Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode

penelitian

ini

dilakukan

secara

eksperimental

meliputi

pengumpulan bahan, pengolahan bahan, penyiapan hewan percobaan (mencit),
penyiapan bahan uji dan pengujian efek imunomodulator ekstrak etil asetat daun
mahkota dewa terhadap respon hipersensitivitas dan titer antibodi.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat - alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, lemari pendingin, tabung sentrifuge, batang pengaduk, spatula,
kertas perkamen, sudip, lumpang dan stamper, spuit 1 ml, oral sonde, vial,
microtube, plethysmometer digital, labu tentukur, kandang mencit, neraca listrik,
neraca hewan, penangas air, pipet mikro, alat sentrifuge, dan microtitration plat.
3.1.2 Bahan - bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ekstrak daun
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), suspensi CMC Na 0,5%, aquadest, tablet
Levamisol, air suling, larutan PBS, larutan triton, sel darah merah sapi dan
heparin.

3.2 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan
sehat dan dewasa berumur 8-12 minggu dengan berat 20-35 gram sebanyak 25

23
Universitas Sumatera Utara

ekor. Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara

terlebih dahulu selama satu minggu untuk penyesuaian lingkungan.

3.3 Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (EEADMD)
Ekstrak diperoleh dari Lyvana Istyarah pada Agustus 2016. Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu metode maserasi, sesuai dengan yang tertera
dalam Farmakope Indonesia Edisi III (1979).
Pembuatan ekstrak daun mahkota dewa dilakukan dengan cara serbuk
simplisia diekstraksi secara maserasi. Cara Kerja: Serbuk simplisia daun mahkota
dewa dimaserasi dengan 75 bagian pelarut etil asetat sampai seluruh serbuk
terendam, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil
sesekali diaduk. Kemudian campuran disaring dan filtrat diperoleh, residu
diekstraksi kembali dengan 25 bagian pelarut etil asetat, dimasukkan ke dalam
bejana dan disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari (Depkes
RI., 1979). Seluruh maserat digabung dan dipekatkan dengan bantuan alat rotary
evaporator pada temperatur tidak lebih dari 40oC sampai diperoleh ekstrak kental.

3.4 Penyiapan Hewan Percobaan
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 25 ekor dengan
berat 20-30 g. Mencit dibagi kedalam 5 kelompok perlakuan, tiap kelompok
terdiri dari 5 ekor mencit jantan dimana kelompok I sebagai kontrol negatif (CMC

0,5%), kelompok II, III, dan IV sebagai kelompok uji (variasi dosis dari ekstrak),
dan kelompok V sebagai kontrol positif (Levamisol), Sebelum diberi perlakuan,
hewan uji diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7-14 hari.

24
Universitas Sumatera Utara

3.5 Penyiapan Bahan Uji
Penyiapan bahan-bahan meliputi kontrol (suspensi CMC-Na), suspensi
ekstrak etil asetat daun mahkota dewa, suspensi tablet levamisol.
3.5.1 Penyiapan suspensi CMC-Na 0,5%
Sebanyak 0,5 g CMC-Na ditaburkan ke dalam lumpang berisi air suling
panas sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 15 menit hingga diperoleh
massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml
(Ditjen POM, 1979).
3.5.2 Penyiapan Suspensi Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa
Pembuatan suspensi ekstrak etil asetat daun mahkota dewa dibuat tiga
sediaan sesuai dengan perlakuan yang akan dilakukan. Untuk dosis 50 mg/kg BB
dibuat dengan cara sebagai berikut: Dimasukkan sebanyak 50 mg ekstrak etil
asetat daun mahkota dewa ke dalam lumpang, kemudian ditambahkan CMC Na

0,5 %, digerus homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 10 ml, ditambah CMC
Na 0,5 % sampai batas tanda. Begitu juga untuk pembuatan dosis 100 mg/kg BB
dan 200 mg/kg BB dilakukan hal yang sama.
3.5.3 Penyiapan Suspensi Levamisol
Pengambilan sampel tablet levamisol yaitu dengan cara ditimbang dan
diserbukhaluskan tidak kurang dari 20 tablet. Ditimbang serbuk yang telah
dihaluskan tersebut kemudian ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan
lebih kurang 25 mg levamisol (Depkes, 1995).
Pembuatan suspensi levamisol dilakukan dengan cara sebagai berikut :
ditimbang serbuk levamisol 29,46 mg (setara dengan 25 mg levamisol) dan
dimasukkan kedalam lumpang. Digerus serbuk kemudian ditambahkan suspensi

25
Universitas Sumatera Utara

CMC Na 0,5 % secukupnya. Digerus hingga homogen dan dituangkan kedalam
labu tentukur 25 ml, dan kemudiaan ditambahkan suspensi CMC Na 0,5% sampai
batas tanda.
3.5.4 Penyiapan Phosphate Buffered Saline (PBS)
Pembuatan PBS dilakukan dengan cara sebagai berikut: melarutkan 1

tablet PBS dalam 200 ml aquabidest (sigma).
3.5.5 Penyiapan Sel Darah merah Sapi (SDMS)
Penyiapan dan pembuatan SDMS dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Darah segar dikumpulkan dari sapi yang disembelih, diperoleh 500 ml. Kemudian
ditambahkan 1,5 ml heparin dan dimasukkan ke dalam termos yang berisi es.
Darah sapi segar yang telah diberi antikoagulan disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan plasma dari sel darah
merah. Lapisan atas yang berupa plasma dibuang dan pada lapisan bawah yang
berupa endapan sel darah merah, ditambahkan larutan PBS pH 7,2 sebanyak tiga
kali volume SDMS yang tersisa. Tabung kemudian dibolak-balik dengan
perlahan-lahan

sampai

SDMS

tercampur

secara


homogen,

kemudian

disentrifugasi lagi. Prosedur ini diulang sampai lapisan atas benar-benar jernih dan
tidak berwarna. Lapisan atas yang jernih dibuang dan lapisan bawah adalah
SDMS murni. SDMS dipipet, dan ditambahkan PBS dengan volume sama
sehingga diperoleh SDMS 50%. Kemudian diambil 0,2 ml SDMS 50%,
ditambahkan larutan PBS hingga 10 ml, sehingga diperoleh SDMS 1%
(Emelda dkk, 2015).

26
Universitas Sumatera Utara

3.6 Uji Respon Hipersensitivitas
Efek imunomodulator ekstrak etil asetat daun mahkota dewa ditentukan
dengan

mengukur


volume

respon

hipersensitivitas

menggunakan

uji

pembengkakan telapak kaki hewan uji (foot paw swelling test) (Lakshmi, et al.,
2003; Ray, et al., 1996).
Sebanyak 25 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok dengan pembagian
sebagai berikut:
a

Kelompok I diberi suspensi CMC Na 0,5% (b/v) sebagai kontrol
pembawa.

b


Kelompok II diberi suspensi Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa
(EEADMD) dengan dosis 50 mg/kg bb.

c

Kelompok III diberi EEADMD dengan dosis 100 mg/kg bb.

d

Kelompok IV diberi EEADMD dengan dosis 200 mg/kg bb.

e

Kelompok V diberi Suspensi levamisol dengan dosis 25 mg/kg bb sebagai
kontrol positif.
Tiap kelompok diinduksi terlebih dahulu dengan 0,1 ml sel darah merah

sapi (SDMS) 1% dalam larutan PBS secara intraperitoneal. Kemudian pada hari
berikutnya diberikan ekstrak setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sendi kaki

mencit sebelah kanan diberi tanda batas pengukuran volume kaki mencit.Volume
kaki mencit diukur sebagai volume awal (V0). Kemudian mencit diinjeksikan
dengan 0,1 ml sel darah merah sapi (SDMS) 1% dalam larutan PBS secara
intraplantar pada telapak kaki sebelah kanan.
Pada hari kedelapan (setelah 24 jam) diukur volume pembengkakan kaki
mencit dengan plestismometer air raksa. Pengukuran dilakukan dengan

27
Universitas Sumatera Utara

mencelupkan kaki mencit ke dalam tabung yang berisi larutan triton dan terlihat
kenaikan skala pada plestismometer sebagai volume waktu tertentu (Vt) kaki
mencit. Volume pembengkakan kaki mencit ditentukan berdasarkan selisih antara
volume waktu tertentu (Vt) dengan volume awal (V0) (Shivaprasad, 2006).

3.7 Uji Titer Antibodi
Tiap kelompok diinduksi terlebih dahulu dengan 0,1 ml sel darah merah
sapi (SDMS) 1% dalam PBS secara intraperitoneal. Kemudian pada hari
berikutnya diberikan perlakuan satu kali setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7,
sampel darah masing-masing mencit diambil melalui pembuluh darah vena di

bagian ekor. Sampel darah dikumpulkan dalam tabung mikro (microtube),
kemudian dilakukan pemusingan 1900 rpm dengan alat sentrifugasi pada suhu
4C selama 10 menit dan diambil serumnya.
Nilai titer atibodi ditentukan dengan teknik hemaglutinasi. Duapuluh lima
mikroliter (25 l) serum diteteskan ke dalam sumur microtitration plate96 lubang,
ditambahkan dalam larutan PBS dan SDMS dengan volume yang sama, dan
diencerkan dua kali lipat (1:2; 1:4; 1:8; 1:16; 1:32; 1:64; 1:128; 1:256; 1:512;
1:1024; 1:2048) kemudian diamati penggumpalan yang terjadi (Makare, et al.,
2001; Puri, et al., 1993). Nilai titer antibodi ditentukan berdasarkan pengenceran
terakhir dimana antibodi masih terdeteksi melauli hemaglutinasi terlihat secara
visual. Nilai titer antibodi tersebut selanjutnya ditransformasikan dengan
[2log(titer)+1] (Hargono, 2000; Eldiza, 2011).

28
Universitas Sumatera Utara

3.8 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi
17.0. Data ditentukan normalitas dan homogenitasnya untuk menentukan analisis
statistik yang digunakan. Jika normal data dianalisis dengan menggunakan uji

Anova untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara perlakuan. Jika terdapat
perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey untuk
mengetahui variable mana yang memiliki perbedaan. Analisis statistik dilakukan
dengan  = 0,05. Jika tidak normal data diuji dengan Kruskal Wallis untuk
menentukan perbedaan peringkat diantara perlakuan.

29
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa
yang sama dengan ekstrak yang digunakan Lyvana Istyarah pada Juni 2016. Hasil
skrining fitokimia yang telah dilakukan Lyvana Istyarah diperoleh ekstrak etil
asetat daun mahkota dewa mengandung senyawa flavonoid, saponin dan tanin.
Hasil pemeriksaan karakteristik diperoleh kadar air 7,02 %, kadar sari larut air
16,30 %, kadar sari larut etanol 23,53 %, kadar abu total 10,89 % dan kadar abu
tidak larut asam 0,26 %.
4.1 Pengujian Efek Imunomodulator
Pada penelitian ini, pengujian efek imunomodulator Ekstrak Etil Asetat
Daun Mahkota Dewa dilakukan dengan metode respon hipersensitivitas dan titer
antibodi yang digunakan untuk melihat pengaruh ekstrak terhadap aktivitas dan
mekanisme sistem imun humoral yang melibatkan sel T dan sel B. Menurut
Makare et al (2001), metode tersebut mempunyai keuntungan diantaranya
memungkinkan dua komponen respon imun diukur pada spesies yang sama
dibawah kondisi ideal, relatif sederhana dan tidak mahal.
Pengujian dilakukan dengan cara menginduksi sel imun mencit terlebih
dahulu dengan sel darah merah sapi (SDMS) sebagai antigen secara
intraperitoneal. Antigen yang telah diinduksikan kedalam tubuh hewan mencit
akan dikenal oleh ssitem imun spesifik dengan membentuk sel B memori. Antigen
akan merangsang sel B untuk berubah menjadi sel plasma dan mensekresi
antibodi spesifik (Hendarsula, 2011). Pemberian SDMS yang digunakan sebagai
antigen pada mencit dimaksudkan untuk merangsang pembentukan antibodi

30
Universitas Sumatera Utara

spesifik. Injeksi ini dilakukan secara intraperitoneal agar didapat reaksi respon
imun yang cepat dan maksimum. Pada pembuatan SDMS digunakan PBS
(Phosphate Buffered Saline) sebagai larutan pencuci dan larutah pengencer.
Pencucian SDMS bertujuan untuk memperoleh sel darah merah sapi yang murni
artinya tidak dicemari oleh protein serum (Kumala, 2012).
Pembanding yang digunakan adalah levamisol dengan dosis 25 mg/kg bb.
Dosis dipilih berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Razdan, et all.,
2008). Dosis levamisol tertinggi yang dapat digunakan pada mencit adalah 25
mg/kg bb (Katzung, 1989).
Respon hipersensitivitas diketahui dari volume pembengkakan kaki mencit
yang diukur pada hari ke-8 setelah sehari sebelumnya sel imun mencit
diinduksikan kembali dengan SDMS secara intraplantar. Pengukuran volume
pembangkakan dilakukan dengan menggunakan alat pletismometer digital dengan
prinsip pengukuran berdasarkan hukum Archimedes yaitu benda yang
dimasukkan ke dalam zat cair akan memberi gaya atau tekanan ke atas sebesar
volume yang dipindahkan.
Pengukuran nilai titer antibodi dilakukan pada hari ke-7 dengan
menggunakan metode hemaglutinasi. Hemaglutinasi adalah ikatan antara sel darah
merah sebagai antigen dengan antibodi sehingga menimbulkan suatu gumpalan
yang dapat dilihat. Pada lingkungan dengan pH netral, sel darah merah bermuatan
negatif sehingga akan terjadi aksi tolak-menolak antar sel. Oleh karena itu sel
darah merah yang digunakan disuspensikan dalam larutan penyangga (PBS)
dengan pH ±7 untuk menjaga agar sel darah merah tetap dalam kondisi pH netral,
sehingga tetap bermuatan negatif.

31
Universitas Sumatera Utara

Hemaglutinasi terbentuk karena adanya ikatan silang antara sel darah
merah dengan antibodi. Antibodi yang mempunyai kemampuan lebih besar untuk
berikatan dengan sel darah merah adalah IgM. IgM mempunyai ukuran yang besar
dan valensi yang tinggi, sehingga dapat melawan rintangan elektrik dan
membentuk ikatan silang dengan sel darah merah sehingga menyebabkan
terjadinya aglutinasi. Antibodi lainnya seperti IgG mempunyai ukuran dan valensi
yang lebih kecil, sehingga kemampuannya melawan rintangan elektrik lebih
lemah dibandingkan dengan IgM (Kuby, 1994).
Terkait dengan prinsip hemaglutinasi di atas, maka dalam penelitian ini sel
darah merah yang digunakan sebagai antigen adalah SDMS karena memiliki
muatan negatif yang lebih kuat, sehingga kemampuannya untuk berikatan dengan
antibodi semakin kuat. Dengan demikian, hasil hemaglutinasi yang diperoleh
dapat diketahui dengan mudah. Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Data yang ditampilkan adalah nilai rerata ± SEM, n = 5
No
1
2
3
4
5

Perlakuan

Volume Kaki Mencit
(ml)

CMC Na 0,5 %
Suspensi ekstrak EADMD
dosis 50 mg/kg bb
Suspensi ekstrak EADMD
dosis 100 mg/kg bb
Suspensi ekstrak EADMD
dosis 200 mg/kg bb
Suspensi levamisole dosis 25
mg/kg bb

0,118±0,036
0,510±0,013

Nilai Titer
Antibodi (l)
2,81±0,000
3,65±0,146

0,658±0,018

5,57±0,149

0,787±0,011

6,77±0,149

0,556±0,047

3,77±0,146

4.1.1 Respon Hipersensitivitas
Respon hipersensitivitas dikenali dengan reaksi imuno-inflamasi karena
makrofag dan sel Th1 berperan besar dalam proses tersebut (Mukherjee, 2010).
Reaksi ini ditandai dengan adanya pembengkakan pada tempat terjadinya induksi

32
Universitas Sumatera Utara

antigen. Pembengkakan terkait langsung dengan cell mediated immunity (CMI),
karena antigen mengaktivasi sel T terutama sel Th1. Aktivasi sel T menyebabkan
pelepasan beberapa sitokin yang bersifat proinflamasi. Sitokin tersebut akan
menarik makrofag ke tempat terjadinya induksi dan mengaktivasinya sehingga
menyebabkan peningkatan aktivitas fagositik untuk melawan antigen yang masuk
(Fulzele, et.al., 2002). Penarikan makrofag inilah yang menyebabkan terjadinya
pembengkakan. Semakin besar pembengkakan menunjukkan semakin tinggi
respon hipersensitivitas sehingga dapat menggambarkan peningkatan aktivitas
sistem imun.
Pengujian dilakukan dengan cara menginduksi mencit terlebih dahulu
dengan sel darah merah sapi (SDMS) sebagai antigen secara intraperitoneal.
Respon hipersensitivitas diketahui dari volume pembengkakan kaki mencit yang
diukur pada hari ke-8. Setelah sehari sebelumnya mencit diberi tanda batas
pengukuran volume kaki mencit pada sendi kaki mencit sebelah kanan, volume
kaki mencit diukur sebagai volume awal (V0). Kemudian mencit diinjeksikan
dengan 0,1 ml suspensi SDMS secara intraplantar pada telapak kaki sebelah
kanan. Pengukuran volume pembengkakan dilakukan dengan menggunakan alat
plestimometer digital. Volume pembengkakan kaki mencit ditentukan berdasarkan
selisih antara volume waktu tertentu (Vt) dengan volume awal (V0)
(Shivaprasad, 2006).
Hasil pengukuran volume pembengkakan kaki kanan mencit sebagai
respon terhadap hipersensitivitas dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1.

33
Universitas Sumatera Utara

+
*
*
*

*

+

Gambar 4.1 Volume pembengkakan kaki mencit pada berbagai perlakuan
(Rerata ± SEM, n= 5), * = p < 0,05 dengan CMC-Na 0,5%,
+ = p < 0,05 dengan Levamisol 25 mg/kgbb.
Pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1 terlihat bahwa EEADMD dosis 200 mg/kg
bb dengan volume pembengkakan 0,78 ml menunjukkan volume pembengkakan
yang lebih besar dibandingkan dengan EEADMD dosis 50 mg/kg bb, EEADMD
dosis 100 mg/kg bb dan suspensi levamisol 25 mg/kg bb yang masing-masing
bernilai

0,51 ml, 0,65 dan 0,55 ml. Hasil uji anova menunjukkan terdapat

perbedaan signifikan volume pembengkakan kaki mencit (p < 0,05).
Hasil uji Post Hoc Tukey menunjukkan bahwa EEADMD dosis 50, 100
dan 200 mg/kg bb, dan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb menunjukkan
perbedaan signifikan dengan suspensi CMC 0,5% sebagai kontrol. EEADMD
dosis 50 mg/kg bb tidak berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan
EEADMD dosis 100 dan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb (kontrol positif)
dan berbeda signifikan dengan dosis 200 mg/kg bb. EEADMD dosis 100 mg/kg

34
Universitas Sumatera Utara

bb berbeda signifikan dengan dosis 200 mg/kg bb dan tidak berbeda signifikan
dengan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb. Sementara EEADMD dosis 200
mg/kg bb berbeda signifikan dengan suspensi levamisol dosis 25 mg/ kg bb.
Dengan demikian, EEADMD dosis 100 dan 200 mg/kg bb menunjukkan
efek yang lebih baik daripada suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb. Untuk dapat
membedakan mekanisme kerja levamisol dan ekstrak etil asetat daun mahkota
dewa, maka dilakukan uji berikutnya yaitu uji titer antibodi (Lampiran 9).
Peningkatan volume pembengkakan kaki mencit merupakan gambaran
adanya peningkatan respon hipersensitivitas mencit tersebut. Peningkatan respon
ini mengindikasikan adanya peningkatan kemampuan sel imun mencit dalam
menanggapi antigen terutama peningkatan respon imun spesifik selular. Sel yang
berperan dalam respon imun selular adalah sel T terutama sel Th. Sel Th
memproduksi IFN-y yang kemudian mengaktivasi makrofag (Kresno, 2010).
Dengan demikian, ekstrak etil asetat daun mahkota dewa menunjukkan efek
stimulan terhadap sel T terutama sel Th.
4.1.2 Titer Antibodi
Titer antibodi ditentukan dengan metode hemaglutinasi. Penentuan
hemaglutinasi titer antibodi bertujuan untuk mengetahui respon imun humoral
melawan SDMS. Peningkatan respon imun humoral dibuktikan dengan adanya
peningkatan titer antibodi mencit yang mengindikasikan peningkatan kepekaan
sel T dan sel B terkait dengan produksi antibodi.
Pengukuran nilai titer antibodi dilakukan pada hari ke-7 dengan
menggunakan metode hemaglutinasi. Hemaglutinasi merupakan pengujian
terhadap serum darah mencit yang dilakukan dengan menambahkan antigen dalam

35
Universitas Sumatera Utara

jumlah yang sama. Interaksi antara antigen dengan antibodi menyebabkan
terjadinya reaksi yaitu berupa aglutinasi sebab antigen merupakan partikelpartikel kecil yang tidak larut. Gumpalan yang terbentuk antara antigen dan
antibodi akan bersatu dan akhirnya mengendap sebagai gumpalan-gumpalan besar
dan mudah terlihat dengan cairan diatasnya tetap jernih. Hal ini terjadi karena
pada umumnya antibodi memiliki lebih dari satu resptor pengikat antigen
sehingga antibodi bereaksi dengan molekul antigen lain yang mungkin sudah
berikatan dengan salah satu molekul antibodi dan terbentuklah gumpalan (Novita,
2016). Efek perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda pada titer antibodi.

+
+

*

*
*

*
+

Gambar 4.2 Titer Antibodi Sel Imun Mencit pada berbagai perlakuan
(Rerata ± SEM, n= 5), * = p < 0,05 dengan CMC-Na 0,5%,
+ = p < 0,05 dengan Levamisol 25 mg/kgbb.
Pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.1 terlihat bahwa pemberian EEADMD dosis
200 mg/kg bb menunjukkan peningkatan nilai titer antibodi senilai 6,77. Nilai ini

36
Universitas Sumatera Utara

lebih besar dibandingkan dengan EEADMD dosis 50, 100 mg/kg bb dan suspensi
levamisol yang bernilai 3,65 l, 5,57 l dan 3,77 l.
Hasil uji kruskal wallis menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara
kelompok perlakuan titer antibodi sel imun (p < 0,05). Hasil uji Post Hoc Mann
Whitney menunjukkan adanya perbedaan titer antibodi yang signifikan dari
masing-masing kelompok uji dengan signifikansi P < 0,05.
EEADMD dosis 50, 100, 200 mg/kg bb dan suspensi levamisol dosis 25
mg/kg bb menujukkan perbedaan signifikan dengan CMC Na 0,5% sebagai
kontrol. EEADMD dosis 50 mg/kg bb berbeda signifikan dengan EEADMD dosis
100 dan 200 mg/kg bb dan tidak berbeda signifikan dengan suspensi levamisol
dosis 25 mg/kg bb. Hal ini menunjukan bahwa levamisol meningkatkan produksi
antibodi. Dengan demikian terbukti bahwa mekanisme levamisol adalah
merangsang pembentukan antibodi terhadap berbagai antigen, meningkatkan
respon sel T dengan merangsang aktivitas sel T dan poliferasi, meningkatkan
fungsi monosit dan makrofag termasuk fagositosis dan kemotaksis, dan
meningkatkan mobilitas neutrofi (Mekeng, 2016).
Sementara EEADMD dosis 100 mg/kg bb berbeda signifikan dengan dosis
200 mg/kg bb dan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb. EEADMD dosis 200
mg/kg bb berbeda signifikan dengan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa EEADMD dosis 100
dan 200 mg/kg bb menunjukkan efek yang lebih baik daripada suspensi levamisol
dosis 25 mg/kg bb. Dengan demikian, EEADMD memberikan efek peningkatan
titer antibodi sel imun mencit (Lampiran 9).

37
Universitas Sumatera Utara

Peningkatan titer antibodi terjadi karena peningkatan aktivitas sel Th, yaitu
sel Th2 untuk menstimulasi produksi dan meningkatkan aktivitas sel B dalam
pembentukkan antibodi (Roitt, 1989). Antibodi akan berikatan dengan antigen
yang menginfeksi tubuh. Ikatan antigen dan antibodi memberikan gambaran
adanya efek stimulasi ekstrak etil asetat daun mahkota dewa terhadap respon imun
humoral yang berikatan dengan stimulasi dan aktivitas sel B.
Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulakn bahwa pemberian EEADMD
memberikan efek meningkatkan respon hipersensitivitas dan titer antibodi sel
imun mencit jantan. Pemberian EEADMD dosis 200 mg/kg bb memberikan efek
yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian EEADMD dosis 50 mg/kg bb,
EEADMD dosis 100 mg/kg bb dan levamisol, pemberian suspensi levamisol dosis
25 mg/kg bb memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan CMC Na
0,5% dan EEADMD dosis 50 mg/kg bb.
Maka dapat disimpulkan bahwa EEADMD dapat meningkatkan sistem
imun, dimana EEADMD memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan
levamisol, sehingga suspensi ekstrak etil asetat daun mahkota dewa (EEADMD)
dapat digunakan sebagai imunostimulator terkait dengan pengaruhnya dalam
meningkatkan respon hipersensitivitas dan titer antibodi sel imun mencit. Hal ini
disebabkan karena adanya kandungan senyawa kimia yang berperan dari daun
mahkota dewa yaitu flavonoid dan saponin (Harmanto, 2001). Mekanisme dari
flavonoid dalam memodulasi sistem imun yaitu adanya peningkatkan proliferasi
limfosit dan aktivitas IL-2 (Kurnianingtyas, 2013). Sedangkan mekanisme dari
saponin, meningkatkan aktifitas makrofag yang dapat menyebabkan peningkatan

38
Universitas Sumatera Utara

fagositosis dan sekresi interleukin yang akan memicu sel B untuk menghasilkan
antibodi (Besung, 2009).
Dengan demikian, kemungkinan EEADMD dapat meningkatkan respon
hipersensitivitas dan titer antibodi terkait mekanismenya dalam peningkatan
proliferasi limfosit, sekresi interleukin dan stimulasi sel B.

39
Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa:
a. Pemberian EEADMD dapat mempengaruhi respon hipersensitivitas pada
mencit jantan dimana pada dosis 200 mg/kg bb diperoleh volume
pembengkakan rata-rata 0,78 ml lebih tinggi dibandingkan EEADMD
dosis 50, 100 mg/kg bb dan kontrol positif (levamisol) yaitu 0,51 ml, 0,65
ml dan 0,55 ml.
b. Pemberian ekstrak etil asetat daun mahkota dewa dapat mempengaruhi
respon titer antibodi sel imun mencit jantan dimana pada dosis 200 mg/kg
bb diperoleh nilai titer antibodi rata-rata 6,67 µl lebih tinggi dibandingkan
EEADMD dosis 50, 100 mg/kg bb dan kontrol positif (levamisol) yaitu
3,65 l, 5,57 l dan 3,77 µl.
c. Ekstrak etil asetat daun mahkota dewa (EEADMD) menunjukkan aktivitas
imunomodulator khususnya sebagai imunostimulan.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian
ini terkait dengan isolasi dan identifikasi zat aktif dalam daun mahkota dewa serta
efeknya sebagai imunomodulator.

40
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 14

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 2

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 2 5

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan Chapter III V

0 0 16

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 14

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 2

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 6

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 2 16

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 2 4

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 1 22