Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di Rsup.H. Adam Malik Medan Chapter III VI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah kuasi experimental dengan rancangan
perlakuan tunggal one group pre and post test design.Kuasi experimental
dimaksudkan adalah terhadap subjek yang di teliti tidak dilakukan random
tetapi berdasarkan kriteria klinis.
3.2 Tempat dan Waktu
3.2.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di poliklinik mata dan paru
RSUP.H.Adam
Malik Medan.
3.2.2 Waktu
Waktu penelitian dimulai bulan april 2012 sampai sampel terpenuhi
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah semua pasien yang berobat ke poliklinik
mata dan paru di RS.H. Adam Malik Medan.
Sampel penelitian adalah semua pasien tuberkulosis yang akan
mendapat terapi etambutol dari bagian paru di RS. H. Adam Malik Medan
Universitas Sumatera Utara
3.4 Besar Sampel
�≥
(������� + �������)2
(�� − ��)2
Dimana :
n
:
jumlah sampel
Zα
:
deviat baku alfa untuk α =0,05,Zα=1,96
Zβ
:
deviat baku beta untuk β=0,10, Zβ= 1,282
Po
:
proporsi kelainan mata akibat etambutol = 0,1(10)
Qo
:
1-Po = 0,99
Po-Pa
:
besar proporsi yang bermakna,ditetapkan sebesar
0,10
Pa
:
perkiraan proporsi kelainan mata karena etambutol
yang diteliti 0,11
Jadi :
�≥
(1,96�(0,01)(0,99) + 1,282√(0,11)(0,89)2
(0,10)2
� ≥ 20,67 → 21 �����
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
•
Semua pasien tuberkulosis yang akan mendapat terapi etambutol.
•
Pasien yang bersedia di lakukan pemeriksaan
3.5.2 Kriteria Eksklusi
•
Pasien dengan kelainan segmen anterior dan segmen posterior
Universitas Sumatera Utara
•
Pasien dengan buta warna.
•
Pasien tuberkulosis dengan keadaan umum lemah
•
Pasien tuberkulosis yang tidak bersedia di lakukan pemeriksaan
3.6 Identifikasi Variabel
•
Variabel dependent
-
•
Pasien TB yang mengunakan etambutol
Variabel Independent
-
Gangguan Visus
-
Gangguan persepsi warna
-
Retinal nerve fiber layer thickness
3.7 Cara Kerja
Sebelum pemeriksaan dilakukan pengisian data pasien yang berisi
data demografik, data keluhan subjektif, konsumsi tablet perhari dan
durasi penggunaan etambutol. Dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan,
tonometri nonkontak, segmen anterior dengan slitlamp dan posterior
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan persepsi warna dengan ishiara
dan Farnsworth munsell 28 hue test dan retinal nerve fiber layer dengan
OCT
Farnsworth Munsell 28 hue test
Pemeriksaan persepsi warna dilakukan dengan Ishihara dan
Farnsworth Munsell 28 hue test, dengan menggunakan alat Farnsworth
munsell merek Luneau Ophthalmologie pada mata kanan dan kiri. Pada
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan Ishihara subjek diminta membaca tiap plate dan setiap
kesalahan dicatat dan dinilai apakah ada kelainan persepsi warna
kongenital. Subjek yang dinilai menderita kelainan persepsi warna
kongenital langsung dieksklusi dan tidak dilakukan pemeriksaan FM 28
hue test.
Prosedur pemeriksaan Farnsworth munsell roth 28 hue test dimulai
dengan subjek diperlihatkan susunan cap warna yang normal di kotak
pemeriksaan. Peneliti mengacak susunan cap tersebut diluar kotak,
kemudian subjek diminta menyusun kembali 28 cap warna secara
berurutan yang dimulai dari reference cap di dalam kotak. Setelah selesai,
cap-cap tersebut dibalik dan urutan cap dicatat berdasarkan angka yang
ada dibawah cap. Bila terdapat kesalahan pemeriksaan diulang sampai 3
kali untuk masing-masing mata.
Optical Coherence Tomografy (OCT)
Untuk pemeriksaan nerve fiber layer dilakukan pemeriksaan stratus
OCT (Optical Coherence Tomografy)
Tehnik pemeriksaan di lakukan dengan cara:
•
Posisikan tubuh pasien dengan tinggi mejanya sehinga pasien merasa
nyaman,kemudian instruksikan pasien untuk meletakkan dagu di salah
satu bagian kanan atau kiri,pastikan bahu dagu pasien menempel
pada 2 sensor (berwarna hitam) dan dahi pasien menempel pada chin
rest. Komputer akan otomatis mengenali mata kanan atau kiri yang
akan diperiksa.
Universitas Sumatera Utara
•
Setelah pasien merasa nyaman instruksikan untuk melihat ke tengah
dan posisikan pupil mata supaya berada di tengah dengan menekan
tombol mouse sehingga pupil tepat berada di tengah layar. Kemudian
instruksikan pasien untuk melihat ke dalam dan fokus di tengah melihat
tanda silang hijau.
•
Setelah pupil tepat berada di tengah tekan tombol chinrest ke kiri atau
ke kanan sehingga gambar pupil terlihat fokus.
•
Setelah semua parameter pemeriksaan tepat maka pastikan pasien
tetap fokus pada titik fiksasi.
Gambar 4. Hasil Cetakan Fast Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL)
dengan Meggunakan Stratus OCT
Pemeriksaan dilakukan sebelum pemakaian etambutol dan setelah
pemakaian etambutol selama 2 bulan lalu dilakukan pemeriksaan ulang
Universitas Sumatera Utara
snellen
chart,slit
lamp,kartu
test,funduskopi dan OCT.
ishiara,Farnsworth
munsell
28
hue
Lalu dicatat perubahan tajam penglihatan,
penglihatan warna dan perubahan rnfl thickness
akibat pengaruh
pemakaian etambutol. Kemudian hasil di catat sebagai data penelitian
untuk diolah sebagai hasil penelitian.
3.8 Alat dan Bahan
•
Kertas
•
Pulpen
•
Snellen chart
•
Trial lens
•
Slit lamp
•
Kartu Ishiara
•
Farnsworth munsell 28 hue test
•
Funduskopi direk
•
OCT
•
Tropicamide 1%
3.9 Analisa Data
Analisa data di sajikan dalam bentuk tabulasi data. Analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan program komputer dengan program
SPSS versi 17. Untuk pembandingan data parametrik dilakukan uji T dan
untuk pembandingan data nominal digunakan uji Wilcoxon.
Universitas Sumatera Utara
3.10 Pertimbangan Etika
Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian Ilmu
Kesehatan Mata FK-USU/RSUP.H. Adam Malik Medan.Penelitian ini
kemudian diajukan untuk di setujui oleh rapat komite etika PPKRM
Fakultas Kedokteran USU.
3.11 Lama Penelitian
Bulan/minggu
April
Mei-November
2012
2012
1
2
1
2
3
4
Januari 2013
1
2
3
4
Usulan Penelitian
Penelitian
Penyusunan
Laporan
Presentasi
3.12 Personal Penelitian
Penelitian : dr. Syarifah Yusriani
3.13 Biaya Penelitian
Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan dalam kurun
waktu Mei sampai desember 2012. Dari 23 subjek penelitian di dapatkan
46 mata. Data yang ditampilkan dalam tulisan ini merupakan data dari 23
subjek dan 46 mata. Berdasarkan subjek penelitian diperoleh data dasar
yang ditampilkan dalam bentuk tabulasi.
Tabel 4.1. Karakteristik Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Jenis Kelamin
Frekuensi
%
Laki-laki
12
52,2
Perempuan
11
47,8
Total
23
100,0
Dari subjek penelitian didapatkan jumlah laki-laki sebanyak 12(52,2%) dan
perempuan 11 (47,8%).
Tabel 4.2. Karakteristik Kelompok Umur Subjek Penelitian
Umur (tahun)
Frekuensi
%
2
8,7
13
56,5
>40
8
34,8
Total
23
≤ 20
21 - 40
100,0
Data mengenai umur pasien menunjukkan bahwa pasien yang berumur
21-40 (56,5 %) berjumlah relatif lebih banyak dibandingkan kelompok
umur yang lainnya yaitu sebanyak 13 (56,5%) subjek. Kelompok umur >40
Universitas Sumatera Utara
tahun mempunyai jumlah 8 (34,8%)subjek, diikuti oleh kelompok umur ≤
20 tahun berjumlah 2 (8,7%) subjek.
Tabel 4.3. Karakteristik Suku Bangsa Subjek Penelitian
Suku
Frekuensi
%
Melayu
1
4,3
Jawa
7
30,4
Mandailing
3
13,1
Batak
9
39,1
Karo
3
13,1
Total
23
100,0
Subjek penelitian berasal dari berbagai suku bangsa dimana dari 23
subjek tersebut suku yang relatif lebih banyak adalah suku Batak 9
(39,1%) subjek, diikuti suku Jawa 7 (30,4%) subjek, pada suku mandailing
dan Karo dijumpai jumlah yang sama masing-masing 3 (14,0%) subjek,
suku Melayu 1 (4,3%) subjek.
Tabel 4.4. Karakteristik Pendidikan Terakhir Subjek Penelitian
Pendidikan
Frekuensi
%
SLTP
3
13,1
SLTA
13
56,5
Sarjana
7
30,4
Total
23
100,0
Data mengenai tingkat pendidikan subjek penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata berpendidikan SLTA 13 (56,5%) subjek. Diikuti tingkat sarjana 7
(30,4%) subjek, dan SLTP 3(13,1%) subjek.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Karakteristik Kategori Tuberkulosis
Kategori
Frekuensi
%
Kategori 1
Kategori 2
20
3
87,0
13,0
Total
23
100
Dari data penelitian berdasarkan kategori dari tuberkulosis dijumpai pada
kategori 1 dengan jumlah 20 (87,0%) subjek dan pada kategori 2
berjumlah 3 (13,0%) subjek.
Tabel 4.6.
Hasil Uji Beda Proporsi Visus Sebelum dan Sesudah
Diberikan Terapi Etambutol
Etambutol
Variabel
Visus
- 5/5
- 5/6;5/8;5/10
Keterangan :
p.
Perubahan Ranking
Sebelum
n
Sesudah
n
46
0
38
8
n
Ranking Negatif
Ranking Positif
Ties
0
8
38
0,008*
Uji Wilcoxon
Perubahan visus :
- Ranking Negatif
menjadi
(5/4),
adalah
dalam
visus sebelumnya (5/5)
penelitian
ini
(5/4)
tidak
disertakan.
- Ranking Positif adalah visus sebelumya (5/5) berubah
menjadi (5/6); (5/8) dan (5/10).
- Ties artinya tidak terjadi perubahan sebelum (5/5) dan
sesudah tetap (5/5).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7.
Hasil Uji Beda Proporsi Persepsi Warna Sebelum dan
Sesudah Diberikan Terapi Etambutol
Etambutol
Variabel
P
Perubahan Ranking
Sebelum
Sesudah
n
n
46
42
Ranking
0
0
4
Negatif
4
n
Persepsi warna
- Normal
- Tritanomali
Ranking Positif
0,125*
42
Ties
Keterangan :
Uji Wilcoxon
Perubahan persepsi warna :
- Ranking Negatif adalah persepsi warna normal .
- Ranking Positif adalah persepsi warna normal dan
berubah menjadi tritanomali.
- Ties artinya tidak terjadi perubahan sebelum normal
dan sesudah tetap tetap normal.
Universitas Sumatera Utara
Hasil Uji Beda RNFL Thickness dengan OCT Sebelum
Tabel 4.8.
dan Sesudah Diberikan Terapi Etambutol
OCT
(kuadrant)
Etambutol
Sebelum
P
Sesudah
Mean ±SD
Mean ±SD
Superior
129.26 ±19,719
125.43±17.032
0.119
Inferior
131.13±28.946
125.52±25.968
0.010
Temporal
76.09±24.070
77.78±25.232
0.014
Nasal
97.96±37.085
90.26±37.456
0.229
Average
108.43±12.940
104.70±12.629
0.000
Dari pemeriksaan RNFL thickness dengan stratus OCT didapat penurunan
pada 3 kuadran superior (129.26±19.719 menjadi 125.43±17.032), inferior
(131.13±28.946 menjadi 125.52±25.968) dan nasal (97.9637±37.085
menjadi 90.26±37.456) dan sedikit peningkatan pada kuadran temporal
(76.09±24.070 menjadi 77.78±25.232). Uji yang di gunakan untuk melihat
perubahan RNFL thickness sebelum dan sesudah pemakaian etambutol
adalah T-Test.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PEMBAHASAN
Pada tabel 5.1 didapatkan subjek penelitian yang berjumlah 23
pasien tuberkulosis hampir sama antara pasien laki-laki dan perempuan
dimana jumlah laki-laki sebanyak 12 (52,2%) dan perempuan 11 (47,8%).
Pada tabel 5.2 didapatkan jumlah frekuensi data dari masingmasing umur subjek menunjukkan bahwa pasien yang berumur 21-40
(56,5%) berjumlah relatif lebih banyak yaitu 13 (56,5%) subjek. Kelompok
umur >40
tahun
mempunyai jumlah 8 (34,8%) subjek, diikuti oleh
kelompok umur ≤ 20 tahun berjumlah 2 (8,7%) subjek.
Terdapat variasi suku dari subjek penelitian yang diperiksa juga
berbagai tingkat pendidikan. Dari tabel 5.3 dijumpai suku terbanyak suku
Batak 9 (39,1%) subjek, diikuti suku Jawa 7 (30,4%) subjek, suku
mandailing dan Karo d masing-masing 3 (14,0%) subjek, suku Melayu 1
(4,3%) subjek.
Dari tabel 5.4 di dapatkan pendidikan terakhir SLTA 13 (56,5%)
subjek. Diikuti sarjana 7 (30,4%) subjek, dan SLTP 3(13,1%) subjek. Data
ini dapat digunakan untuk menggambarkan variasi subjek yang mengikuti
penelitian dan menunjukkan heterogenitas populasi penelitian.
Dari data penelitian pada tabel 5.5 berdasarkan kategori dari
tuberkulosis dijumpai pada kategori 1 dengan jumlah 20 (87,0%) subjek
dan pada kategori 2 berjumlah 3 (13,0%) subjek.
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 5.6 didapatkan perbedaan visus sebelum dan setelah
mendapat terapi etambutol secara statistik signifikan.Dimana sebelum
terapi visus 46 mata adalah 5/5 dan setelah mendapat etambutol 8 mata
mempunyai visus 5/6,5/8 dan 5/10. Himal K melaporkan visus sebelum
terapi 0.00±0.08 Log-MAR dan setelah terapi 0.08±0.18 Log-MAR
(Himal K,2007).
Penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan diskromatopsia dapat
menjadi tanda awal toksisitas etambutol .Pada tabel 5.7 di jumpai hasil
penelitian ini, dari 23 subjek 46 mata didapatkan 4 mata yang mengalami
perubahan sebelum dan sesudah pemakaian etambutol. Choi melaporkan
gejala awal diskromatopsia pada 2 dari 13 pasien neuropati optic
etambutol ( Choy SY,Hwang JM, 2007).
Diskromatopsia yang ditemukan pada penelitian ini adalah efek biru
kuning (tritanomali) dan secara statistik tidak signifikan dijumpai adanya
perbedaan sebelum dan sesudah terapi etambutol . Kaimbo melaporkan
hasil penelitian tes persepsi warna pada pengguna etambutol dengan FM
15 didapat 3 (7%) dari 42 subjek yang mengalami tritanomali (Kaimbo
KW,Bifuko ZA,2002).
Dari penelitian ini pada tabel 5.8 didapatkan hasil pemeriksaan
RNFL thickness menggunakan OCT menunjukkan penurunan pada RNFL
pada 3 kuadran,dan sedikit peningkatan pada kuadran temporal.Pada
kuadran superior sebelum terapi 129.26±19,719 dan setelah terapi
125.43±17.032.Pada kuadran inferior sebelum 131.13±28.946 dan setelah
125.52±25.968 dan pada kuadran nasal sebelum terapi 97.96±37.085 dan
Universitas Sumatera Utara
setelah
terapi
90.26±37.456.
Sedangkan
pada
kuadran
temporal
didapatkan sebelum terapi 76.09±24.070 dan setelah terapi 90.26±37.456.
Pada penelitian terhadap pasien normal didapatkan pada kuadran
superior 133,46±16,71,kuadran inferior 143,59±19,89,nasal 87,57±16,85
dan temporal 79,79±13,03.
Walaupun tidak signifikan secara statistik,pasien dengan penebalan
RNFL
temporal
yang
berhubungan
pembengkakan ringan dari “bundle
ditunjukkan
dengan
adanya
papilomakular”. Jika pada stadium
akhir dari neuropati optik etambutol bundle papilomakular mengalami
kerusakan secara primer. Penemuan ini dapat dijelaskan melalui efek dari
etambutol dimana meningkatkan level glutamate pada sel, selain
menurunkan level kalsium di sitoplasma dan peningkatan kalsium di
mitokondria dimana terjadi ketidakseimbangan kerusakan potensial
membran mitokondria (Chai SJ,2007).
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Dijumpai penurunan visus sebelum dan sesudah terapi etambutol.
2. Pada pemeriksaan segmen anterior dan pemeriksaan funduskopi tidak
dijumpai adanya perubahan sebelum dan sesudah mendapat terapi
etambutol.
3. Tidak dijumpai adanya perbedaan dari pemeriksaan persepsi warna
sebelum dan sesudah terapi etambutol .
4. Pengukuran objektif dari penebalan RNFL menunjukkan perbedaan
pada
kuadran superior,inferior dan nasal terjadi penurunan dan
sedikit peningkatan pada kuadrann temporal antara pasien sebelum
dan sesudah mendapat terapi etambutol pada pasien tuberkulosis.
5. Penelitian dengan jumlah subjek yang lebih besar dan dalam kurun
waktu yang lebih lama diperlukan untuk memastikan hasil penelitian
ini.
6.2 Saran
1. Diharapkan setiap pasien tuberkulosis mendapatkan penjelasan dari
dokter mengenai kemungkinan kelainan mata yang dapat terjadi akibat
pemakaian etambutol sebagai terapi TBC.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemeriksaan “follow up” berkelanjutan dari OCT
dapat membantu
melihat perubahan ketebalan RNFL setelah melakukan pemeriksaan
visus,funduskopi dan persepsi warna.
3. Perlu penelitian lebih lanjut secara prospektif dan uji klinis untuk
melihat terjadinya neuropaty optik etambutol.
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah kuasi experimental dengan rancangan
perlakuan tunggal one group pre and post test design.Kuasi experimental
dimaksudkan adalah terhadap subjek yang di teliti tidak dilakukan random
tetapi berdasarkan kriteria klinis.
3.2 Tempat dan Waktu
3.2.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di poliklinik mata dan paru
RSUP.H.Adam
Malik Medan.
3.2.2 Waktu
Waktu penelitian dimulai bulan april 2012 sampai sampel terpenuhi
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah semua pasien yang berobat ke poliklinik
mata dan paru di RS.H. Adam Malik Medan.
Sampel penelitian adalah semua pasien tuberkulosis yang akan
mendapat terapi etambutol dari bagian paru di RS. H. Adam Malik Medan
Universitas Sumatera Utara
3.4 Besar Sampel
�≥
(������� + �������)2
(�� − ��)2
Dimana :
n
:
jumlah sampel
Zα
:
deviat baku alfa untuk α =0,05,Zα=1,96
Zβ
:
deviat baku beta untuk β=0,10, Zβ= 1,282
Po
:
proporsi kelainan mata akibat etambutol = 0,1(10)
Qo
:
1-Po = 0,99
Po-Pa
:
besar proporsi yang bermakna,ditetapkan sebesar
0,10
Pa
:
perkiraan proporsi kelainan mata karena etambutol
yang diteliti 0,11
Jadi :
�≥
(1,96�(0,01)(0,99) + 1,282√(0,11)(0,89)2
(0,10)2
� ≥ 20,67 → 21 �����
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
•
Semua pasien tuberkulosis yang akan mendapat terapi etambutol.
•
Pasien yang bersedia di lakukan pemeriksaan
3.5.2 Kriteria Eksklusi
•
Pasien dengan kelainan segmen anterior dan segmen posterior
Universitas Sumatera Utara
•
Pasien dengan buta warna.
•
Pasien tuberkulosis dengan keadaan umum lemah
•
Pasien tuberkulosis yang tidak bersedia di lakukan pemeriksaan
3.6 Identifikasi Variabel
•
Variabel dependent
-
•
Pasien TB yang mengunakan etambutol
Variabel Independent
-
Gangguan Visus
-
Gangguan persepsi warna
-
Retinal nerve fiber layer thickness
3.7 Cara Kerja
Sebelum pemeriksaan dilakukan pengisian data pasien yang berisi
data demografik, data keluhan subjektif, konsumsi tablet perhari dan
durasi penggunaan etambutol. Dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan,
tonometri nonkontak, segmen anterior dengan slitlamp dan posterior
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan persepsi warna dengan ishiara
dan Farnsworth munsell 28 hue test dan retinal nerve fiber layer dengan
OCT
Farnsworth Munsell 28 hue test
Pemeriksaan persepsi warna dilakukan dengan Ishihara dan
Farnsworth Munsell 28 hue test, dengan menggunakan alat Farnsworth
munsell merek Luneau Ophthalmologie pada mata kanan dan kiri. Pada
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan Ishihara subjek diminta membaca tiap plate dan setiap
kesalahan dicatat dan dinilai apakah ada kelainan persepsi warna
kongenital. Subjek yang dinilai menderita kelainan persepsi warna
kongenital langsung dieksklusi dan tidak dilakukan pemeriksaan FM 28
hue test.
Prosedur pemeriksaan Farnsworth munsell roth 28 hue test dimulai
dengan subjek diperlihatkan susunan cap warna yang normal di kotak
pemeriksaan. Peneliti mengacak susunan cap tersebut diluar kotak,
kemudian subjek diminta menyusun kembali 28 cap warna secara
berurutan yang dimulai dari reference cap di dalam kotak. Setelah selesai,
cap-cap tersebut dibalik dan urutan cap dicatat berdasarkan angka yang
ada dibawah cap. Bila terdapat kesalahan pemeriksaan diulang sampai 3
kali untuk masing-masing mata.
Optical Coherence Tomografy (OCT)
Untuk pemeriksaan nerve fiber layer dilakukan pemeriksaan stratus
OCT (Optical Coherence Tomografy)
Tehnik pemeriksaan di lakukan dengan cara:
•
Posisikan tubuh pasien dengan tinggi mejanya sehinga pasien merasa
nyaman,kemudian instruksikan pasien untuk meletakkan dagu di salah
satu bagian kanan atau kiri,pastikan bahu dagu pasien menempel
pada 2 sensor (berwarna hitam) dan dahi pasien menempel pada chin
rest. Komputer akan otomatis mengenali mata kanan atau kiri yang
akan diperiksa.
Universitas Sumatera Utara
•
Setelah pasien merasa nyaman instruksikan untuk melihat ke tengah
dan posisikan pupil mata supaya berada di tengah dengan menekan
tombol mouse sehingga pupil tepat berada di tengah layar. Kemudian
instruksikan pasien untuk melihat ke dalam dan fokus di tengah melihat
tanda silang hijau.
•
Setelah pupil tepat berada di tengah tekan tombol chinrest ke kiri atau
ke kanan sehingga gambar pupil terlihat fokus.
•
Setelah semua parameter pemeriksaan tepat maka pastikan pasien
tetap fokus pada titik fiksasi.
Gambar 4. Hasil Cetakan Fast Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL)
dengan Meggunakan Stratus OCT
Pemeriksaan dilakukan sebelum pemakaian etambutol dan setelah
pemakaian etambutol selama 2 bulan lalu dilakukan pemeriksaan ulang
Universitas Sumatera Utara
snellen
chart,slit
lamp,kartu
test,funduskopi dan OCT.
ishiara,Farnsworth
munsell
28
hue
Lalu dicatat perubahan tajam penglihatan,
penglihatan warna dan perubahan rnfl thickness
akibat pengaruh
pemakaian etambutol. Kemudian hasil di catat sebagai data penelitian
untuk diolah sebagai hasil penelitian.
3.8 Alat dan Bahan
•
Kertas
•
Pulpen
•
Snellen chart
•
Trial lens
•
Slit lamp
•
Kartu Ishiara
•
Farnsworth munsell 28 hue test
•
Funduskopi direk
•
OCT
•
Tropicamide 1%
3.9 Analisa Data
Analisa data di sajikan dalam bentuk tabulasi data. Analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan program komputer dengan program
SPSS versi 17. Untuk pembandingan data parametrik dilakukan uji T dan
untuk pembandingan data nominal digunakan uji Wilcoxon.
Universitas Sumatera Utara
3.10 Pertimbangan Etika
Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian Ilmu
Kesehatan Mata FK-USU/RSUP.H. Adam Malik Medan.Penelitian ini
kemudian diajukan untuk di setujui oleh rapat komite etika PPKRM
Fakultas Kedokteran USU.
3.11 Lama Penelitian
Bulan/minggu
April
Mei-November
2012
2012
1
2
1
2
3
4
Januari 2013
1
2
3
4
Usulan Penelitian
Penelitian
Penyusunan
Laporan
Presentasi
3.12 Personal Penelitian
Penelitian : dr. Syarifah Yusriani
3.13 Biaya Penelitian
Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan dalam kurun
waktu Mei sampai desember 2012. Dari 23 subjek penelitian di dapatkan
46 mata. Data yang ditampilkan dalam tulisan ini merupakan data dari 23
subjek dan 46 mata. Berdasarkan subjek penelitian diperoleh data dasar
yang ditampilkan dalam bentuk tabulasi.
Tabel 4.1. Karakteristik Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Jenis Kelamin
Frekuensi
%
Laki-laki
12
52,2
Perempuan
11
47,8
Total
23
100,0
Dari subjek penelitian didapatkan jumlah laki-laki sebanyak 12(52,2%) dan
perempuan 11 (47,8%).
Tabel 4.2. Karakteristik Kelompok Umur Subjek Penelitian
Umur (tahun)
Frekuensi
%
2
8,7
13
56,5
>40
8
34,8
Total
23
≤ 20
21 - 40
100,0
Data mengenai umur pasien menunjukkan bahwa pasien yang berumur
21-40 (56,5 %) berjumlah relatif lebih banyak dibandingkan kelompok
umur yang lainnya yaitu sebanyak 13 (56,5%) subjek. Kelompok umur >40
Universitas Sumatera Utara
tahun mempunyai jumlah 8 (34,8%)subjek, diikuti oleh kelompok umur ≤
20 tahun berjumlah 2 (8,7%) subjek.
Tabel 4.3. Karakteristik Suku Bangsa Subjek Penelitian
Suku
Frekuensi
%
Melayu
1
4,3
Jawa
7
30,4
Mandailing
3
13,1
Batak
9
39,1
Karo
3
13,1
Total
23
100,0
Subjek penelitian berasal dari berbagai suku bangsa dimana dari 23
subjek tersebut suku yang relatif lebih banyak adalah suku Batak 9
(39,1%) subjek, diikuti suku Jawa 7 (30,4%) subjek, pada suku mandailing
dan Karo dijumpai jumlah yang sama masing-masing 3 (14,0%) subjek,
suku Melayu 1 (4,3%) subjek.
Tabel 4.4. Karakteristik Pendidikan Terakhir Subjek Penelitian
Pendidikan
Frekuensi
%
SLTP
3
13,1
SLTA
13
56,5
Sarjana
7
30,4
Total
23
100,0
Data mengenai tingkat pendidikan subjek penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata berpendidikan SLTA 13 (56,5%) subjek. Diikuti tingkat sarjana 7
(30,4%) subjek, dan SLTP 3(13,1%) subjek.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Karakteristik Kategori Tuberkulosis
Kategori
Frekuensi
%
Kategori 1
Kategori 2
20
3
87,0
13,0
Total
23
100
Dari data penelitian berdasarkan kategori dari tuberkulosis dijumpai pada
kategori 1 dengan jumlah 20 (87,0%) subjek dan pada kategori 2
berjumlah 3 (13,0%) subjek.
Tabel 4.6.
Hasil Uji Beda Proporsi Visus Sebelum dan Sesudah
Diberikan Terapi Etambutol
Etambutol
Variabel
Visus
- 5/5
- 5/6;5/8;5/10
Keterangan :
p.
Perubahan Ranking
Sebelum
n
Sesudah
n
46
0
38
8
n
Ranking Negatif
Ranking Positif
Ties
0
8
38
0,008*
Uji Wilcoxon
Perubahan visus :
- Ranking Negatif
menjadi
(5/4),
adalah
dalam
visus sebelumnya (5/5)
penelitian
ini
(5/4)
tidak
disertakan.
- Ranking Positif adalah visus sebelumya (5/5) berubah
menjadi (5/6); (5/8) dan (5/10).
- Ties artinya tidak terjadi perubahan sebelum (5/5) dan
sesudah tetap (5/5).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7.
Hasil Uji Beda Proporsi Persepsi Warna Sebelum dan
Sesudah Diberikan Terapi Etambutol
Etambutol
Variabel
P
Perubahan Ranking
Sebelum
Sesudah
n
n
46
42
Ranking
0
0
4
Negatif
4
n
Persepsi warna
- Normal
- Tritanomali
Ranking Positif
0,125*
42
Ties
Keterangan :
Uji Wilcoxon
Perubahan persepsi warna :
- Ranking Negatif adalah persepsi warna normal .
- Ranking Positif adalah persepsi warna normal dan
berubah menjadi tritanomali.
- Ties artinya tidak terjadi perubahan sebelum normal
dan sesudah tetap tetap normal.
Universitas Sumatera Utara
Hasil Uji Beda RNFL Thickness dengan OCT Sebelum
Tabel 4.8.
dan Sesudah Diberikan Terapi Etambutol
OCT
(kuadrant)
Etambutol
Sebelum
P
Sesudah
Mean ±SD
Mean ±SD
Superior
129.26 ±19,719
125.43±17.032
0.119
Inferior
131.13±28.946
125.52±25.968
0.010
Temporal
76.09±24.070
77.78±25.232
0.014
Nasal
97.96±37.085
90.26±37.456
0.229
Average
108.43±12.940
104.70±12.629
0.000
Dari pemeriksaan RNFL thickness dengan stratus OCT didapat penurunan
pada 3 kuadran superior (129.26±19.719 menjadi 125.43±17.032), inferior
(131.13±28.946 menjadi 125.52±25.968) dan nasal (97.9637±37.085
menjadi 90.26±37.456) dan sedikit peningkatan pada kuadran temporal
(76.09±24.070 menjadi 77.78±25.232). Uji yang di gunakan untuk melihat
perubahan RNFL thickness sebelum dan sesudah pemakaian etambutol
adalah T-Test.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PEMBAHASAN
Pada tabel 5.1 didapatkan subjek penelitian yang berjumlah 23
pasien tuberkulosis hampir sama antara pasien laki-laki dan perempuan
dimana jumlah laki-laki sebanyak 12 (52,2%) dan perempuan 11 (47,8%).
Pada tabel 5.2 didapatkan jumlah frekuensi data dari masingmasing umur subjek menunjukkan bahwa pasien yang berumur 21-40
(56,5%) berjumlah relatif lebih banyak yaitu 13 (56,5%) subjek. Kelompok
umur >40
tahun
mempunyai jumlah 8 (34,8%) subjek, diikuti oleh
kelompok umur ≤ 20 tahun berjumlah 2 (8,7%) subjek.
Terdapat variasi suku dari subjek penelitian yang diperiksa juga
berbagai tingkat pendidikan. Dari tabel 5.3 dijumpai suku terbanyak suku
Batak 9 (39,1%) subjek, diikuti suku Jawa 7 (30,4%) subjek, suku
mandailing dan Karo d masing-masing 3 (14,0%) subjek, suku Melayu 1
(4,3%) subjek.
Dari tabel 5.4 di dapatkan pendidikan terakhir SLTA 13 (56,5%)
subjek. Diikuti sarjana 7 (30,4%) subjek, dan SLTP 3(13,1%) subjek. Data
ini dapat digunakan untuk menggambarkan variasi subjek yang mengikuti
penelitian dan menunjukkan heterogenitas populasi penelitian.
Dari data penelitian pada tabel 5.5 berdasarkan kategori dari
tuberkulosis dijumpai pada kategori 1 dengan jumlah 20 (87,0%) subjek
dan pada kategori 2 berjumlah 3 (13,0%) subjek.
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 5.6 didapatkan perbedaan visus sebelum dan setelah
mendapat terapi etambutol secara statistik signifikan.Dimana sebelum
terapi visus 46 mata adalah 5/5 dan setelah mendapat etambutol 8 mata
mempunyai visus 5/6,5/8 dan 5/10. Himal K melaporkan visus sebelum
terapi 0.00±0.08 Log-MAR dan setelah terapi 0.08±0.18 Log-MAR
(Himal K,2007).
Penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan diskromatopsia dapat
menjadi tanda awal toksisitas etambutol .Pada tabel 5.7 di jumpai hasil
penelitian ini, dari 23 subjek 46 mata didapatkan 4 mata yang mengalami
perubahan sebelum dan sesudah pemakaian etambutol. Choi melaporkan
gejala awal diskromatopsia pada 2 dari 13 pasien neuropati optic
etambutol ( Choy SY,Hwang JM, 2007).
Diskromatopsia yang ditemukan pada penelitian ini adalah efek biru
kuning (tritanomali) dan secara statistik tidak signifikan dijumpai adanya
perbedaan sebelum dan sesudah terapi etambutol . Kaimbo melaporkan
hasil penelitian tes persepsi warna pada pengguna etambutol dengan FM
15 didapat 3 (7%) dari 42 subjek yang mengalami tritanomali (Kaimbo
KW,Bifuko ZA,2002).
Dari penelitian ini pada tabel 5.8 didapatkan hasil pemeriksaan
RNFL thickness menggunakan OCT menunjukkan penurunan pada RNFL
pada 3 kuadran,dan sedikit peningkatan pada kuadran temporal.Pada
kuadran superior sebelum terapi 129.26±19,719 dan setelah terapi
125.43±17.032.Pada kuadran inferior sebelum 131.13±28.946 dan setelah
125.52±25.968 dan pada kuadran nasal sebelum terapi 97.96±37.085 dan
Universitas Sumatera Utara
setelah
terapi
90.26±37.456.
Sedangkan
pada
kuadran
temporal
didapatkan sebelum terapi 76.09±24.070 dan setelah terapi 90.26±37.456.
Pada penelitian terhadap pasien normal didapatkan pada kuadran
superior 133,46±16,71,kuadran inferior 143,59±19,89,nasal 87,57±16,85
dan temporal 79,79±13,03.
Walaupun tidak signifikan secara statistik,pasien dengan penebalan
RNFL
temporal
yang
berhubungan
pembengkakan ringan dari “bundle
ditunjukkan
dengan
adanya
papilomakular”. Jika pada stadium
akhir dari neuropati optik etambutol bundle papilomakular mengalami
kerusakan secara primer. Penemuan ini dapat dijelaskan melalui efek dari
etambutol dimana meningkatkan level glutamate pada sel, selain
menurunkan level kalsium di sitoplasma dan peningkatan kalsium di
mitokondria dimana terjadi ketidakseimbangan kerusakan potensial
membran mitokondria (Chai SJ,2007).
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Dijumpai penurunan visus sebelum dan sesudah terapi etambutol.
2. Pada pemeriksaan segmen anterior dan pemeriksaan funduskopi tidak
dijumpai adanya perubahan sebelum dan sesudah mendapat terapi
etambutol.
3. Tidak dijumpai adanya perbedaan dari pemeriksaan persepsi warna
sebelum dan sesudah terapi etambutol .
4. Pengukuran objektif dari penebalan RNFL menunjukkan perbedaan
pada
kuadran superior,inferior dan nasal terjadi penurunan dan
sedikit peningkatan pada kuadrann temporal antara pasien sebelum
dan sesudah mendapat terapi etambutol pada pasien tuberkulosis.
5. Penelitian dengan jumlah subjek yang lebih besar dan dalam kurun
waktu yang lebih lama diperlukan untuk memastikan hasil penelitian
ini.
6.2 Saran
1. Diharapkan setiap pasien tuberkulosis mendapatkan penjelasan dari
dokter mengenai kemungkinan kelainan mata yang dapat terjadi akibat
pemakaian etambutol sebagai terapi TBC.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemeriksaan “follow up” berkelanjutan dari OCT
dapat membantu
melihat perubahan ketebalan RNFL setelah melakukan pemeriksaan
visus,funduskopi dan persepsi warna.
3. Perlu penelitian lebih lanjut secara prospektif dan uji klinis untuk
melihat terjadinya neuropaty optik etambutol.
Universitas Sumatera Utara