Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat dalam Mempertahankan Kelestarian Ekosistem Hutan di Kawasan Danau Toba

9

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahanperubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi
juga dengan budaya manusia. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan
kehidupan fisiknya itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena
kemampuan manusia mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk
ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi
kehidupan setiap orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam.
Kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok
dalam menentukan hari depannya. Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan,
kreativitas, dan penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri
dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai
kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam perencanaan
kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi kerangka dasar
dalam strategi kebudayaan ( Ariyanto dkk, 2014)
Dalam perspektif di atas, realitas yang sebenarnya adalah masa kini (present)
dengan segala permasalahan yang dihadapkan kepada manusia di dalam
lingkungan hidupnya. Masa kini sebagai realitas adalah hasil interaksi antara

manusia dengan lingkungannya. Bila perubahan lingkungan fisik membuat
manusia harus mensiasatinya dan melahirkan budaya-budaya yang terus menerus
disesuaikan, maka perubahan-perubahan budaya itu juga mesti disiasati demi
keberlangsungan hidup manusia. Dengan pengakuan terhadap perubahan sebagai
keniscayaan dan kemampuan manusia mensiasati lingkungan dan budayanya,

Universitas Sumatera Utara

10

maka kearifan lokal (local wisdom) bisa mendapatkan tempatnya sebagai bagian
dari siasat kebudayaan itu (Ariyanto dkk, 2014)
Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman
atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia
dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini
dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi
sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia. Kearifan
lokal memiliki peranan yang cukup penting dalam memelihara dan membangun
integritas sosial, mencegah terjadinya integritas sosial dan menjadi perekat sosial
dalam masyarakat (Sianturi, 2004).

Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat
lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu
sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat
disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan
lokal dalam kehidupan setiap hari karena telah terinternalisasi dengan sangat baik.
Tiap bagian dari kehidupan masyarakat lokal diarahkan secara arif berdasarkan
sistem pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam aktifitas
keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasi-situasi yang
tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba ( Siagian, 2000).
Tidak dapat dipungkiri, saat ini dunia mengalami permasalahan yang
belum pernah dialami sebelumnya. Setelah terjadi dua kali perang dunia yang
meluluhlantahkan segi-segi kemanusiaan, maka sistem pengetahuan modern yang
menjadikan manusia dengan kemampuan rasionya sebagai tuan atas dirinya dan
dunia pun mulai dikritik. Kritik-kritik itu datang karena ketidakmampuan rasio
modern

mengeliminasi

kehancuran-kehancuran


yang

ditimbulkan

akibat

Universitas Sumatera Utara

11

kepentingan di balik setiap penemuan-penemuan di bidang ilmu dan teknologi.
Saat ini dunia kembali berhadapan dengan situasi lain, yaitu perubahan iklim yang
tidak lagi menentu ( Ariyanto dkk, 2014).
Sedangkan nilai kearifan lokal pada kawasan sekitar Danau Toba itu
sendiri sudah mulai luntur sebagai contoh nilai-nilai kearifan lokal budaya suku
Batak membuat fungsi Danau Toba sebagai sumber air kehidupan mulai menurun,
dimana dahulu Danau Toba dikenal sebagai raja dari segala danau sehingga
masyarakat sangat menghormati dan menjaga kualitas airnya sedangkan saat
sekarang ini sudah jarang bahkan mungkin sudah hilang dan tidak jelas apa
penyebabnya. Pada tahun 1996 usaha perikanan di perairan Danau Toba mulai

berkembang dalam bentuk Keramba Jaring Apung (KJA) dan hingga saat ini
mencapai luas ± 440 ha. Walaupun luas perairan yang digarap baru mencapai
0,4% dari ambang luas dan yang diizinkan sebesar 1% dari luas perairan Danau
Toba serta perilaku masyarakat dan dunia usaha membuang limbah domestik dan
limbah cair (Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2010).
Kawasan Danau Toba sendiri bila dilihat secara kasat mata juga telah
menjadi daerah yang terdegradasi terutama terjadinya penggundulan hutan yang
cukup parah dibeberapa tempat dilingkungan danau Toba termasuk di Pulau
Samosir. Saat ini kondisi ekosistem Danau Toba sudah sangat kritis sebagai
akibat pola penggunaan lahan yang kurang mengindahkan prinsip konservasi dan
akibat perambahan kawasan hutan maupun pencurian kayu (illegal logging).
Penggundulan hutan-hutan di sekeliling Danau Toba yang diakibatkan
oleh penebangan yang tidak terkendali, sehingga daerah tutupan lahan yang hijau
menjadi habis, dalam waktu dekat pegunungan di sekeliling Danau Toba akan
menjadi tandus. Hal ini tentu sangat memprihatinkan karena tentu berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

12


kepada kualitas lingkungan danau Toba termasuk mempengaruhi ekosistem
perairan danau Toba. Kualitas air Danau Toba dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain limbah domestic atau pemukiman, pertanian, perikanan, industri,
pelayaran dan pariwsisata, baik yang berasal dari daratan (land based) maupun
yang berasal dari kegiatan di perairan danau (Sarah, 2009).
Permasalahan utama yang dialami ekosistem Danau Toba terutama adalah
penurunan kualitas akibat dari berbagai limbah yang dibuang ke dalam danau
sehingga menimbulkan pencemaran, seperti limbah domestik/perhotelan, limbah
pertanian, limbah dari budidaya perikanan di dalam jaring apung, serta limbah
minyak yang berasal dari aktivitas transportasi air. Sebaliknya Danau Toba juga
digunakan sebagai tempat membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari
kegiatan pertanian di sekitar kawasan Danau Toba, limbah domestik dari
permukiman dan perhotelan, limbah nutrisi dari sisa pakan ikan yang tidak habis
dikonsumsi oleh ikan yang dibudidayakan, limbah dari pariwisata dan transportasi
air. Reboisasi di daerah pergunungan/perbukitan Danau Toba berfungsi sebagai
reservoir air, tata air, peresapan air dan keseimbangan lingkungan dan alam
sekitarnya (Limbong, 2013).
Berdasarkan hasil survei lapangan, diketahui bahwa belum adanya cara
masyarakat untuk mempertahankan kearifan lokal kawasan sekitar Danau Toba
sehingga tetap terjaga kelestarian kawasan Danau Toba

1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut ini:
1. Dapatkah masyarakat sekitar kawasan Danau Toba menjaga ekosistem hutan
dengan mempertahankan kearifan lokal atau tradisi setempat?

Universitas Sumatera Utara

13

2. Bagaimana upaya masyarakat untuk tetap dapat menjaga kualitas air dengan
menjaga ekosistem hutan sekitar kawasan Danau Toba?
3. Bagaimana

konstribusi

yang

didapat


masyarakat

setempat

dengan

mempertahankan kualitas lingkungan sekitar Danau Toba?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka dapat
dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Mengetahui bentuk kearifan lokal masyarakat dalam mempertahankan
kelestarian kawasan sekitar Danau Toba.

2.

Untuk mengetahui peranan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat
sehingga dapat menjaga ekosistem hutan dan kualitas air kawasan Danau
Toba.


3.

Untuk mendapatkan informasi dari Kawasan Danau Toba dalam Aspek
Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut yaitu :
1.

Memberikan informasi mengenai ketergantungan dan kearifan lokal
masyarakat dalam pengelolaan kawasan sekitar Danau Toba.

2.

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam membuat kebijakan dan
pengelolaan kawasan sekitar Danau Toba.

Universitas Sumatera Utara