Penyalahgunaan Wewenang oleh Lurah Dalam Membuat Surat Keterangan Tanah Yang Berfungsi Sebagai Alas Hak Atas Tanah Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 593 5707 SJ, TAHUN 1984)

37

BAB II
PERAN KEPALA DESA ATAU LURAH DAN CAMAT DALAM
KEIKUTSERTAANNYA UNTUK MELAKSANAKAN
PENDAFTARAN TANAH
A. Kepala Desa dan Lurah
Kepala Desa adalah pemimpin dari desa di Indonesia.

Kepala Desa

merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6
(enam) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu masa jabatan berikutnya.
Kepala Desa tidak bertanggung jawab kepada Camat, namun hanya dikoordinasikan
saja oleh Camat. Jabatan Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya wali
nagari (Sumatera Barat), pembakal (Kalimantan selatan), hukum tua (Sulawesi
Utara), perbekel (Bali), kuwu (Cerebon dan Indramayu).
Wewenang Kepala Desa antara lain:
1.

Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang

ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

2.

Mengajukan rancangan peraturan desa.

3.

Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD

4.

Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa

mengenai Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), untuk dibahas dan ditetapkan
bersama BPD
Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik (namun boleh menjadi
anggota partai politik), merangkap jabatan sebagai Ketua atau Anggota BPD, dan


37

Universitas Sumatera Utara

38

lembaga kemasyarakatan merangkap jabatan sebagai DPRD, terlibat dalam kampanye
Pemilihan Umum, Pemilihan Presiden, dan Pemilihan Kepala Daerah.
Kepala Desa dapat diberhentikan atas usul Pimpinan BPD Kepala Bupati/
Walikota melalui Camat, berdasarkan keputusan musyawarah BPD.
Istilah Lurah seringkali rancu dengan jabatan Kepala Desa, di Jawa pada
umumnya, dahulu pemimpin dari sebuah desa dikenal dengan istilah Lurah, tapi
dalam konteks Pemerintahan Indonesia, sebuah kelurahan dipimpin oleh Lurah,
sedangkan desa dipimpin oleh Kepala Desa. Tentu saja keduanya berbeda, karena
Lurah adalah Pegawai Negeri Sipil yang bertanggung jawab kepada Camat,
sedangkan Kepala Desa bisa djabat oleh siapa saja yang memenuhi syarat (bisa
berbeda-beda antar desa) yang dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Desa
(Pilkades).36
Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan kepala Desa (Pilkades), oleh

penduduk desa setempat. Usia minimal Kepala Desa adalah 25 tahun, dan Kepala
Desa haruslah berpendidikan paling

rendah SLTP, penduduk setempat.

Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa dilakukan oleh Panitia Pemilihan, dimana
dibentuk oleh BPD, dan anggotanya terdiri dari unsur perangkat desa, pengurus
lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat.
Cara pemilihan Kepala Desa dapat bervariasi antara desa satu dengan lainnya.
Pemilihan Kepala Desa dan masa jabatan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat

36

http://id.wikipedia.org/wiki/Majalah BPM, Kepala-desa, diunduh pada tanggal : 24/5/2014,

9.26.AM

Universitas Sumatera Utara

39


hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui
keberadaannya berlaku hukum adat setempat.
B. Camat
Camat dapat diangkat untuk menjabat sebagai PPAT, maka kedudukan
Camat, selain sebagai perangkat daerah juga diberikan kewenangan sebagai PPAT
yang sifatnya sementara atau disebut PPAT-Sementara. Disebut sementara karena
posisi jabatan tersebut tidak dipangku untuk selamanya tetapi hanya semasa camat
yang bersangkutan memegang jabatan Camat di tempat tugas kecamatannya setelah
disumpah dan menjalankan prosedur pengangkatan Camat di daerah itu, apabila yang
bersangkutan pindah tugas baik masih sebagai camat di daerah lain maupun sebagai
pejabat di instansi lain, maka jabatan PPAT-nya juga lepas dengan sendirinya dengan
kata lain putus hubungan hukum dengan tugas-tugasnya selaku PPAT.
Jabatan sementara juga dimaksud apabila di daerah kecamatannya telah cukup
pejabat umum

(Notaris) sekalipun yang bersangkutan tetap memegang jabatan

sebagai camat, maka dengan sendirinya jabatan PPAT-nya dapat diberhentikan.
Sekalipun disebut Sementara, namun ruang lingkup tugasnya demikian juga

hak dan kewajibannya sama dengan PPAT, yang diangkat dari pejabat umum, yakni
berkewajiban membuat akta perbuatan hukum tertentu atas tanah apabila dimintakan
bantuannya oleh warga pemilik tanah dan atas jasa pembuatan akta tersebut, maka
yang bersangkutan berhak atas honor yang besarnya telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

40

Luasnya wilayah Republik Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat
banyak dan karena adanya tuntutan terlaksananya pembinaan masyarakat diberbagai
sector, maka Menteri Dalam Negeri

atas nama Pemerintah Pusat melimpahkan

wewenangnya kepada pejabat-pejabat yang ada di daerah untuk melakukan
pembinaan.
Para pejabat yang dimaksud adalah Kepala Wilayah yang merupakan
penguasa tunggal wilayahnya. Mereka merupakan kepanjangan tangan pemerintah

pusat dan bukan hasil pilihan rakyat melalui pemilu. Pengertian Camat ini dapat
dilihat dalam kamus Umum Bahasa Inidonnesia, yaitu Pegawai Pamong Praja yang
mengepalai Kecamatan.Dasar hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), Sementara dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor:
37, Tahun 1998 yaitu:
Untuk melayani masyarakaat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu
dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk Camat atau
Kepala Desa untuk melayani pembuatan Akta di daerah yang belum cukup
terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara. Peraturan Menteri Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Pasal 18 ayat (1) disebutkan
bahwa dalam hal tertentu kepala Badan dapat menunjuk camat dan/atau Kepala
Desa karena jabatannya sebagai PPAT- Sementara.
Camat sebagai PPAT –Sementara, tugasnya sama dengan yang dilakukan oleh
PPAT, antara lain:

untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang

Universitas Sumatera Utara


41

dibuatnya antara lain reportorium (daftar dari akta-akta yang telah dibuat), yang
berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual-beli, hibah, tanggal akta dibuatnya
dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat dan luas tanahnya beserta bangunan yang
termasuk permanen, semi permanen, darurat dan tanaman yang ada dan lain-lain
keterangan.
Camat sebagai PPAT –Sementara mempunyai kewajiban untuk mengirimkan
daftar laporan akta-akta PPAT-Sementara setiap awal bulan dari bulan yang sudah
berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Propinsi/Daerah, kepala Perpajakan, dan
Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan, selain itu PPAT-Sementara juga
mempunyai kewajiban membuat papan nama, buku daftar akta, dan menjilid akta
serta warkah pendukung akta.
PPAT mempunyai tugas yang penting dan strategis dalam penyelenggaraan
pendaftaran tanah yaitu membuat akta peralihan hak atas tanah, tanpa bukti berupa
akta PPAT, para Kepala Kantor Pertanahan dilarang mendaftar perbuatan hukum
yang bersangkutan.
Dalam tataran yuridis, baik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
tahun 1961, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, Camat dan Kepala Desa/Lurah bukan bertindak untuk

membuat akta tanah, tetapi Camat dan Kades/Lurah hanya dapat bertindak selaku
wasit/pengawas, maksudnya apabila ada warganya yang melakukan perikatan/
perjanjian jual-beli tanah secara di bawah tangan, maka Camat dan Kepala Desa/

Universitas Sumatera Utara

42

Lurah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pemerintahan dan
kemasyarakatan di daerahnya.
C. Alas Hak Atas Tanah
Alas hak adalah alat bukti dasar seseorang dalam membuktikan hubungan
hukum antara dirinya dengan hak yang melekat atas tanah. Oleh karenanya sebuah
alas hak harus mampu menjabarkan kaitan hukum antara subjek hak (individu
maupun badan hukum) dengan suatu objek hak (satu atau beberapa bidang tanah)
yang ia kuasai. Artinya, dalam sebuah alas hak sudah seharusnya dapat menceritakan
secara lugas, jelas dan tegas tentang detail kronologis bagaimana seseorang dapat
menguasai suatu bidang tanah sehingga jelas riwayat atas kepemilikan terhadap tanah
tersebut.
Alas hak bentuknya bermacam-macam, namun dalam bahasan ini dipersempit

pada pokok pembahasan tentang alas hak yang menelaah dalam konteks atau yang
berhubungan dengan

pendaftaran Pendaftaran Tanah Pertama kali Khususnya alas

hak terhadap tanah-tanah Negara yang akan dimohonkan penerbitan sertipikat hak
miliknya.
Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara “tanah yang
tidak dipunyai dengan suatu hak atas tanah” (Vide, BAB I Ketentuan Umum Pasal 1
PP No. 24 Tahun 1997), dimana tanah hak adalah “tanah yang telah dipunyai dengan
suatu hak atas tanah (Vide, BAB I Ketentuan Umum Pasal 1PMN/KA. BPN No. 9
Tahun 1999). Jika melihat defenisi ini maka sudah sangat jelas bahwa status tanah

Universitas Sumatera Utara

43

Negara yang belum terdaftar haknya pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tidak
sama seperti status tanah-tanah yang sudah melekat dan diakui hak di atasnya seperti
Hak atas tanah Ulayat, Tanah Marga/Kaum, Eigendom dan lain sebagainya. Dalam

menentukan suatu bidang tanah merupakan tanah Negara atau bukan juga harus diatur
dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Konteks pendaftaran tanah pertama kali/proses penerbitan sertipikat hak milik
atas tanah yang bersal dari tanah-tanah Negara baik yang dilakukan secara Sistematis
(terprogram) maupun Sporadis (inisiatif personal) maka prosedur pelaksanaannya
dilakukan dengan cara Pemberian Hak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Negara/Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang
Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Pengelolaan.
Lebih jauh lagi peraturan tersebut menjelaskan bahwa Pemberian Hak Atas Tanah
adalah “Penetapan pemerintah yang memberikan hak atas tanah Negara”, termasuk
pemberian hak di atas tanah Hak Pengelolaan.
Pasal 9 ayat (2) angka 2 huruf (a) PMNA/Ka. BPN No. 9 Tahun 1999 secara
jelas menyebutkan bahwa salah satu persyaratan dapat diprosesnya permohonan hak
milik atas tanah adalah dengan menyertakan alas hak sebagai bukti dasar penguasaan,
baik yang berupa sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan
pelunasan tanah dan rumah dan/atau yang telah dibeli dari pemerintah, putusan
pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah
lainnya.

Universitas Sumatera Utara


44

Kenyataannya yang banyak terjadi di beberapa daerah kabupaten/kota
khususnya pada level Pemerintah desa/kelurahan yang tidak begitu memahami atau
bahkan menyepelekan persoalan alas hak sebagaimana disebutkan di atas, terlebih
terhadap tanah-tanah Negara yang belum terdaftar haknya di Kantor Pertanahan
Kabupaten/kota, tidak sedikit produk pemerintah desa/kelurahan berupa alas hak atas
tanah yang dilihat terbalut rapi dengan title sampul “surat Keterangan Tanah “ atau
SKT namun tidak serapi isinya. Lebih jauh dari itu, SKT malah justru menjadi
momok atau hal yang menakutkan bahkan kerap dianggap menjadi “bom waktu”
yang kapan saja bisa memunculkan ledakan permasalahan, sengketa tanah di
pengadilan. Betapa tidak, begitu banyak perkara sengketa kepemilikan tanah yang
disidangkan hanya karena begitu mudahnya Kepala Desa/Lurah menerbitkan sebuah
SKT tanpa dibarengi dengan tertib adminstrasi atas SKT yang telah diterbitkan di
desa/kelurahan tersebut.
Alas hak harusnya mampu menjelaskan secara detail tentang kronologis
riwayat kepemilikan tanah secara beruntun sampai dengan pemegang kepemilikan
tanah yang terakhir. Aspek hubungan hukum dari sebuah perbuatan hukum antara
Subyek hak dengan Obyek tidak boleh terputus dan harus terus saling bertalian
riwayat kepemilikannya antara pemilik awal dengan pemilik selanjutnya. Jika unsurunsur tersebut terpenuhi maka SKT

(Surat Keterangan Tanah) tersebut dapat

dikategorikan sebagai salah satu alas hak.
SKT (Surat Keterangan Tanah), di Sumatera Utara dikenal dengan sebutan
“SK Camat, apapun penafsiran SKT yang jelas SKT pada prinsipnya diterbitkan

Universitas Sumatera Utara

45

untuk menerangkan kepemilikan tanah-tanah negaara, meski pada kenyataannya
malah banyak SKT yang memburamkan atau mengaburkan riwayat atas kepemilikan
tanah.
Pemerintah desa/Kelurahan adalah satuan pemerintahan terkecil dalam
struktur ketatanegaraan di Republik Indonesia, dalam presfektif Hukum Administrasi
Negara, pemerintah desa/kelurahan memiliki peranan yang cukup besar dalam
mengatur ketatausahaan pemerintahannya dan berakibat vital atau sangat penting
terhadap kelangsungan administrasi pemerintahan di atasnya

(yaitu pemerintah

kecamatan, kabupaten/kota, propinsi dan seterusnya), tapi tampaknya peranan ini
belum begitu berjalan mulus dalam hal penyusunan administrasi pertanahan di
masing-masing wilayah desa/kelurahan.
Khusus dalam penerbitan administrasi pertanahan di desa-desa/kelurahan
yang acak-acakan, menjadi alasan utama terhadap ketidakmampuan Desa/Kelurahan
dalam menyajikan data administrasi pertanahan yang benar dan tepat, baik dalam hal
kejelasan batas desa, jumlah tanah-tanah yang telah bersertipikat apalagi data
kepemilikan tanah-tanah yang belum bersertipikat.

Akibatnya, sengketa batas,

perebutan lahan dan tumpang tindih kepemilikan menjadi topik utama di banyak
media masya sehingga turut mewarnai kericuhan terhadap carut-marutnya sistem
administrasi pertanahan di Indonesia.
Minimnya pemahaman

kepala desa/Lurah

dalam memahami betapa

pentingnya riwayat kepemilikan atas bidang tanah dalam menerbitkan suatu alas hak
juga turut memperburuk keadaan. Banyak terjadi di lapangan kepala desa/lurah yang

Universitas Sumatera Utara

46

memenggal riwayat kepemilikan tanah dalam menerbitkan SKT (surat keterangan
tanah) dan sudah barang tentu produk alas hak yang bakal ia terbitkan juga akan
mengaburkan kronologis riwayat tanahnya.
Faktor penyebab terpenggalnya riwayat tanah yang sering terjadi di lapangan
biasanya disebabkan dua hal, pertama, unsur kesengajaan dari oknum Kepala
desa/lurah yang mungkin karena ketidaktahuannya dengan sengaja menarik suratsurat bukti perolehan tanah yang lama telah dimiliki warganya dan dengan mudah
menggantinya dengan surat-surat yang baru berupa SKT (Surat Keterangan Tanah),
dan mengabaikan riwayat tanah yang tercantum dalam surat-surat bukti perolehan
tanah yang lama. Hal demikian pada umumnya dilakukan sang oknum kepala
desa/lurah dalam mengikuti program Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara
sistematik, misalnya program PRONA dengan tujuan pemungutan biaya SKT baru
yang telah diterbitkannya. Kedua, minimnya pemahaman aparatur desa/kelurahan
menyangkut hibah dan lain sebagainya baik sebagian maupun keseluruhan yang
kemudian selalu diterbitkan SKT baru atas tanah untuk diberikan kepada pemilik
baru, dan menarik SKT (Surat Keterangan Tanah) lama dari pemilik tanah yang
sebelumnya padahal seharusnya tidak demikian.
SKT (Surat Keterangan Tanah), SK Camat, seharusnya mendapat perlakuan
yang sama selayaknya sebuah sertipikat hak yang diterbitkan oleh BPN. SKT
diterbitkan hanya sekali selamanya dan desa/kelurahan menyimpan arsipnya dalam
bundel buku, sehingga bila mana terjadi kerusakan atau kehilangan atas SKT tersebut
dapat dengan mudah diterbitkan SKT pengganti dengan data yang serupa, dan

Universitas Sumatera Utara

47

bilamana terjadi perubahan data atas SKT tersebut bukan dilakukan dengan cara
menerbitkan SKT dengan Nomor Register Desa yang baru pula, melainkan
diterbitkan Surat Pemindahan Penguasaan Tanah atas peralihan sebagian maupun
secara keseluruhan atas SKT sebelumnya.
SPOPP

(Standar Prosedur Operasional Pelayanan Pertanahan) Kantor

Pertanahan kabupaten/Kota atau yang sekarang lebih dikenal dengan SOPP
menyebutkan bahwa sebuah alas hak sekurang-kurangnya terdiri dari Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah yang ditandatangani di atas materai
secukupnya oleh subyek hak dengan memuat berbagai keterangan mengenai tanahnya
meliputi, data diri pemilik, letak, batas dan luasnya, jenis tanahnya yang dikuasai
(pertanian/Non Pertanian), Rencana Penggunaan Tanah, Status Tanahnya (Tanah
Hak atau Tanah Negara), dan bagian yang paling penting adalah keterangan
mengenai riwayat kepemilikan dan dasar perolehan tanah dimaksud secara beruntun
kemudian ditandatangani 2 (dua) orang saksi dan dietahui oleh kepala desa/lurah
dimana obyek tanah tersebut berada.
Idealnya surat pernyataan di atas dipertegas lebih lanjut dengan Surat
keterangan Tanah yang diterbitkan oleh Kepala Desa/Kelurahan yang isinya
menguatkan Legal Statment, dari apa yang terangkum di dalam Sebuah Pernyataan
Penguasaan Fisik bidang tanah sebagaimana dijelaskan di atas, lalu jika terjadi
perubahan sebagian atau seluruh data pemilik karena sebab-sebab peralihan (apakah
karena ganti-rugi hibah, pemberian dan lain sebagainya), dari pemilik yang lama
kepada pemilik baru maka pemerintah desa/kelurahan harus mengarahkan pihak-

Universitas Sumatera Utara

48

pihak yang berkepentingan agar membuat Surat Pemindahan Penguasaan Tanah yang
isinya kurang lebih menceritakan sebab-sebab peralihan hak dan kewajiban atas tanah
tesebut di antara para pihak yang berkepentingan dibubuhi tanda tangan di atas
materai secukupnya diketahui 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani oleh kepala
desa/lurah.
Sebaiknya

untuk

memelihara

ketertiban

admnistrasi

pertanahan

di

pemerintahan tingkat desa/kelurahan, surat-surat bukti perolehan hak tersebut
dibundel menjadi satu kesatuan alas hak yang siap untuk didaftarkan haknya ke
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, dan, pihak desa/kelurahan harus
memiliki arsip atas surat-surat tanah tersebut sehingga perlahan namun pasti hal ini
akan berakibat baik dalam peningkatan tertib administrasi pertanahan bahkan lebih
dari itu hal ini diyakini akan memperpendek daftar register perkara pada pengadilan
negeri yang pokok perkaranya menyangkut sengketa tanah.
D. Peran Kepala Desa/Lurah dan Camat dalam Pendaftaran Tanah melalui
PRONA.
Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan dan kelangsungan
hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi orang
lain, untuk mencegah masalah tanah tidak sampa imenimbulkan konflik kepentingan
dalam masyarakat, diperlukan pengaturan, penguasaan tanah atau disebut dengan
hukum tanah.37

37

K. Wantijk Saleh, Hak Atas Tanah, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1982, Hal. 7

Universitas Sumatera Utara

49

Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ditegaskan
bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan Nasional dan
pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang ada di
setiap Kabupaten dan kota, pengecualian bagi kegiatan-kegiatan tertentu ditugaskan
kepada pejabat lain yang ditetapkan dengan suatu peraturan perundang-undangan.38
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 594.III/4642/Agr, diperjelas
bahwa pensertipikatan hak atas tanah diatur dengan 2 cara:
1.

Golongan Ekonomi Lemah diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 220/1981, dimana biaya operasionalnya diberi subsidi dan anggaran
Pemerintah Pusat melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Pendapatan
Belanja Daerah.

2.

Golongan yang mampu diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
189/1981 jo Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 226/1982, dimana biaya
operasional dibebankan kepada swadaya para anggota masyarakat yang akan
menerima sertipikat tersebut.39
Upaya pemerintah untuk membantu mengatasi kendala biaya dalam mengurus

pendaftaran tanah bagi masyarakat ekonomi lemah, Pemerintah melalui Kantor
Pertanahan Kota Medan melakukan kegiatan pensertipikatan secara massal melalui
Proyek Operasional Agraria (PRONA), yaitu bertujuan untuk meringankan beban

38

Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Multi Grafik, Medan, 2007,

39

Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, USUpress, Medan, 2006, Hal.57.

Hal. 27.

Universitas Sumatera Utara

50

masyarakat dalam mensertipikatan tanah dan membantu terlaksananya pendaftaran
tanah di Indonesia.
PRONA adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah di bidang
pertanahan pada umumnya dan di bidang pendaftaran tanah pada khususnya, yang
berupa pensertipikatan tanah yang dilaksanakan secara serentak bersama-sama
(massal) dan penyelesaian sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis.
Pensertipikatan tanah secara massal yang dilakukan oleh kantor Pertanahan
sebenarnya sebagai perwujudan dari tertib administrasi di bidang pertanahan, untuk
meningkatkan pelayanan bidang pertanahan, terutama bagi kepentingan golongan
masyarakat ekonomi lemah.
Program PRONA merupakan kegiatan kantor pertanahan yang berkaitan
dengan Instansi lain misalnya di Sumatera Utara dilaksanakkan melibatkkan
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, khususnya kota Medan, Camat, dan Lurah
setempat,

Pemohon/Masyarakat

Kelurahan

tempat dilaksanakannya

program

PRONA, maka keikutsertaannya dibutuhkan adanya suatu koordinasi dan kinerja
yang baik.
PRONA dilakukan secara terpadu dan diperuntukkan bagi seluruh lapisan
masyarakat golongan ekonomi lemah yang berada di wilayah kelurahan dan
kecamatan yang telah ditunjuk dan hanya membayar biaya yang telah ditetapkan.
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kalinya yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu

Universitas Sumatera Utara

51

desa/kelurahan, sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik adalah

kegiatan

pendaftaran tanah untuk pertama kalinya mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara
individual atau massal. Alat bukti tertulis salah satunya adalah kesaksian dari Kepala
Desa/Lurah atau pengakuan bahwa yang bersangkutan benar pemegang hak yang
berhak atas tanah.
Ajudikasi adalah suatu usaha dari pendaftaran atas tanah yang turun ke
lapangan(pendaftaran awal) untuk mendaftarkan hak-hak atas tanah yang terdapat di
suatu desa/kelurahan atau bagian dari desa tersebut karena himpunan terkecil untuk
pendaftaran tersebut adalah desa/kelurahan kecuali HGU, HPL, HGB yang mungkin
meliputi beberapa desa maka himpunannya adalah kabupaten/beberapa kabupaten.
Ajudikasi ini akan menilai untuk pertama kali atas obyek yang akan didaftarkan
tersebut, termasuk di dalamnya menilai hak yang ada secara pragmatis,
mengumumkan tentang permohonan hak, mengumpulkan beberapa informasi tentang
kebenaran hak tersebut baik fisik maupun yuridis, dan kemudian menerbitkan
sertipikat hak atas tanahnya termasuk melakukan pengukuran (termasuk pemasangan
patok-patok)memusyawarahkan jika ada sengketa batas haknya.
Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuanketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihakpihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah, tapi harusnya hal
ini tidak membuka peluang bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk

Universitas Sumatera Utara

52

mengambil peluang dan kesempatan untuk memperoleh untung yang sebesarbesarnya bagi diri sendiri dan kelompoknya walaupun merugikan orang lain.
E. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972
Keberadaan Hak Penguasaan masih disebut dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas
tanah, yaitu (1). Hak Milik, (2). Hak Guna Usaha, (3). Hak Guna Bangunan, (4). Hak
Pakai, (5). Hak Pengelolaan, (6). Hak Penguasaan, 7). Ijin Membuka tanah atas tanah
Negara yang wewenangnya tidak dilimpahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota
Kepala Daerah/Kepala Kecamatan.
Namun demikian, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973
tentang ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas tanah
(diterbitkan pada tanggal 26 Juni 1973), sebagai peraturan untuk melaksanakan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972, tidak mengatur bagaimana
tata cara pemberian Hak Penguasaan tersebut, sedangkan hak-hak lainnya
sebagaimana ketentuan dalam pasal 12 PMDN Nomor 6 Tahun 1972, selain Hak
Penguasaan diatur tata cara pemberian Haknya. Hal ini menunjukkan ketidakjelasan
kedudukan Hak Penguasaan tersebut.
Dalam praktik, pernah terbit Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan dan Hak
Penguasaan secara bersama-sama dalam satu surat Keputusan yang diterbitkan oleh
Menteri Dalam Negeri, yaitu surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor:
SK.2/HPL/DA/72 tanggal 23 Februari tahun 1972, isi dari Keputusan tersebut

Universitas Sumatera Utara

53

merupakan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah kepada Pemerintah Daerah Kota
kotamadya Pekan Baru terhadap permohonan Hak Pengelolaan yang diajukan kepada
Menteri Dalam Negeri atas tanah yang langsung dikuasai Negara bekas hak milik dan
tanah Negara bekas Hak Pakai, dan sebagian lagi merupakan tanah-tanah dengan Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai yang belum bebas, dalam Surat Keputusan Menteri
Dalam Negeri: SK.2/HPL/DA/72 tanggal 23 Februari 1972: SK.2/HPL/DA/72
tanggal 23 Februari 1972.
Meskipun Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya taktis
operasional dikoordinasi oleh Gubernur dan Bupati/Walikotamadya selaku Kepala
daerah, tetapi dia adalah lembaga vertikal yang bertanggung jawab kepada Kepala
BPN, berbeda dengan organisasi sebelumnya, ketika masih sebagai Direktorat
Jenderal Agraria, Gubernur atau Bupati/Walikotamadya sebagai penguasa tunggal
dan semua keputusan hak atas tanah/ kebijakan atas nama Gubernur Kepala Daerah
atau atas nama Bupati/Walikotamadya.

Universitas Sumatera Utara