Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Kreditur Yang Memberikan Pinjaman Kredit Tanpa Agunan (Studi Bank BNI Cabang Balige) Chapter III V

BAB III
PENGATURAN PINJAMAN TANPA AGUNAN DI INDONESIA
A. Pengertian Agunan
Sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya bahwa untuk
memperoleh keyakinan dalam pemberian kredit, bank selaku kreditur harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan,
dan prospek usaha dari nasabah debitur. Sehingga dapat dilihat bahwa agunan
adalah merupakan salah satu faktor penting yang dipertimbangkan pihak
perbankan dalam memberikan fasilitas kredit. `
Perihal agunan, pada dasarnya pemakaian istilah jaminan dan agunan adalah
sama. Namun di dalam praktek perbankan istilah tersebut dibedakan. Istilah
jaminan mengandung arti sebagai kepercayaan/keyakinan dari bank atas
kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya.
Sedangkan agunan diartikan sebagai barang/benda yang berharga atau memiliki
nilai ekonomis, yang dijadikan jaminan tambahan dari utang nasabah debitur.
Mengenai agunan sebagai jaminan tambahan, secara tegas diungkapkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan yang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 butir 23, yang berbunyi:“Agunan adalah
jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka
pemberian fasilitas kredit pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.”


Pasal 1 huruf c SK Direksi BI No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991
tentang Jaminan Pemberian Kredit, dinyatakan bahwa ”agunan adalah jaminan

Universitas Sumatera Utara

material, surat berharga, garansi risiko yang disediakan oleh debitur untuk
menanggung pembayaran kembali suatu kredit apabila debitur tidak dapat
melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.” Pasal 3 SK tersebut,
menyebutkan pula bahwa agunan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang
dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, dan barang lain, surat berharga atau
garansi resiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan.
Menurut Try Widiyono, ”Agunan adalah benda bergerak dan tidak bergerak
yang diserahkan debitur kepada kreditur, untuk menjamin apabila fasilitas kredit
tidak dibayar kembali sesuai dengan waktu yang ditentukan.” 27
Menurut Prof. Tan Kamello, jaminan kredit dalam arti luas bukan saja
persoalan agunan yang diberikan nasabah debitur tetapi juga meliputi faktorfaktor lain seperti bonafiditas dan prospek usaha. Jaminan kredit dalam arti sempit
hanya ditujukan kepada benda agunan yang diberikan nasabah debitur yang lazim
disebut dengan jaminan tambahan berupa harta benda. 28
Berdasarkan beberapa uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa

agunan adalah berupa benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak serta
faktor-faktor lain seperti, bonafiditas dan prospek usaha yang dapat membentuk
keyakinan dari pihak bank (kreditur) dalam memberikan suatu kredit kepada
nasabah debitur.
Agunan adalah merupakan salah satu faktor penting dalam pemberian
kredit, dimana agunan yang diserahkan kepada bank dapat meningkatkan tingkat
kepercayaan kreditur kepada nasabah debitur. Mengenai fungsi dari agunan itu
27
28

Try Widiyono, Op.Cit, hal.6.
Tan Kamello, Op.Cit, hal. 185.

Universitas Sumatera Utara

sendiri dalam praktek sehari-hari bahwa agunan memiliki fungsi yang sama
dengan fungsi jaminan, sehingga dapat dilihat bahwa fungsi/ kegunaan agunan
kredit adalah sebagai berikut:
1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari
agunan apabila debitur melakukan cidera janji , yaitu untuk membayar kembali

utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;
2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai
usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya
dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau
sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil;
3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya
mengenai pembayaran kembali dengan syarat-syarat yang disetujui agar
debitur dan/ atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan
yang telah dijaminkan kepada bank. 29
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapatlah diketahui bahwa fungsi
dari agunan kredit adalah sebagai sarana pengamanan pelunasan kredit apabila
dikemudian hari debitur melakukan tindakan yang melanggar janji/ cidera janji
atau wanprestasi.
Menurut Try Widiyono, bahwa secara umum agunan dapat dibedakan antara
agunan kebendaan dan agunan perorangan (hak-hak penanggungan). Agunan
kebendaan, baik untuk benda bergerak maupun tidak bergerak dapat berupa hak
tanggungan, gadai, hipotek, dan jaminan fidusia serta jaminan resi gudang,

29


Rahmadi Usman,Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta2009, hal. 286.

Universitas Sumatera Utara

sedangkan untuk agunan perorangan (hak-hak penanggungan) dibagi menjadi
personal guarantee dan corporate guarantee. 30
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan 1998 menyatakan bahwa :
”..... Mengingat agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian
kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh
keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, maka
agunan dapat hanya berupa barang, proyek, hak tagih yang dibiayai dari
kredit kredit yang bersangkutan.Tanah yang pemiliknya didasarkan pada
hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk,
dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak
wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung
dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan
tambahan.....”

Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan 1998 tersebut,
dapat diketahui bahwa ada dua jenis agunan, yaitu :

1. Agunan Pokok
Merupakan barang, surat berharga atau garansi yang berkaitan
langsung

dengan

objek

yang

dibiayai

dengan

kredit

yang

bersangkutan, seperti barang-barang yang dibeli dengan kredit yang
dijaminkan, proyek-proyek yang dibiayai dengan kredit yang

bersangkutan maupun tagihan-tagihan nasabah debitur.
2. Agunan Tambahan
Merupakan barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan
langsung

dengan

objek

yang

dibiayai

dengan

kredit

yang

bersangkutan, yang ditambahakan sebagai agunan.


30

Try Widiyono, Op.Cit, hal.11.

Universitas Sumatera Utara

B. Kredit Tanpa Agunan
Apabila dilihat secara etimologis, kata kredit berasal dari bahasa
romawi/latin yaitu ”credere” yang artinya kepercayaaan. Sehingga berdasarkan
hal tersebut dapat disebutkan bahwa kredit adalah sebuah kepercayaan, dimana
pemberian fasilitas kredit haruslah berdasarkan suatu kepercayaan dari pihak bank
selaku kreditur, bahwa pemberian fasilitas kredit tersebut dapat kembali dengan
aman dan menguntungkan, serta fasilitas kredit yang diberikan tersebut digunakan
untuk tujuan yang sesuai dengan rencana sebagaimana diatur dalam dokumen
perkreditan yang telah disepakati oleh pemohon kredit (debitur) dengan pihak
perbankan (kreditur).
Secara umum di dalam prakteknya bahwa kredit adalah identik dengan
adanya jaminan atau agunan.Dimana dalam pemberian kredit pihak kreditur
sering meminta barang/ harta si debitur sebagai jaminan atau agunan untuk

pelunasan utang debitur apabila si debitur tidak melakukan pelunasan/
pembayaran atas utang-utangnya. Namun pada saat sekarang ini bank
memberikan peluang kepada nasabah debitur yang ingin memperoleh fasilitas
kredit tanpa disertai dengan adanya agunan/ suatu aset yang dijadikan jaminan
atas pinjaman tersebut, dengan fasilitas ini akan sangat meringankan dalam
melakukan pinjaman, kredit ini disebut dengan nama Kredit Tanpa Agunan.
Kredit Tanpa Agunan merupakan salah satu produk perbankan dalam
bentuk pemberian fasilitas pinjaman tanpa adanya suatu aset yang dijadikan
jaminan atas pinjaman tersebut. Oleh kerena tidak adanya jaminan yang menjamin
pinjaman tersebut maka keputusan pemberian kredit semata adalah berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

pada riwayat kredit dari pemohon kredit secara pribadi, atau dalam arti kata lain
bahwa kemampuan melaksanakan kewajiban pembayaran kembali pinjaman
adalah merupakan pengganti jaminan. 31
Kredit Tanpa Agunan atau disebut juga dengan unsecured loans atau
negative pladge atau clean basic dipahami sebagai makna kata apa adanya hal
tersebut dapat menyesatkan calon kreditur, karena secara arti kata, makna kata
tersebut tidak selaras dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 8

dan Penjelasannya. Dalam ketentuan tersebut, antara lain diatur bahwa dalam
pemberian kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Agunan sebagai
salah satu unsur pemberian kredit, maka tidak mungkin dalam pemberian kredit
tidak didukung oleh adanya agunan yang memadai karena tidak mungkin timbul
keyakinan untuk memberikan fasilitas kredit jika debitur tidak mempunyai agunan
yang memadai, oleh karena itu pengertian pemberian Kredit Tanpa Agunan atau
disebut juga dengan unsecured loans atau negative pladge atau clean basic harus
dilihat dari sudut pandang yang lain, seperti dalam hukum perdata.32
Dilihat dari hukum perdata, pengertian agunan kredit antara lain diatur
dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan
bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Sehingga dengan demikian Pasal
1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut adalah tidak hanya
31
32

Konsultasi Mengenai Kredit Tanpa Agunan.htmldiakses pada 31 Agustus 2016
Try Widiyono, Op.Cit, hal.70.


Universitas Sumatera Utara

menentukan bahwa harta kekayaan seseorang debitur demi hukum menjadi
agunan bagi kewajiban yang berupa membayar utangnya kepada kreditur yang
megutanginya (berdasarkan perjanjian kredit atau perjanjian pinjam-meminjam
uang), tetapi juga menjadi agunan bagi semua kewajiban lain yang timbul karena
perikatan-perikatan lain, baik perikatan yang timbul karena undang-undang
maupun karena perjanjian selain perjanjian selain perjanjian kredit atau perjanjian
pinjam-meminjam uang.
Harta benda yang diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata merupakan harta benda yang menjadi tanggungan kredit yang bersifat
konkruen dimana pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagikan menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali
apabila diantara para piutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan
(Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Menurut pendapat Safir Senduk, tujuan penggunaan Kredit Tanpa Agunan
ini bermacam-macam, dapat dibagi menjadi beberapa bentuk pinjaman yaitu:
1. Kredit usaha
Adalah kredit yang digunakan untuk membiayai perputaran usaha atau bisnis

sehingga menghasilkan sesuatu yang produktif, seperti usaha perdagangan,
usaha industri rumah tangga, usaha jasa konsultasi, dan lainlain.
2. Kredit konsumsi
Kredit yang digunakan untuk membeli sesuatu yang sifatnya konsumtif, seperti
membeli rumah atau kendaraan pribadi. Karena uang itu oleh nasabah akan
digunakan untuk tujuan konsumtif, maka resiko bagi bank bahwa nasabahnya

Universitas Sumatera Utara

tidak mampu membayar pinjamnnya akan lebih besar sehingga pada umumnya
suku bunga yang dibebankan kepada nasabah untuk kredit konsumsi akan lebih
besar ketimbang bunga kredit untuk tujuan usaha.
3. Kredit serba guna
Adalah kredit yang bisa digunakan untuk tujuan apa saja, bisa untuk konsumsi
maupun untuk usaha. 33
C. Jenis-jenis Perjanjian Kredit Dalam Praktis Bank BNI
Saat ini bank BNI telah semakin berkembang dan mempunyai berbagai
produk perbankan, dan tentunya beberapa produk kredit yang dapat diterima oleh
masyarakat, yaitu:
1.

BNI Griya
Adalah fasilitas kredit untuk pembelian rumah tinggal, apartemen, rumah
susun, ruko/ rukan, rumah peristirahatan (villa), dan pembelian kavling/tanah
matang di real estate yang konstruksinya dibiayai oleh BNI.

2.

BNI GriyaMultiguna
Yaitu fasilitas kredit yang diberikan kepada masyarakat dengan menjaminkan
rumah tinggalnya kepada pihak bank untuk mendapatkan suntikan dana baik
untuk merenovasi atau semacamnya.

3.

BNI Fleksi
Yaitu fasilitas kredit yang diberikan kepada karyawan yang sistem
pembayaran gajinya dibayar melalui Bank BNI.saat ini sistem seperti ini
populer disebut Kredit Tanpa Agunan sampai maksimal 100 juta rupiah.
33

Macam-Macam Produk Kredit, //www.bankswaguna.co.id/macam-kredit.htmn, diakses
31Agustus 2016.

Universitas Sumatera Utara

4.

BNI Oto
Adalah fasilitas kredit yang disediakan oleh bank BNI untuk pembelian
kendaraan bermotor roda 2 dan roda 4 dengan jaminan berupa kendaraan
bermotor yang dibiayai tersebut.

5.

BNI Cerdas
Produk layanan ini memberikan kemudahan memperoleh kredit tanpa agunan
untuk biaya pendidikan pre-school hingga pasca sarjana pada lembaga
pendidikan di dalam negeri yang terakreditasi (diakui) pada Departemen
Pendidikan Nasional dan telah berdiri (beroperasi) minimal 3 tahun.

6.

BNI Instant
Suatu bentuk produk layanan kredit yang memberikan dana segar bebas pakai
tanpa adanya pencairan deposito, produk ini diberikan kepada orang-orang
yang memiliki deposito, tabungan, dan giro dari BNI.

7.

BNI Wirausaha
Adalah sebuah produk kredit yang mendukung usaha kecil lewat pemberian
kredit usaha produktif kepada perorangan maupun badan hukum, yang
meliputi seluruh sektor ekonomi yang layak dibiayai.

8.

BNI Kartu Tunai
Merupakan kredit tanpa agunan dengan media pencairan dana/pinjaman
berupa kartu yang khusus diterbitkan untuk kebutuhan uang tunai anda.

Universitas Sumatera Utara

D. Kriteria Penilaian Kredit
Dalam setiap transaksi pemberian kredit, ditinjau dari sisi hukum selalu
melahirkan suatu perikatan, yang terdiri dari pemberi kredit (kreditur) di satu
pihak dan penerima kredit (debitur) di pihak lain.
Dalam setiap pemberian kredit, selalu harus melalui pertimbangan dan
penilaian yang teliti dan cermat sebagai salah satu upaya memperkecil resiko
pemberian kedit.Demikian pula pemanfaatan kredit oleh debitur haruslah
maksimal sesuai dengan tujuannya, sehingga pengembalian kredit oleh debitur itu
tidak memberatkan debiturnya.Oleh karena itulah diperlukan adanya analisa dan
prosedur pemberian kredit yang tepat dan berdaya guna.
Prinsip-prinsip pemberian kredit, didasarkan pada Pasal 8 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan “Dalam memberikan kredit, Bank
Umum wajib memiliki keyakinan atas kemampuan atau kesanggupan debitur
untuk melunasi utangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan.”Dalam memberikan
kredit bank harus mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad
baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah
untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.
Dalam pemberian kredit kepada debitur, terdapat berbagai macam metode
analisa mengenai kelayakan pemberian kredit.Pada umumnya analisa kredit yang
dipergunakan adalah "formulasi 4P, formulasi 5C dan formulasi 3R". 34

34

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, hal. 114-115.

Universitas Sumatera Utara

Adapun yang dimaksud dengan Formula 4P ialah: 35
1. Personality
Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian
pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam
berusaha, dan lain- lain.
2. Purpose
Bank harus mencari data mengenai tujuan pemohon untuk mendapatkan kredit
atau apakah penggunaan kredit tersebut sesuai dengan line of business kredit
bank yang bersangkutan.
3. Prospect
Bank dalam hal ini harus meneliti secara cermat mengenai usaha apa yang akan
ditekuni oleh pemohon kredit. Misalnya apakah usaha si pemohon kredit ke
depannya memiliki prospek yang bagus yang mana berpengaruh di bidang
ekonomi maupun sosial masyarakat di kemudian hari.
4. Payment
Dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas kemampuan dari
pemohon untuk melunasi kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang telah
ditentukan.
Mengenai formula 5C dapat diartikan sebagai berikut:36
1. Character (watak kepribadian)
Watak merupakan sifat dasar yang ada di dalam hati seseorang. 37 Watak dapat
berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak di antara baik dan jelek. Watak
35
36

Ibid, hal. 114-115.
Ibid

Universitas Sumatera Utara

dapat diartikan sebagai kepribadian, moral, dan kejujuran pemohon kredit.
Calon debitur harus memiliki watak atau karakter yang baik. Penilaian
terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas,
dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi kewajiban dan
menjalankan kegiatan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank
melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha- usaha yang
sejenis.
2. Capital (modal)
Bank terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh
pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata didasarkan pada besar
kecilnya modal, tetapi lebih difokuskan kepada cara pendistribusian modal
ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada
dapat berjalan secara efektif.
3. Collateral (jaminan/agunan)
Merupakan jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan
sarana pengaman (back up) atas resiko yang mungkin terjadi atas
wanprestasinya debitur di kemudian hari dalam hal terjadinya kredit macet.
Jaminan ini diharapakan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang pokok
maupun bunganya.
4. Capacity (kemampuan)
Yang dimaksudkan dengan capacity adalah kemampuan calon debitur untuk
mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan

37

Sutarno, Op.Cit., hlm. 93.

Universitas Sumatera Utara

sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik danmemberikan
keuntungan serta menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam
jumlah dan jangka waktu yang ditentukan. Pengukuran kemampuan ini
dilakukan dengan berbagai pendekatan misalnya pendekatan materiil dengan
melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan rugi laba, dan arus kas
(cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir. Pada umumnya untuk menilai
capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya dalam dunia bisnis yang
dihubungkan dengan pendidikan dari calon debitur, kemampuan, dan
keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing
lainnya.
5. Condition of Economy (kondisi ekonomi)
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan
kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank
untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi
ekonomi tersebut.
Sedangkan yang dimaksud dengan formula 3R ialah:
1. Returns/Returning (hasil yang dicapai)
Returns adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai calon debitur setelah
memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar
pinjamannya dan sekaligus membantu perkembangan usaha calon debitur
bersangkutan maka kredit diberikan dan begitu pula sebaliknya.
2. Repayment (pembayaran kembali)

Universitas Sumatera Utara

Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu
pembayaran kredit oleh calon debitur, tetapi usahanya tetap berjalan.
3. Risk Bearing Ability
Risk bearing ability adalah memperhitungkan besarnya kemampuan calon
debitur untuk menghadapi risiko, apakah risikonya besar atau kecil.
Kemampuan debitur menghadapi risiko ditentukan oleh besarnya modal dan
strukturnya, jenis bidang usaha dan manajemen perusahaan bersangkutan.Jika
risk bearing ability perusahaan besar maka kredit tidak diberikan dan
sebaliknya.
Disamping formulasi 4P, formulasi 5C dan formulasi 3R yang digunakan
sebagai pedoman dalam penilaian terhadap debitur, dalam proses pemberian
kredit bank berpedoman kepada 2 prinsip, yaitu: 38
1. Prinsip kepercayaan
Pemberian kredit selalu didasarkan dengan rasa kepercayaan. Bank mempunyai
kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur
sesuai dengan peruntukkannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah
debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam
jangka waktu yang telah ditentukan.
2. Prinsip kehati-hatian (prudential principle)
Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit
kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menjalankan prinsip
kehati-hatian. Prinsip ini antara lain ditunjukkan dalam bentuk penerapan
38

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta 2009, hal. 65.

Universitas Sumatera Utara

secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan
peraturan perundang- undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh
bank yang bersangkutan.
Dengan memperhatikan dasar-dasar pemberian kredit yang telah diuraikan,
diharapkan analisis kredit yang dilakukan oleh bank dalam pemberian kredit dapat
mengurangi resiko kredit.
E. Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Macet
Salah satu tindakan penyelamatan kredit dilakukan dengan merestrukturisasi
kredit debitur dengan harapan debitur akan dapat kembali lancar memenuhi
kewajibannya kepada kreditur. Penyelamatan kredit dapat dilakukan antara lain
dengan melakukan upaya restructuring, rescheduling ataupun reconditioning
yang dalam istilah perbankan lebih dikenal dengan sebutan 3 R.

Penentuan

langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka upaya tindakan penyelamatan
kredit, harus terlebih dahulu didahului dengan adanya penelitian secara
menyeluruh mengenai sebab-sebab suatu kredit menjadi bermasalah. Pada setiap
proses pemberian kredit kepada debitur selalu mengandung resiko. Secara prinsip
tindakan penyelamatan kredit adalah tindakan penanganan kredit bermasalah
dengan tujuan mempertahankan dan tetap melanjutkan hubungan dengan debitur.
Secara administratif,

kredit yang diselamatkan adalah kredit yang semula

tergolong kurang lancar, diragukan atau macet yang kemudian diusahakan untuk
diperbaiki sehingga mempunyai kolekbilitas lancar. Tindakan penyelamatan
kredit dapat ditempuh dengan upaya:

Universitas Sumatera Utara

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang hanya
menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa
tenggang, baik yang meliputi perubahan besarnya atau tidaknya angsuran.
Secara khusus rescheduling bertujuan untuk :
a) Debitur dapat menyusun dana langsung “cash flow” secara lebih pasti.
b) Memastikan pembayaran yang lebih tepat.
c) Memungkinkan debitur untuk mengatur pembayaran kepada pihak lain
selain bank.
2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh
syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran,
jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang idak menyangkut
perubahan maksimun saldo kredit. Upaya penyelamatan kredit secara
reconditioning bertujuan untuk:
a)Menyempurnakan legal documentation.
b) Menyesuaikan kemampuan membayar debitur dengan kondisi yang
terjangkau oleh debitur (angsuran pokok, denda, bunga, penalti dan biayabiaya lainnya).
c) Memperkuat posisi bank.
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang
menyangkut:
a) Penambahan dana bank
b) Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru.

Universitas Sumatera Utara

c) Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam
perusahaan.
Secara khusus restructuring bertujuan untuk:
a) Memberikan kesempatan kepada debitur untuk berusaha kembali melalui
penambahan dana oleh bank, jika permasalahan yang dihadapi oleh debitur
adalah berkaitan dengan masalah kesulitan dana.
b) Memperbaiki kollekbilitas pinjaman debitur melalui tunggakan bunga,
denda, pinalti ataupun biaya-biaya lainnya.
c) Memperkecil tindakan penyelamatan atas kredit dengan kollebilitas
pinjaman kurang lancar, diragukan dan macet. Seluruhnya harus atas
persetujuan komite kredit/ sub komite kredit penanangan kredit bermasalah
sesuai batas wewenang masing-masing.
Tindakan penyelamatan kredit yang dilakukan Bank dalam kegiatan usaha
perkreditan sebagai upaya agar debitur dapat memenuhi kewajibannya, dilakukan
antara lain dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Perpanjangan jangka waktu kredit.
2. Perubahan jadwal pembayaran/ angsuran (termasuk perubahan jumlah
angsuran baik atas pokok, bunga, denda atau biaya-biaya lain, perubahan
grace periode).
3. Pengurangan tunggakan pokok kredit .
4. Penurunan suku bunga kredit
5. Pengurangan tunggakan bunga kredit.
6. Penambahan fasilitas kredit.

Universitas Sumatera Utara

7. Pengambil-alihan asset debitur sesuai ketentuan yang berlaku.
8. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan
debitur.
Perpanjangan jangka waktu kredit dan perubahan jadwal pembayaran/
angsuran dikenal dengan istilah Rescheduling. Tindakan hukum dalam rangka
realisasi rescheduling dilakukan dengan pembuatan addendum terhadap akta
perjanjian kredit dan atau akta pengakuan hutang. Pelaksanaan pengurangan
tunggakan pokok kredit dapat dilakukan dengan cara antara lain:
a. Bank meminta kepada debitur atau dalam hal debiturnya perseroan agar
debitur atau pemegang saham perseroan melakukan penyetoran fresh fund
sebagai tambahan modal perusahaan debitur maupun atas sebagian atau seluruh
fresh fundtersebut dapat digunakan untuk membayar tunggakan pokok kredit.
b. Perubahan tunggakan pokok kredit (baik perubahan sebagian atau seluruhnya)
menjadi pokok kredit yang tidak menunggak dengan mengundurkan jangka
waktu pembayaran, sehingga atas kredit yang semula menunggak selanjutnya
menjadi tidak menunggak.
Penurunan suku bunga kredit atau perubahan suku bunga kredit atau
perubahan syarat-syarat kredit lainnya (seperti provisi, commitment fee, perubahan
agunan, perubahan Covenant) baik disertai rescheduling atau tidak dapat
dikelompokkan dalam pengertian reconditioning, dalam hal yang demikian
tindakan hukum yang dapat dilakukan atas dokumen kredit yang telah ada adalah
pembuatan addendum terhadap akta perjanjian kredit dan atau akta pengakuan
hutang.

Universitas Sumatera Utara

Dalam praktek yang termasuk dalam kategori reconditioning adalah
penggantian debitur atau penggantian kreditur. Hal-hal ataupun tindakan hukum
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan reconditioning karena penggantian
kreditur antara lain:
a. Pembuatan akta novasi terhadap akta perjanjian kredit atau akta pengakuan
hutang dibuat dalam bentuk akta perjanjian kredit atau akta pengakuan hutang
baru. Novasi karena perubahan debitur disebut novasi subyektif pasif dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Mencantumkan klausula yang menyatakan secara tegas pemberlakuan
jaminan yang digunakan untuk menjamin kredit kepada debitur lama tetap
dipertahankan untuk menjamin kredit debitur baru yang mengambil-alih,
kecuali terhadap sebagian jaminan yang dilepas dan atau diganti.
2. Mencantumkam secara rinci syarat-syarat, type dan struktur kredit pada akta
novasi ini, seperti mencantumkan yang demikian pada akta perjanjian
kredit pada saat pemberian kredit baru.
b. Melakukan Review serta analisis hukum seperti pada waktu pemberian kredit
baru kepada debitur.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal terjadi reconditioning karena
penggantian kreditur antara lain:
a. Bank mengambil-alih peran sebagai kreditur baru dengan mengambil-alih
kredit dari kreditur lama, adapun tindakan hukum yang harus dilakukan oleh
bank adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Membuat akta novasi subyektif aktif dengan mencantumkan klausula yang
menyatakan secara tegas pemberlakuan jaminan yang digunakan untuk
menjamin kredit debitur lama tetap dipertahankan untuk menjamin kredit
debitur baru yang telah diambil-alih (memenuhi ketentuan pasal 1421 KUH
Perdata).
2. Mencantumkam secara rinci syarat-syarat, type dan struktur kredit pada akta
novasi ini, seperti mencantumkam yang demikian pada akta perjanjian
kredit pada saat pemberian kredit baru.
Jika terjadi penggantian jaminan secara kaseluruhan lazimnya tidak dibuat
novasi subyektif aktif tapi dibuatkan akta perjanjian kredit baru dan atau akta
pengakuan hutang baru, selanjutnya dalam akta-akta tersebut ditegaskan bahwa
realisasi dana kredit digunakan untuk membayar hutang debitur kepada kreditur
lama.
Pengurangan

tunggakan

bunga

dikelompokkan

sebagai

upaya

restrukturisasi dalam bentuk atau pola reconditioning yang antara lain dengan:
a. Syarat batal yakni setelah diberikan pengurangan tunggakan bunga ternyata
debitur tidak beritikad baik untuk memperbaiki kualitas kreditnya, maka
tunggakan bunga menjadi kembali pada keadaan semula.
b. Pola pemberian pengurangan tunggakan bunga dapat ditempuh dengan cara
pembebasan tunggakan bunga yang akan dikurangkan dengan pembuatan surat
pembebasan bunga dengan syarat batal melalui pembuatan offering letter
maupun dengan pembuatan addendum akta perjanjian kredit dengan merubah

Universitas Sumatera Utara

ketentuan suku bunga selama jangka waktu tertentu sesuai perhitungan
pengurangan yang akan dilakukan.
c. Mengenai alternatif yang akan dipilih lazimnya didasarkan pada kewenangan
yang dimiliki pejabat kredit yang bersangkutan.
Penambahan fasilitas kredit (termasuk perubahan fasilitas kredit) baik
disertai rescheduling ataupun reconditioning maupun tidak termasuk dalam
kelompok upaya penyelamatan kredit dengan pola restrukturing.Tindakan hukum
yang harus dilakukan jika diputuskan untuk adanya penambahan/ perubahan
fasilitas

kredit

adalah

dengan

membuat

addendum

akta

perjanjian

kredit.Penambahan fasilitas kredit tidak dibenarkan jika digunakan untuk
melunasi pokok atau mengkonversi bungan menjadi pokok (plafondering).
Pengambil-alihan asset debitur sesuai ketentuan yang berlaku merupakan
sebagian dari pola restrukturisasi kredit, yang secara yuridis dapat diikuti dengan
pembuatan addendum akta perjanjian kredit dan atau akta pengakuan hutang
dalam bentuk akta perubahan jaminan.
Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan
debitur hanya dapat dilakukan untuk kredit dengan kolektibilitas Kurang Lancar,
Diragukan, Macet dengan ketentuan:
a. Penyertaan tersebut harus ditarik kembali jika telah melebihi jangka waktu 5
(lima) tahun atau perusahaan tempat penyertaan tersebut telah memperoleh
laba kumulatif

artinya laba setelah diperhitungkan dengan kerugian

sebelumnya.
b. Penyertaan tersebut harus diberikan kolletibilitas sesuai ketentuan.

Universitas Sumatera Utara

c. Harus dihapus-bukukan “write off” jika melebihi 5 (lima) tahun tidak dapat
dikembalikan.
Tindakan hukum yang harus dilakukan adalah dengan pembuatan akta
novasi obyektif, dikatakan demikian karena ternjadinya perubahan obyek dari
uang piutang menjadi penyertaan modal sementara.Bank yang semula menjadi
kreditur selanjutnya menjadi pemegang saham perusahaan debitur.
Upaya awal yang ditempuh bank pada saat dilakukannya upaya
penyelamatan dan penyelesaian kredit debitur yang bermasalah adalah dengan
terlebih dahulu melakukan negosiasi, bank berharap dengan negoisasi para debitur
tersebut akan secara transparan atau terbuka menceritakan kondisi rill usaha
ataupun perusahaannya baik atas manajemen maupun kondisi financialnya yang
menyebabkan debitur mengalami kesulitan dalam pengembalian pinjamannya
kepada

bank.

Bank

dalam

kondisi

yang

demikian

dengan

ditunjang

profesionalisme yang memadai dalam hal ini baik oleh Account Officer (AO)
ataupun Pejabat Analisa Kredit harus mampu menemukan solusi effektif dan
effisien serta menentukan kebijakan kredit yang paling tepat guna mengatasi
permasalahan keuangan yang sedang dihadapi debiturnya. Bank mau tidak mau
harus mempunyai paradigma baru dalam pengelolaan kredit, untuk melakukan
penagihan kredit lancar yang berpotensi gagal bayar dengan upaya penyelamatan
kredit atau harus segera melakukan penyelesaian kredit dalam hal bank
mempunyai keyakinan debitur

sudah tidak dapat memenuhi lagi kewajiban

hutangnya kepada bank. Upaya negosiasi hanya berlaku untuk debitur yang secara
nyata beritikad baik te goeder trouw, kooperatif serta

masih berpotensi

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan nett cash flow dengan prospek usaha yang baik. Secara garis besar
pada setiap kredit bermasalah ada tiga hal pokok yang harus selalu diperhatikan
sebelum upaya penyelamatan kredit dilaksanakan yang dalam hal ini lebih dikenal
dengan istilah

the three C’s of problem loan yang terdiri atas; Character,

Capacity dan Condition. 39
Bank sebelum me-restructure kredit debitur harus melakukan pemeriksaan
dan analisis yang intensif dan integral menyeluruh atas segala aspek yang melekat
pada debitur. Sesuai Surat Keputusan Direksi BI No.31/150/Kep/DIR tanggal 12
Nopember 1998 dan SE BDI No.SE:DIR-RMC-010 tanggal 1 Mei 1998 sebelum
melakukan restrukturisasi kredit, bank harus/ wajib melakukan analisis dengan
melakukan review terhadap aspek hukum debitur/ pemberi jaminan, agunan kredit
dan pengikatannya, serta proyek/usaha yang dibiayai dengan kredit yang akan
direstrukturisasi secara menyeluruh seperti halnya me-review aspek hukum calon
debitur sebelum diberikan fasilitas kredit. Proposal restrukturisasi kredit harus
memuat secara rinci kelengkapan dokumen

yang diperlukan dalam rangka

restrukturisasi kredit.

39

Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Indonesia, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 130.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KREDITUR YANG
MEMBERIKAN PINJAMAN KREDIT TANPA AGUNAN
A. Sebab-sebab Terjadinya Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Tanpa
Agunan
Kredit Tanpa Agunan merupakan salah satu produk perbankan dalam
bentuk pemberian fasilitas pinjaman tanpa adanya suatu aset yang dijadikan
jaminan atas pinjaman tersebut. Pada Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk,
Kredit Tanpa Agunan dikenal dengan nama BNI Fleksi.
BNI Fleksi adalah merupakan fasilitas Kredit Tanpa Agunan yang diberikan
kepada pegawai/pensiunan pemegang rekening Taplus yang mempunyai
penghasilan tetap (regular income), dengan maksimum kredit disesuaikan dengan
kebutuhan pembiayaan dan gaji atau penghasilan masing-masing calon debitur,
namun disini ada dipersyaratkan jaminan yang berupa :
a. Surat Kuasa dari debitur kepada Bendaharawan untuk memotong gaji/hak
pegawai/pensiunan yang bersangkutan dan menyetorkan rekening Taplus
debitur, dan
b. Surat Pernyataan Kesediaan Bendaharawan untuk memotong gaji/hak
pegawai/pensiunan yang bersangkutan, dan
c. Asli SK pengangkatan terakhir, atau asli Kartu Taspen, atau ijasah terakhir, atau
lainnya.
Sasaran BNI Fleksi adalah ruang pasar kredit konsumen skala kecil yang
masih potensial, yaitu Warga Negara Indonesia (WNI) yang berstatus sebagai
berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Pegawai Aktif, terdiri dari :
a. Pegawai Negeri termasuk Pegawai Badan Hukum Milik Negara (BHMN)
b. Pegawai BUMN/BUMD
c. Pegawai Perusahaan Multinasional (PMN)/ Perusahaan Penanaman Moda
Asing (PMA) berbadan hukum Indonesia
d. Pegawai Perusahaan Swasta Dalam Negeri.
2. Anggota TNI/POLRI
3. Pensiunan
a. Pensiunan PNS/ BHMN/ BUMN/ BUMD
b. Purnawirawan TNI/POLRI
Setelah menentukan sasaran/ siapa saja yang patut diberikan BNI Fleksi dan
juga telah menentukan jumlah maksimum kredit yang dapat diberikan, maka hal
yang selanjutnya adalah mengenai pola pemberiannya, dimana pola pemberian
BNI Fleksi dapat dilakukan dengan pola sebagai berikut :
a. Pola non kerjasama atau perorangan/ individu, yaitu pemberian BNI Fleksi
kepada individu pemohon secara langsung dan diproses dengan sistem skoring.
b. Pola kerjasama, yaitu pemberian BNI Fleksi melalui kerjasama dengan instansi/
perusahaan maupun Koperasi Karyawan sepanjang memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan. Pemberian BNI Fleksi dengan pola kerjasama dibedakan
menjadi 2, yaitu :
1. Pola Kerjasama Standar, adalah :
a) Sistem pengajuan permohonan kredit dilakukan secara kolektif
(dikordinir oleh instansi atau perusahaan).

Universitas Sumatera Utara

b) Analisa kredit secara individu pemohon
c) Proses kredit dilakukan oleh Sentra Kredit Konsumen (SKK)/ Cabang
STA
2. Pola Kejasama Non Standar, adalah :
a) Sistem pengajuan permohonan kredit dilakukan secara kolektif
(dikordinir oleh instansi atau perusahaan).
b) Analisa kredit berupa analisa atas pemberian plafond kepada instansi atau
perusahaan/koperasi karyawan.
c) Proses kredit dilakukan oleh Divisi KSN.
d) Bentuk pola Kerjasama Non Standar berupa kerjasama pemberian
plafond kepada Instansi atau Perusahaan tempat pemohon bekerja atau
Koperasi Karyawan.
Untuk menjadi Debitur Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi), calon nasabah
debitur wajib mengajukan permohonan kredit secara tertulis dan dilengkapi
dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
antara lain 40 :
a. Usia pemohon :
1. Pegawai aktif minimal 21 tahun dan pada usia 55 tahun fasilitas BNI Fleksi
harus sudah lunas.
2. Anggota TNI/POLRI minimal 21 tahun dan pada usia 55 tahun fasilitas BNI
Fleksi harus sudah lunas.

40

Hasil wawancara dengan Diamon Surbakti, Analisis Pemasaran Bisnis (APB) Bank Negara
Indonesia Kantor Cabang Balige. Pada tanggal 20 September 2016.

Universitas Sumatera Utara

3. Pensiunan/Purnawirawan TNI/POLRI, maksimal pada usia 65 tahun fasilitas
BNI Fleksi harus sudah lunas.
Untuk pegawai aktif yang mempunyai usia pensiun tertentu dibuktikan
dengan adanya surat keterangan/ surat keputusan dari instansi/ perusahaan
yang berwenang, maka jangka waktu BNI Fleksi dapat disesuaikan dengan
masa pensiunnya dan maksimal 65 tahun harus sudah lunas serta tetap
memperhatikan batas maksimum jangka waktu kredit.
b. Penghasilan bersih
Mempunyai penghasilan bersih (regular income) dan mampu mengangsur
dengan ketentuan besarnya penghasilan sebagai berikut :
1. Pola individu
a. Wilayah Jabodetabek minimal Rp. 1.500.000.b. Luar wilayah Jabodetabek minimal Rp. 1.250.000.2. Pola kerjasama Rp. 1.000.000.c. Masa kerja :
1. Pegawai aktif
a. PNS (termasuk pegawai BHMN) atau BUMN/BUMD sejak diangkat
sebagai pegawai.
b. Pegawai swasta dalam negeri/swasta asing/perusahaan multinasional
minimal 2 (dua) tahun sebagai pegawai tetap, atau minimal 1 (satu) tahun
sebagai pegawai tetap dengan pengalaman kerja sebagai pegawai tetap di
instansi/perusahaan sebelumnya dengan masa kerja 2 (dua) tahun, yang

Universitas Sumatera Utara

dibuktikan

dengan

surat

keterangan

pernah

bekerja

pada

instansi/perusahaan dimaksud.
2. Anggota TNI/POLRI minimal 2 (dua) tahun sebagai anggota.
d. Sudah menjadi pemegang rekening tabungan pada BNI dan atau pada bank lain
minimal 3 bulan dengan saldo rata-rata per bulan selama 3 bulan terakhir
minimal Rp. 500.000.e. Memenuhi persyaratan administrasi lainnya, sebagai berikut :
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh pegawai aktif :
1. Mengajukan permohonan dengan mengisi formulir aplikasi permohonan
kredit konsumen serta wawancara langsung dengan yang menangani kredit.
2. Surat Nikah (apabila telah menikah)
3. Menyerahkan pas foto terbaru ukuran 4x6 (1 lembar) pemohon & suami/
istri.
4. Menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku
dari pemohon & suami/ istri.
5. Menyerahkan fotocopy Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku.
6. Menyerahkan slip gaji asli terakhir pemohon dan/atau surat keterangan asli
penghasilan lainnya yang sah.
7. Menyerahkan asli Surat Keterangan masa kerja dari atasan/ unit yang
berwenang.
8. Asli SK Pengangkatan Pegawai terakhir atau asli Kartu Taspen (bagi
Pegawai Negeri/ TNI-POLRI) atau ijasah asli terakhir.

Universitas Sumatera Utara

9.

Surat

Kuasa

dari

pemohon

kepada

bendaharawan

untuk

memotong/menyalurkan gaji.
10. Surat Pernyataan Bendaharawan bersedia memotong gaji pemohon ke
rekening Taplus BNI.
11. Khusus Pegawai BNI, surat rekomendasi/ pernyataan dari PemimpinUnit.
12. Menyerahkan fotocopy rekening koran/ tabungan 3 bulan terakhir.
Setelah calon nasabah debitur mengajukan permohonan kredit secara tertulis
dan telah memenuhi persyaratan-persyaratan seperti diuraikan sebelumnya, maka
Unit Proses Kredit akan melakukan proses analisa kredit.
Langkah-langkah proses analisa kredit antara lain sebagai berikut :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data-data/dokumen-dokumen persyaratan kredit dari calon
nasabah debitur untuk keperluan proses analisa kredit.
b. Pre-screening
Suatu tindakan atau proses evaluasi awal sebelum proses analisa lebih
lanjut dilakukan.
c. Verifikasi data
Tahap yang dilakukan untuk memastikan keabsahan/kebenaran data dengan
fakta yang sesungguhnya ada di lapangan. Metode/cara yang dilakukan adalah
antara lain dengan mewawancari calon nasabah debitur, dan juga dengan
meneliti tentang bagaimana pekerjaan atau usaha dari calon nasabah debitur ke
tempat kerjanya, dan menanyai bagaimana karakter calon nasabah debitur
dalam kesehariannya kepada tetangga ataupun kepada kepala desa setempat.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu juga dengan melakukan On the Spot Checking (OTS) yaitu
kunjungan langsung ke tempat usaha/domisili calon nasabah debitur, hal ini
dimaksudkan untuk mengecek kebenaran data dengan melihat secara fisik
tempat usaha/domisili dan agunan, serta menggali aktifitas usaha debitur.
Selain itu juga metode yang juga dilakukan dalam verifikasi data adalah
dengan menggunakan Bank Checking yaitu tahap yang digunakan untuk
mengamati tentang riyawat atau catatan dari calon nasabah debitur dalam hal
apakah calon nasabah debitur memiliki kredit pada bank-bank lain, bagaimana
status kreditnya apakah kredit tersebut bermasalah atau tidak.Hal ini dapat
diketahui melalui sistem informasi debitur individual kepada Bank Indonesia
atau sering disebut dengan BI Checking. 41
d. Analisa data
Tahap untuk menganalisa lebih lanjut data-data/dokumen-dokumen yang telah
diperoleh/dikumpulkan sebelumnya.
e. Penetapan struktur fasilitas
Langkah akhir dalam analisa kredit konsumen maupun analisa proses
kerjasama yang merupakan kesimpulan dari hasil analisa yang akan
diusulkan kepada pejabat yang berwenang untuk mendapat keputusan. 42
Menurut Johannes Ibrahim, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
prosedur bank, sehingga berpengaruh terhadap kredit yang diberikan, yaitu:

41

Hasil wawancara dengan Diamon Surbakti, Analisis Pemasaran Bisnis (APB) Bank Negara
Indonesia Kantor Cabang Balige. Pada tanggal 20 September 2016.
42
Hasil wawancara dengan Diamon Surbakti, Analisis Pemasaran Bisnis (APB) Bank Negara
Indonesia Kantor Cabang Balige. Pada tanggal 20 September 2016.

Universitas Sumatera Utara

a. Analisis kredit yang kurang memuaskan tentang kemampuan manajemen
debitur.
b. Analisis laporan keuangan yang tidak memadai.
c. Persyaratan yang tidak baik dalam pemberian kredit.
d. Peninjauan dan pemeriksaan yang kurang baik atas kredit yang tanggungtanggung.
e. Terlalu menekan pada laba dan perkembangan bank. Kebijaksanaan kredit yang
terlalu longgar pada teman pribadi atau teman direktur dan pejabat eksekutif. 43
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diuraikan sebelumnya, maka dapat
dilihat bahwa kriteria penilaian kreditur dalam pemberian Kredit Tanpa Agunan
(BNI Fleksi) pada Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk didasarkan pada prinsip
kehati-hatian (antara lain dengan melakukan analisa sebelum kredit diputus dan
memonitor kredit) dan dilakukan dengan seleksi yang ketat dengan menerapkan
prinsip 5C. Kriteria penilaian dengan Prinsip 5C tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Watak (Character), yaitu tentang kepribadian dari calon debitur seperti sifat
pribadi, kebiasaannya, keadaan dan latar belakang keluarga, maupun hobinya.
Yang harus diperhatikan dalam penilaian watak dari calon nasabah debitur
adalah mengenai kejujurannya, keterbukaannya, logika berpikirnya, kecakapan
dalam melakukan pekerjaanya, dan kebiasaannya (apakah itu suka berfoyafoya, judi, dan sebagainya). Untuk mengetahui gambaran tentang watak dari
calon nasabah debitur pihak kreditur biasanya akan melakukan beberapa hal
43

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit
Bermasalah, Cetakan Pertama, PT. Refika Aditarno, Bandung, 2004, hal. 110-111.

Universitas Sumatera Utara

antara lain, mewawancari calon nasabah debitur, dan juga dengan meneliti
tentang bagaimana pekerjaan atau usaha dari calon nasabah debitur ke tempat
kerjanya, dan menanyai bagaimana karakter calon nasabah debitur dalam
kesehariannya kepada tetangga ataupun kepada kepala desa setempat.
2. Kemampuan (Capacity), yaitu penilaian atas kemampuan/kapasitas dari calon
nasabah debitur yang dapat diketahui dari kecakapan/ keahlian yang dimilik
dari calon nasabah debitur dalam melakukan pekerjaanya atau mengelola
usahanya. Capacity ini merupakan ukuran dari ability to pay atau kemampuan
dalam membayar, dimana debitur yang baik akan selalu memikirkan mengenai
pembayaran kembali hutang-hutangnya sesuai waktu yang ditentukan. Dalam
hal yang demikian juga diterapkan Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
dimana pemberian Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi) dibatasi hanya untuk
pegawai/ pensiunan pemegang rekening Taplus yang mempunyai penghasilan
tetap (regular income).
3. Modal (Capital), yaitu modal atau kondisi kekayaan yang dimiliki oleh calon
nasabah debitur. Sehingga dapat diketahui apa yang akan dijadikan modal
calon nasabah debitur dalam melakukan pekerjaan atau usahanya ataupun yang
digunakan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sehingga dari kondisi
ini dapat dinilai apakah layak calon nasabah debitur diberi kredit/pinjaman, dan
berapa besar jumlah kredit/pinjaman yang layak untuk diberikan.
4. Agunan (Collateral), dimana tidak ada benda berharga/ barang yang memiliki
nilai ekonomis dari kepunyaan nasabah debitur yang dijadikan sebagai agunan
seperti yang terdapat pada kredit biasa yang disertai dengan agunan, tetapi pada

Universitas Sumatera Utara

pemberian Kredit Tanpa Agunan (BNI Fleksi) pada Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk yang dijadikan agunan hanya berupa agunan immaterial saja
yaitu sebagai berikut : Asli SK pengangkatan terakhir, atau asli Kartu Taspen,
atau ijasah terakhir, atau lainnya.
5. Kondisi (Condition), dimana pihak kreditur menilai mengenai bagaimana
kondisi ekonomi, sosial, politik, budaya, peraturan perundang-undangan yang
ada dan sebagainya yang dapat mempengaruhi pekerjaan atau usaha yang
dimiliki oleh si debitur. Dengan kata lain perlu mempertimbangkan antara
faktor kondisi ekonomi pada kurun waktu pemberian kredit. Sebagai contoh
disaat terjadinya krisis moneter, maka akan sangat beresiko apabila kreditur
dalam kondisi yang demikian memberikan kredit/pinjaman kepada debitur. 44
Kegiatan perkreditan merupakan proses pembentukan asset bank. Kredit
merupakan risk asset bagi bank karena asset bank itu dikuasai pihak luar bank
yaitu para debitur. Setiap bank menginginkan dan berusaha keras agar kualitas
risk asset ini sehat dalam arti produktif dan collectable. Namun kredit yang
diberikan kepada para debitur selalu ada resiko berupa kredit tidak dapat kembali
tepat pada waktunya, hal ini sering disebut dengan kredit bermasalah atau Non
Performing Loan (NPL).Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan
bank, hal ini dikarenakan bank yang tidak mungkin menghindarkan adanya kredit
bermasalah.Bank hanya berusaha menekan seminimal mungkin besarnya kredit

44

Hasil wawancara dengan Diamon Surbakti, Analisis Pemasaran Bisnis (APB) Bank Negara
Indonesia Kantor Cabang Balige. Pada tanggal 20 September 2016.

Universitas Sumatera Utara

bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia sebagai pengawas
perbankan. 45
Menurut Veitzhal Rivai dan Andria Permata Veitzhal, ada beberapa
pengertian tentang kredit bermasalah, antara lain:
1. Kredit yang didalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang
diinginkan oleh pihak bank;
2. Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi
bank dalam arti luas;
3. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik
dalam bentuk pembayaran kembali pokok-pokoknya dan/atau pembayaran
bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban
nasabah yang bersangkutan;
4. Kredit dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila
sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak
cukup untuk membayar kembali kredit, sehingga belum mencapai/memenuhi
target yang diinginkan oleh bank;
5. Kredit dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai dengan
perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di
perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya resiko di
kemudian hari bagi bank dalam arti luas;
6. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap
bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, pembayaran bunga,

45

Sutarno, Op.Cit, hal.263.

Universitas Sumatera Utara

pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang
bersangkutan; kredit golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan
macet, serta golongan lancar yang berpotensi meningkat. 46
Salah satu fungsi terpenting dari bank adalah fungsi kontrol, dimana bank
mengontrol agar kredit yang diberikan dipegunakan sesuai dengan peruntukannya.
Untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah maka perlu diterapkan prinsip
kehati-hatian oleh bank sehingga perlu diperhatikan kolektifitasnya yang dimuat
dalam berbagai peraturan, yaitu :
a. SK Direksi Bank Indonesia Nomor 23/68/KEP/DIR, yang kemudian diganti
dengan SK Direksi Bank Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR;
b. SK Direksi Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998
tentang Kualitas Aktiva Produktif;
c. SK Direksi Bank Indonesia Nomor 31/148/KEP/DIR tanggal 12 November
1998 tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif;
d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/6/PBI/2002 tentang Perubahan SK Direksi
Bank Indonesia Nomor 31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998;
e. Kemudian semua peraturan tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi
dan diganti dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/6/PBI/2007 tanggal 20 Maret 2007 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umu