Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) T2 752013031 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di Indonesia masalah korupsi menjadi salah satu masalah yang memprihatinkan. Banyak
daerah-daerah di Indonesia yang tidak terlepas dari masalah ini. Dari tahun ke tahun kasus
korupsi terus meningkat dan pelaku korupsinya mayoritas berasal dari kalangan elit pemerintah.
Fenomena masalah korupsi di Indonesia merupakan salah satu masalah sosial yang telah lama
berakar dalam sejarah perkembangan umat manusia dan sesungguhnya masalah korupsi telah
merusak sendi-sendi struktur pemerintah dan menjadi hambatan yang besar bagi pembangunan
masyarakat. Korupsi sangat marak terjadi di Indonesia dan hampir tidak ada sektor masyarakat
yang bebas dari korupsi. Korupsi sudah tertanam dalam struktur masyarakat dan lembaga, dan
biasanya itu sangat teroganisisr 1 dan merupakan penyakit masyarakat. Apabila korupsi berakar
dalam dan memberi kesan kepada para pengamat bahwa ia telah sangat meluas dengan otonomi
yang kuat, timbullah pikiran bahwa korupsi itu telah menjadi suatu way of life.2 Kemudian
memanfaatkannya, atau malah mengabsahkannya. Hal ini merupakan gambaran sebuah
kehidupan nyata yang sekarang ini terjadi di negara-negara berkembang terkhusus Indonesia.
Secara universal istilah korupsi dipahami sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan
pengaruh pemerintah untuk tujuan pribadi. Dapat dikatakan bahwa korupsi merupakan
penyimpangan yang berakar dari watak koruptif manusia yang tidak terkontrol, berupa hasrat
akan kekayaan dan kekuasaan yang menghalalkan segala cara dan otoritas yang tidak transparan.


1

Soren Davidsen,Vishnu Juwono & David G.Timberman, Curbing Corrupt ion in Indonesia , (CSIS and
USINDO, 2006),9.
2
Syed Hussein Alatas, Korupsi, Sifat , Sebab dan Fungsi , (Jakarta: LP3ES, 1987), 117.

1

Korupsi berasal dari kata Latin Corruptio atau Corruptus. Kata ini sendiri mempunyai kata kerja
Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok.3 Kata ini
kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan Prancis Corruption, dalam bahasa Belanda
Korruptie, selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan Korupsi yang menandaskan
esesnsi bahwa korupsi dianggap sebagai pencurian melalui penipuan dalam situasi yang
mengkhianati kepercayaan. Korupsi merupakan perwujudan immoral dari dorongan untuk
memperoleh sesuatu dengan metode pencurian dan penipuan.4 Bila bentuknya pemerasan, ia
berarti pencurian melalui pemaksaan. Bila bentuknya penyuapan terhadap pejabat, ini berarti
bahwa ia membantu terjadinya pencurian. Dalam arti hukum Korupsi adalah tingkah laku yang
mengurus kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain oleh elit pemerintah yang
langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut.5

Korupsi dapat termotivasi oleh keserakahan, oleh keinginan untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan seseorang.6 Itu berarti bahwa korupsi merupakan sebuah tindak
kejahatan yang telah menyuburkan jenis kejahatan lain di dalam masyarakat. Tidak dapat
dipungkiri bahwa korupsi sangat berpengaruh buruk terhadap pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat dan hal tersebut bukan lagi merupakan sesuatu yang tabu melainkan korupsi telah
menjadi bagian dari pemandangan yang terlihat.
Kasus korupsi di Indonesia sepertinya telah menjadi way of life, telah menjadi budaya
dalam struktur pemerintahan di negara ini. Jika kasus ini tidak mendapat tindakan tegas baik
secara hukum maupun moral maka Indonesia ada dalam sebuah ancaman besar yang bisa
3

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahami Dulu Baru Law an, 7.
M ansyur Semma, Negara dan Korupsi, (Jakart a: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 33.
5
M ocht ar Lubis & James C. Scot t, Korupsi Politik, (Jakart a: Yayasan Obor Indonesia, 1990), 19.
6
Rick St apenhurst & Sahr J. Kpundeh, Curbing Corruption: Tow ard a M odel for Building National
Int ergrit y, (Washington,D.C; Library of Congress Catalonging, 1999),1.
4


2

mengguncang estabilitas negara secara menyeluruh sehingga tidak terjaminnya kesejahteraan
masyarakat.

Melalui

korupsi

sindikat

kejahatan

atau

penjahat

perseorangan

dapat


membengkokkan hukum, menyusupi organisasi negara.7 Beberapa survey yang dilakukan
lembaga asing seperti Global Corruption Indeks atau Transparency International Index dan
beberapa lembaga survei dalam negeri, menunjukan bahwa Indonesia termasuk rangking teratas
dalam peringkat korupsinya.8 Itu berarti korupsi merupakan sebuah penyakit sosial yang sangat
berbahaya apabila terus dibiarkan merajalela begitu saja di setiap sektor kehidupan masyarakat
dalam lembaga sosial lainnya. Berdasarkan hasil survey badan Transparansi Internasional tahun
2013, Indonesia menduduki peringkat ke 114 negara terkorup dari 136 negara di dunia. Peringkat
korupsi ini semakin menunjukkan kelas Indonesia dalam kancah korupsi di dunia Internasional
yang sungguh membuat miris. Korupsi di negeri ini memang sudah sampai ditingkat dan level
emergency. Contoh kecil saja korupsi hambalang yang sampai merugikan negara 500 milyar.
Hebatnya, kongkalingkong anggaran yang di zaman mentri Adhiyaksa daud hanya di anggarkan
112 Milyar membengkak menjadi 2,6 Triliyun itu dilakukan sistematis dan melibatkan banyak
lembaga negara termasuk keterlibatan beberapa anggota DPR sebagaimana yang dinyatakan
oleh Teuku bagus Mohamad Noor.9
Realita kehidupan sosial di Indonesia seperti demikian sangat menyedihkan dan
membutuhkan perubahan. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia tidak hanya lemah secara hukum
saja tetapi, moral masyarakat Indonesia dalam hal ini kalangan elit pemerintah yang melakukan
tindak korupsi juga sangat memprihatinkan. Jika di dunia, Indonesia menduduki peringkat ke
114 negara terkorup maka dalam lingkup Asia Pasifik Indonesia menduduki peringkat pertama

7

Syed Hussain Alatas, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi ,…,186.
M ansyur Semma, Negara dan Korupsi ,…,81.
9
ht t p:/ / luar-negeri.kompasiana.com/ 2013/ 12/ 04/ peringkat -korupsi-indonesia-di-dunia-t ahun-2013615559.htm l, diakses pada tanggal 31 Agust us 2014, pukul 17.15 w ib.
8

3

negara terkorup pada tahun 2010. Namun pada tahun 2011 turun menjadi menjadi peringkat
ketiga hingga sekarang ini berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Transparansi
Internasional maupun juga oleh lembaga-lembaga lainnya. 10 Indonesia sampai tahun 2014 ini
belum juga menunjukan adanya perubahan secara signifikan terkait dengan kasus korupsi.
Meskipun peringkatnya telah turun menjadi urutan ketiga, fenomena kasus korupsi yang terjadi
di Indonesia belum juga terselesaikan. Hal ini tentu mendapat perhatian banyak kalangan baik itu
oleh lembaga negara, lembaga norma dan adat maupun juga oleh lembaga-lembaga sosial
lainnya.
Dari lembaga-lembaga diatas salah satu lembaga yang penting peranannya dan memiliki
hubungan langsung dengan masalah korupsi adalah lembaga norma dan adat. Alatas

mengemukakan bahwa masalah korupsi bukan saja masalah yang terkait dengan hukum semata.
Namun tindakan korupsi yang dilakukan oleh para koruptor juga merupakan masalah moral.
Kesadaran moral-spiritual yang mentransendensikan loyalitas personal, rasial dan etika
kebangsaan, tentu saja lebih efektif dibanding pranata hukum dalam menekan ketidakadilan.11
Sudakah moral Indonesia dapat dikatakan sangat baik? Dengan melihat kondisi kehidupan sosial
di Indonesia terkait dengan fenomena kasus korupsi yang semakin menjadi-jadi maka Indonesia
perlu memperbaiki moral negeri ini sendiri. Korupsi merupakan sebuah bentuk ketidakjujuran,
ketidakadilan dan sikap mementingkan diri sendiri. Apabila dideskripsikan maka, korupsi
merupakan tindakan pencurian dan penipuan. Disinilah letak masalah moral dalam perilaku
korupsi. Korupsi dapat memecah belah, menggerogoti ketahanan nasional, dan masyarakat

10

ht t p:/ / nusant aranews.wordpress.com/ 2010/ 03/ 09/ prest asi-t erus-naik-indonesia-negara-t erkorup-asia2010/ , diakses pada t anggal 31 Agust us 2014, pukul 21.45 wib.
11
M un’im A. Sirry, M embendung Milit ansi Agama: Iman dan Polit ik dalam M asyarakat M odern , (Jakart a:
Erlangga, 2003), 127.

4


religius tidak akan terwujud apabila korupsi tetap dibiarkan meluas. 12 Salah satu lembaga yang
kaya akan pendidikan moral ialah lembaga norma dan adat istiadat. Setiap manusia dapat
memperoleh pendidikan moral dari keluarga, lingkungan masyarakat dan juga ajaran agama.
Semuanya termasuk dalam lembaga norma dan adat.
Ajaran agama merupakan salah satu sumber pendidikan moral bagi masyarakat.
Persoalan korupsi semata-mata tidak hanya bermuatan politik, korupsi juga merupakan persoalan
agama sebab agama merupakan bagian moral face bagi setiap aktivis politik.13 Setiap agama
mempunyai ajaran-ajaran yang kaya akan dimensi-dimensi moral. Salah satunya adalah agama
Kristen Protestan yang merupakan agama dengan jumlah pemeluk terbesar ke-2 di Indonesia.
Salah satu lembaga Kristiani di Indonesia adalah Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat
(GPIB). Gereja pada umumnya merupakan persekutuan orang percaya adalah Tubuh Kristus
yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli. Gereja hadir untuk mewujudkan kasih Allah di dunia pada
segala waktu dan tempat.
Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) berasal dari Gereja Protestan di
Indonesia. Sejak 31 Oktober 1948 GPIB menjadi Gereja bagian mandiri sebagai wujud anugerah
Tuhan bagi bangsa Indonsia.14 Selaras dengan pengakuannya GPIB adalah bentuk nyata dari
Gereja Kristen Yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli. Kehadirannya di Indonesia untuk mengemban
tugas mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah yaitu kasih, keadilan, kebenaran dan keutuhan
ciptaan. GPIB terpanggil untuk mewujudkan kebaikan Allah dalam masyarakat Indonesia yang
majemuk, dengan ikut membangun nilai-nilai kehidupan yang berkeadaban, inklusif, adil damai


12

Emanuel Gerrit Singgih, M enguak Isolasi M enjalin Relasi; Teologi Krist en dan Tantangan Dunia
Post modern , (Jakart a: Gunung M ulia, 2009), 161.
13
Ibid .,159.
14
M ajelis Sinode GPIB, Tata Gereja GPIB Buku III, (Jakart a: 2010),17.

5

dan demokratis dengan melaksanakan fungsi kenabian di tengah simpul-simpul kekuasaan yang
ada. Dalam rangka itu GPIB memperjuangkan masalah-masalah kemanusiaan, keadilan dan
lingkungan hidup serta masalah-masalah yang berhubungan dengan dampak negative dari
globalisasi dan penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 15 Itu berarti bahwa GPIB
merupakan sebuah lembaga norma dan adat yang sifatnya kontekstual dengan melihat masalahmasalah sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia. GPIB bukan hanya hadir sebagai sebuah
lembaga yang memfasilitasi guna memberitakan kebenaran Firman Allah. Namun yang
terpenting ialah bagaimana GPIB menerapkan Injil di dalam konteks kehidupan sosial di negara
dan bangsa. Persoalan bangsa Indonesia bukan merupakan tanggung jawab pemerintah semata

melainkan semua lembaga norma dan adat dalam hal ini Gereja terkhusus Gereja Protestan di
Indonesia Bagian Barat yang tersebar di berbagai daerah di wilayah Indonesia Bagian Barat.
GPIB mestinya teliti dan memfokuskan perhatian serta memberikan kontribusi melalui tindakan
nyata atas fenomena kasus korupsi yang sementara ini sedang bergejolak di Indonesia. Akan
tetapi, apakah GPIB telah melihat secara mendalam fenomena kasus korupsi serta melibatkan
diri dalam menyikapi persoalan dimaksud?
Dengan kenyataan latar belakang namanya ‘Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat’
menunjukan bahwa GPIB hadir secara penuh di Indonesia. Hal ini berarti persoalan yang terjadi
dalam negeri ini pun menjadi tanggung jawab GPIB. GPIB berdiri dengan melihat konteks yang
ada di Indonesia dengan selalu membuka mata terhadap masalah kemasyarakatan. Namun dalam
realitasnya hal ini belum nampak dalam proses bergereja GPIB. Sesungguhnya, di dalam
organisasi Gereja ketika seseorang didapati melakukan tindakan pengkhianatan, penipuan dan
pencurian terhadap sesuatu yang bukan merupakan hak miliknya yang tidak bisa dipertanggung

15

Ibid.

6


jawabkan olehnya berdasarkan aturan dalam organisasi tersebut maka, istilah yang tepat yang
dapat dipakai untuk menggambarkan tindakan tersebut ialah ‘penggelapan’. Istilah korupsi tepat
untuk dipakai apabila seseorang melakukan tindakan penipuan dan pencurian terhadap harta
milik negara. Namun dalam penulisan ini, penulis memilih untuk menggunakan istilah korupsi
dengan asumsi, istilah korupsi sangat lekat di telinga masyarakat Indonesia dan menjadi sangat
populer dipakai oleh mereka untuk menggambarkan sebuah tindakan penipuan dan pencurian
dalam sebuah organisasi dibandingkan dengan istilah ‘penggelapan’.
Penulis ingin membangun sebuah hipotesa berkaitan dengan pemahaman teologis korupsi
oleh GPIB bahwa tindakan tersebut sudah termasuk dalam sebuah ajaran kristiani yang melarang
‘pencurian’. Dalam kerangka isi ‘Pemahaman Iman GPIB’ yang mencakup tujuh pokok yakni
Keselamatan, Gereja, Manusia, Alam dan Sumber Daya, Negara dan Bangsa, Masa Depan,
Firman Allah, pokok kelima ‘Pemahaman Iman GPIB’ yakni Negara dan Bangsa dalam butir
pertama diungkapkan ‘Bahwa Allah, sebagai Sumber Kuasa, memberikan kuasa kepada
pemerintah bangsa-bangsa guna mendatangkan keadilan dan kesejahteraan, memelihara
ketertiban serta mencegah dan meniadakan kekacauan dan kejahatan.16 Adanya bunyi dari butir
tersebut di atas mengungkapkan bahwa GPIB juga ikut serta dalam mewujudkan kehidupan
bangsa yang sejahtera yang bebas dari kejahatan seperti halnya korupsi yang adalah salah satu
tindakan kejahatan dalam bentuk pencurian. Akan tetapi ini hanya sebuah konsep besar dan tidak
secara eksplisit dikemukakan secara tegas oleh GPIB sehingga hal ini seolah berlalu begitu saja.
Apabila GPIB ingin berbicara tentang keadilan, kesejahteraan, memelihara ketertiban serta

mencegah dan meniadakan kekacauan dan kejahatan dalam hal ini korupsi maka, GPIB harus
mempunyai ketegasan. Ketegasan dalam hal ini bisa dituangkan secara eksplisit dalam aturan

16

M ajelis Sinode GPIB, Pemahaman Iman GPIB Buku 1a, (Jakart a: 2010), 20.

7

dan tata Gereja sehingga hal ini dapat dijadikan acuan untuk melihat fenomena masalah sosial
terkhusus korupsi di Indonesia.
Melihat akan kenyataan kehidupan sosial terkait dengan fenomena kasus korupsi yang
sementara ini terjadi di Indonesia dan GPIB merupakan sebuah lembaga norma dan adat
Kristiani yang juga merupakan bagian intergral dari Bangsa Indonesia yang mempunyai
tanggung jawab besar akan hal ini maka, saya sebagai penulis ingin meneliti lebih dalam tentang
masalah tersebut dan dikaji dalam sebuah karya ilmiah yang lebih terstruktur dengan
mengangkat judul;
“KORUPSI DALAM PEMAHAMAN dan SIKAP GPIB”
2. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang penulisan di atas, maka penulis merasa perlu untuk
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pemahaman Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) tentang korupsi di
Indonesia?
2. Bagaimana Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) melibatkan diri dalam
menyikapi masalah korupsi di Indonesia?
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
tujuan penulisan adalah:
1. Mendeskripsikan pemahaman GPIB tentang korupsi di Indonesia.
2. Mendeskripsikan Sikap GPIB terhadap masalah korupsi di Indonesia
8

4. Signifikansi Penulisan
Dengan melihat tujuan penulisan dan rumusan masalah di atas, maka signifikansi dari
penulisan ini adalah :
1. Secara akademik, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis, mengenai
korupsi dalam pemahaman bergereja GPIB.
2. Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan terapan
tanggung jawab bagi semua pihak terkhusus GPIB dalam melihat realitas kehidupan negara
dan bangsa Indonesia terkait dengan fenomena kasus korupsi.
5. Metodologi Penelitian
5.1 Metode dan Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian deskritif dengan
menggunakan metode kualitatif. Dimana jenis dan metode penelitian ini akan menggambarkan
suatu fakta yang sebagaimana adanya. Metode kualitatif sering disebut metode penelitian
naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Metode
kualitatif digunakan untuk memahami makna di balik data yang tampak. Metode kualitatif
dianggap paling cocok digunakan untuk mengembangkan teori yang dibangun melalui data
yang diperoleh melalui lapangan.17 Jadi dalam penelitian kualitatif ini, peneliti akan dipandu
dengan fakta-fakta yang ada di lapangan dan peneliti secara fisik berhubungan dengan orang,
latar, lokasi atau institusi untuk mengamati atau mencatat perilaku dalam latar ilmiahnya. 18
5.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti dalam meneliti melalui :
·

Wawancara

17

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV Alfabeta, 2011),8-25.

18

John W. Creswell, Research Design; Pendekatan Kualit atif & Kuant itat if , (Jakarta: KIK Press, 2002),140.

9

Wawancara dilakukan dengan maksud memperoleh informasi-informasi akurat
berhubungan dengan penulisan tesis. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlahnya
respondennya sedikit/kecil. Wawancara yang dilakukan bersifat dinamis. Peneliti perlu
memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat dan kapan dan dimana
harus melakukan wawancara.19
·

Studi Pustaka
Penulis disini menggunakan teknis studi pustaka melalui literatur-literatur buku, atau

dokumen-dokumen guna membantu penulis dalam mengolah informasi serta mengemukakan
landasan-landasan yang berhubungan dengan penelitian.
6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor sinode Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat
(GPIB) yang terletak di Jln. Medan Merdeka Timur 10, Jakarta.
7. Informan Kunci
Tentu dalam penelitian ini, peneliti membutuhkan informan untuk membantu penulis
mendapatkan informasi dan data-data akurat yang dibutuhkan dalam tulisan ini. Yang menjadi
informan kunci ialah Badan Pelaksana Harian Majelis Jemaat di Sinode GPIB.
8. Susunan Pembahasan
Penulisan Tesis ini terdiri dari 5 Bab, yaitu:
Bab I. Pendahuluan, menguraikan tentang; I) Latar Belakang; II) Rumusan Masalah; III)
Tujuan Penelitian; IV) Signifikansi Penulisan; V) Metodologi Penelitian; VI) Lokasi Penelitian;
VII) Informan Kunci; VIII) Sistematika Penelitian.
19

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R&D,…,137-141.
10

Bab II. Bab Teori, memberikan pengertian apa dan bagaimana korupsi dan
menggambarkan korupsi dalam persepektif teologis.
Bab III. Merupakan bab yang berisi tentang ulasan data atas dasar penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terkait dengan korupsi dalam pemahaman bergereja GPIB.
Bab IV. Merupakan analisa penulis terhadap hasil penelitian dengan mengacu kepada
teori yang dibahas dalam Bab II.
Bab V. Merupakan penutup yang terdiri dari; A) Kesimpulan; dan B) Dokumentasi.

11

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB II

1 6 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB IV

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) T2 752013031 BAB II

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) T2 752013031 BAB IV

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) T2 752013031 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korupsi Dalam Pemahaman dan Sikap Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

0 0 26

GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (GPIB)

0 1 7