Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) T2 752013031 BAB V

BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ketika korupsi menjadi pertanyaan publik, setiap orang akan senada dalam memberi
jawaban bahwasanya korupsi merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Fenomena kasus
korupsi hingga kini masih subur di tanah Indonesia menjadi penyakit berabad-abad. Perbuatan
ini bukannya dikurangi justru semakin menjadi-jadi bahkan telah dianggap sebagai hal yang
biasa-biasa saja.
Setelah tiba pada titik penyimpulan, penulis menyadari bahwa GPIB belum sepenuhnya
menyikapi korupsi berdasarkan konsep sosiologis dan teologis dengan baik. Namun menjadi satu
ungkapan syukur bagi penulis ketika melakukan penelitian di sinode GPIB, banyak informasi
yang diperoleh tentang pemahaman korupsi oleh Gereja yang didasarkan pada Pemahaman Iman
GPIB dan Kebenaran Firman Tuhan (Hukum Taurat). Gereja tidak melihat korupsi semata-mata
hanya persoalan ekonomi dan bisnis tetapi GPIB melihat jauh kedalam konsep sosiolog korupsi
itu sendiri.
Pemahaman korupsi oleh GPIB sangatlah sosiologis-teologis. Lahirnya pemahaman
seperti ini mengisyaratkan bahwa, GPIB benar-benar hadir tidak hanya bagi warga jemaat tetapi
juga warga masyarakat. Korupsi oleh GPIB adalah tindakan pencurian, penggelapan,
penyelewengan, rasa mengingini apa yang bukan menjadi hak pribadi. Dan tindakan korupsi
yang mengandung aspek-aspek tersebut melahirkan ketidakadilan sosial. Ketidakadilan sosial
dalam Pemahaman Iman GPIB merupakan penyakit sosial , menjadi salah satu konsentrasi

Gereja meniadakannya dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
72

Tentu, dari pemahaman yang dihasilkan akan menjadi acuan lahirnya sebuah sikap. Sama
halnya dalam dunia akademik. Teori memiliki nilai berharga apabila dipraktekkan. Penulis harus
menyatakan bahwa sikap GPIB terhadap korupsi tidak sejalan dengan apa yang dipahami. Dalam
hal ini terkhusus pada peraturan Perbendaharan GPIB yang hanya mengatur tentang harta milik
Gereja berupa harta bergerak dan tidak bergerak. Dengan demikian disimpulkan, peraturan yang
dibuat GPIB sebagai wujud sikap nyata terhadap persoalan korupsi hanyalah mengatur tentang
sistem ekonomi Gereja tidak menyetuh sampai praktek nepotisme, pemberian hadiah dan hal-hal
lain yang berkaitan.
Untuk menciptakan Damai Sejahtera Allah melalui Pemerintahan Gereja di dunia tidak
hanya membutuhkan kematangan teori semata melainkan kematangan dalam bersikap pula.
Teori dan praktek menjadi kedua unsur penting yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain
apabila ingin menciptakan suatu keadaan yang harmonis. Namun, penulis melihat GPIB
membangun harapan-harapan besar

untuk mempersiapkan warga jemaat dan masyarakat

berkaitan dengan fenomena ketidakadilan sosial yang sering terjadi di tengah-tengah kehidupan

berbangsa dan bernegara. Semuanya dilakukan dengan tujuan membentuk sosok-sosok umat
Tuhan yang siap menjadi Garam dan Terang-Nya dalam berbagai kondisi keberadaan Indonesia
dengan membentuk satu pemahaman yang berarti kemudian bersikap sesuai dengan apa yang
telah dipahami tersebut.

73

2. Saran
1. Penulis menyadari bahwa untuk mendobrak pemahaman GPIB tentang korupsi bukanlah
hal yang mudah. Sejalan dengan berkembangnya ide dan pemikiran tentang korupsi,
penulis berharap, Gereja dapat mempelajari dengan baik tentang korupsi sebagai bentuk
ketidakadilan sosial. Sehubungan dengan hal itu

korupsi mungkin dapat dijadikan

sebagai bahan-bahan pertimbangan dalam persidangan sinode GPIB untuk dikaji lebih
dalam guna membentuk satu pemahaman yang seragam dan lebih berarti. Di samping itu,
hendaknya sikap GPIB lebih kritis terhadap bentuk ketidakadilan sosial yang dimaksud.
Penulis juga mengharapkan agar refleksi kritis terus dimaksimalkan baik terhadap realita
sosial maupun secara internal di dalam tubuh gereja sendiri.


2. Terkait dengan pemahaman sosiologis-teologis korupsi, peraturan Perbendaharaan Gereja
tidak hanya dibuat untuk mengatur harta milik GPIB berupa benda bergerak dan tidak
bergerak semata. Gereja diharapkan mengatur sikap-sikap nepotisme, bahkan praktek
pemberian hadiah demi tujuan pribadi yang bisa saja terjadi di dalam Gereja. Selebihnya
hal ini mungkin dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam persidangan sinode
GPIB.

74

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB II

1 6 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB IV

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) T2 752013031 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) T2 752013031 BAB II

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) T2 752013031 BAB IV

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

0 0 26

GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (GPIB)

0 1 7