S PAI 1206401 Chapter1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Manusia dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan tidak berdaya, tidak
dilengkapi naluri yang sempurna, masa penyesuaian untuk belajar memerlukan
waktu yang cukup lama serta kemampuannya yang masih terbatas memerlukan
bantuan, perlindungan dan perawatan. Di sisi lain manusia sebagai masyarakat
perlu budaya kelompok, perlu warisan sosial budaya, perlu kehidupan beradab,
dan perlu pendidikan.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak dapat diserahkan begitu
saja kepada alam lingkungannya, dia memerlukan bimbingan dan pengarahan
karena terbatasnya kondisi fisik serta kemampuan yang dimilikinya. Oleh karena
itu, manusia adalah makhluk yang memerlukan pendidikan. Menurut Syahidin
(2009, hlm. 46), manusia dibekali potensi untuk dapat dididik dan dapat pula
mendidik orang lain.
Hasbullah (2008, hlm. 1) memaparkan dalam arti sederhana bahwa
pendidikan

sering

diartikan


sebagai

usaha

manusia

untuk

membina

kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam pembentukan
kepribadian anak. Alasannya karena (1) keluarga merupakan kelompok sosial
pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan
waktunya di lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan
“significant people” bagi pembentukan kepribadian anak (Yusuf & Nurihsan,
2008, hlm. 27).
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Fahrudin (2011, hlm. 1) baik
buruknya kepribadian anak-anak di masa yang akan datang banyak ditentukan

oleh pendidikan dan bimbingan orang tuanya. Karena, di dalam keluarga itulah
anak-anak pertama kali memperoleh pendidikan sebelum pendidikan-pendidikan
yang lain. Sejak anak-anak lahir dari rahim ibunya, orang tua selalu memelihara
anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang dan mendidiknya secara baik
dengan harapan anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa
yang baik. Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga berbeda dengan
Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2

pendidikan yang dilaksankan di sekolah, karena pendidikan dalam keluarga
bersifat informal yang tidak terikat oleh waktu dan program pendidikan secara
khusus.
Dorothy Law Nolte (dalam Yusuf & Nurihsan, 2008, hlm. 28)
menggambarkan bagaimana pengaruh keluarga (orang tua) terhadap kepribadian
anak, sebagai berikut:
“....

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan,
ia akan belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia akan menemukan cinta”.
Untuk itu, suasana keluarga yang memberikan kasih sayang, perhatian,
dan bimbingan dalam bidang agama, maka perkembangan kepribadian anak
tersebut cenderung positif, sehat. Sedangkan anak yang dikembangkan dalam
lingkungan keluarga yang berantakan, tidak harmonis, keras terhadap anak dan
tidak memperhatikan nilai-nilai agama, maka perkembangan kepribadiannya
cenderung mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya.
Sebagaimana menurut pendapat Daradjat (dalam Majid & Andayani, 2004,
hlm. 139) bahwa “Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan,
pengalaman dan latihan yang dilaluinya sejak kecil”.
Sebagai lingkungan pendidikan yang pertama, keluarga memainkan
peran yang sangat besar dalam membentuk pola kepribadian anak. Baik buruk
kepribadian anak-anak dimasa yang akan datang banyak ditentukan oleh
pendidikan dan bimbingan orang tuanya. Oleh karena itu orang tua sebagai
penanggungjawab atas kehidupan keluarga berupaya secara optimal untuk

mendidik anaknya agar menjadi anak yang saleh. Orang tua berusaha mendidik
anaknya secara langsung maupun tidak langsung dengan menitipkan anaknya ke
sekolah-sekolah formal maupun ke pesantren tidak memberikan hasil yang sesuai
dengan harapan.
Peran pendidikan dalam membentuk manusia yang bertakwa, masih jauh
dari harapan. Sebagaiman yang diamanatkan dalam UU No. 20 tahun 2003
bahwa:
Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3

“Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab”.
Degradasi moral yang terjadi di Indonesia telah menjadi bukti bahwa
pendidikan tidak sesuai dengan harapan. Ditambah perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang semakin hari semakin pesat, rasanya perlu
diwaspadai, karena secara tidak langsung mengakibatkan dampak negatif yang
lebih besar dari dampak positifnya, khususnya bagi anak-anak dan para remaja.
Akibatnya banyak orang tua, baik di rumah maupun di sekolah serta
masyarakat luas merasakan dampaknya. Dimana orang tua resah dengan keadaan
anaknya yang berani mendurhakai orang tua seperti berbohong, acuh tak acuh
terhadap seruan dan perkataan orang tua, tidak membantu pekerjaan rumah
tangga, bahkan yang lebih parah lagi adalah adanya tindak penyiksaan terhadap
orang tua, sebagaimana yang dilansir dalam situs citizen6.com (2015):
“Sosok anak yang semestinya wajib menghormati, menyayangi dan
mengasihi orangtua apalagi seorang ibu yang susah payah melahirkannya
ke dunia sama sekali tidak ditunjukkan oleh Siti Nur Redha khamis,
wanita berusia 25 tahun ini begitu tega memperlakukan secara kasar ibu
kandungnya sendiri seperti menampar, memukul dengan sapu dan bahkan
terungkap tuduhan mengejutkan baru – baru ini bahwa ia pernah memberi
ibunya makan (maaf) k*toran manusia”.
Peneliti berasumsi bahwa ada kesalahan dalam proses mendidik anak

seperti orang tua yang selalu memanjakan anaknya. Dan juga ketika orang tua
sudah menitipkan anaknya di sekolah, orang tua sudah merasa lepas dengan
tanggung jawabnya sebagai pendidik. Padahal itu merupakan kekeliruan yang
serius. Wijanarko (2012, hlm. 5) memaparkan bahwa alasan orang tua tidak bisa
menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya ke sekolah, karena sekolah
bagaimanapun juga lebih banyak konsentrasi pada kepandaian atau otak anak dan
bukan pada jiwa atau kepribadian anak.
Adanya gejala seperti ini muncul indikasi bahwa pendidikan keluarga,
pendidikan formal di sekolah dan pendidikan non formal dimasyarakat dianggap
belum berhasil mengajarkan nilai-nilai yang mampu merefleksikan anak menjadi
Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

seorang sosok yang memiliki budi pekerti yang tinggi dari keramahan, tenggang
rasa, kesopanan, rendah hati, suka menolong, solidaritas sosial, mampu
berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia.

Untuk itu, perlu adanya pembinaan kepribadian yang tangguh yang selalu
ingin meningkatkan prestasi lebih baik dari yang telah dicapainya, mempunyai
daya tahan mental untuk mengatasi persoalan kehidupan, dan mampu untuk
mencari jalan penyelesaian bagi semua persoalan kehidupan dengan cara-cara
yang positif.
Pembinaan kepribadian pada dasarnya merupakan suatu pembentukan
kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai al-akhlāq al-karīmaħ. Untuk itu
setiap muslim dianjurkan untuk belajar seumur hidup (life long education), dari
mulai lahir dibesarkan dengan yang baik sampai di akhir hayat pun tetap dalam
kebaikan.
Berdasarkan uraian di atas, pendidikan haruslah memiliki orientasi baru
yang mampu menginternalisasikan karakter dan nilai religus dalam semua aspek
kehidupan anak didik, yaitu pengetahuan dan nilai. Alquran merupakan dasar
utama dalam pendidikan. Menjadikan alquran sebagai dasar dalam menggali
informasi untuk suatu permasalahan merupakan suatu kewajiban, karena alquran
sendiri menunjukkan kepada orang-orang yang beriman untuk kembali kepadanya
ketika menemukan permasalahan, karena dalam alquran itu telah ada pokokpokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk
kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada
umumnya. Serta dalam alquran juga kita dapat menemukan nilai-nilai dalam
bidang pendidikan. Sebagaimana Allah berfirman:

     ...





 
“.... Tiadalah Kami luputkan sesuatupun dalam Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan” (Q.S. Al-An’am [6]: 38)1

1

Seluruh teks dan terjemah Alquran dalam skripsi ini dikutip dari Alquran in word, yang
disesuaikan dengan Alquran dan terjemahnya, Penerjemah: Tim Depag, Bandung: PT. Syaamil
Cipta Media: 2006. Selanjutnya semua pengutipan ini dituliskan dengan kode seperti contoh Q.S.
Al-An’am [6]: 38 dengan makna alquran surat Al-An’am nomor surat 6 dan ayat 38.

Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

Dalam mentransformasikan nilai-nilai pendidikan, terkadang alquran
munuturkan dalam bentuk kisah terutama kisah tentang bagaimana orang tua
mendidik anaknya, seperti kisah Yakub kepada Yusuf, Lukman kepada anaknya,
Ibrāhīm kepada Ismā’īl, dan lain-lain. Allah Swt. menciptakan manusia dan Dia
pula yang mendidik manusia. Isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyuNya. Tidak ada persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari
jangkauan alquran. Fadil (dalam Ramayulis, 2011, hlm. 123) memaparkan bahwa:
“Pada hakekatnya Alquran merupakan perbendaharaan yang besar untuk
kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Kedudukan Alquran
sebagai sumber dan dasar belajar yang paling utama yang dapat mengatasi
permasalahan karakter bangsa pada saat ini”.
Kisah merupakan salah satu gaya yang digunakan alquran dalam
memaparkan petunjuk-petunjuknya kepada manusia. Tidak diragukan lagi bahwa
kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus relung jiwa manusia
dengan mudah. Jika direnungi dan diambil pelajaran, banyak yang bisa dipetik
dalam kehidupan tidak terkecuali nilai-nilai pendidikan (al-Qaṭṭān, 2012, hlm.
441). Sebagaimana Firman Allah Swt. Dalam Q.S. Yusuf [12]: 111)

    
    



   
   




“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. alquran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman.” (Q.S. Yusuf [12]: 111)
Kisah Nabi Ibrāhīm merupakan kisah yang syarat dengan nilai-nilai
pendidikan terutama pada kisah Nabi Ibrāhīm dan anaknya Ismā’īl yang telah
berhasil menanamkan nilai-nilai pendidikan. Sifat nabi Ibrāhīm yang sabar, teguh
pendirian, serta taqwa patut kita contoh terutama dalam mendidik anak untuk

menjadi anak yang saleh. Sebagamana Firman Allah Swt.:




    
  





Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

    
    

 
  

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersamasama Ibrāhīm, Ibrāhīm berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk
orang-orang yang sabar, tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrāhīm
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya
)." (Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 102-103)
Dari ayat di atas nabi Ibrāhīm telah berhasil menanamkan keimanan
kepada anaknya (Ismā’īl) sehingga anaknya menjadi pribadi yang sabar, ikhlas,
jujur, berani dan lain-lain. Selain dari pada itu, Nabi Ibrāhīm berhasil mencetak
anak yang patuh, tunduk, saleh, sabar bukan hanya kepada dirinya sendiri
melainkan kepada Allah. Hal tersebut dibuktikan dengan nabi Ismā’īl rela
menyerahkan nyawanya sekalipun untuk mematuhi perintah Allah melalui mimpi
nabi Ibrāhīm.
Peneliti berasumsi bahwa dalam kisah Ibrāhīm dan Ismā’īl dalam Q.S. alṢāffāt [37]: 99-111 ada sebuah proses pendidikan yang dinamis sehingga mampu
mendidik anaknya menjadi pribadi yang saleh. Nabi Ibrāhīm telah berhasil
menjalankan perannya sebagai seorang pendidik utama dan pertama bagi anaknya,
ia tanamkan pada anaknya melalui contoh dan suri teladan yang ia perankan
sendiri dari nilai-nilai baik, yang pada akhirnya mampu menjadikannya seorang
yang memiliki keyakinan yang kuat, kepribadian yang baik, dan kesadaran yang
tinggi untuk menimbang masalah seperti orang dewasa.
Atas latar belakang di atas maka peneliti ingin mengkaji Q.S. al-Ṣāffāt
[37]: 99-111 tentang proses pendidikan Nabi Ibrāhīm dan Ismā’īl sehingga
membentuk kepribadian anak yang saleh. Dengan demikian, penulis sajikan
penelitian ini dengan judul “ Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kisah Ibrāhīm dan
implementasinya dalam Pembinaan Kepribadian Anak (Studi Analisis Q.S. alṢāffāt[37]: 99-111).

Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan pokok
sebagai berikut: “Bagaimana Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kisah Ibrāhīm dan
Implementasinya dalam Pembinaan Kepribadian Anak?”
Dari masalah pokok tersebut, maka batas masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penafsiran para mufasir tentang Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111?
2. Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]:
99-111?
3. Bagaimana proses penanaman nilai pendidikan yang dilakukan oleh Nabi
Ibrāhīm dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111?
4. Bagaimana implemetasi nilai-nilai pendidikan dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99111 dalam pembinaan kepribadian anak?

C. Tujuan Masalah
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelelitian ini yaitu “Untuk mengetahui
Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kisah Ibrāhīm dan Implementasinya dalam
Pembinaan Kepribadian Anak”.
Sedangkan secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penafsiran para mufasir tentang Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99111.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S. alṢāffāt [37]: 99-111.
3. Untuk mengetahui proses penanaman nilai pendidikan yang dilakukan oleh
nabi Ibrāhīm dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111.
4. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan dalam Q.S. al-Ṣāffāt
[37]: 99-111 dalam pembinaan kepribadian anak.

D. Manfaat Penilaian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yang positif serta memberikan wawasan yang luas terhadap ilmu pengetahuan
Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8

khususnya dalam bidang pendidikan agama Islam. Berupa nilai-nilai
pendidikan yang terdapat dalam kisah Ibrāhīm pada Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99111.
b. Manfaat Praktis
1. Mampu menumbuhkan sifat-sifat yang baik terhadap anak, dengan
tertanamnya nilai-nilai pendidikan tersebut dalam dirinya, sehingga akan
menjelma menjadi kepribadian yang utuh dan baik yang sesuai dengan
tuntunan-tuntunan atau kaidah-kaidah di dalam agama Islam dan sesuai
dengan ajaran alquran.
2. Dengan kepribadian yang baik dan tertata dari nilai-nilai tersebut,
diharapkan pula kepintaran dan kecerdasan yang telah mereka peroleh
sebelumnya dapat menjadi lebih kokoh.
3. Bagi civitas akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dan informasi tentang nilai-nilai pendidikan dalam kisah Ibrāhīm
kepada para calon guru Pendidikan Agama Islam.
4. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
pengetahuan dalam bidang agama, khususnya pengetahuan tentang proses
penanaman nilai-nilai pendidikan baik dalam pendidikan formal maupun
pendidikan informal.

E. Definisi Operasional
Untuk memperjelas arah penelitian, dan supaya tidak menimbulkan kesalah
pahaman dalam memaknai istilah-istilah yang esensial diperlukan penjelasan atau
arti dari istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian.
1. Nilai
Menurut Steeman (dalam Sjarkawi, 2009, hlm. 29) nilai adalah yang
memberikan makna pada hidup, yang memberi pada hidup ini titik-tolak, isi, dan
tujuan. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai
tindakan seseorang. Menurut Ahmadi dan Salimi (2008, hlm. 202) nilai adalah
suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas
yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan,
keterkaitan maupun perilaku.

Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

9

Dalam penelitian ini, nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang berguna
dan berharga tentang pendidikan yang terkandung dalam Q.S. al-Ṣāffāt[37]: 99111.
2. Pendidikan
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003
pasal 1:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.”
Sementara Tafsir (2012, hlm. 38) mendefinisikan pendidikan dengan
usaha sadar mengembangkan seseorang agar terbentuk perkembangan yang
maksimal dan positif. Adapun menurut Zuhairi (2008, hlm. 152), pendidikan
adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai
dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan
dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Dengan begitu nilai-nilai pendidikan yang dimaksud adalah nilai-nilai
yang sesuai dengan ajaran Islam.
2. Kisah Ibrāhīm
Kisah Ibrāhīm merupakan salah satu kisah yang terdapat dalam alquran.
Kisah ini tersebar di dalam beberapa surat dalam

alquran. Adapun

pengklasifikasian ayat-ayat tentang kisah Nabi Ibrāhīm dalam alquran meliputi:
pencarian Tuhan, seruan dakwah Nabi Ibrāhīm, penghancuran patung, Nabi
Ibrāhīm dibakar, serta kisah Nabi Ibrāhīm dan anaknya Ismā’īl dan Ishak.
Dan disini penulis hanya memfokuskan kepada kisah Nabi Ibrāhīm dan
anaknya Ismā’īl yang terdapat dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111 untuk menggali
nilai-nilai pendidikan yang ada pada ayat tersebut.
3. Implementasinya dalam pembinaan Kepribadian Anak
a. Implementasi menurut KBBI (2008, hlm. 529) adalah penerapan atau
pelaksanaan; penerapan. Menurut Usman (2002, hlm. 70) Implementasi
adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme
Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

10

suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan
yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.
b. Pembinaan; Menurut Sudjana (2010, hlm. 199) pembinaan adalah upaya
memelihara atau membawa, sesuatu keadaan yang seharusnya terjadi atau
menjaga keadaan sebagaimana seharusnya.
c. Kepribadian menurut Abdul Mujib (dalam Yusuf & Nurihsan, 2008, hlm.
212) adalah integrasi sistem kalbu, akal dan nafsu manusia yang
menimbulkan tingkah laku.
d. Yang peneliti maksud dengan anak dalam pembahasan ini adalah anak yang
dalam usia dini. Dimana pada usia dini anak sudah mulai masuk sekolah.
Dalam

perkembangannya,

anak

memasuki

perkembangan

pikiran,

khususnya kecerdasan. Perkembangan pada usia ini terjadi cepat sekali.
Anak mulai dapat memahami hal yang bersifat abstrak (maknawi).
Kecerdasan untuk berfantasi atau berhayal sangat besar. Anak sangat suka
mendengar cerita, kisah, atau dongeng yang diceritakan oleh orang tuanya,
guru ataupun siapa saja yang mau bercerita atau membacakan cerita baginya
(Tafsir, 2012. hlm. 104).
Dalam penelitian ini, implementasi dalam pembinaan kepribadian anak
adalah bagaimana proses penanaman nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam
Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111 dalam pembinaan kepribadian anak dapat dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari.

Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

11

F. Kerangka Pemikiran

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran
Alquran mengandung ajaran yang relevan untuk kehidupan manusia
kapanpun dan dimana pun. Alquran sebagai kitab solusi permasalahan yang
dihadapi saat ini. Maka dari itu, peneliti menganalisis isi kandungan alquran fokus
analisis Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111. Sebagaimana yang terdapat pada bagan 1.1.

Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

12

G. Struktur Organisasi Skripsi
Sistematis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, meliputi : 1) Latar belakang Penelitian, 2) Rumusan
masalah, 3) Tujuan penelitian, 4) Manfaat penelitian, 5) Definisi Operasional, 6)
Kerangka Pemikiran, 7) Stuktur organisasi.
Bab II Kajian Teori. Kajian teori mempunyai peran yang sangat penting. Pada
bagian ini akan dijelaskan topik atau permasalahan yang akan diangkat dalam
penelitian. Berbagai teori dan pemikiran mengenai nilai-nilai pendidikan, kisah
Nabi Ibrāhīm serta tentang kepribadian diuraikan dari berbagai pendapat para ahli.
Bab III Metode Penelitian, meliputi 1) Desain Penelitian, dengan menggunakan
pendekatan kualitatif, studi literatur, studi dokumentasi, dan

metode Taḥlīlī

sebagai suatu metode penafsiran melalui pendeskripsian (menguraikan) makna
yang terkandung dalam ayat-ayat alquran. 2) Pengumpulan Data, Memilih ayat
yang relevan, serta mengklasifikasikan penafsiran yang ada ke dalam kategorisasi
yang sesuai dengan rumusan masalah, lalu peneliti mencari dari berbagai buku
tafsir untuk mengambil keterangan dan menyimpulkannya. 3) Jenis dan Sumber
Data, data primer yang digunakan bersumber langsung dari ayat-ayat alquran
yaitu Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111 dan juga tafsir, sedangkan data sekunder yang
digunakan dari berbagai literatur buku, jurnal, skripsi, disertasi, dan sumber dari
internet. 4) Analisis Data, studi literatur, studi dokumentasi, dan metode analisis
dengan cara menjelaskan dan menggambarkan kandungan ayat.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, yaitu terdiri atas: temuan penelitian,
pembahasan penelitian mengenai nilai-nilai pendidikan dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]:
99-111. Uraian penelitian memuat pendapat para mufasir dalam menafsirkan ayatayat tersebut kemudian implementasinya dalam pembinaan kepribadian anak.
Bab V Penutup, berupa Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi, meliputi
simpulan dari penelitian, implikasi yang didapat serta rekomendasi yang
membangun bagi penelitian selanjutnya.

Sri Rahayu, 2016
NILA-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH IBRAHIM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBINAAN
KEPRIBADIAN ANAK
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu