Dampak Pembangunan Jalan Terhadap Perkembangan Wilayah Kecamatan Gomo Kabupaten Nias Selatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Transportasi
Sejak dahulu manusia sudah mengenal transportasi dengan cara sederhana,
misalnya sistem transportasi barang diatas kepala atau menjinjing barang/muatan
menggunakan gerobak barang yang ditarik oleh hewan. Sejalan dengan
perkembangan peradaban manusia, kebutuhan akan sarana transportasi juga
meningkat

sehingga

bermunculan

penemuan-penemuan

baru

dibidang

infrastruktur dan suprastruktur transportasi yang seperti kita alami saat ini.

Transportasi atau perangkutan adalah perpindahan dari suatu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh
tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin. Konsep transportasi
didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan tujuan
(destination). Perjalanan adalah pergerakan orang dan barang antara dua tempat
kegiatan yang terpisah untuk melakukan kegiatan perorangan atau kelompok
dalam masyarakat. Perjalanan dilakukan melalui suatu lintasan tertentu yang
menghubungkan asal dan tujuan, menggunakan alat angkut atau kendaraan
dengan kecepatan tertentu. Jadi perjalanan adalah proses perpindahan dari satu
tempat ke tempat yang lain.(Sukarto, 2006).
Transportasi merupakan komponen utama bagi berfungsinya suatu
kegiatan masyarakat. Transportasi berkaitan dengan pola kehidupan masyarakat
lokal serta daerah layanan atau daerah pengaruh aktivitasaktivitas produksi dan
sosial, serta barang-barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Kehidupan

masyarakat yang maju ditandai dengan mobilitas yang tinggi akibat tersedianya
fasilitas transportasi yang cukup. Sebaliknya daerah yang kurang baik sistim
transportasinya, biasanya mengakibatkan keadaan ekonomi masyarakatnya berada
dalam keadaan statis atau dalam tahap immobilitas. Transportasi merupakan
kebutuhan turunan (derived demand) dari kegiatan ekonomi, sehingga

pertumbuhan ekonomi suatu Negara atau wilayah tercermin dari peningkatan
intensitas transportasinya. Transportasi memiliki peran strategis terhadap aspek
ekonomi, sosial, guna lahan atau kewilayahan, politik, keamanan, dan budaya.

II.1.1 Unsur-unsur Dasar Transportasi
Ada lima unsur pokok transportasi, yaitu:
1. Manusia, yang membutuhkan transportasi
2. Barang, yang diperlukan manusia
3. Kendaraan, sebagai sarana transportasi
4. Jalan, sebagai prasarana transportasi
5. Organisasi, sebagai pengelola transportasi
Pada dasarnya, ke lima unsur di atas saling terkait untuk terlaksananya
transportasi, yaitu terjaminnya penumpang atau barang yang diangkut akan
sampai ke tempat tujuan dalam keadaan baik seperti pada saat awal diangkut.
Dalam hal ini perlu diketahui terlebih dulu ciri penumpang dan barang, kondisi
sarana dan konstruksi prasarana, serta pelaksanaan transportasi. (Sukarto, 2006).

II.1.2 Moda Transportasi
Moda transportasi terbagi atas tiga jenis moda, yaitu:
1. Transportasi darat: kendaraan bermotor, kereta api, gerobak yang ditarik

oleh hewan (kuda, sapi, kerbau), atau manusia.
Moda transportasi darat dipilih berdasarkan faktor-faktor:


Jenis dan spesifikasi kendaraan



Jarak perjalanan



Tujuan perjalanan



Ketersediaan moda




Ukuran kota dan kerapatan permukiman



Faktor sosial-ekonomi

2. Transportasi air (sungai, danau, laut): kapal, tongkang, perahu, rakit.
3. Transportasi udara: pesawat terbang.
Transportasi udara dapat menjangkau tempat-tempat yang tidak dapat ditempuh
dengan moda darat atau laut, di samping mampu bergerak lebih cepat dan
mempunyai lintasan yang lurus, serta praktis bebas hambatan. (Sukarto, 2006).

II.1.3 Fungsi dan manfaat Transportasi
Transportasi perlu untuk mengatasi kesenjangan jarak dan komunikasi
antara tempat asal dan tempat tujuan. Untuk itu dikembangkan sistem transportasi
dan komunikasi, dalam wujud sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan). Dari sini
timbul jasa angkutan untuk memenuhi kebutuhan perangkutan (trans-portasi) dari
satu tempat ke tempat lain. Di sini terlihat, bahwa transportasi dan tata guna lahan
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan transportasi yang


diwujudkan dalam bentuk lalu lintas kendaraan, pada dasarnya merupakan
kegiatan yang menghubungkan dua lokasi dari tata guna lahan yang mungkin
sama atau berbeda. Memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat
lain, berarti memindahkannya dari satu tata guna lahan ke tata guna lahan yang
lain, yang berarti pula mengubah nilai ekonomi orang atau barang tersebut.
(Sukarto, 2006).
Transportasi dengan demikian merupakan bagian dari kegiatan ekonomi
yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan cara mengubah
letak geografis barang atau orang. Jadi salah satu tujuan penting dari perencanaan
tata guna lahan atau perencanaan sistem transportasi, adalah menuju ke
keseimbangan yang efisien antara potensi tata guna lahan dengan kemampuan
transportasi. Untuk wilayah perkotaan, transportasi memegang peranan yang
cukup menentukan. Suatu kota yang baik dapat ditandai, antara lain dengan
melihat kondisi transportasinya. Transportasi yang baik, aman, dan lancar selain
mencerminkan keteraturan kota, juga memperlihatkan kelancaran kegiatan
perekonomian kota. Perwujudan kegiatan transportasi yang baik adalah dalam
bentuk tata jaringan jalan dengan segala kelengkapannya, berupa rambu-rambu
lalu lintas, marka jalan, penunjuk jalan, dan sebagainya. Selain kebutuhan lahan
untuk jalur jalan, masih banyak lagi kebutuhan lahan untuk tempat parkir,
terminal, dan fasilitas angkutan lainnya. (Sukarto, 2006).

Perkembangan teknologi di bidang transportasi menuntut adanya
perkembangan teknologi prasarana transportasi berupa jaringan jalan. Sistem
transportasi yang berkembang semakin cepat menuntut perubahan tata jaringan
jalan yang dapat menampung kebutuhan lalu lintas yang berkembang tersebut.

Perkembangan tata jaringan jalan baru akan membutuhkan ketersediaan lahan
yang lebih luas, seperti antara lain untuk pelebaran jalan, sistem persimpangan
tidak sebidang, jalur pemisah, dan sebagainya. Kebutuhan lahan yang sangat luas
untuk sistem transportasi (terutama transportasi darat) ini mempunyai pengaruh
besar terhadap pola tata guna lahan, terutama di daerah perkotaan. Di sini masalah
lingkungan perlu diperhatikan. Perubahan tata guna lahan akan berpengaruh
terhadap kondisi fisik tanah (terutama muka air tanah), serta masalah sosial dan
ekonomi, sehingga perlu dilakukan studi yang bersifat komprehensif lebih dahulu
(menyangkut masalah lingkungan). (Sukarto, 2006).
Haryono Sukarto (2006) menyatakan manfaat transportasi meliputi manfaat sosial,
ekonomi, politik, dan fisik.
a. Masalah Sosial.
Dalam kehidupan sosial / bermasyarakat ada bentuk - bentuk hubungan
yang bersifat resmi, seperti hubungan antara lembaga pemerintah dengan swasta,
maupun hubungan yang bersifat tidak resmi, seperti hubungan keluarga, sahabat,

dan sebagainya. Untuk kepentingan hubungan sosial ini, transportasi sangat
membantu dalam menyediakan berbagai fasilitas dan
kemudahan, seperti:


Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok



Pertukaran dan penyampaian informasi



Perjalanan pribadi maupun sosial



Mempersingkat waktu tempuh antara rumah dan tempat bekerja




Mendukung perluasan kota atau penyebaran penduduk menjadi kelompokkelompok yang lebih kecil.

b. Manfaat Ekonomi.
Manusia memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya
akan pangan, sandang, dan papan. Sumberdaya alam ini perlu diolah melalui
proses produksi untuk menjadi bahan siap pakai yang perlu dipasarkan, di mana
terjadi proses tukar menukar
antara penjual dan pembeli.
Produksi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, dimana sumberdaya
alam dan sumberdaya manusia dipadukan untuk menghasilkan barang yang dapat
dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan ekonomi adalah
gabungan dari tiga “faktor produksi”, yaitu: tanah (bumi), tenaga kerja, dan
modal. Tanah bagi ahli ekonomi berarti semua sumber daya alam non manusia,
dan modal berarti semua peralatan, perlengkapan, teknologi, dsb.
Tujuan dari kegiatan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia
dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan yang
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan manusia melalui cara mengubah
letak geografi orang maupun barang. Dengan transportasi, bahan baku dibawa ke
tempat produksi, dan dengan transportasi pula hasil produksi dibawa ke pasar.

Para konsumen datang ke pasar atau tempat-tempat pelayanan yang lain (rumah
sakit, pusat rekreasi, dan seterusnya) dengan menggunakan transportasi.

c. Manfaat Politik.
Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, maka transportasi memegang
peranan penting, antara lain dari segi politik. Beberapa manfaat politik dari
transportasi, adalah:



Transportasi menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan
meniadakan isolasi.



Transportasi

mengakibatkan

pelayanan


kepada

masyarakat

dapat

dikembangkan atau diperluas secara lebih merata pada setiap bagian
wilayah negara.


Keamanan negara sangat tergantung pada transportasi yang efisien untuk
memudahkan mobilisasi kemampuan dan ketahanan nasional, serta
memungkinkan perpindahan pasukan selama masa perang atau untuk
menjaga keamanan dalam negeri.



Sistem transportasi yang efisien memungkinkan perpindahan penduduk
dari daerah bencana.


d. Manfaat Fisik.
Transportasi mendukung perkembangan kota dan wilayah sebagai sarana
penghubung. Rencana tata guna lahan kota harus didukung secara langsung oleh
rencana pola jaringan jalan yang merupakan rincian tata guna lahan yang
direncanakan. Pola jaringan jalan yang baik akan mempengaruhi perkembangan
kota yang direncanakan sesuai dengan rencana tata guna lahan. Ini berarti
transportasi mendukung penuh perkembangan fisik suatu kota atau wilayah.

II.2 Peranan Transportasi dalam Pengembangan Kota dan Wilayah
Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
perencanaan

kota

dan

wilayah.

Rencana

sarana

transportasi

tanpa

mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai

akibat dari rencana itu sendiri, akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di
kemudian hari. Akibat lebih lanjut adalah meningkatnya jumlah kecelakaan,
pelanggaran, dan menurunnya sopan-santun berlalu-lintas, serta meningkatnya
pencemaran udara. (Sukarto, 2006).

II.3 Transportasi Merupakan Tolok Ukur Interaksi antar Wilayah
Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain. Demikian juga
wilayah lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara wilayahwilayah tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki kelebihan
dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang
mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga
penduduk pada radius tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk
memperoleh kebutuhan yang diperlukan.
Morlok mengemukakan bahwa akibat adanya perbedaan tingkat pemilikan
sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan
penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya pertukaran barang, orang dan
jasa antar wilayah. (Ashry Fendi dan kawan, 2007) Pertukaran ini diawali dengan
proses penawaran dan permintaan. Sebagai alat bantu proses penawaran dan
permintaan yang perlu dihantarkan menuju wilayah lain diperlukan sarana
transportasi. Sarana transportasi yang memungkinkan untuk membantu mobilitas
berupa angkutan umum.
Dalam menyelenggarakan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang
tempat tinggal yang disebut permukiman yang terbentuk dari unsur-unsur
working, opportunities, circulation, housing, recreation, and other living facilities

(Ashry Fendi dan kawan, 2007). Unsur circulation adalah jaringan transportasi
dan komunikasi yang ada dalam permukiman. Sistem transportasi dan komunikasi
meliputi sistem internal dan eksternal. Jenis yang pertama membahas sistem
jaringan yang ada dalam kesatuan permukiman itu sendiri. Jenis yang kedua
membahas keadaan kualitas dan kuantitas jaringan yang menghubungkan
permukiman satu dengan permukiman lainnya di dalam satu kesatuan
permukiman.
Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain selalu
melalui jalur-jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan dihubungkan satu sama
lain dengan suatu jaringan (network) dalam ruang. Jaringan tersebut dapat berupa
jaringan jalan, yang merupakan bagian dari sistem transportasi. Transportasi
merupakan hal yang penting dalam suatu sistem, karena tanpa transportasi
perhubungan antara satu tempat dengan tempat lain tidak terwujud secara baik
(Ashry Fendi dan kawan, 2007).
Hurst mengemukakan bahwa interaksi antar wilayah tercermin pada
keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa. Transportasi
merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting
peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah (Ashry Fendi
dan kawan, 2007). Wilayah dengan kondisi geografis yang beragam memerlukan
keterpaduan antar jenis transportasi dalam melayani kebutuhan masyarakat. Pada
dasarnya, sistem transportasi dikembangkan untuk menghubungkan dua lokasi
guna lahan yang mungkin berbeda. Transportasi digunakan untuk memindahkan
orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain sehingga mempunyai nilai
ekonomi yang lebih meningkat.

Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi
antara penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan masalah
pertama yang harus ditangani. Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan produsen dengan konsumen dan meniadakan jarak diantara
keduanya. Jarak tersebut dapat dinyatakan sebagai jarak waktu maupun jarak
geografis. Jarak waktu timbul karena barang yang dihasilkan hari ini mungkin
belum dipergunakan sampai besok. Jarak atau kesenjangan ini dijembatani
melalui proses penggudangan dengan teknik tertentu untuk mencegah kerusakan
barang yang bersangkutan.
Transportasi erat sekali dengan penggudangan atau penyimpanan karena
keduanya meningkatkan manfaat barang. Angkutan menyebabkan barang dapat
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga bisa dipergunakan di tempat
barang itu tidak didapatkan. Dengan demikian menciptakan manfaat tempat.
Penyimpanan atau penggudangan juga memungkinakan barang disimpan sampai
dengan waktu dibutuhkan dan ini berarti memberi manfaat waktu (Schumer,
Ashry Fendi dan kawan, 2007). Pembangunan suatu jalur transportasi maka akan
mendorong tumbuhnya fasilitas-fasilitas lain yang tentunya bernilai ekonomis.
Perbedaan sumberdaya yang ada di suatu daerah dengan daerah lain
mendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sehingga dapat memenuhi
kebutuhannya. Dalam proses mobilitas inilah transportasi memiliki peranan yang
penting untuk memudahkan dan memperlancar proses mobilitas tersebut. Proses
mobilitas ini tidak hanya sebatas oleh manusia saja, tetapi juga barang dan jasa.
Dengan demikian nantinya interaksi antar daerah akan lebih mudah dan dapat
mengurangi tingkat kesenjangan antar daerah.

Ullman mengungkapkan ada tiga syarat untuk terjadinya interaksi
keruangan, yaitu :


Complementarity atau ketergantungan karena adanya perbedaan demand
dan supply antar daerah



Intervening opportunity atau tingkat peluang atau daya tarik untuk dipilih
menjadi daerah tujuan perjalanan



Transferability atau tingkat peluang untuk diangkut atau dipindahkan dari
suatu tempat ketempat lain yang dipengaruhi oleh jarak yang dicerminkan
dengan ukuran waktu dan atau biaya perjalanan. (Ashry Fendi dan kawan,
2007).
Kebutuhan akan pergerakan bersifat merupakan kebutuhan turunan.

Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Pergerakan tidak
akan terjadi seandainya semua kebutuhan tersebut menyatu dengan permukiman.
Namun pada kenyataannya semua kebutuhan manusia tidak tersedia di satu
tempat. Atau dengan kata lain lokasi kegiatan tersebar secara heterogen di dalam
ruang. Dengan demikian perlu adanya pergerakan dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan.
Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
penduduk mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi dan
tanpa moda transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda tranportasi
biasanya berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan moda transportasi
berjarak sedang atau jauh.
Transportasi merupakan penghubung utama antara dua daerah yang
sedang berinteraksi dalam pembangunan. Tanpa adanya jaringan transportasi tidak

mungkin pembangunan dapat diperkenalkan ke luar daerah. Jalan merupakan
akses transportasi dari suatu wilayah menuju ke wilayah.
Aktivitas penduduk yang meningkat perlu dijadikan perhatian dalam
merumuskan kebijakan di bidang transportasi karena manusia senantiasa
memerlukan transportasi. Hal ini merupakan sesuatu hal yang merupakan
ketergantungan sumberdaya antar tempat. Hal ini menyebabkan proses interaksi
antar wilayah yang tercermin pada fasilitas transportasi.

II.3.1 Transportasi di dalam Lingkungan Pedesaan
Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan
dalam

pembangunan

ekonomi

yang

menyeluruh.

Perkembangan

sektor

transportasi akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan
ekonomi yang berjalan. Namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah
satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan dalam cakupan
spasial dan temporal yang besar. (Sukarto, 2006).
Transportasi sebagai salah satu sektor kegiatan pedesaan, merupakan
kegiatan yang potensial mengubah kualitas udara pedesaan. Perkembangan
pedesaan berjalan secara dinamik, mengikuti perkembangan sosial-ekonomi
pedesaan itu sendiri. Dengan semakin berkembangnya pedesaan dalam hal
wilayah spasial (ruang) dan aktivitas ekonominya, akan semakin besar pula beban
pencemaran udara yang dikeluarkan ke atmosfer pedesaan. Dampak ini akan
semakin terasa di daerah-daerah pusat kegiatan pedesaan. (Sukarto, 2006).
Transportasi yang berwawasan lingkungan perlu memikirkan implikasi /
dampak terhadap lingkungan yang mungkin timbul, terutama pencemaran udara

dan kebisingan. Ada tiga aspek utama yang menentukan intensitas dampak
terhadap lingkungan, khususnya pencemaran udara dan kebisingan, dan
penggunaan energi di daerah perkotaan (Moestikahadi, Sukarto, 2006), yaitu:


Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia).



Aspek rekayasa transportasi, meliputi pola aliran moda transportasi, sarana
jalan, sistem lalu lintas, dan faktor transportasi lainnya.



Aspek teknik mesin dan sumber energi (bahan bakar) alat transportasi.
(Sukarto,2006).

Sistem transportasi di perkotaan adalah faktor utama yang menentukan pola ruang
(spatial pattern), derajat kesemrawutan, dan tingkat pertumbuhan ekonomi dari
suatu daerah perkotaan. Ada tiga jenis utama transportasi yang digunakan orang di
perkotaan (Miller, Sukarto, 2006) :


Angkutan pribadi (individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda motor,
sepeda, atau berjalan kaki,



Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api, bis, opelet, dan
sebagainya.



Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang
menjalani rute tetap atau yang disewa untuk sekali jalan, dan sebagainya.
Setiap jenis angkutan mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri.

Sistem transportasi perkotaan yang berhasil, memerlukan gabungan dari cara
angkutan pribadi, massal, dan sewaan, yang dirancang memenuhi kebutuhan
daerah perkotaan tertentu. (Sukarto, 2006).

II.3.2 Pola Perjalanan di Daerah Pedesaan
Kebanyakan orang memerlukan perjalanan untuk mencapai tempat-tempat
tujuan bekerja, bersekolah atau ke tempat-tempat pendidikan yang lain,
berbelanja, ke tempat-tempat pelayanan, mengambil bagian dalam berbagai
kegiatan sosial dan bersantai di luar rumah, serta banyak tujuan yang lain.
Hal yang utama dalam masalah perjalanan adalah adanya hubungan antara
tempat asal dan tujuan, yang memperlihatkan adanya lintasan, alat angkut
(kendaraan) dan kecepatan. Pola perjalanan di daerah pedesaan dipengaruhi oleh
tata letak pusat-pusat kegiatan di perkotaan (permukiman, perbelanjaan,
perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain).

II.3.3 Kebijakan Transportasi
Pola jaringan jalan dapat mempengaruhi perkembangan tata guna lahan.
Jaringan jalan yang direncanakan secara tepat akan merupakan pengatur lalu lintas
yang baik. Jadi ada kaitan antara perencanaan kota dengan perencanaan
transportasi.

Perencanaan

kota

mempersiapkan

kota

untuk

menghadapi

perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan agar kota menjadi
suatu tempat kehidupan yang layak. Sedangkan perencanaan transportasi
mempunyai sasaran mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan
orang atau barang bergerak dengan aman, murah, cepat, dan nyaman, dan
mencegah terjadinya kemacetan lalu lintas di jalan-jalan dalam kota.
Penyusunan

kebijakan

transportasi

dilakukan

oleh

Departemen

Perhubungan, setelah berkoordinasi dengan beberapa departemen lain yang
terkait, misal: Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum,

Departemen Pertahanan, dan Departemen Keuangan. Selanjutnya pelaksanaan
dari kebijakan transportasi tersebut dilakukan secara terpadu oleh unsur-unsur
pelaksana di daerah, seperti Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Dinas Bina
Marga, Polisi Lalu Lintas, dan instansi lain yang terkait, serta pihak swasta
(perusahaan perangkutan).

II.4 Transportasi dan Lingkungan
Pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development) sebagaimana
didefinisikan sebagai: Pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
(World Commission on Environment and Development, Sukarto, 2006), telah
diterima secara luas di banyak negara di dunia. Namun demikian transportasi
dengan memakai kendaraan bermotor merupakan pengguna terbesar dari
sumberdaya alam yang tidak terbaharukan (nonrenewable resources), terutama
minyak bumi, di samping menghasilkan gas buang yang berbahaya (bagi
kesehatan manusia) dan tidak dapat dikurangi / dihilangkan. Transportasi juga
merupakan penyumbang terbesar dalam pencemaran udara, khususnya di
perkotaan.

II.4.1 Pengaruh Transportasi terhadap Lingkungan
Transportasi dalam bentuk lalu lintas kendaraan bermotor di jalan-jalan di
dalam kota dapat menyebabkan terjadinya:


kemacetan (traffic congestion)



kecelakaan (traffic accident)



pencemaran udara (air pollution)



kebisingan (traffic noise)
Unsur-unsur utama pencemaran lingkungan yang berasal dari lalu lintas

kendaraan bermotor adalah pencemaran udara, kebisingan, dan getaran. Untuk itu
hanya dibicarakan tentang pengaruh transportasi berupa pencemaran udara dan
kebisingan.

II.4.1.1 Pencemaran udara
Pencemaran udara adalah hadirnya di dalam atmosfer / udara luar, satu
atau lebih kontaminan (bahan pencemar) udara, atau kombinasinya dalam jumlah
dan waktu sedemikian yang cenderung melukai / menyakiti manusia, tanaman,
hewan, atau benda milik manusia. Pencemaran udara akibat transportasi terutama
terpusat di sekitar daerah perkotaan dan pada prinsipnya disebabkan oleh lalu
lintas di perkotaan. Kendaraan bermotor yang berhenti dan mulai berjalan (di
kebanyakan jalan-jalan arteri kota) mempunyaipengaruh yang sangat besar dalam
emisi gas-gas hidrokarbon dan karbon monoksida dari kendaraan. Dispersi
pencemaran udara tergantung pada beberapa kondisi, seperti meteorologi,
topografi, dan aerografi dari daerah perkotaan. Polutan (bahan pencemar) yang
dominan adalah CO, SOx, NOx, THC (Total Hydro Carbon), dan TSP (Total
Suspended Particulate) atau debu partikulat, dengan kontribusi CO, NOx, dan
hidrokarbon berasal dari transportasi, SOx dari kegiatan industri, dan TSP
umumnya dari kegiatan permukiman.
Pencemaran udara di banyak kota-kota besar pada umumnya berhubungan
dengan pembangunan dari kegiatan-kegiatan di sektor transportasi dan industri,

meskipun sektor perdagangan dan permukiman tetap memberikan kontribusi yang
cukup besar pula.

II.4.1.2 Gangguan Kebisingan
Bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki, atau tenaga getaran yang
tidak terkendali. Umumnya ada tiga sumber kebisingan :
1. Kebisingan lalu lintas/transportasi
2. Kebisingan pekerjaan atau industri
3. Kebisingan penduduk/permukiman
Semua kebisingan tersebut dapat menghasilkan kerusakan fisik dan
psikologis. Kebisingan lalu lintas adalah konstan dan menyebar luas, karena itu
menimbulkan masalah-masalah yang lebih serius. Pada umumnya kecepatan
kendaraan yang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat kebisingan yang lebih
tinggi pula, dan permukaan jalan yang makin kasar juga akan menghasilkan
kebisingan yang makin tinggi. Bunyi yang paling keras ditimbulkan di daerah
persimpangan (intersection area) dengan adanya kendaraan yang berhenti atau
mengerem, serta kendaraan yang mulai berjalan.

II.5 Sistem Kegiatan Transportasi
Pendekatan secara makro (komprehensif/holistik) mengenai sistem
kegiatan transportasi, dapat dilihat pada gambar II.I:

Gambar II.1 Sistem Kegiatan Transportasi
Sumber : Sukarto, 2006

II.6 Aksesibilitas
Konsep yang mendasari hubungan antara tataguna lahan dan transportasi
adalah aksesibilitas. Dalam konteks yang paling luas, aksesibilitas berarti
kemidahan melakukan pergerakan di antara dua tempat. Aksesibilitas meningkat
dari segi waktu dan uang. Ketika pergerakan menjadi lebih murah. Selain itu,
kecendrungan untuk berinteraksi juga akan meningkat ketika biaya pergerakan
menurun.
Aksesibilitas perorangan biasanya diukur dengan cara menghitung jumlah
lokasi kegiatan (disebut juga peluang-opportunity) yang tersedia pasa jarak
tertentu dari rumah orang tersebut dan memfaktorkan jumlah tersebut dengan
jarak diantaranya. Perhitungan aksesibilitas dapat dilakukan untuk berbagai jenis
peluang, seperti belanja atau bekerja. Pembangunan perdesaan pun menjadi kian
lambat dan terhambat hanya karena minimnya sarana transportasi yang ada (Hensi
Margaretta, Ashry Fendi dan kawan, 2007).

Dengan adanya transportasi dapat membuka jalan komunikasi antar daerah
sehingga terjadi aliran barang, jasa, manusia, dan ide-ide sebagai modal bagi suatu
daerah untuk maju dan berkembang.
Transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan
berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah.
Transportasi sering dikaitkan dengan aksesibilitas suatu wilayah. Dalam
pembangunan perdesaan keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat
diabaikan dalam suatu rangkaian program pembangunan. Terjadinya proses
produksi yang efisien, selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik,
investasi dan teknologi yang memadai sehingga tercipta pasar dan nilai.
Aksesibilitas yang baik juga akan mendorong minat swasta dan
masyarakat untuk menanamkan modalnya dalam rangka pengembangan wilayah.
Dengan demikian akan memajukan kegiatan perekonomian masyarakat, dan dapat
mengentaskan atau setidaknya dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar
wilayah yang memiliki potensi sama atau berbeda .
Agar perencanaan aksesibilitas berjalan dengan baik dan dapat
dimanfaatkan secara optimal maka dapat dipakai pedoman antara lain :
1. Perencanaan tersebut diintegrasikan dengan mempertimbangkan semua
aspek kebutuhan rumah tangga, baik kebutuhan hidup sehari-hari,
ekonomi, maupun kebutuhan sosial.
2. Perencanaan tersebut berdasarkan pada sistem pengumpulan data yang
cermat
3. Menggunakan rumah tangga sebagai fokus dalam proses perencanaan

4. Mengembangkan seperangkat set informasi yang komprehensif pada
semua aspek infrastruktur perdesaan
5. Mengidentifikasi intervensi-intervensi antara perbaikan sistem transportasi
lokal (jalan dan pelayanan transportasi lokal) dan untuk lokasi pelayanan
yang paling cocok
6. Perencanaan tersebut mudah diaplikasikan
7. Perencanaan tersebut murni menggunakan perencanaan pendekatan sistem
bottom-up

II.7 Pengertian Desa dan Kota
II.7.1 Pengertian Desa
Desa, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman
di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah
administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.
Yang

dimaksud

dengan

desa

menurut

Sutardjo

Kartodikusuma

mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana
bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Menurut Bintaro,
desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik dan
kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Atau dalam UU Nomor 32
tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
memuliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan menurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan usul-usul dan adat istiadat

setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sedang menurut Landis : Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500
jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :


mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan
jiwa.



Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan



Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan
Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition

artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada
beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu
sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara
unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan
pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong
menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam
berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang
mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi
keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari
bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti
keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya
bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan
tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan
pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan
rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf
hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan
masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet
tujuan tersebut mandek diatas kertas.
Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan,
yang keuntungannya direguk oleh actor yang melaksanakan pembangunan di desa
tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat. Di desa, pembangunan fisik
menjadi

indicator

keberhasilan

pembangunan.

Karena

itu,

Program

Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara teoritis
memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan
menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananya pun lebih untuk
pembangunan fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala
desa (disana disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan
fisik semata, istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para klebun.
Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi
sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk,

dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa
(nation) bernama Indonesia. Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah
program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan
konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering
dilontarkan oleh banyak kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang
khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.

II.7.2 Pengertian Kota
Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacammacam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini:
1. Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen,
dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
2. Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
3. Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih. Dari
beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri
mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau
lingkungan

komunitas

tertentu

dengan

tingkatan

dalam

struktur

pemerintahan. (riska;2007)
Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut Kota, karena
memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah sekarang

kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang
diantaranya mempunyai ciri-ciri :
A. Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat
Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep
Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan halhal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada
umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe
masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
B. Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya
sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai
hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota
terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka
cenderung untuk individualistik.
C. Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu
pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk
Universalisme.
D. Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima
berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
E. Heterogenitas

Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih
banyak komponen dalam susunan penduduknya.

Kota adalah satuan wilayah yang merupakan simpul jasa distribusi,
berperan memberikan pelayanan pemasaran terhadap wilayah pengaruhnya,
luasnya ditentukan oleh kepadatan jasa distribusi yang bersangkutan. Pengertian
lain menyebutkan kota adalah satuan pemukiman bukan pedesaaan yang berperan
didalam satuan-satuan wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional sebagai
simpul jasa menurut pengamatan tertentu (RUU Tata Ruang Kota).
Kota adalah system jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh strata
sosial ekonomi yang heterogen serta corak materialisti. Pengertian lain
menyebutkan bahwa kota adalah satuan wilayah yang merupakan simpul jasa
distribusi, berperan memberikan pelayanan pemasaran terhadap wilayah
pengaruhnya,

luasnya

ditentukan

oleh

kepadatan

jasa

distribusi

yang

bersangkutan. Rancangan Tata Ruang Kota Medan menyebutkan kota adalah
satuan pemukiman bukan pedesaaan yang berperan didalam satuan-satuan
wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional sebagai simpul jasa menurut
pengamatan tertentu.
Kota merupakan suatu kumpulan sistem dengan membentuk suatu kesatuan
sistem yang cukup kompleks dan akan terus berkembang seiring dengan waktu.
Perkembangan kota tersebut sebagian besar karena adanya peningkatan jumlah
penduduk baik alami maupun migrasi beserta aktivitasnya sehari-hari, sehingga
membutuhkan adanya wadah atau ruang aktivitas. Dalam hal ini ruang
diterjemahkan dalam suatu wujud riil yaitu berupa lahan. Dengan adanya
peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk inilah yang menyebabkan adanya

permintaan (demand) akan lahan sehingga dibutuhkan penyediaan lahan yang
semakin besar pada pusat kota.

II.7.3 Perbedaan Antara Desa dan Kota
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan
(rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). per-bedaan
tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat
sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa,
pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang
masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang
mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang
sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula.
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat
dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat
pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem
kekeluargaan. Ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama,
hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih
memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya
hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan
bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan
saja.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya
memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka
apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Daerah pedesaan kekuasaankekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah
dan sebagainya.
Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara
singkat sebagai berikut:
Tabel II.3 Karakteristik Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan
Masyarakat Pedesaan

Masyarakat Kota

Perilaku homogen

Perilaku heterogen

Perilaku yang dilandasi oleh konsep Perilaku
kekeluargaan dan kebersamaan

yang

dilandasi

oleh konsep

pengandalan diri dan kelembagaan

Perilaku yang berorientasi pada tradisi Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas
dan status Isolasi sosial, sehingga dan fungsi Mobilitas sosial, sehingga
statik Kesatuan dan keutuhan kultural

dinamik

Kebauran

dan

diversifikasi

Banyak ritual dan nilai-nilai sakral

kultural

Kolektivisme

Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular
Individualisme

Sumber : Riska dan kawan - kawan, 2007

Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk
membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan yang ada
mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah
suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat
perkotaan. Ciri ciri tersebut antara lain :

1. jumlah dan kepadatan penduduk
2. lingkungan hidup
3. mata pencaharian
4. corak kehidupan sosial
5. stratifiksi sosial
6. mobilitas sosial
7. pola interaksi sosial
8. solidaritas sosial
9. kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional.
II.7.4 hubungan pedesaan - perkotaan.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang
terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar
diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan,
karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam
memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur
mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi
jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam
proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya
atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja
musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila
pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa
panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja
yang tersedia.

“Interface”, dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpangtindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana,
bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas
pendidikan,

pasar,

dan

rumah

makan

dan

lain

sebagainya,

yang

mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat
akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota
makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui
beberapa cara, seperti: (i) Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan
kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini
terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang
beraneka ragam; (ii) Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya
Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi
perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan
perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai
kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) kooperasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat
kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya
diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah
terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang
dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang
memang akan mengkota.

II.7.4.1 Sistem Kependudukan
Kepadatan penduduk (population density) tinggi (metropolitan), sedang
(kota), rendah (desa), nol (kawasan hutan). Dari sini muncul kebijakan mengenai
kepadatan (density policy) yang dituangkan dalam sistem Tata Ruang, meliputi
kawasan budidaya (terdiri atas kawasan terbangun dan budidaya) dan kawasan
lindung. Sistem Tata Ruang lebih lanjut dijabarkan dalam Struktur Ruang,
meliputi Struktur Wilayah (regional/rural/desa) dan Struktur kota (simpul /
pusat/urban). Density policy berpengaruh terhadap sistem kependudukan. Skala:
lingkungan, desa, kota kecil, kota, metropolitan, regional. Proses : cepat (pesat),
sedang, lambat, stagnan (tetap), tertinggal mengenai tingkat pertumbuhan (rate of
growth) atau tingkat pengembangan (level of development), seperti antara lain :


Kawasan tertinggal



Kawasan yang lambat bertumbuh



Kawasan dengan pertumbuhan yang cepat

II.7.4.2 Sistem Kegiatan
Terdiri atas kegiatan dasar dan kegiatan jasa yang meliputi jasa
pendidikan, jasa perkantoran, jasa niaga, dengan tujuan / sasaran : tempat kerja ;
fasilitas sosial fasilitas umum. Sebagai contoh : Lingkungan terdiri dari 500 KK
(kepala keluarga), 1 unit KK (Scale Neighbourhood Unit) dianggap terdiri atas 5
jiwa (keluarga dengan 3 anak). Pergerakan per KK, terdiri atas :
1 trip/perjalanan ke tempat kerja
1 trip/perjalanan ke fasilitas sosial
1 trip/perjalanan ke fasilitas umum

Berarti ada 3 trip per KK, untuk 500 KK terdapat : berangkat (pagi) 500 x 3 trip =
1500 trip dan untuk pulang (sore) = 1500 trip, jadi total ada 3000 trip/hari Jadi
untuk satu lingkungan yang terdiri atas 500 KK, terjadi perjalanan sejumlah 3000
trip/hari.

II.7.4.3 Sistem Pergerakan
Dalam skala sistem pergerakan ada tiga kategori sistem pergerakan :


Nasional : mengikuti Sistranas (Sistem Strategi Nasional) yang merupakan
kebijakan (policy) nasional yang dikembangkan dari Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), meliputi antara lain Rencana Induk
Perhubungan sebagai masterplan perhubungan nasional.



Regional: berupa Sistem dan Strategi Transportasi Regional, yang
merupakan acuan dari Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan



Lokal: berupa Sistem dan Strategi Transportasi Perkotaan (Urban
Transportation Policy).
Sasaran dari Sistem Pergerakan/Transportasi adalah: cepat (fast), murah

(cheap), aman dan selamat (safe), nyaman (comfortable), lancar, handal (reliable),
tepat guna (efektif), berdaya guna (efisien), terpadu (integrated), menyeluruh
(holistik), menerus (continue), berkelanjutan dan berkesinambungan (sustainable).
Proses dari sistem pergerakan: sangat cepat, cepat, sedang, lambat, terisolir (ini
melahirkan angkutan - angkutan perintis).

II.8 Pengertian Peri-Urban
Istilah “peri” merupakan kata sifat yang dapat diberi makna pinggiran
atau sekitar dari sesuatu objek tertentu. Sementara itu istilah “urban” juga
merupakan kata sifat yang berarti sifat kekotaan atau sesuatu yang berkenaan
dengan kota. Penggabungan istilah peri dan urban membentuk kata sifat baru yang
secara harfiah berarti sifat kekotaan dan sekitar. Oleh karena makna kata sekitar
sangat tidak jelas luasannya, maka perlu penjelasan agar penggunaan istilah
tersebut tepat penggunaannya. Oleh karena kata sekitar selalu dikaitkan dengan
pengaruh kota, maka kata kunci inilah yang kemudian digunakan oleh para
peneliti untuk mengenalinya. Kemudian dikemukakan bahwa wilayah peri urban
itu sebenarnya merupakan wilayah yang berada diantara wilayah kekotaan dan
wilayah kedesaan. (Yunus, 2008)
Jalur wilayah yang dekat dengan kota akan didominasi oleh kenampakan
kekotaan dan begitu pula sebaliknya, makin dekat dengan desa, akan makin kental
kenampakan kedesaannya. Untuk itu, sarana tersebut menggunakan istilah urban
fringe dan rural fringe. Seperti dikemikakan sebelumnya, bahwa pemaknaan
wilayah peri urban adalah suatu wilayah yang bersifat kekotaan sepenuhnya (the
real urban region) dan wilayah yang bersifat kedesaan sepenuhnya (the real rural
region). Sementara itu pengertian kekotaan maupun kedesaan itu sendiri adah
suatu sifat yang bersifat multi dimensional yang dapat ditinjau dari segi isik,
social, ekonomi, dan cultural. Sementara itu batas-batas pengertian kekotaan
maupun kedesaan dalam dimensi-dimensi tersebut tidak selalu konsiden dan tidak
akan pernah dapat konsiden. Kota sebagai pusat inovasi dianggap sumber dari
segala bentuk pengaruh social, ekonomi dan cultural terhadap daerah

pinggirannya. Penjalaran informasi social. Ekonomi dan cultural jelas sangat
dipengaruhi oleh keberadaan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi
yang berkembang di daerah tersebut. Semakin baik sarana dan prasarana
transportasi dan komunikasi yang ada semakin jauh pengaruh kemampuan
jangkau dari sifat kekotaan atas daerah kedesaan. Atau dengan kata lain
diungkapkan bahwa semakin baik sarana dan prasarana transportasi dan
komunikasi akan semakin luas wilayah yang terpengaruh oleh kota dalam hal
dimensi social, ekonomi, dan culturalal sehingga semakin luas pula wilayah peri
urbannya. (Yunus, 2008)
Daerah pinggiran kota adalah suatu daerah yang juga dikenal sebagai
daerah “urban fringe” atau daerah “peri-urban” atau nama lain yang muncul
kemudian merupakan daerah yang memerlukan perhatian yang serius karena
begitu pentingnya daerah tersebut terhadap peri kehidupan penduduk baik desa
maupun kota di masa yang akan dating. Wilayah peri urban merupakan wilayah
yang terletak diantara dua wilayah yang sangat berbeda kondisi lingkungan, yaitu
antara wilayah yang memepunyai kenampakan kekotaan di satu sisi dan
kenampakan kedesaan di sisi lain. Oleh karena wilayah kota dan desa mempunyai
dimensi kehidupan yang sedemikian kompleks yang pada umumnya menunjukkan
atribut yang saling berbeda, maka di daerah antara ini kemudian muncul atribut
khusus yang merupakan hibrida dari yang lainnya. (Yunus, 2008)
Secara konprehensif Yunus juga menyatakan defenisi tersebut dapat
diungkapkan bahwa wilayah peri urban atau rural urban fringe merupakan zona
peralihan pemanfaatan lahan, peralihan karakteristik social dan peralihan
karakteristik demokrafis yang terletak antara :

1. Wilayah kekotaan terbangun yang menyatu dengan permukiman kekotaan
utamanya dan merupakan bagian yang tidaj terpisahkan dari pusat kota.
2. Daerah buriloka (hinterland) kedesaannya dicirikhasi oleh nyaris
langkanya tempat tinggal penduduk bukan petani, mata pencaharian bukan
kedesan dan pemanfaatan lahan bukan kedesaan.
Di dalamnya terdapat percampuran orientasi secara ekonomi kedesaan dan
kekotaan dan mulai terjadi penetrasi utilitas dan fasilitas kekotaan serta dicirikhasi
oleh adanya aplikasi peraturan zoning dan perencanaan yang tidak terkoordinasi
dengan baik. Sementara itu perkembangan fisikal kekotaan telah melampaui
batas-batas administrasi kota dan di wilayah tersebut sangat berpotensial
terjadinya kenaikan kepadatan penduduk yang signifikan dan menciptakan
kepadatan penduduk yang tinggi dari rata-rata kepadatan penduduk di daerah
kedesaan di sekitarnya, namun masih lebih rendah dari rata-rata kepadatan
penduduk di bagian dalam kota.
Di pihak lain, wilayah peri urban juga berbatasan langsung dengan daerah
pedesaan dan sementara itu, di dalamnya masih banyak penduduk desa yang
masih menguntungkan kehidupan dan penghidupannya pada sector pertanian.
Pada hal sudah diketahui bahwa wilayah peri urban ini merupakan sasaran
perkembangan fisikan baru dari kota. Suatu keniscayaan yang muncul di
dalamnya adalah hilangnya lahan pertanian. Konflik antara mempertahankan
lahan pertanian untuk kepentingan sector kedesaan di satu sisi dan melepaskan
lahan pertanian di sisi lain untuk kepentingan perkembangan fisikal baru sector
kekotaan merupakan bentuk konflik pemanfaatan lahan yang paling mencolok.
Tidak berlebihan kiranya mengatakan bahwa wilayah peri urban ini seolah-olah

merupakan ajang pertempuran (battle front) antara sector kedesaan dan sector
kekotaan, dimana tidak pernah ada kenyataan empiris yang mengemukakan
bahwa sector kedesaan memenangkan peperangan ini. (Yunus, 2008)

II.8.1 Sifat Wilayah Peri Urban
Berbagai studi telah banyak dilakukan mengenai wilayah peri urban
karena wilayah ini bersifat multi dimensional sehingga sangat menarik berbagai
disiplin ilmu. Ciri khas wilayah ini sangat istimewa yang tidak dimiliki wilayah
lain yaitu dalam hal keterkaitan yang begitu besar dengan aspek kehidupan kota
maupun desa yang tercipta secara