjutnya
dilaporkan dengan cara deskriptif kualitatif.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi yang berisi
kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta
berisi saran-saran yang mungkin berguna dengan berlandaskan hasil penelitian.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Komunikasi merupakan suatu proses pembentukan, penyampaian, dan
pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang atau antara dua orang maupun
lebih dengan tujuan tertentu. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling
berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari seperti di
lingkungan pekerjaan, di pasar, dalam masyarakat atau dimana saja manusia
berada.
Pentingnya komunikasi tidak hanya sebatas terbatas pada komunikasi
personal, tetapi juga dalam lingkup komunikasi kelompok dan organisasi.
Manusia hidup berkelompok karena kesadarannya akan kepentingan bersama,
meskipun dalam banyak hal dikehidupan masyarakat kita mengetahui banyak
kepentingan yang tidak sama bahkan saling bertentangan.
Organisasi merupakan sebuah kelompok individu yang diorganisasi untuk
mencapai tujuan tertentu (De Vito 1992:377). Jumlah anggota organisasi
bervariasi antara tiga atau empat sampai dengan ribuan anggota. Organisasi juga
memiliki struktur formal maupun informal. Organisasi memiliki tujuan umum
untuk meningkatkan pendapatan, namun juga memiliki tujuan-tujuan spesifik
yang dimiliki oleh orang-orang dalam organisasi tersebut (Burhan 2006:277).
Komunikasi dalam organisasi merupakan proses yang penting dalam
menjalankan semua tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi. Permasalahan
1
2
dalam organisasi sering timbul karena komunikasi organisasi yang kurang baik
dan kooordinasi yang kurang efektif. Hal ini dikarenakan kinerja pengurus dalam
organisasi kurang efektif dan kooordinasi diantara para pengurus tidak berjalan
dengan lancar. Dalam hal ini, tugas seorang pemimpin sangat sentral dalam
menyelesaikan persoalan tersebut. Pemimpin harus melakukan interaksi yang baik
dengan para pengurus. Sesuai dengan pendapat Muhammad (2009:1), bahwa
komunikasi yang efektif sangat penting bagi organisasi. Oleh karena itu, para
pemimpin organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan
menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka.
Pemimpin dan organisasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pemimpin
yang baik dapat mempengaruhi anggotanya untuk bekerja semaksimal mungkin.
Menurut W.G. Scoot dan T.R Mitchell yang dikutip oleh Stephen P.Robbins dalam
buku perilaku menyatakan bahwa “komunikasi menjalankan empat fungsi utama
didalam suatu kelompok atau organisasi yaitu kendali (kontrol), motivasi,
pegungkapan emosional dan informasi”
Agar komunikasi berlangsung efekif dan informasi yang disampaikan oleh
seorang pemimpin dapat diterima, dan dipahami oleh anggotanya maka seorang
pemimpin harus menerapkan pola komunikasi yang baik pula. Pengetahuan dasar
tentang komunikasi saja belum cukup untuk memahami komunikasi organisasi.
Komunikasi yang efektif dapat membentuk iklim organisasi yang baik
pula. Mudah berkomunikasi dengan sesama rekan kerja atau dengan atasan akan
membuat suasana organisasi menjadi hangat dan terbuka. Keterbukaan merupakan
salah satu faktor penting dalam membangun kinerja anggota. Dengan terbuka
3
dengan atasan mengenai apa saja yang menjadi kendala dalam organisasi, akan
sedikit mengurangi beban. Pemimpin dan anggota organisasi akan saling
mengetahui kendala dalam bekerja, sehingga dapat saling berbagi solusi, motivasi,
ide, atau bahkan kritikan untuk organisasi tersebut. ( Toto Asmara: komunikasi
dakwah).
Menurut data Kementrian Dalam Negri (Kemendagri) jumlah organisasi
masyarakat di Indonesia saat ini 344.039 organisasi. Organisasi-organisasi
tersebut terdiri dari organisasi sosial, organisasi pemerintahan, organisasi
kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi massa, organisasi berbadan hukum,
organisasi profesi dan organisasi keagamaan.
Dalam kaitannya dengan penelitian komunikasi organisasi, penulis tertarik
untuk mengkaji lebih dalam mengenai pola komunikasi organisasi LSM Flower
Aceh. Sebagai salah satu organisasi masyarakat yang memfokuskan diri pada
pemberdayaan perempuan. Flower Aceh merupakan organisasi perempuan yang
sudah berdiri selama 28 tahun. Didirikan pada tanggal 23 september 1989 oleh
Suraiyya Kamaruzzaman dan kawan-kawan sebagai reaksi atas kepedulian
terhadap kelompok perempuan aceh pada masa itu. Kehadiran Flower Aceh
disebabkan oleh faktor kondisi kelompok perempuan yang sangat memprihatinkan
pada masa konflik Aceh. Perempuan kerap menjadi korban kekerasan, pelecehan
seksual, pemerkosaan, dan diskriminasi hak-hak politik.
Konflik yang berlangsung hampir 30 tahun lamanya selain meninggalkan
kerusakan harta benda, pengungsian, dan kematian anggota keluarga. Banyak
perempuan yang menjadi janda, atau memiliki trauma yang berkepanjangan.
4
Selain konflik, bencana yang melanda Aceh pada 26 desember 2004 juga semakin
memperburuk keadaan masyarakat Aceh. Keprihatinan terhadap kondisi
perempuan yang dua kali terpuruk karena konflik dan bencana menunjukkan
bahwa perubahan sosial merupakan akibat yang harus dijalani oleh perempuan.
Semenjak berdiri, lembaga Flower Aceh memfokuskan kegiatan dalam
beberapa hal seperti melakukan pendampingan, pemulihan psikis (pemulihan jiwa
dan mental), memberikan pendidikan serta bantuan ekonomi yang diberikan
kepada kelompok perempuan.
Kelahiran lembaga Flower Aceh juga dibantu oleh kalangan aktivis dan
LSM lainnya, memberikan kontribusi terhadap kelompok perempuan salah
satunya dengan melibatkan perempuan Aceh mulai dari kalangan elit, kalangan
bawah sampai ke korban ikut dalam Duek Pakat Inoeng Aceh (DPIA) untuk
melaksanakan kongres dengan tujuan utamanya ingin mengkonsolidasikan
kehendak aspirasi perempuan Aceh pada tingkat tata pemerintah dan penetuan
nasib bagi Aceh (Santoso dan Yuniver, 2009:30)
Selanjutnya, setelah konflik berakhir atau pada masa sekarang ini, isu-isu
tentang perempuan Aceh khususnya Banda Aceh semakin berkembang seiring
dengan berkembangnya zaman. Banyak perempuan Aceh yang ingin terlibat
dalam ruang politik maupun pemerintahan. Hal ini yang lembaga flower harus
perhatikan sebagai lembaga yang mengkonsentrasikan diri pada pemberdayaan
serta penguatan perempuan dengan memberikan pendidikan politik dan pelatihan
untuk memperkuat kepemimpinan perempuan, memperkuat partisipasi perempuan
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan di daerahnya.
5
Flower Aceh sebagai bentuk dari civil society dalam menjalankan
perannya sebagai lembaga yang perduli terhadap permasalahan yang ada dalam
masyarakat, khususnya permasalahan yang dialami oleh kelompok perempuan
telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan pembinaan untuk para perempuan.
Kegiatan ini berlangsung melalui diskusi rutin kelompok perempuan di gamponggampong. Menyelenggarakan kampanye tentang anti kekerasan terhadap anak dan
perempuan, dan turut aktif dalam pertemuan dan seminar yang mengangkat isu
tentang kesejahteraan perempuan.
Flower Aceh juga melakukan beberapa kerja sama dengan organisasiorganisasi masyarakat lainnya, baik dalam maupun luar daerah. Melalui kerjasama
tersebut, banyak kebijakan yang dibuat dan penelitian yang dilakukan dalam
upaya mendorong pemenuhan hak-hak perempuan yang adil dan sesuai dengan
kepentingan perempuan.
Konvensi perempuan disusun dan diterima pada sidang Umum PBB
tanggal 18 desember 1979, yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia melalui
Undang-undang No.7 tahun 1984 tepatnya pada tanggal 24 juli 1984 menjadi
jawaban dari berbagai permasalahan diskriminasi perempuan baik pada tingkat
regional maupun dunia. Ratifikasi tersebut berisi tentang konvensi penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Melalui undang-undang tersebut
terpapar jelas bahwa Indonesia mempunnyai kewajiban melaksanakan prinsipprinsip yang terkandung dalam konvensi perempuan dengan menciptakan
kepastian dan penegakan hukum dan melaksanakan peraturan perundangundangan yang non diskriminasi.
6
Banyak kalangan yang meragukan dampak dari konvensi perempuan
tersebut dapat memajukan status perempuan di indonesia. Tetapi para pemerhati
masalah perempuan menganggap bahwa ratifikasi konvensi perempuan tersebut
sebenarnya dapat dijadikan sebagai alat untuk memajukan kesetaraan gender
melalui kajian-kajian terhadap berbagai peraturan, pengamatan terhadap praktekpraktek yang diskriminatif dan penyebarluasan isi dari konfensi perempuan
tersebut.
Visualisasi perempuan Indonesia telah mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Sejak dulu secara tradisional perempuan hanya memainkan peran dalam
sektor domestic. Dalam keluarga umumnya perempuan dibatasi perannya pada
bidang yang langsung berhubungan dengan rumah tangga, seperti menjadi ibu
rumah tangga yang baik, mengasuh dan mendidik anak, serta diwajibkan setia
kepada suami. Dengan kata lain perempuan yang ideal adalah perempuan yang
dapat macak (berhias), masak (masak), dan manak (melahirkan anak). Adanya
stereotip peran di sektor domestik ini menyebabkan ketimpangan gender antara
laki-laki dan perempuan.
Keadaan perempuan masa kini telah banyak terdorong untuk mencapai
pendidikan tinggi dan mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
bersekolah. Perempuan saat ini juga sudah mulai berorientasi global, aktif dan
menjadi perempuan yang mandiri. Menjadi tulang punggung keluarga, pengambil
kebijakan diberbagai instansi, dan tidak sedikit yang memiliki pendapatan
melebihi suami sebagai kepala rumah tangga. Sudah banyak yang menjabat
diberbagai posisi penting di negara ini, diperusahaan dan lainnya.
7
Pandangan perempuan bekerja pun mulai bergeser. Perempuan bekerja
dianggap sebagai perempuan modern dan perempuan tidak bekerja atau ibu rumah
tangga dianggap sebagai perempuan tradisional. Begitu juga dengan pandangan
bahwa perempuan yang bekerja merendahkan kaum laki-laki bergeser menjadi
perempuan sebagai partner laki-laki untuk menumbuhkan relasi dalam
membangun keutuhan rumah tangga dan membantu ekonomi keluarga.
Meskipun demikian, ternyata masih banyak hambatan bagi perempuan untuk
mencapai kedudukan atau peningkatan prestasi seperti yang diharapkan, apalagi
untuk kedudukan pimpinan atau pengambil keputusan lainnya. Untuk mencapai
kedudukan yang setara dengan kedudukan laki-laki, seorang perempuan dituntut
untuk mempunyai prestasi yang lebih menonjol, serta harus melalui perjuangan
yang sangat berat. Hal ini terjadi karena masyarakat indonesia yang menganut
paham patriarki, sehingga menghasilkan keputusan dan sikap yang timpang.
Perempuan masih dianggap pelengkap saja dalam keluarga dan masyarakat, tidak
mempunyai peran berarti dan dianggap sebagai kaum yang lemah. Kekerasan,
perlakuan tidak menyenangkan, eksploitasi dan pelecehan seksual, menjadi objek
perdagangan manusia, diskriminasi dan tindakan salah lainnya masih menimpa
perempuan saat ini.
Catatan tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan (Komas Perempuan) menyatakan bahwa angka kekerasan terhadap
perempuan (KtP) mengalami peningkatan sejak tahun 2010. Jumlah peningkatan
kasus tertinggi terjadi pada tahun 2015. Jenis kekerasan yang yang paling
menonjol adalah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), dalam hal ini
8
kekerasan terhadap istri menempati peringkat pertama yaitu 5.784 kasus (56%).
Disusul kekerasan dalam pacaran 2.171 kasus (21%), kekerasan terhadap anak
perempuan 1.799 kasus (17%) dan selebihnya kekerasan mantan suami, kekerasan
mantan pacar, dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
CATAHU ini juga menampilkan data perkosaan dalam perkawinan (marital
rape) sebanyak 135 kasus. Perkosaan dalam perkawinan ini merupakan salah satu
hal yang serius dan belum banyak diketahui oleh masyarakat. Selain itu beberapa
masalah yang mendapatkan perhatian khusus dari lembaga negara dan masyarakat
adalah tingginya angka dispenisasi perkawinan yaitu 8.488 kasus. Artinya terdapat
8.488 perkawinan dibawah umur yang di sahkan oleh negara. Beberapa kajian
perkawinan anak usia dini menunjukkan dampak negatif terutama bagi
perempuan. Dampak negatif tersebut antara lain tercerabutnya akses pendidikan
anak perempuan.
Munculnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan dan
pemenuhan hak asasi manusia dipengaruhi juga oleh kesadaran universal. Salah
satu cara yang digagasakan untuk memberikan peluang kepada perempuan adalah
memberdayakan perempuan, tidak saja dari kemiskinan, tetapi juga dari
kebodohan, dan keterbelakangan yang merupakan sejumlah faktor penghambat
mereka dalam mengembangkan diri.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang
proses komunikasi yang berjalan dalam lembaga Flower Aceh. Kelangsungan
organisasi bergantung pada penggunaan pola dan sistem komunikasi yang
dikembangkan dalam organisasi. Identitas nilai yang dimiliki dan mampu
9
dipertahankan oleh Flower Aceh merefleksikan bentuk hasil komunikasi struktural
yang baik antara pimpinan dan anggota dalam melaksanakan seluruh rangkaian
kegiatan organisasi untuk masyarakat khususnya perempuan. Dengan melihat
pentingnya sebuah proses komunikasi dalam sebuah organisasi, maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “POLA KOMUNIKASI
ORGANISASI LSM FLOWER ACEH DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN”
1.2. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada studi tentang pola
komunikasi organisasi. Bagaimana pola komunikasi yang berlangsung dalam
kegiatan sehari-hari antara pemimpin dan anggota organisasi dalam lingkup kerja
Flower Aceh
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang sudah diuraikan, maka peneliti dapat
menarik rumusan masalah sebagai berikut : bagaimana pola komunikasi
organisasi LSM Flower Aceh dalam upaya pemberdayaan perempuan?
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi organisasi LSM Flower
Aceh dalam upaya pemberdayaan perempuan.
1.5.
Manfaat penelitian.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bacaan, penelitian dan
bahan pembelajaran dalam lingkungan Program Studi Ilmu Komunikasi
pada sub kajian komunikasi organisasi.
2. Manfaat praktis
10
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak
yang membutuhkan pengetahuan yang berkenaan dengan penelitian ini, dan
juga dapat memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat. Selain itu
penulis juga berharap dapat memberikan informasi yang berguna sebagai
masukan kepada Flower Aceh agar dapat mengambil langkah yang tepat
dalam menetukan dan mengaktualisasi pola komunikasi organisasi sehingga
tujuan pemberdayaan perempuan dapa tercapai dengan baik.
1.6. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sistematika penulisan skripsi
guna mempermudah dan memperjelas pemahaman, arah, serta tujuan penelitian :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Latar belakang
masalah berisikan latar permasalahan yang menjadi acuan untuk penelitian.
Rumusan masalah berisi rumusan permasalahan yang ingin diteliti. Tujuan dan
manfaat penelitian berisi untuk apa dan apa manfaat dari penelitian ini dilakukan
dan sistematika penulisan berisikan hal-hal yang akan disajikan beserta
penjelasannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang konsep dan teori yang menjadi kerangka berpikir
dan menjadi acuan dari penelitian ini yang mencakup definisi pembelajaran dan
tanggap bencana tsunami.
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi tentang penjelasan metode yang akan digunakan, lokasi, subjek dan
objek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan jadwal
penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
11
Berisikan hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini akan dijelaskan
bagaimana data-data yang sudah terkumpul, direduksi dan dianalisis, selanjutnya
dilaporkan dengan cara deskriptif kualitatif.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi yang berisi
kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta
berisi saran-saran yang mungkin berguna dengan berlandaskan hasil penelitian.