Pengaruh penambahan level asap cair terhadap kualitas otot pectoralis profundus, semitendinosus dan Longissimus dorsi pada daging kuda

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Populasi penduduk Indonesia yang terus bertambah mengakibatkan
permintaan kebutuhan pangan terus meningkat dan salah satunya adalah
kebutuhan protein hewani yang asal daging. Daging temasuk dalam bahan
makanan yang mudah rusak. Salah satu jenis ternak yang perlu mendapatkan
perhatian dan potensial untuk produksi daging adalah ternak kuda.
Ternak kuda dapat menjadi alternatif

penyedia daging disebabkan

kandungan protein yang tinggi. Dari segi mutu, daging kuda memiliki kelebihan
tersendiri, dimana kadarlemaknya hanya 4,1% dibanding dengan sapi yang
mencapai 14,0% sedangkan kadar protein hampir sama yakni pada daging kuda
18,1% sedangkan pada daging sapi 18,8% jauh lebih tinggi dari daging kambing
16,6% dengan kadar lemak mencapai 9,2% (Swatland, H.J. 1984).
Daging kuda merupakan salah satu jenis daging yang dapat digunakan
sebagai bahan pangan asal hewan yang potensial. Disebabkan kandungan asam
amino esensial lengkap dan seimbang. Selain itu keunggulan lainnya adalah
protein daging kuda lebih mudah dicerna dibanding yang berasal dari nabati.

Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Pada kenyataanya permintaan daging kuda relatif masih sedikit dibanding
dengan permintaan daging sapi dimana hal ini mungkin berhubungan dengan
tempat penjualan daging dan hasil olahannya yang relatif kurang, faktor budaya,
faktor ketersediaan, faktor karakteristik daging kuda dan karakter dari konsumen
itu sendiri. Karakteristik konsumen tersebut terutama berkaitan dengan umur,
jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

Universitas Sumatera Utara

otot yang larut dalam air. Flavor dan aroma spesies diperkirakan berasal dari
material di dalam lemak, sebagian besar menguap jika dipanaskan.
Hal inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya penelitian mengenai
penambahan asap cair pada daging sebagai bahan pengikat (binder) pada ketiga
jenis otot yaitu Longissimus dorsi, Semitendinosus, Pectoralis profundus selama
pasca rigor dalam meningkatkan sifat fisik dan fungsional daging yang meliputi
susut masak, keempukan, dan flavour. Sehingga kualitas daging yang akan dibuat
dalam suatu produk dapat ditingkatkan
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu, untuk melihat peran asap cair

sebagai bahan pengikat pada daging pascarigor, sehingga terjadi perubahan pada
kualitas otot Longissimus dorsi, Semitendinosus, Pectoralis profundus pada
daging kuda.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penlitian ini adalah untuk memberikan informasi
kepada masyarakat bahwa pemberian asap cair pada daging akan meningkatkan
kualitas otot Longissimus dorsi, Semitendinosus, Pectoralis profundus pada
daging kuda.
Hipotesis Penelitian
Perlakuan dengan memberikan level asap cair terhadap otot Longissimus
dorsi,Semitendinosus dan Pectoralis profundus pada daging kuda memberikan
respon yang positif terhadap kualitas otot daging tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal konsumsi hasil olahan daging kuda, hal yang mungkin jadi
permasalahan oleh konsumen adalah pengetahuan tentang kualitas dan
karakteristik umum daging belum sepenuhnya diketahui secara pasti sehingga
menjadi alasan belum diterimanya daging ini oleh masyarakat luas. Preferensi
konsumen terhadap hasil olahan daging kuda tersebut merupakan hal yang penting

untuk mengetahui posisi produk tersebut dalam suatu pasar, disamping itu juga,
diperlukan sasaran promosi dan penyesuaian karakteristik promosi yang akan
dilakukan, ini dapat diketahui dengan memahami karakteristik konsumen yang
mengkonsumsi hasil olahan daging kuda yang dapat dilihat dari beberapa aspek
seperti, umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.
Kualitas daging pascapanen dan selama penyimpanan akan mengalami
perubahan-perubahan

fungsional dan

fisik

akibat

proses biokimia dan

mikrobiologis. Perubahan ini mengakibatkan daya tahan daging serta produk
olahannya menjadi terbatas, hal ini disebabkan karena adanya fase rigormortis,
sehingga kemampun daging dalam mengikat air akan menurun, maka perlu
dilakukan penambahan bahan sebagai bahan pengikat.

Asap cair merupakan bahan pengikat yang mengandung senyawa fenol
yang bersifat sebagai antioksidan, oleh karena itu asap cair dapat menghambat
kerusakan pangan dengan cara mendonorkan hidrogen dan efektif untuk
menghambat autooksidasi lemak, sehingga dapat mengurangi kerusakan pangan
karena oksidasi lemak oleh oksigen. Senyawa fenol yang terdapat pada asap cair
mampu mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, dan ester yang dapat
mempengaruhi daya ikat pada sampel.

Universitas Sumatera Utara

Kandungan asam pada asap cair juga sangat efektif dalam mematikan dan
menghambat pertumbuhan mikroba pada produk makanan dengan cara senyawa
asam ini menembus dinding sel mikroorganisme yang menyebabkan sel
mikroorganisme menjadi lisis kemudian mati, dengan menurunnya jumlah bakteri
dalam produk makanan maka kerusakan pangan oleh mikroorganisme dapat
dihambat sehingga
Susut masak sebagai salah satu sifat fisik daging dapat diartikan sebagai
kemampuan daging dalam mengikat air setelah dilakukan perlakuan fisik dengan
merendam daging hasil olahan tersebut kedalam air dingin sampai mendidih,
sehingga akan di dapatkan perbandingan berat sebelum direndam dan sesudah

direndam dalam air panas. Susut masak juga dipengaruhi oleh pH daging, dimana
kenaikan pH daging akan menurunkan susut masak daging. Hal ini mendukung
pendapat Soeparno (2005) bahwa pada umumnya susut masak bervariasi antara
1,5 – 54,5% dengan kisaran 15% - 40%.
Keempukan merupakan faktor penting yang dipertimbangkan dalam
atribut palatabilitas daging (Stephanus et al., 2004), dan berkaitan sangat erat
dengan dengan tingkat penerimaan konsumen (Chambers dan Bowers, 1993).
Keempukan seringkali menyebabkan ketidakpuasan konsumen terhadap kualitas
daging (Purchas et al., 2002). Selain itu keempukan berkaitan juga dengan
penerimaan konsumen terhadap produk olahan daging.Berdasarkan hasil tersebut
dapat dipastikan bahwa keempukan merupakan hal yang penting ysng harus
diperhatikan dalam industri daging dan pengolahannya.
Berbagai cara metode pengempukan yaitu pelayuan, pemberian asam,
perlakuan mekanis dan penggunaan enzim nabati seperti papain dan bromelin.

Universitas Sumatera Utara

Akibat peregangan maka keempukan meningkat. Pelayuan juga mempengaruhi
keempukan. Pemasakan meningkatkan keempukan, tetapi juga menurunkan
keempukan,tergantung dari waktu dan temperature. Lama pemasakn erpengaruh

terhadap kolagen, temperatur mempengaruhi miofibril, bila temperature lebih
lebih tinggi dari 60-80°C maka koagulasi/denaturasi protein miofibril akan
mengakibatkan pengeringan dan terjadi peningkatan kealotan. Bila temperature
diatas 65-80°C akan terjadi konversi kolagen menjadi gelatin yang dapat
meningkatkan keempukan daging. pH berpengaruh terhadap keempukan, pH yang
tinggi akan mengakibatkan keempukan meningkat dan jus meningkat pula. Untuk
Ph 5,4 - 6,0 akan terjadi status kontraksi yang mempengaruhi keempukan. Bahan
pengempuk daging dapat meningkatkan keempukan.
Flavor dan aroma daging menstimulsi aliran saliva dan jus alat pencernaan
,sehingga flavor dan aroma merupakan respon psikologis dan fisiolgis pada saat
makan daging. Secara fisiologis persepsi flavor melibatkan empat (4) basis sensasi
yaitu asin, manis, asam, dan pahit oleh ujung ujung syaraf pada permukaan lidah.
Aroma dideteksi apabila sejumlah material volatil menstimulasi ujung ujung
syararaf hidung. Total sensasi adalah rangsangan kombinasi rasa (gustatory) dan
bau (olfactory) faktor-faktor yang mempengaruhi flavor, aroma, dan citarasa
antara lain : spesies,bangsa,pakan,jenis kelamin,umur,lemak,lama dan kondisi
penyimpanan dan kondisi pemsakan terutama jenis, lama dan suhu pemasakan.
Komponen flavor berasal dari konstituen otot,jaringan ikat dan adipose. Inosene
Monophosphate (IMP) dan hiposantin merupakan produk pemecahan ATP yang
berperan meningakatkan flavor. Konstituen – konstituen daging yang paling

bertanggung jawab terhadap flavor daging adalah komponen- komponen jaringan

Universitas Sumatera Utara