Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Perilaku Hidup Sehat Di Panti Asuhan Evangeline Booth Dan Asrama Madani

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.

Perilaku

1.1.

Batasan Perilaku
Skinner (dikutip dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan perilaku terjadi

melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme
tersebut merespons. Dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Skinner membedakan respons
menjadi dua, yaitu respondent respons atau reflexive dan operant respons atau
instrumental respons. Berdasarkan bentuk respons tersebut, perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yakni :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Merupakan perilaku dalam bentuk terselubung atau tertutup. Perilaku ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap
yang terjadi pada orang yang menerima stimulus, tetapi belum dapat diamati

secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Merupakan perilaku sudah dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dalam
bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dapat diamati oleh orang lain.
Seseorang akan dapat berespons terhadap stimulus yang diberikan dalam
berperilaku tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Meskipun stimulus yang diberikan sama, tetapi respons tiap orang
berbeda. Faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut determinan perilaku yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

Universitas Sumatera Utara

1. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik yang bersifat bawaan,
misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan
sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor ini merupakan faktor yang dominan
yang mewarnai perilaku.
1.2.


Proses Adopsi Perilaku
Rogers (dikutip dalam Notoatmodjo, 2007) mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
1. Awarenesss (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu,
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus,
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi,
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru,
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Penelitian Rogers yang selanjutnya didapatkan bahwa perubahan perilaku
tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau
adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran
dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat tahan lama (long

Universitas Sumatera Utara


lasting). Sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari pengetahuan dan
kesadaran maka akan tidak bersifat lama (Notoatmodjo, 2003).
Benyamin Bloom (dikutip dalam Notoatmodjo, 2003) membedakan
perilaku manusia ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan, yaitu kognitif
(cognitive),

afektif

(affective),

dan

psikomotor

(psychomotor).

Sesuai

perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasikan untuk pengukuran hasil
perilaku kesehatan yang terbagi tiga yaitu pengetahuan (knowledge), sikap

(attitude), dan praktik (practice). Alat ukur dari hasil perilaku hidup sehat yang
akan diteliti oleh peneliti hanya pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude).
1.3.

Pengetahuan (Knowledge)
Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil

dari tahu setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi dari indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tingkatan tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah. Kata yang digunakan untuk mengukur tingkatan ini adalah
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.


Universitas Sumatera Utara

2. Memahami (comprehension)
Memahami merupakan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari ssecara langsung pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain yang dapat dilihat dari
penggunaan kata seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang
ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,
dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)

Universitas Sumatera Utara

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk memberi penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria
yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yang
dikemukakan oleh Notoatmodjo (dikutip dalam Widianti, Sriati dan Hernawaty,
2007), yaitu :
1. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah di dapat akan dapat memperluas pengetahuan
seseorang.
2. Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
3. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan
seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
4. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

Universitas Sumatera Utara

5. Sosial budaya
Kebudayaan tempat tinggal dan kebiasaan keluarga/kelompok dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

1.4.

Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap belum tentu suatu
tindakan atau aktivitas, tetapi dapat merupakan prediposisi tindakan suatu perilaku
dan masih merupakan reaksi tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoatmodjo, 2007).
Allport (dikutip dalam Notoatmodjo, 2007) menjelaskan bahwa sikap
memiliki 3 komponen pokok, yaitu kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep
terhadap suatu objek; kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek;
kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen tersebut
secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Niven (dikutip dalam Purba, 2011) membedakan sikap menjadi dua, yaitu
sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif merupakan sikap yang menunjukkan
atau mempertahankan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan
norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. Sikap negatif merupakan
sikap yang menunjukkan, memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Universitas Sumatera Utara


Sikap dipengaruhi oleh kepribadian (misalnya pesimis-optimis), pengalaman
(misalnya sikap negatif terhadap seseorang karena pernah ditipu olehnya),
pendapat umum (misalnya prasangka sosial, biasanya terhadap orang) dan latar
belakang (misalnya orang pedalaman). Sikap mewarnai pandangan terhadap
seseorang atau suatu objek dan dapat mempengaruhi perilaku dan relasi dengan
orang lain. Saat seseorang bersikap, maka ada penilaian sebelumnya yaitu bisa
baik atau tidak baik (kalau perasaan itu netral, tidak baik dan tidak jahat).
Perasaan sering berakar dalam sikap dan sikap dapat diubah (Maramis, 2006).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan yaitu sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) :
1. Menerima (receiving)
Menerima yaitu seseorang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang tersebut

menerima ide itu.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat yang ketiga.

Universitas Sumatera Utara

4. Bertanggung jawab (responsible)
Tingkatan ini merupakan sikap yang paling tinggi karena seseorang telah
bertanggung jawab dengan sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko
yang ada.
Seseorang

cenderung

bersikap

karena

ada


beberapa

faktor

yang

membentuknya. Maramis (2006) menyatakan sikap yang ada pada diri setiap
orang tergantung pada banyak masukan yang sangat bervariasi dari lingkungan
sekitar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengalaman dapat memengaruhi
sikap kita, namun kadang-kadang tidak begitu jelas pengaruhnya. Umpamanya
sikap positif dapat terbentuk jika kebiasaan melakukan sesuatu. Karena sikap
positif tersebut, maka hal itu sering dilakukan sehingga stimulus yang didapatkan
menjadi lebih sering juga (Maramis, 2006).

2.

Perilaku Hidup Sehat
Becker (dikutip dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa perilaku

hidup sehat termasuk ke dalam salah satu kelompok perilaku kesehatan. Perilaku
sakit (illness behavior) dan perilaku peran sakit (the sick role behavior) juga
merupakan kelompok dari perilaku kesehatan yang disebutkan oleh Becker.
a. Perilaku hidup sehat yakni perilaku seseorang dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya yang mencakup makan dengan menu seimbang,
olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras, istirahat yang
cukup, mengendalikan stres dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif
bagi kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

b. Perilaku sakit (illness behavior) yakni respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab dan
gejala penyakit, pengobatan penyakit.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yang meliputi tindakan untuk
memperoleh

kesembuhan,

pelayanan/penyembuhan

mengenal/mengetahui

penyakit

yang

layak

fasilitas
dan

atau

mengetahui

saran
hak

memperoleh perawatan, mendapatkan pelayanan kesehatan serta kewajiban
orang sakit seperti memberitahu informasi penyakit kepada petugas kesehatan
dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
Indikator yang akan diukur dari tingkat pengetahuan dan sikap remaja
tentang perilaku hidup sehat dalam penelitian ini yaitu makan dengan menu
seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan
narkoba, istirahat cukup, dapat mengendalikan stres dan perilaku atau gaya hidup
positif bagi kesehatan yang lainnya.

2.1.

Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)
Remaja sangat memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya relatif besar

karena remaja sedang mengalami fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut
“adolescence growth spurt”. Kebutuhan gizi pada remaja putra dan remaja putri
akan berbeda. Pada remaja putra kegiatan jasmaniah semakin meningkat seperti
atletik, bermain bola, dan sebagainya. Bila pemasukan gizi tidak diseimbangkan
dengan kalori yang dikeluarkan maka akan terjadi defisiensi gizi yang dapat
menyebabkan tubuh mereka langsing, bahkan sampai kurus. Sedangkan pada

Universitas Sumatera Utara

remaja putri mulai terjadi siklus haid yang dapat menimbulkan risiko kekurangan
sejumlah Fe. Dan pada remaja putri ini sangat sadar akan bentuk badannya,
sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanannya dan diet tanpa
pengawasan seorang ahli gizi, sehingga pola konsumsinya menyalahi kaidahkaidah ilmu gizi (Sediaoetama, 2006).
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa menu seimbang mencakup
kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh) dan kuantitas dalam arti
jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi juga
tidak lebih).
Menu seimbang yang mencakup kualitas termasuk elemen-elemen nutrisi
yang lengkap di dalamnya yaitu (1) karbohidrat, yang bersumber dari padi-padian
atau serelia, umbi-umbian, kacang-kacang kering dan gula; (2) protein, yang
bersumber dari hewani seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang serta
nabati seperti kacang kedelai, tempe, tahu dan kacang-kacangan lainnya; (3)
lemak, yang sumber utamanya adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa,
kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega,
margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam), kacang-kacangan, bijibijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju, serta makanan yang dimasak
dengan lemak atau minyak; (4) vitamin terdiri dari vitamin larut lemak dan
vitamin larut air. Yang termasuk vitamin larut lemak adalah vitamin A, D, E, dan
K sedangkan yang termasuk vitamin larut air adalah vitamin C, B1, B2, niasin,
biotin, vitamin B6, folat, vitamin B12; (5) mineral yang terdiri dari mineral makro
(natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur) dan mineral

Universitas Sumatera Utara

mikro (besi, seng, iodium, tembaga, mangan, krom, selenium, molibden, fluor,
kobal); (6) air, yang bersumber dari air dan minuman serta buah dan sayur yang
mengandung sampai 95% dan daging, ayam dan ikan sampai 70-80% (Almatsier,
2005).
2.2.

Olahraga teratur
Olahraga teratur yang mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam

arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan sendirinya
kedua aspek ini akan tergantung dari usia, dan status kesehatan yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2003).
Irianto (dikutip dalam Habeahan, 2010) menyatakan bahwa berolahraga
secara teratur dapat memelihara jantung, peredaran darah dan frekuensi nadi.
Macam-macam olahraga dapat dilakukan antara lain bersepeda, lari, berenang
dan senam.
2.3.

Tidak merokok
Merokok merupakan kebiasaan buruk yang dapat mengakibatkan berbagai

penyakit. Di Indonesia hampir 50% penduduk usia dewasa merokok dan sekitar
15% remaja telah merokok (Notoatmodjo, 2003).
Soetjiningsih (2004) menyatakan ada beberapa faktor risiko yang
menyebabkan remaja merokok seperti faktor psikologik, biologik, lingkungan dan
peraturan penjualan rokok. Dalam faktor biologik juga menyatakan kejadian
merokok pada remaja wanita dapat mengakibatkan mereka dapat menjadi percaya
diri, suka menentang, dan secara sosial cakap, berbeda dengan remaja laki-laki
perokok yang secara sosial tidak aman. Adapun dampak negatif dari merokok

Universitas Sumatera Utara

bagi kesehatan menurut Ogden (dikutp dalam Nasution, 2007) yaitu penyakit
kardiovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernafasan, peningkatan tekanan
darah, memperpendek umur, penurunan fertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual,
sakit maag, dan sebagainya.
2.4.

Tidak minum minuman keras dan narkoba
Soetjiningsih (2004) mengemukakan bahwa semua remaja mempunyai

faktor

risiko untuk menyalahgunakan obat-obatan yaitu faktor genetik,

lingkungan keluarga, pergaulan dan karakteristik individu.
Kebiasaan minum miras dan mengkonsumsi narkoba juga cenderung
meningkat. Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan memiliki
kebiasaan minum miras ini (Notoatmodjo, 2003).
Kebiasaan minum minuman beralkohol dan mengkonsumsi narkoba akan
menimbulkan dampak yang buruk, baik bagi fisik, psikologis maupun sosial.
Adapaun dampak fisik yang paling banyak dipengaruhi adalah sistem saraf pusat
yaitu otak dan sumsum tulang belakang, dan organ lain seperti jantung, paru-paru,
hati, ginjal dan panca indera. Pemakaian yang berlebihan juga dapat menyebabkan
kematian (Ajisuksmo, Moeliono dan Agustian, 2004).
2.5.

Istirahat cukup
Tidur yang cukup diperlukan oleh tubuh kita untuk memulihkan tenaga.

Beberapa ahli tidur berpendapat tenaga yang pulih setelah tidur menunjukkan
bahwa tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh
untuk periode keterjagaan berikutnya (Potter dan Perry, 2005). Kegunaan tidur
menurut Anch dkk (dikutip dalam Potter dan Perry, 2005) adalah tubuh

Universitas Sumatera Utara

menyimpan energi selama tidur sehingga otot skelet berelaksasi secara progresif
dan tidak adanya kontraksi otot menyimpan energi kimia untuk proses seluler.
Peningkatan kebutuhan hidup akibat tuntutan untuk penyesuaian dengan
lingkungan modern, mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan,
sehingga kurang waktu istirahat. Hal ini dapat membahayakan kesehatan
(Notoatmodjo, 2003). Termasuk pada remaja sekarang dengan segala tuntutan
tugas sekolah, kegiatan sosial setelah sekolah maupun tugas lainnya yang dapat
menekan waktu yang tersedia untuk tidur. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010)
pola tidur normal pada remaja yaitu lama tidur selama 8,5 jam pada malam hari
dan tahapan REM-nya 20% yaitu 18 menit. Remaja tidur lebih larut dan bangun
lebih cepat pada waktu sekolah menengah atas.

Harapan sosial yang umum

adalah remaja membutuhkan tidur yang sedikit daripada remaja. Akan tetapi, data
laboratorium menunjukkan bahwa remaja mempunyai kebutuhan fisiologis untuk
tidur lebih banyak bila dibandingkan dengan praremaja (Carskadon, 1990 dalam
Potter dan Perry, 2005). Akibat tuntutan gaya hidup yang semakin memperpendek
waktu untuk tidur, maka remaja seringkali mengantuk berlebihan pada siang hari
(excessive daytime sleepiness, EDS). Penampilan di sekolah, kerentanan terhadap
kecelakaan dan masalah perilaku dapat terjadi berhubung dengan EDS (Potter dan
Perry, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Mengendalikan stres
Setiap orang mengalami stres dari waktu ke waktu, dan umumnya seorang

dapat mengadaptasi stres jangka panjang atau menghadapi stres jangka pendek
sampai stres itu berlalu. Stres dapat menimbulkan tuntutan yang besar pada
seseorang, dan jika orang tersebut tidak dapat mengadaptasi, maka dapat
menimbulkan penyakit. Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik
yang mengharuskan seseorang untuk berespons atau melakukan tindakan (Seyle,
dikutip dalam Potter dan Perry, 2005).
Kecendrungan stres akan meningkat pada setiap orang. Oleh sebab itu, kita
harus mengendalikan stres agar tidak mengganggu kesehatan kita dengan cara
mengendalikan

atau

mengelola

stres

dengan

kegiatan-kegiatan

positif

(Notoatmodjo, 2003). Hidayat (2008) menyatakan ada beberapa cara untuk
mencegah dan mengatasi stres agar stres tidak sampai ke tahap yang lebih berat
atau yang disebut dengan manajemen stres yaitu pengaturan diet dan nutrisi
dengan mengatur jadwal makan secara teratur, menu bervariasi, hindari makanan
dingin dan monoton; istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan
fisik dan memulihkan keadaan tubuh; olahraga atau latihan teratur adalah salah
satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental;
berhenti merokok bagi remaja yang perokok; tidak mengkonsumsi minuman
keras; pengaturan berat badan yaitu mengatur keadaan tubuh tetap seimbang
karena akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres;
pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif
dan efisien serta melihat aspek produktivitas waktu; terapi psikofarmaka, biasanya

Universitas Sumatera Utara

menggunakan obat anti cemas dan anti depresi; terapi somatik hanya dilakukan
gejala yang ditimbulkan akibat stres sehingga tidak mengganggu sistem tubuh
yang lain; psikoterapi; terapi psikoreligius.
2.7.

Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
Perilaku atau gaya hidup sehat yang lain misalnya penyesuaian diri kita

dengan lingkungan, relaksasi, rekreasi, menjaga kebersihan lingkungan sekitar
tempat tinggal dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

3.

Remaja

3.1.

Pengertian Remaja
Menurut

Soetjiningsih

(2004)

terdapat

beberapa

definisi

remaja

berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, yaitu :
1. Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefinisikan remaja adalah : bila
seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan
12-20 tahun untuk anak laki-laki.
2.

Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak,
remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

3. Menurut undang-undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah
mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
tinggal.
4. Menurut UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja
apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak
perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

5. Menurut DikNas anak dianggap remaja bila anak sudah berumur 18 tahun,
yang sesuai dengan saat lulus Sekolah Menengah.
6. Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.
John W. Santrock (2007) mendefinisikan remaja sebagai periode transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dengan dewasa, yang melibatkan
perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Masa remaja
dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga
22 tahun. Dan dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa perkembangan
yang dimulai dari usia 10 tahun dan sebelum mencapai usia 21 tahun. Remaja
pada penelitian ini adalah remaja yang berusia 15-18 tahun.
3.2.

Ciri-Ciri Pertumbuhan Somatik Remaja
Soetjiningsih (2004) menyatakan pada masa praremaja pertumbuhan lebih

cepat daripada masa prasekolah, ketrampilan dan intelektual makin berkembang,
senang bermian berkelompok dengan teman yang berjenis kelamin sama. Masa
ini merupakan masa transisi dari masa anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi
pacu berat badan dan tinggi badan yang disebut sebagai pacu tumbuh adolesen,
terjadi pertumbuhan yang pesat dari alat-alat kelamin dan timbulnya tanda-tanda
seks sekunder. Di bawah ini adalah ciri-ciri pertumbuhan somatik remaja, yaitu :
1. Perubahan adalah ciri utama dari proses biologis pubertas
2. Perubahan somatik sangat bervariasi dalam umur saat mulai dan berakhirnya,
kecepatan dan sifatnya, tergantung pada masing-masing individu.

Universitas Sumatera Utara

3. Walaupun terdapat variasi dalam umur saat timbulnya perubahan-perubahan
selama pubertas, tetapi setiap remaja mengikuti sikuen/urutan yang sama
dalam pertumbuhan somatiknya.
4. Timbulnya ciri-ciri seks sekunder merupakan manisfestasi somatik dari
aktivitas gonad dan dibagi dalam beberapa tahap yang berurutan, yang oleh
Tanner

disebut sebagai Sexual Maturity Rating (SMR) atau Tingkat

Kematangan Seksual (TKS).
5. Pertumbuhan somatik pada remaja, mengalami perubahan pada abad terakhir
dalam ukuran dan umur mulainya remaja, hal ini disebabkan adanya
perbaikan gizi dan lingkungan.
Terdapat ciri yang pasti dari pertumbuhan somatik pada remaja, yaitu
peningkatan massa tulang, otot, massa lemak, kenaikan berat badan, perubahan
biokimia, yang terjadi pada kedua jenis kelamin baik laki-laki maupun
perempuan walaupun polanya berbeda (Soetjiningsih, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Mahasiswi Akademi Kesehatan Pemerintah Kabupaten Langkat Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tahun 2015

3 119 115

Pengetahuan Dan Sikap Orangtua Tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga Di Kelurahan Tomuan Kecamatan Siantar Timur Tahun 2012

2 75 63

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN METODE CERAMAH Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Phbs) Dengan Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Pada Anak Panti Asuhan Ke

1 6 19

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN METODE Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Phbs) Dengan Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Pada Anak Panti Asuhan Keluarga Y

0 7 16

Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Perilaku Hidup Sehat Di Panti Asuhan Evangeline Booth Dan Asrama Madani

0 0 12

Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Perilaku Hidup Sehat Di Panti Asuhan Evangeline Booth Dan Asrama Madani

0 0 1

Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Perilaku Hidup Sehat Di Panti Asuhan Evangeline Booth Dan Asrama Madani

0 0 5

Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Perilaku Hidup Sehat Di Panti Asuhan Evangeline Booth Dan Asrama Madani

0 0 2

Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Perilaku Hidup Sehat Di Panti Asuhan Evangeline Booth Dan Asrama Madani

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU GAYA HIDUP SEHAT MAHASISWA DI PSIK UNDIP SEMARANG

0 1 9