Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di Kecamatan Medan Selayang)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fasilitas hunian atau shelter merupakan kebutuhan yang sangat mendasar
bagi kesejahteraan fisik, psikologi, sosial, dan ekonomi penduduk di seluruh Negara,
baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Perumahan merupakan indikator dari
kemampuan suatu Negara dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok
penduduknya.1 Perjanjian bagi hasil pada saat ini

banyak sekali ditemui dalam

kehidupan masyarakat, dimana perjanjian bagi hasil dimanfaatkan untuk berbisnis
dalam bidang perumahan. Bisnis dalam bidang perumahan atau hunian sangat banyak
digeluti oleh masyarakat karena faktor kebutuhan manusia yang semakin meningkat
terhadap hunian.
Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan upaya untuk
memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu
lingkungan kehidupan, pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja juga
meningkatkan kegiatan ekonomi dalam rangka pemerataan kesejahteraan rakyat.

1


Bambang Panudju, Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah, (Bandung: PT. Alumni, 2009), hal. 16.

1

1
Universitas Sumatera Utara

2

Kebutuhan akan pembangunan perumahan dan permukiman ini setiap tahun terus
meningkat hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:2
1. Tingginya tingkat kelahiran anak.
2. Tidak terbendungnya arus urbanisasi ke daerah perkotaan.
3. Adanya minat untuk memiliki rumah yang berlebihan dan lain-lain sebagainya.
4. Terjadi alih fungsi dari penggunaan rumah itu sendiri. Contoh: rumah digunakan
untuk kantor, untuk sarang burung wallet, dan lain-lain.
Bisnis perumahan di perkotaan maupun di pinggiran merupakan salah satu
sektor yang sangat menjanjikan. Dengan berkembangnya bisnis perumahan maka

semakin banyak kebutuhan dan permintaan akan tanah, sehingga semakin tinggi
harganya. Tanah tidak bertambah, sedangkan kebutuhan meningkat terus seirama
dengan pertumbuhan dan perkembangan di dalam masyarakat.3 Hal ini merupakan
salah satu penyebab fungsi perumahan tidak hanya sekedar hunian tetapi juga dapat
digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan usaha dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu bentuk bisnis perumahan yang sangat banyak ditemui sekarang ini adalah
pembangunan dan pembagian rumah toko.
Bisnis perumahan yang dilakukan dengan cara pembangunan dan
pembagian rumah sangat banyak ditemui saat ini, tetapi masih banyak juga
masyarakat yang belum mengetahui tentang pembangunan dan pembagian rumah.
Konsep bisnis pembangunan dan pembagian rumah yang selanjutnya disebut juga
2

Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, (Medan: USU-Press, 2006), hal.

3

John Salindeho, Manusia, Tanah, Hak, dan Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal. 37.

109-110.


Universitas Sumatera Utara

3

dengan istilah perjanjian bangun bagi, dalam bisnis perumahan perjanjian bangun
bagi dianggap menguntungkan bagi kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.
Djaren Saragih memberikan pengertian dan fungsi dari perjanjian bagi hasil atau
yang disebut juga dengan Deelbouw Overeenkomst yaitu hubungan hukum antara
seorang yang berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini
diperkenankan mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari
pengolahan tanah dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah
tanah itu.4 Sedangkan fungsinya adalah untuk memelihara produktifitas dari tanah
tanpa dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, sedang bagi pemaruh (deelbouwer) fungsi
dari perjanjian adalah untuk produktifitas tenaganya tanpa harus memiliki tanah
tersebut.
Bushar Muhammad juga memberikan pengertian perjanjian bagi hasil, yaitu
apabila pemilik tanah memberi ijin kepada orang lain untuk mengerjakan tanahnya
dengan perjanjian, bahwa yang mendapat ijin itu harus memberikan sebagian (separo
kalau memperduai atau maro serta sepertiga kalau mertelu atau jejuron) hasil

tanahnya ke pada pemilik tanah.5 Tetapi hal tersebut merupakan perjanjian bagi hasil
yang terdapat dalam hukum adat dan hukum agraria. Djaren Saragih memberikan
fungsi dari perjanjian bangun bagi yaitu untuk memelihara produktifitas tanah tanpa
dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, sedangkan pihak lainnya mengerjakan tanah
tersebut tanpa harus memiliki tanah tersebut, hal inilah yang membuat keuntungan
4
5

Djaren Saragih, Hukum Adat Indonesia, (Bandung:Tersito, 1984), hal. 97.
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta:Pradnya Paramita, 2000). hal.

117.

Universitas Sumatera Utara

4

bagi kedua belah pihak yang berjanji pemilik tanah tidak perlu mengurus tanahnya
dan pemaruh tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli tanah. Perjanjian bangun
bagi timbul dari adanya keinginan dua pihak atau lebih saling bekerja sama untuk

suatu kegiatan usaha yang kemudian hasil usahanya dibagi sesuai dengan
kesepakatan antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian.6 Menurut Hilman
Hadikusuma yang menjadi latar belakang terjadinya perjanjian bangun bagi tersebut
dikarenakan, yaitu:7
1. bagi pemilik :
a. tidak berkesempatan mengerjakan hartanya sendiri
b. keinginan mendapatkan hasil tanpa susah payah dengan memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk mengerjakannya.
2. bagi penggarap:
a. tidak atau belum mempunyai pekerjaan tetap
b. kelebihan waktu kerja
c. keinginan mendapatkan hasil garapan
Pada dasarnya perjanjian bangun bagi saat ini memiliki latar belakang yang
sama dengan perjanjian bangun bagi dalam hukum adat sekalipun perjanjian bangun
bagi saat ini merupakan perjanjian bisnis biasa. Adapun latar belakang dibuat
perjanjian bangun bagi adalah karena pemilik tanah tidak efektif dalam mengelola
tanahnya, tidak ada waktu, kesulitan biaya pengurusan dan pembangunan, serta
apabila tanahnya dijual kepada pihak perorangan harganya relatif sangat tinggi
sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan calon pembeli, disisi
lain developer membutuhkan tanah kosong sebagai tempat mendirikan bangunan

yang hendak dijual atau dibisniskannya. Hal inilah yang menjadi dasar dikatakannya
6
7

Andi Hamzah, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) hal.27.
Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, (Bandung: Alumni, 1991), hal 37.

Universitas Sumatera Utara

5

perjanjian bangun bagi membangun hubungan yang saling menguntungkan antara
pemilik tanah dan developer. Pihak yang melakukan perjanjian bangun bagi adalah
pemilik tanah dan developer, developer adalah seorang pemaruh(deelbouwer) atau
pihak yang mengelola tanah. Perjanjian bangun bagi dapat terjadi apabila pemilik
tanah dan developer sepakat untuk melakukan suatu perjanjian, adapun perjanjian
tersebut berisi bahwa pemilik tanah memberikan ijin kepada developer untuk
mengelola tanahnya dengan cara membangun beberapa unit rumah toko dan rumah
toko tersebut merupakan objek perjanjian yang akan dibagi oleh para pihak sesuai
dengan kesepakatan.

Konsep bisnis seperti perjanjian bangun bagi memberikan manfaat dan
keuntungan bagi kedua belah pihak, dikarenakan developer membangun perumahan
di atas tanah

pemilik tanah yang dijadikan menjadi beberapa bahagian, maka

masyarakat lebih tertarik untuk membelinya karena pada awalnya tanah tersebut
terlalu besar dan mahal, sedangkan jika developer membangun perumahan di atas
tanah tersebut, tanah yang awalnya merupakan satu kesatuan akan dibagi menjadi
beberapa rumah, sehingga akan lebih terjangkau bagi calon pembeli, serta harga dan
nominal uang yang diterima oleh pemilik tanah, tetap sama dengan jika menjualnya
kepada peorangan. Keuntungan yang dapat diambil oleh developer dalam perjanjian
bangun bagi adalah selisih harga penjualan dengan harga yang telah dikeluarkan
developer untuk biaya pembangunan atas tanah tersebut, tanpa harus memperoleh
status kepemilikan tanah.

Universitas Sumatera Utara

6


Perjanjian bangun bagi belum diatur secara khusus dalam undang-undang
tetapi KUHPerdata dapat digunakan sebagai landasan hukum ataupun pedoman
dalam pembuatan perjanjian bangun bagi. Konsep perjanjian yang terdapat dalam
KUHPerdata adalah konsep perjanjian yang terdapat dalam buku ketiga KUHPerdata
mengenai perikatan. Pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata terdapat asas kebebasan
berkontrak dimana semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Setiap perjanjian menganut asas kebebasan
berkontrak, yang memberikan kebebasan untuk mengadakan dan menentukan
perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban
umum. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang mengatakan bahwa perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.8
Perjanjian bangun bagi dapat dilakukan karena memiliki kesesuaian dengan
perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata dimana para pihak memiliki kebebasan
mengatur isi perjanjian sesuai dengan kesepakatan dengan objek harta kekayaan.
Perikatan muncul dari perjanjian, perjanjian berasal dari persetujuan, adapun yang
dimaksudkan dengan perikatan tersebut adalah suatu hubungan hukum (mengenai
kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk
menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini
diwajibkan memenuhi tuntutan itu. KUHPerdata dalam buku ketiga juga mengatur
perihal


hubungan-hubungan

hukum

antara

orang

dengan

orang

(hak-hak

8

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2001) hal 83

Universitas Sumatera Utara


7

perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi obyek juga suatu benda.9 Hubungan
hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya.
Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum”/rechtshandeling.10
Hubungan hukum yang dimaksud adalah ketika para pihak membuat perjanjian
dengan sendirinya menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka. Hak dan
kewajiban yang timbul diantara kedua belah pihak bersifat timbal balik dimana hak
pemilik tanah merupakan kewajiban developer begitu juga sebaliknya.
Akta perjanjian bangun bagi yang berisi hak dan kewajiban para pihak
merupakan akta yang dibuat dihadapan notaris yang bersifat autentik. Notaris
merupakan pejabat umum yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dengan
kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan.11 Dalam ketentuan tersebut terlihat bahwa Notaris selain
berwenang dalam pembuatan akta autentik dan juga berwenang atau dapat bertindak
sebagai pihak yang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta. Oleh karena itu Notaris memiliki campur tangan dalam memberi masukan
kepada para pihak untuk menetukan hak dan kewajiban para pihak dalam akta,
disamping dari para pihak bebas menentukan hak dan kewajibannya.

Perjanjian bangun bagi seperti perjanjian lainnya memiliki kendala dalam
proses pelaksanaannya. Kendala-kendala tersebut akan menimbulkan problematika
diantara para pihak, dimana problematika tersebut dapat muncul dari pemilik tanah,
9

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: PT. Intermasa, 1982), hal. 123.
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hal7.
11
Suhrawadi, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994) hal.59.
10

Universitas Sumatera Utara

8

developer atau pengembang maupun dari calon pembeli. Dalam bisnis perumahan
kebanyakan problematika tersebut muncul dari pihak pengembang atau developer,
kerap sekali ditemui developer yang beritikad tidak baik, hal ini disebabkan karena
lebih besarnya pengelolaan developer di atas tanah tersebut saat proses pembangunan
sedang berlangsung, sehingga developer lebih leluasa melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan perjanjian. Ketika pembuatan perjanjian bangun bagi sebelumnya para
pihak yaitu developer dan pemilik tanah harus membuat kesepakatan terlebih dahulu,
kesepakatan tersebut yang menjadi aturan pelaksanaan perjanjian antara kedua belah
pihak. Dalam hal ini perjanjian bangun bagi diambil dari Perjanjian Bangun Bagi
yang dibuat Notaris Z Nomor 4 tanggal 21 April 2009 oleh Nyonya X dan Tuan Y.
Perjanjian bangun bagi yang dibuat Nyonya X dan Tuan Y dilatarbelakangi
oleh Nyonya X tidak memiliki waktu mengurusi tanahnya, tidak memiliki biaya yang
cukup untuk membangun, serta Nyonya X sedang membutuhkan dana sehingga ingin
memanfaatkan tanah tersebut. Proses penawaran kepada calon pembeli tidak
memperoleh hasil yang diharapkan dikarenakan calon pembeli merasa tanah tersebut
terlalu besar dan mahal untuk kebutuhannya.12 Setelah itu, Nyonya X bertemu dengan
Tuan Y yang menawarkan jasanya untuk melakukan pembangunan rumah toko di
atas tanah Nyonya X dengan kesepakatan bahwa kedua belah pihak membuat suatu
perjanjian dihadapan Notaris yang isinya Nyonya X memberikan ijin kepada Tuan Y

12

Hasil wawancara dengan Nyonya X (pihak pertama dan pemilik tanah), di Medan pada
tanggal 21-23 September 2014.

Universitas Sumatera Utara

9

untuk melakukan pembangunan beberapa unit rumah dan tanah tersebut tetap atas
nama Nyonya X.
Problematika yang sering terjadi dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi
adalah hasil pembangunan yang dilakukan oleh developer, tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan sebelumnya. Adapun dalam hal ini akan dilakukan pembahasan
mengenai Akta Perjajian Bangun Bagi yang dibuat oleh Nyonya X selaku pihak
pertama yang merupakan pemilik tanah dengan pihak kedua Tuan Y sebagai pihak
kedua yang merupakan developer perorangan. Isi dari perjanjian tersebut dibuat
sesuai dengan keinginan dan kesepakatan para pihak, tetapi sekalipun perjanjian
tersebut dibuat sesuai dengan kesepakatan para pihak masih besar kemungkinan
muncul problematika saat pelaksanaan perjanjian tersebut berlangsung. Problematika
yang muncul tersebut dapat dikatakan wujud wanprestasi dalam perjanjian antara
Nyonya X dan Tuan Y.
Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak kedua tersebut dikarenakan tidak
menyelesaikan pembangunan tepat pada waktunya sehingga pihak pertama merasa
sangat dirugikan akan hal tersebut. Dimana selain pihak kedua melakukan
keterlambatan, pihak kedua juga melakukan pembangunan tidak sesuai dengan peta
perencanaan yang terdapat dalam akta, penerbitan sertipikat yang cukup lama, tidak
melakukan serah terima fisik dan yuridis kepada pihak pertama, selain itu pihak
kedua juga telah menjual bagiannya kepada pihak lain sebelum menyelesaikan
bangunan milik pihak pertama. Oleh karena hal tersebut pihak pertama mengajukan

Universitas Sumatera Utara

10

gugatannya kepada Pengadilan Negri Medan untuk menuntut ganti kerugian dan
pembatalan atas perjanjian tersebut.
Gugatan yang diajukan oleh pihak pertama tersebut mendapatkan putusan
No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn dimana hakim memutuskan untuk menghukum tergugat
wanprestasi, akta tersebut dibatalkan, dan atas kerugian yang dialami oleh pihak
pertama, pihak kedua wajib memberikan ganti kerugian. Pada dasarnya untuk
menghindari terjadinya sengketa dikemudian hari kebijakan notaris yang membuat
perjanjian juga dibutuhkan untuk mewujudkan proses pelaksanaan perjanjian bangun
bagi tercapai dengan baik. Notaris dapat memberikan perlindungan hukum bagi para
pihak yang hendak membuat perjanjian bangun bagi sesuai dengan fungsi, jabatan,
dan kewenangan notaris yang terdapat dalam undang-undang, dimana perlindungan
hukum tersebut berupa upaya pencegahan. Notaris harus memiliki kebijaksanaan
tertentu yang sifatnya mencegah terjadinya sengketa antara kedua belah pihak, dan
penyelesaiannya jika terjadi sengketa. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
sengketa diantara para pihak, dibutuhkan klausula-klausula dalam perjanjian yang
unsurnya bersifat melindungi hak dan kewajiban para pihak dan notaris tidak hanya
sekedar membuat isi perjanjian. Pekerjaan Notaris tampak berkaitan langsung dalam
hal proses pembuatan dan pelaksanaan akta perjanjian bangun bagi, hal inilah yang
menyebabkan tugas dan kewenangan notaris juga perlu diteliti.
Putusan pengadilan tersebut memberikan perlindungan hukum dan kepastian
hukum bagi pihak yang dirugikan. Dalam hal kasus yang terjadi diantara Nyonya X

Universitas Sumatera Utara

11

dan Tuan Y bentuk upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh hakim melalui
putusannya adalah mengabulkan gugatan ganti kerugian dan pembatalan akta
perjanjian tersebut yang dikarenakan adanya wanprestasi. Berdasarkan uraian-uraian
diatas, pada saat ini perjanjian bangun bagi dalam bidang perumahan sangat banyak
digunakan di masyarakat, dalam proses pelaksanaannya juga berkaitan langsung
dengan tugas dan kewenangan Notaris dalam pembuatan akta perjanjian, selain itu
juga perlu diketahui bentuk perlindungan hukum dan kepastian hukum yang berasal
dari Notaris maupun putusan hakim melalui putusan No.51X/Pdt.G/2013/PN Mdn.
Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai klausulaklausula yang terdapat dalam akta perjanjian serta perlindungan hukum bagi para
pihak yang membuat perjanjian yaitu pemilik tanah,calon pembeli atau konsumen,
dan developer yang akan dituangkan ke dalam penulisan dalam bentuk karya ilmiah
berupa Tesis dengan Judul Penelitian “Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun
Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di
Kecamatan Medan Selayang).
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan yang diteliti dan
dibahas secara lebih mendalam pada penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hak dan kewajiban Nyonya X sebagai pihak pertama yaitu pemilik
tanah dan Tuan Y sebagai pihak kedua atau developer dalam Akta Perjanjian
Nomor 4 tanggal 21 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Z ?
2. Problematika apa yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi ?

Universitas Sumatera Utara

12

3. Bagaimanakah upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul dalam
perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban Nyonya X sebagai pihak pertama yaitu
pemilik tanah dan Tuan Y sebagai pihak kedua atau developer dalam Akta
Perjanjian Nomor 4 tanggal 21 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Z.
2. Untuk mengetahui problematika yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian
bangun bagi
3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul
dalam perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum perjanjian pada khususnya,
terutama mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak dalam akta
perjanjian bangun bagi yang tercantum dalam klausula-klausula akta perjanjian
bangun bagi, problematika yang timbul dalam perjanjian bangun bagi atau

Universitas Sumatera Utara

13

problematika dalam bisnis perumahan, dan upaya yang dapat dilakukan mencegah
dan mengatasi problematika tersebut.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat
khususnya yang terlibat dalam perjanjian bangun bagi yaitu Notaris yang membuat
perjanjian untuk meningkatkan unsur perlindungan hukum, pemilik tanah,
developer, dan konsumen, agar lebih mengetahui hak dan kewajibannya dalam
melaksanakan perjanjian bangun bagi yang telah disepakati, selain itu juga agar
para pihak dapat mengetahui upaya yang dapat dilakukan guna menghindari dan
mengatasi problematika yang timbul tersebut.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran sementara pemeriksaan yang telah penulisan
lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang
diketahui ditemukan adanya salah satu penelitian mengenai Perjanjian Bangun Bagi,
yaitu dengan judul Peranan Notaris Dalam Penyelesaian Sengketa Akibat Tuntutan
Pembatalan Akta Perjanjian Bangun Bagi (Suatu Penelitian Pada Praktek Notaris Di
Kota Banda Aceh) oleh Madda Elyana/087011079/Mkn, yang pembahasan (1)
Pembatalan akta perjanjian bangun bagi di kota Banda Aceh. (2) Peranan notaris
dalam penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun bagi
di kota Banda Aceh. (3) Bentuk penyelesaian

sengketa yang digunakan dalam

penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun bagi di kota

Universitas Sumatera Utara

14

Banda Aceh. Apabila dilihat dari permasalahan yang dibahas tentunya sangat
berbeda. Oleh karena itu, penelitian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian
Bangun Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di
Kecamatan Medan Selayang), belum pernah dilakukan. Dengan demikian, penelitian
ini adalah asli adanya dan secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung
jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama
dengan judul penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
pegangan teoritis.13 Kerangka teori juga merupakan landasan dari teori atau dukungan
teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang
dianalisis. Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.14
Ada asumsi yang menyatakan, bahwa bagi suatu penelitian, maka teori atau
kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit
mencakup hal-hal sebagai berikut:15
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta
yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

13

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994) hal 80.
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996).hal. 2.
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI-Press 1981), hal 113.
14

Universitas Sumatera Utara

15

b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistim klasifikasi fakta, membina
struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui
serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada presiksi fakta mendatang, oleh karena telah
diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut
akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.
Pada ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu hukum, maka kelangsungan
perkembangan suatu ilmu senantiasa tergantung pada unsur-unsur, sebagai berikut:16
a. Teori,
b. Metodologi
c. Aktivitas penelitian
d. Imajinasi sosial.
Kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum mempunyai 4 ciri
yaitu:17
a) Teori-teori hukum
b) Asas-asas hukum
c) Doktrin hukum
d) Ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya.
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

16
17

Ibid.,hal. 6.
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, September 2009).

Universitas Sumatera Utara

16

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.18 Teori merupakan
keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk
menjelaskan tentang adanya sesuatu.19 Sedangkan menurut Bintaro Tjokromidjojo
dan Mustafa Adidoyo, teori diartikan sebagai “ungkapan mengenai hubungan kasual
yang logis diantara perubahan (variable) dalam bidang tertentu, sehingga dapat
digunakan sebagai kerangka pikir (frame of thinking) dalam memahami serta
menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut”.20
Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai
landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.21 Sehingga
penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa
dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan
mempunyai tanggungjawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah
warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat
melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan
masyarakat hidup masyarakat.22 Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M, Winfield

18

J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Penyunting, M. Hisyam, (Jakarta:UIPress, 1996), hal 203.
19
J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta,
(Bandung:Citra Aditya Bakti, 1999) hal. 2.
20
Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan
Nasional, (Jakarta:CV. Haji Masagung, 1998) hal. 13.
21
W. Friedman, Op. Cit. hal. 2.
22
Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer (Jakarta:Pustaka Sinar
Harapan, 1999) hal. 237.

Universitas Sumatera Utara

17

dan Bias, menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hakhak (legal rights).
Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam
manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik
jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan
yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.23 Menurut teori konvensional,
tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan
(rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechts zekerheid).24 Menurut Satjipto Rahardjo,
“Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.
Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan
kekuasaan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi
tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan
hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.25
Teori yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Teori perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menganalisis
pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut terhadap akta perjanjian bangun bagi

23

Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993) hal. 79.
24
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta:PT.
Gunung Agung Tbk, 2002) hal. 85.
25
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, 2000), hal.
53.

Universitas Sumatera Utara

18

yang telah dibuat kedua belah pihak dihadapan Notaris. Perlindungan Hukum
menurut Hadjon meliputi dua macam perlindungan hukum bagi rakyat meliputi:26
1. Perlindungan Hukum Preventif dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya.
2. Perlindungan Hukum Represif dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian
sengketa.
Perlindungan hukum secara preventif itu diberikan oleh pemerintah yang
bertujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran
serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu
kewajiban, sedangkan perlindungan hukum represif adalah perlindungan ahir berupa
sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Alasan teori perlindungan
hukum digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan perlindungan
hukum terhadap para pihak yang melakukan perjanjian bangun bagi terkhususnya
pihak pemilik tanah dan konsumen calon pembeli, dimana pihak tersebutlah yang
sering mengalami kerugian yang diakibatkan oleh problematika yang muncul pada
saat proses pelaksanaan berlangsung.
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan
suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.

26

Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1987), hal.2.

Universitas Sumatera Utara

19

Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan
dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak
disetiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya
kekuasaan tertentu yang menjadi alasan-alasan melekatnya hak itu pada seseorang.27
Oleh karena itu, hak dan kewajiban para pihak yang membuat perjanjian harus
dilindungi oleh hukum dimana undang-undang yang berlaku telah mengatur dan
membatasi hak dan kewajiban para pihak sekalipun pada dasarnya para pihak bebas
membuat isi dari perjanjian tersebut. KUHPerdata sebagai landasan hukum dalam
pembuatan perjanjian harus memberikan batasan sebagai dasar perlindungan bagi
para pihak yang membuat perjanjian.
M. Yahya Harahap menyatakan bahwa kepastian hukum dibutuhkan dalam
masyarakat demi terciptanya ketertiban dan keadilan. “Ketidakpastian hukum akan
menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan setiap anggota masyarakat
akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri”.28 Teori kepastian
hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat
umum membuat individu mengetahui perbuatan apa saja yang boleh dilakukan, dan
kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena
dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa
saja yang boleh dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan
hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi
27

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-V, 2000) hal. 53.
M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), hal. 76.
28

Universitas Sumatera Utara

20

dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya
untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.29 Dalam perjanjian bangun bagi,
pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti kerugian atau meminta
putusan hakim atas pembatalan perjanjian yang dibuatnya. Dengan adanya putusan
Pengadilan Negeri Medan tanggal 27 Maret 2014, Nomor : 514/Pdt. G/2013/PNMedan, yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan bentuk kepastian hukum
bagi pihak yang dirugikan.
Selain dari teori perlindungan hukum, dalam membuat perjanjian bangun
bagi sangat perlu diperhatikan asas-asas yang mendasari perjanjian. Menurut Paul
Scholten, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat didalam dan di
belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundangundangan dan putusan-putusan hakim yang berkenan dengan ketentuan-ketentuan dan
keputusan-keputusan individu yang dapat dipandang sebagai penjabarannya.30 Pada
umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk yang konkrit, misalnya asas
konsensualitas yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu “sepakat mereka
yang mengikatkan diri”. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum
dalam kaedah atau peraturan yang konkrit.31
a. Asas kebebasan berkontrak

29

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranda Media Group,
2008), hal. 158.
30
J.J.H. Bruggink (alih bahasa Arief Sidharta), Op. Cit. hal.119.
31
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta:Liberty, 1999), hal 34-35.

Universitas Sumatera Utara

21

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan lahirnya
paham individualisme. Paham individualism secara embrional lahir pada zaman
Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristen dan berkembang pesat
pada zaman renaissance melalui ajaran-ajaran antara lain ajaran Hugo de Groot,
Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau.32 Asas kebebasan berkontrak terdapat
dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Kebebasan dalam membuat perjanjian
dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam
perjanjian yang disepakati.
b. Asas mengikat sebagai undang-undang (pacta sun servanda)
Bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap
perjanjian harus ditaati dan ditepati.33 Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan perjanjianperjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan para pihak
atau karena alasan-alasan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Dan
perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Suatu hal yang penting yang patut
diperhatikan bahwa, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan
tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.34
c. Asas konsensualitas
32

Salim H,S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:Sinar
Grafika,2003), hal. 9.
33
C. S. T. Kansil, Pengantar Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1983) hal. 48.
34
I. G. Ray Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta:Kesaint Blanc,2008) hal.135.

Universitas Sumatera Utara

22

Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUHPerdata, bahwa sebuah kontrak
sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak dalam kontrak sejak terjadi kata
sepakat tentang unsur pokok dari kontrak tersebut. Dengan kata lain kontrak sudah
sah apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai unsur pokok kontrak dan tidak
diperlukan formalitas tertentu.35 Kekuatan mengikat dari suatu kontrak lahir ketika
telah adanya kata sepakat, atau dikenal dengan asas konsensualitas, dimana para
pihak yang berjanji telah sepakat mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian
hukum disaat itu juga telah lahir perjanjian tersebut dan telah dimulailah hak dan
kewajiban para pihak.
d. Asas itikad baik
Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata. Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Akan tetapi dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara
eksplisit apa yang dimaksud dengan “itikad baik”. Akibatnya orang akan menemui
kesulitan dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikad baik
merupakan suatu pengertian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada
dalam alam pikiran manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip
Rhidwan

Khairandy,

memang

dalam

kenyataannya

sangat

sulit

untuk

Johannes Gunawan, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri
Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-Butir Pemikiran dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.
Dr. B. Arief Sidharta. (Bandung:Aditama,2008) hal. 47.
35

Universitas Sumatera Utara

23

mendefinisikan itikad baik.36 Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis,
haruslah sangat diperhatikan terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak
atau negoisas, karena itikad baik baru diakui pada saat perjanjian sudah memenuhi
syarat sahnya perjanjian atau setelah negoisasi dilakukan. Terhadap kemungkinan
timbulnya kerugian terhadap permberlakuan asas itikad baik ini, Suharnoko
menyebutkan bahwa secara implisit UUPK sudah mengakui bahwa itikad baik
sudah harus ada sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji-janji pra
kontrak dapat diminta pertanggungjawaban berupa ganti rugi, apabila janji tersebut
diingkari.37
2. Konsepsi
Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsep diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang
disebut dengan operational definition.38 Suatu konsep bukan merupakan gejala yang
akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu
sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian
mengenai

hubungan-hubungan

dalam

fakta

tersebut.39

Untuk

menjawab

permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka harus didefinisikan beberapa

36

Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta:FH-UI,2003), hal

37

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta:Prenada Media, 2004),

129-130.
hal. 8-9.
38

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta:Institut Bankir Indonesia (IBI),
1993), hal. 10.
39
Soerjono Soekanto., Op.Cit, hal. 124

Universitas Sumatera Utara

24

konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan.
Berdasarkan judul dari penelitian tesis ini, dirumuskan serangkaian kerangka
konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut:
a. Perjanjian Bangun Bagi adalah terjadinya proses kerjasama antara pemilik tanah
dengan pelaksana pembangunan , yang bersifat saling menguntungkan bagi kedua
belah pihak dan hasilnya akan dibagi sesuai dengan yang diperjanjikan tanpa
beralihnya kepemilikan tanah tersebut dari pemilik tanah.
b. Perjanjian timbal balik adalah suatu perjanjian yang memberikan hak dan
kewajiban kepada kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli, sewa
menyewa, tukar menukar.40
c. Developer atau Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah suatu perusahaan
yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam
jumlah yang besar di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan
lingkungan permukiman yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana lingkungan
dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuninya.
d. Wanprestasi adalah kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati atau tidak
melakukan kewajibannya dalam perjanjian atau tidak dilaksanakannya prestasi

40

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Cet. 3, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992),

hal 97.

Universitas Sumatera Utara

25

atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap
pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.41
e. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan

perundang-undangan

dan/atau

yang

dikehendaki

oleh

yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau yang ditetapkan oleh undang-undang.42
f. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis sebagai gambaran dari
fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.
g. Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh
atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
undang-undang ini.43

41

C.S.T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Istilah Aneka Hukum, Cet. 1 (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2001) hal 195.
42
Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
43
Lihat Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

Universitas Sumatera Utara

26

G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian tesis ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian
deskriptif analitis. Dengan demikian, sifat penelitian dikategorikan penelitian
dekriptif dengan analisis yang bersifat kualitatif. Penelitian bersifat deskriptif analisis
adalah untuk menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa
perundang-undangan yang berlaku berdasarkan teori hukum yang bersifat umum.44
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan
pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma
hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai
pijakan normatif. Namun dalam melakukan penelitian ini juga tidak terlepas dari
adanya dukungan penelitian lapangan mengenai berlakunya berbagai ketentuan
hukum positif tentang Perjanjian Bangun Bagi dan Perlindungan Hukum bagi para
pihak yang membuat perjanjian, serta peranan Notaris dalam Perjanjian Bagun bagi.
Setiap data yang diperoleh baik primer maupun sekunder langsung diolah dan
dianalisa dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara penelitian kepustakaan (library research), atau yang biasa dikenal

44

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,

1997)hal.

Universitas Sumatera Utara

27

dengan sebutan studi kepustakaan,45untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,
pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan
dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,
dan karya ilmiah lainnya.
3. Sumber Data
Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu segala bentuk peraturan dan produk perundangundangan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Bahan hukum ini
terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diurut secara hierarki yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD1945), UndangUndang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Daerah (Perda).46
Yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen (UUPK), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan
Notaris (UUJN), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman (UUPP), Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), UndangUndang Bangunan Gedung (UUBG).
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang menerapkan informasi atau
hasil kajian tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi ( Studi
45

Soerjono Soekanto, Op.cit., hal 53.
H. Zainuddin Ali, Op.cit, hal 48-49. Bandingkan dengan UU No 12 TAhun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
46

Universitas Sumatera Utara

28

Pada Pembangunan Rumah Toko Oleh Developer Perorangan Di Kecamatan
Medan Selayang) , seperti buku-buku, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana,
karya tulis ilmiah.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti ensiklopedia, kamus bahasa
maupun kamus hukum.
4. Analisis Data
Analisis bahan-bahan hukum yang disebutkan di atas, secara sederhana
dapat diuraikan dalam beberapa tahapan, sebagaimana diterangkan berikut:
a. Tahapan pengumpulan data, misalnya ketentuan perundang-undangan yang
berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti, artikel atau jurnal
atau karya tulis dalam bentuk lainnya akan dikumpulkan sedemikian rupa sebagai
bahan refrensi;
b. Tahapan pemilihan data, dimana dalam tahapan ini seluruh data yang telah
dikumpulkan sebelumnya akan dipilah-pilah dengan mempedomani konteks yang
sedang diteliti, sehingga akan lebih memudahkan dalam melakukan kajian lenih
lanjut terhadap permasalahan di dalam penelitian tesis ini.
c. Tahapan analisa dan penulisan hasil penelitian, sebagai tahapan klimaks dimana
seluruh data yang telah diperoleh dan dipilah tersebut akan dianalisa dengan
seksama dengan melakukan interpretasi atau penafsiran yang diperlukan, sejauh
mungkin diupayakan untuk berpedoman terhadap konsep, asas dan kaidah hukum
yang dianggap relevan dan sesuai dengan tujuan utama dari pada penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

29

Setelah pengumpulan data dilakukan dengan cara sekunder, selanjutnya dilakukan
penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu bertolak dari
suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir
pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.47

47

Bambang Sunggono, Op.cit., hal. 11.

Universitas Sumatera Utara