Peranan BappedaDalam Proses Perencanaan Pembangunan Partisipatif Di Kabupaten Humbang Hasundutan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam era otonomi daerah seperti

sekarang ini lebih menekankan pada prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman
daerah. Hal ini merupakan perwujudan pelaksanaan azas desentralisasi dalam
pelaksanaan pemerintahan di daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang
untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan menurut asas

otonomi. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat
pemberdayaan dan


melalui

peningkatan

pelayanan,

peran serta masyarakat. Agar mampu menjalankan

perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam
kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Partisipasi masyarakat (public participation) pada tatanan pemerintahan
yang demokratis menghendaki adanya keterlibatan publik dalam proses
perencanaan pembangunan yang semakin penting dalam penyelenggaraan
otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang

5
Universitas Sumatera Utara

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah

membawa perubahan besar dalam setiap segmen penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah. Dengan diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut, dapatlah ditarik benang
merah bahwa setiap daerah memiliki kewenangan
mengurus

kepentingan

untuk

mengatur dan

masyarakat setempat menurut prakarasa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan otonomi daerah merupakan dasar perubahan paradigma dalam
pelaksanaan pemerintahan, pengelolaan anggaran negara dan daerah serta

sebagai perwujudan tuntutan agenda reformasi dalam upaya mencapai
kesejahteraan masyarakat.
Dalam era otonomi daerah yang menganut sistem pemerintahan yang
demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang
penting karena berkaitan langsung dengan hakekat demokrasi sebagai sistem
pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Salah
satu ciri sistem pemerintahan yang baik (goodgovernance ) adalah pemerintahan
yang bisa mengikut sertakan semua masyarakat, transparan dan bertanggung
jawab, efektif dan adil, adanya supremasi hukum serta bisa menjamin bahwa
prioritas-prioritas

politik,

konsensusmasyarakat.Disatu

sosial
sisi,

dan


ekonomi

peningkatan

didasarkan

kapasitas

pada

birokrat/aparat

pemerintah diarahkan untuk merubah pola pikir,bahwa peranan birokrat/ aparat
pemerintah mengalami perubahan dari pelaku pembangunan menjadi fasilitator

6
Universitas Sumatera Utara

pembangunan. Dengan demikian peran pemerintah lebih bersifat memfasilitasi
dan mengkatalisasi melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam otonomi

daerah.
Hal ini berarti perlu adanya komitmen terhadap penguatan keberadaan
lembaga pemberdayaan masyarakat khususnya di tingkat bawah atau di tingkat
kelurahan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, dimana salah satu fungsi Pemerintah ditingkat
Desa/Kelurahan serta Kecamatan adalah pemberdayaan
sangat penting dalam

masyarakat. Hal ini

rangka merumuskan solusi dalam mengidentifikasi

berbagai fungsi dari lintas pelaku pemberdayaan masyarakat, agar sadar akan arti
pentingnya suatu harmonisasi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan,yang ditandai dengan berjalannya peran serta tugaspokokmasingmasing. Keberhasilan Pemerintah Daerah dalam jangka panjang tidak hanya
bergantung pada kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan, tetapi juga
atas ketertarikan, keikutsertaan, dan dukungan dari masyarakat.
Munculnya perencanaan pembangunan partisipatif diharapkan akan
menghantarkan masyarakat untuk dapat memahami masalah-masalah yang
dihadapi, menganalisa akar-akar masalah tersebut, mendesain kegiatan-kegiatan

terpilih, serta memberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
pembangunan.

Pengikutsertaan

masyarakat

dalam

proses

pembangunan

merupakan salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi
berbagai kebutuhan yang beragam. Dengan kata lain, upaya peningkatan

7
Universitas Sumatera Utara

partisipasi masyarakat pada proses pembangunan dapat membawa keuntungan

substantif, dimana pelaksanaan pembangunan akan lebih efektif dan efisien,
disamping akan memberikan rasa kepuasan dan dukungan masyarakat yang kuat
terhadap program-program pemerintah daerah itu sendiri.
Akan tetapi dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintahan daerah
ditengarai banyak melakukan penyimpangan dan kesalahan persepsi mengenai
otonomi daerah. Sebagian besar implementasi undang-undang pemerintahan
daerah hanya mengedepankan orientasi keuangan dengan menciptakan berbagai
peraturan daerah (perda) yang menekankan kepentingan ekonomi daripada
kepentingan pelayanan publik.
Keberhasilan pembangunan disuatu

daerah tidak akan terlepas

dari

peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Bappeda adalah
sebuah badan yang bertugas melakukan perencanaan pembangunan di daerah.
Bappeda merupakan badan atau staf yang bertanggung jawab langsung kepada
Walikota atau Bupati. Peran Bappeda pada pemerintahan yang telah lalu memang
tidak terlalu signifikan didalam pembangunan. Namun hal ini lebih dikarenakan

sistem pemerintahan yang terlampau sentralistik, sehingga ruang gerak Bappeda
menjadi terbatas karena begitu dominannya

intervensi

pemerintah

pusat

terhadap pembangunan di daerah. Akibatnya, perencanaan pembangunan yang
disusun untuk suatu daerah, ketika diimplementasikan hasilnya sering tidak tepat
sasaran karena tidak mampu merespon kebutuhan riil dari masyarakat. Hal ini
membawa dampak dimana pembangunan yang telah ada tidak mampu

8
Universitas Sumatera Utara

mengangkat kesejahteraan rakyat.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, baik pada proses perencanaan, perumusan,

pelaksanaan dan evaluasi kebijakan sangat diperlukan. Oleh karena itu pemerintah
perlu memberikan wadah bagi masyarakat agar masyarakat dapat terlibat aktif
dalam setiap proses penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam konteks hak asasi
manusia, setiap hak pada masyarakat menimbulkan kewajiban pada pemerintah
sehingga haruslah jelas pengaturan mengenai kewajiban pemerintahan daerah
untuk memenuhi hak atas partisipasi masyarakat dalam penyusunan program
perencanaan

pembangunan

melalui

konsultasi

publik

atau

musyawarah


perencanaan pembangunan (musrenbang). Musrenbang merupakan forum
konsultasi para pemangku kepentingan untuk menghasilkan kesepakatan
perencanaan pembangunan di daerah yang bersangkutan sesuai tingkatan
wilayahnya. Penyelenggaraan musrenbang meliputi tahap persiapan, diskusi
dalam perumusan rencana kegiatan pembangunan.
Musrenbang merupakan wahana utama konsultasi publik yang digunakan
pemerintah dalam penyusunan rencana pembangunan nasional dan daerah di
Indonesia. Musrenbang tahunan merupakan forum konsultasi para pemangku
kepentingan untuk perencanaan pembangunan tahunan, yang dilakukan secara
berjenjang melalui mekanisme “bottom-up planning”, dimulai dari musrenbang
desa/kelurahan, musrenbang kecamatan, forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah) dan musrenbang kabupaten/kota, dan untuk jenjang berikutnya hasil

9
Universitas Sumatera Utara

musrenbang kabupaten/ kota juga digunakan sebagai masukan untuk musrenbang
provinsi, Rakorpus (Rapat Koordinasi Pusat) dan musrenbang nasional.
Proses musrenbang pada dasarnya mendata aspirasi dan kebutuhan
masyarakat yang dirumuskan melalui pembahasan di tingkat desa/kelurahan,

dilanjutkan di tingkat kecamatan, dikumpulkan berdasarkan urusan wajib dan
pilihan pemerintahan daerah, dan selanjutnya diolah dan dilakukan prioritisasi
program/kegiatan di tingkat kabupaten/kota oleh Bappeda bersama para
pemangku kepentingan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan dan
kewenangan

daerah.

Pada

tingkat

desa/kelurahan,

fungsi

musrenbang

adalahmenyepakati isu prioritas wilayah desa/kelurahan, program dan kegiatan
yang dapat dibiayai dari Alokasi Dana Desa (ADD), diusulkan ke APBD, maupun
yang akan dilaksanakan melalui swadaya masyarakat dan APBDesa, serta
menetapkan wakil/delegasi yang akan mengikuti musrenbang kecamatan. Pada
tingkat kecamatan, fungsi musrenbang adalah menyepakati isu dan permasalahan
skala kecamatan, prioritas program dan kegiatan desa/kelurahan, menyepakati
program dan kegiatan lintas desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang
bersangkutan, sebagai masukan bagi Forum SKPD yang dijadikan sebagai rujukan
yang digunakan dalam musrenbang tingkat kabupaten.
Namun dalam pelaksanaan kegiatan tersebut dalam implementasinya
dinilai kurang aspiratif. Partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan
pembangunan dirasakan sebagai hal yang kurang direalisasikan karena lebih
banyak diwarnai dialog antar aparat yang diputuskan secara top down.

10
Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya rencana pembangunan nasional tersebut disesuaikan dengan angkaangka sasaran daerah. Akan tetapi sering ditemukan bahwa angka-angka sasaran
nasional tersebut dikutip begitu saja sebagai sasaran daerah tanpa menyadari
kemampuan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Perencanaan daerah
sering pula hanya merepresentasikan rencana sektoral dari instansi pemerintahan.
Sehingga perencanaan pembangunan yang secara ideal diharapkan untuk dapat
mewujudkan tujuan pembangunan daerah tidak terwujud dengan baik.
Perencanaan pembangunan ini tidak peka terhadap variasi daerah
(mengesampingkan kenyataan akan heterogenitas kondisi dan tuntutan aspirasi
daerah) sehingga solusi yang ditawarkan tidak mampu menjawab permasalahan
daerah. Pada sisi lain mekanisme ini melemahkan kemampuan kreatif rakyat
yang berkaitan dengan keberlangsungan pembangunan. Kondisi yang demikian
bisa memunculkan sikap apatis (ketidakperdulian masyarakat pada pembangunan
karena merasa bahwa proses pembangunan tidak menyentuh kebutuhan riil
mereka) dan masyarakat menjadi kurang dapat mengembangkan potensi yang
terpendam sehingga cenderung pasif menunggu perintah, dan tergantung pada
bantuan.(sumber:http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/download
/2676/2229)

Sebagai Kabupaten yang sedang berkembang, Pemkab Humbang
Hasundutan telah meraih segudang prestasi di bidang pemerintahan antara lain,
terbaik desa percontohan pelaksanaan PTP2WKSS (Pengelola Program Terpadu
Peningkatan Peran Wanita Menuju Keluarga Sehat) tahun 2008, Terbaik Indeks

11
Universitas Sumatera Utara

Tata Kelola Ekonomi Daerah tingkat Sumut tahun 2007, Juara Pertama Sumut
Expo III tahun 2009, Peringkat I Evaluasi Kinerja Pemerintahan di Sumut tahun
2010, penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) secara berturut-turut (20112012) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) oleh BPK perwakilan
Sumatera Utara, penghargaan ICT Pura Peringkat 2 Kategori Madya Tahun 2013.
Dan prestasi terakhir yang paling bergengsi diterima Bupati Humbahas belum
lama ini adalah, masuk sepuluh (10) besar penyelenggaraan pemerintahan
berprestasi sangat tinggi secara nasional dan salah satunya di pulau Sumatera
(Sumber : www.humbanghasundutan.go.id). Akan tetapi, dalam pencapaian
prestasi tersebut masyarakat kurang dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang
dilakukan. Pemerintah cenderung memutuskan sendiri kebijakan yang dibuat.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih
mendalam bagaimana pemerintah dalam hal ini BAPPEDA Kabupaten Humbang
Hasundutan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan suatu kebijakan .
Oleh karena itu, penulis mengajukan judul proposal penelitian “Peranan
BAPPEDA dalam proses perencanaan pembangunan partisipatif di
Kabupaten Humbang Hasundutan.”
1.2. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
“Bagaimana peran BAPPEDA dalam proses perencanaan pembangunan
partisipatif di Kabupaten Humbang Hasundutan?”

12
Universitas Sumatera Utara

1.3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : untuk
mengetahui dan menganalisis peran BAPPEDA dalam proses perencanaan
pembangunan partisipatif di Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.4. MANFAAT PENELITIAN
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Secara

subyektif,

bermanfaat

bagi

peneliti

dalam

melatih

dan

mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam
mengembangkan kemampuan penulis dalam karya ilmiah.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan
yang berguna bagi instansi terkait.
3. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi dan
sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan
penelitian dibidang yang sama.

1.5. KERANGKA TEORI
I.5.1.Peranan
Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi
bagian atau pemegang

pimpinan

yang

terutama

(Poerwadarminta,

13
Universitas Sumatera Utara

1995:735). Secara umum, pengertian peranan adalah kehadiran di dalam
menentukan suatu proses keberlangsungan (Hari Soegiman,1990:2).
Sementara itu, Alvin I. Betrand, seperti dikutip oleh Soleman B. Taneko
menyebutkan bahwa : “Yang dimaksud dengan peran adalah pola tingkah
laku yang diharapkan dari seseorang yang memangku status atau
kedudukan tertentu” (Soleman B. Taneko, 1986:23).
Menurut Biddle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan
yang membatasi perilaku-perilaku yang

diharapkan dari pemegang

kedudukan tertentu. Dengan berbagai penjelasan tentang pengertian dari
sebuah peran, maka penjelasan secara sederhana mengenai Teori Peran
dapat dikaji terhadap hubungan sosial antar manusia dalam kehidupan
sehari-hari yang menerangkan adanya model dan kualitas dari hubungan
antar manusia tersebut dan manusia menduduki fungsi yang bermacammacam. Dalam hubungan antar manusia terdapat seorang pemimpin dan
bawahan, pemerintah dan masyarakatnya, dan lain sebagainya.
Sehingga menurut Teori Peran dalam kajiannya terhadap hubungan
antar manusia ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada
skenario atau peran-peran yang telah disusun oleh masyarakat, yang
mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya.
Kemudian sama halnya dengan kehidupan perpolitikan antar negara atau
dalam dunia internasional, dapat kita lihat dari Teori Peranyang didasarkan
pada analisis politik. Pemikiran John Wahlke, tentang Teori Peran

14
Universitas Sumatera Utara

memiliki dua kemampuan yang berguna bagi analisis politik.Ia mem
bedakan peran berdasarkan pada aktor yang memainkan peranan tersebut,
yaitu peran yang dimainkan oleh aktor politik dan peran oleh suatu
badan atau institusi

(Mohtar,1999:115). Ia menunjukkan bahwa aktor

politik umumnya berusaha menyesuaikan tindakannya dengan normanorma perilaku yang berlaku dalam peran yang dijalankannya. Sedangkan
ia mendeskripsikan peranan institusi secara behavioral, dimana model teori
peran menunjukkan segi-segi perilaku yang membuat suatu kegiatan
sebagai institusi. Kerangka berpikir teori peran juga memandang individu
sebagai seorang yang bergantung dan bereaksi terhadap perilaku orang lain.

1.5.2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengukuhkan legitimasi formal
bagi institusi perencanaan di daerah (BAPPEDA) yang merupakan salah
satu sarana penting untuk mewujudkan sistem perencanaan yang efektif dan
bertanggungjawab. Perencanaan hendaknya mampu menjamin bahwa
pembangunan daerah menuju kearah yang tepat sesuai dengan tuntutan
internal dan eksternal, ditunjang oleh potensi sumberdaya yang tersedia.
BAPPEDA

merupakan

singkatan

dari

Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah yang mana badan ini menurut PP RI No
41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pasal 6 dijelaskan

15
Universitas Sumatera Utara

bahwa:
1.

Badan perencanaan pembangunan daerah merupakan unsur perencana
penyelenggaraan pemerintahan daerah.

2.

Badan

perencanaan

pembangunan

daerah

mempunyai

tugas

melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang perencanaan pembangunan daerah.
3.

Badan perencanaan pembangunan daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis perencanaan;
b. pengoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan
pembangunan daerah; dan
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan
tugas dan fungsinya.

4.

Badan perencanaan pembangunan daerah dipimpin oleh kepala badan.

5.

Kepala badan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
gubernur melalui sekretaris daerah.
Menurut PP RI No. 41 tahun 2007 Bappeda merupakan suatu unsur

perencana dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah, dimana
BAPPEDA bertanggung jawab terhadap kepala daerah melalui sekretaris
daerah. Badan Perencanaan Pembangunan tidak berdiri sendiri diluar
daripada tanggung jawab dari Kepala Daerah yang bersangkutan, tetapi

16
Universitas Sumatera Utara

Badan tersebut dibentuk adalah untuk bekerja dan membantu Kepala
Daerah dalam melaksanakan pekerjaan sebagai kepala daerah yang
bertugas untuk merencanakan pembangunan serta mengadakan penilaian
atas pelaksanaannya.
Dibentuknya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, maka
tugas pembangunan, pengawasan dan penilaian menjadi tugas daripada
Bappeda tersebut, artinya bahwa badan itu bukan hanya bertugas sebagai
perencanaan saja tetapi harus turut serta aktif dalam mengadakan
pengawasan dan pelaksanaan dari yang sudah direncanakan semula. Hanya
saja perlu diingat bahwa melalui pengawasan, badan ini akan dapat
menyusun perencanaan pembangunan berikutnya dengan mempelajari halhal yang telah dilihat melalui pelaksanaan yang sudah dilakukan. Oleh
sebab itu, Bappeda tidak boleh terlepas dari semua badan-badan maupun
instansi-instansi yang ada di daerah itu dalam melakukan tugasnya sebagai
Badan Perencanaan Pembangunan di daerah.
Kunarjo (2006), menjelaskan bahwa : “untuk menampung
keinginan masyarakat dalam pembangunan ditempuh sistem perencanaan
dari bawah ke atas.
partisipatif.

Inilah yang sebenarnya merupakan perencanaan

Tahap yang paling bawah dalam rapat koordinasi

pembangunan daerah akan diusulkan pada tingkat yang lebih tinggi
dimulai dengan :
1. Musyawarah Pembangunan (Musbang) Tingkat Desa / Kelurahan

17
Universitas Sumatera Utara

Musyawarah pembangunan desa dipimpin oleh oleh kepala desa atau
lurah yang dibimbing oleh camat dan di bantu oleh Kepala Urusan
Pembangunan Desa. Musyawarah desa ini menginvetarisasi potensi
desa, permasalahan desa, menyusun usulan program dan proyek yang
dibiayai dari swadaya desa bantuan pembangunan Desa, APBD
Kabupaten, APBD Provinsi, dan APBN.
2. Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan
Temu karya dipimpin oleh camat dan dibimbing oleh BAPPEDA
kabupaten / kota yang bersangkutan. Tujuan temu karya ini adalah
untuk membahas kembali rencana program yang telah dihasilkan
Musbang Desa.
3. Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) Kabupaten
Rapat Koordinasi ini membahas hasil Temu Karya Pembangunan
Tingkat Kecamatan yang dipimpin oleh Ketua Bappeda Kabupaten.
Dalam rapat ini usulan – usulan program dan proyek dilengkapi
dengan sumber – sumber dana yang berasal dari APBD kabupaten,
APBD propinsi, APBN, program bantuan pembangunan, maupun
bantuan luar negeri, dan sumber dana dari perbankan. Usulan dari
BAPPEDA kabupaten / kota disampaikan kepada gubernur, ketua
BAPPENAS, dan mendagri.
4. Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) Propinsi
Hasil rumusan dari Rakorbang Kabupaten / Kota dan usulan proyek

18
Universitas Sumatera Utara

pembangunan dibahas bersama – sama dengan Biro Pembangunan dan
Biro Bina Keuangan, Sekretariat Wilayah atau Provinsi, serta
Direktorat Pembangunan Desa Provinsi. Ketua BAPPEDA provinsi
mengkoordinasikan usulan rencana program dan proyek untuk dibahas
dalam Rakorbang provinsi yang dihadiri lembaga vertikal dan
BAPPEDA kabupaten / kota.
5. Konsultasi Nasional Pembangunan
Hasil Rakorbang Provinsi kemudian diusulkan ke Pemerintah Pusat
melalui forum Konsultasi Nasional.

Forum ini dipimpin oleh

BAPPENAS dan dihadiri oleh wakil – wakil BAPPEDA provinsi serta
wakil Depdagridan departemen teknis tertentu. Hasil dari forum ini
dibahas BAPPENAS sebagai masukan untuk penyusunan proyek –
proyek yang dibiayai APBN. Daftar proyek yang telah dipadukan
antara kebijakan sektoral dan keinginan daerah disusun dalam buku
Satuan Tiga untuk disampaikan kepada DPR sebagai Lampiran Nota
Keuangan.
Kuncoro (2004), mengatakan perencanaan pembangunan daerah
dari atas ke bawah (top down planning) diartikan perencanaan yang dibuat
oleh pemerintah pusat atau sasaran-sasarannya ditetapkan dari tingkat
daerah. Sedangkan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning)
dibuat oleh pemerintah tingkat mikro/proyek. Berdasarkan apa yang
dikemukakan Kunarto daerah/departemen dalam, dapat disimpulkan

19
Universitas Sumatera Utara

bahwa top down planning bersifat makro dan bottom up planning bersifat
mikro.
Mengacu pada pendapat kedua ahli tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa yang dikatakan perencanaan dari atas ke bawah (top
down planning) itu adalah perencanaan pembangunan yang dibuat oleh

lembaga atau institusi pemerintah di pusat atau tingkat atas yang sifatnya
makro atau menyeluruh, sedangkan perencanaan dari bawah ke atas
(bottom up planning) adalah perencanaan yang dibuat oleh lembaga atau
institusi pemerintah di tingkat bawah yang sifatnya mikro. Hal ini sering
terjadi salah pengertian dan penafsiran dibanyak kalangan terhadap isitilah
top down planning dan bottom up planning. Khususnya mengenai bottom
up planning sering dimaksudkan perencanaan yang dibuat oleh masyarakat

secara langsung.
Suatu pembangunan hendaknya dibuat secara terarah dan tepat
sasaran, sehingga hasil pembangunan benar-benar dirasakan oleh
masyarakat. Untuk mewujudkan

hal

tersebut dibutuhkan

sebuah

perencanaan pembangunan yang matang. Apabila pembangunan tersebut
dilaksanakan pada skala nasional, maka tugas perencanaan pembangunan
menjadi

wewenang

Badan

Perencanaan

Pembangunan

Nasional

(Bappenas). Seperti yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 54 tahun 2010 Pasal 1, yaitu : “Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat dengan Bappeda atau

20
Universitas Sumatera Utara

sebutan lain adalah unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan yang
melaksanakan tugas dan mengkoordinasikan penyusunan, pengendalian,
dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah.”

1.5.3. Proses Perencanaan Pembangunan
Dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan terdapat tahapantahapan yang tentunya sangat menunjang dan membantu kelancaran suatu
perencanaan pembangunan agar dapat berjalan dengan baik dan lancar
serta tepat sasaran. Seringkali terdapat kesalahpahaman seakan-akan
perencanaan adalah suatu proses kegiatan usaha yangg terus menerus dan
menyeluruh dari penyusunan suatu rencana, penyusunan program rencana,
pelaksanaan serta pengawasan dan evaluasi pelaksanaannya.
Adapun proses Perencanaan yang ada di Indonesia sesuai dengan
UU No 25 tahun 2004 adalah :
1) Penyusunan Rencana
Tahap

penyusunan

rencana

dilaksanakan

untuk

menghasilkan

rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang
terdiri dari empat langkah. (a) Penyiapan rancangan rencana
pembangunan yang bersifat teknokratif, menyeluruh, dan terukur. (b)
Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana
kerja dengan berpedoman padarancangan rencana pembangunan yang
telah disiapkan. (c) Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan

21
Universitas Sumatera Utara

menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing
jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
Diawali

dengan

penyelenggaraan

musrenbang

tingkat

desa,

musrenbang tingkat kecamatan, musrenbang tingkat kabupaten. (d)
Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan, langkah ini
berdasarkan hasil musrenbang kabupaten.
2) Penetapan Rencana
Penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua
pihak untuk melaksanakannya. Menurut UU ini, rencana pembangunan
jangka panjang nasional/daerah ditetapkan sebagai PERDA, rencana
pembangunan jangka menengah daerah ditetapkan kepala daerah.
3) Pengendalian Pelaksanaan rencana Pembangunan
Dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran
pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan
koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh
pimpinan lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Selanjutnya kepala
Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan
rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan lembaga/satuan
kerjaperangkat daerah sesuai denagn tugas dan kewenangannya.
4) Evaluasi Pelaksanaan rencana
Adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan secara
sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk

22
Universitas Sumatera Utara

menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi
ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang
tercantum dalam dokumen rencana pembangunan.
Menurut Bintoro Tjokoroamidjojo (1997), tahap- tahap dalam
suatu proses perencanaan adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan rencana
Penyusunan rencana ini terdiri dari unsur-unsur:
a. Tinjauan keadaan. Tinjauan keadaan atau revew ini dapat berupa
tinjauan sebelum memulai suatu rencana (review before take off)
atau suatu tinjauan tentang pelaksanaan rencana sebelumnya
(review of performance ). Dengan kegiatan ini diusahakan dapat

dilakukan dan diidentifikasi masalah-masalah pokok yang (masih)
dihadapi, seberapa jauh kemajuan teah dicapai untuk menjamin
kontinuitas kegiatan-kegiatan usaha, hambatan-hambatan yang
masih

ada

dan

potensi

serta

prospek

yang

masih

bisa

dikembangkan.
b. Perkiraan keadaan masa lalu yang akan dilalui rencana. Sering juga
disebut dengan forecasting dalam hal ini diperlukan data-data
statistik, berbagai hasil penelitian dan teknik-teknik proyeksi.
Mekanisme

informasi

untuk

mengetahui

kecenderungan-

kencenderungan perspektif masa depan.

23
Universitas Sumatera Utara

c. Penetapan tujuan rencana (Plan Objectives) dan pemilihan cara-cara
pencapaian tujuan rencana tersebut. Dalam hal ini seringkali nilainilai politik, sosial masyarakat, memainkan peranan yang cukup
penting. Secara teknis hal ini didasarkan kepada tinjauan keadaan
dan perkiraan tentng masa yang akan dilalui rencana. Dilihat dalam
suatu kerangka yang lebih luas berdasar atas azas konsistensi dan
prioritas.
Pada umumnya hal ini sebaiknya dilakukan melalui penyusunan
suatu kerangka menyeluruh atau kerangka makro. Dengan demikian
dapat dilihat implikasi dari hubungan-hubungan antara berbagai
variabel dan parameter dalam bidang ekonomi dan sosial secara
menyeluruh.
d. Identifikasi kebijakan dan/atau kegiatan usaha yang perludilakukan
dalam rencana. Suatu kebijakan atau policy mungkin perlu
didukung oleh program-program pembangunan untuk bisa lebih
operasionalnya rencana kegiatan-kegiatan usaha ini perlu dilakukan
berdasar alternatifnya yang terbaik. Hal ini dilakukan berdasar
opportunity

cost

dan

skala

prioritas.

Bagi

proyek-proyek

pembangunan identifikasinya didukung oleh feasibility studies dan
survei-survei pendahuluan.
e. Tahap terakhir dari penyusunan rencana ini adalah tahap persetujuan
rencana. Proses pengambilan keputusan di sini mungkin bertingkat-

24
Universitas Sumatera Utara

tingkat, dari putusan dibidang teknis kemudian memasuki wilayah
proses politik. Di sini diusahakan pula penyerasian dengan
perencanaan pembiayaan secara umum daripada program-program
perencanaan yang akan dilakukan.
2) Penyusunan Program Rencana.
Dalam tahap ini dilakukan perumusan yang lebih terperinci mengenai
tujuan atau sasaran dalam jangka waktu tertentu, suatu perincian jadwal
kegiatan, jumlah dan jadwal pembiayaan serta penentuan lembaga atau
kerjasama antar lembaga mana yang akan menentukan programprogram pembangunan. Bahkan daripada masing-masing proyekproyek pembangunan sebagai bagian ataupun tidak daripada programprogramtersebut terdahulu. Seringkali dipakai disini suatu program
kegiatan dan pembiayaan yang konkrit daripada program-program atau
proyek-proyek pembangunan tersebut dalam project plan yang dituang
daam project form. Bahkan ini menjadi alat rencana, alat pembiayaan,
alat pelaksanaandan alat evaluasi rencana yang penting. Perlu
disebutkan bahwa seringkali pengesahan rencana ini dilakukan sebagai
penutup tahap ini. Dengan demikian, rencana memiliki kedudukan legal
untuk pelaksanaannya. Seringkali tahap ini perlu dibantu dengan
penyusunan suatu flow chart, operation-plan atau network plan.
3) Tahap berikutnya adalah Pelaksanaan Rencana. Dalam hal ini seringkali
perlu dibedakan anatara tahap konstruksi, dan tahap operasi. Hal ini

25
Universitas Sumatera Utara

perlu dipertimbangkan kerena sifat kegiatan usahanya berbeda. Dalam
tahap pelaksanaan operasi perlu dipertimbangkan kegiatan-kegiatan
pemeliharaan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan pun perlu diikuti implikasi
pelaksanaannya,

bahkan

secara

terus-menerus

memerlukan

penyesuaian.
4) Tahap selanjutnya adalah tahap pengawasan atas pelaksanaan rencana.
Tujuan dari pengawasan adalah:
a. Mengusahakan supaya pelaksanaan rencana berjalan sesuai dengan
rencananya.
b. Apabila terdapat penyimpangan maka perlu diketahui seberapa jauh
penyimpangan maka perlu diketahui seberapa jauh penyimpangan
tersebut dan apa penyebabnya.
c. Dilakukan tindakan korektif terhadap penyimpangan-penyimpangan.
Untuk

ini

diperlukan

suatu

sistem

monitoring

dengan

mengusahakan pelaporan dan feed back yang baik daripada
pelaksanaan rencana.
5) Evaluasi juga penting dalam proses perencanaan guna membantu
kegiatatan pengawasan. Dalam hal ini dilakukan suatu evaluasi atau
tinjauan yang berjalan secara terus menerus, seringkali disebut sebagai
concurrent review. Evaluasi juga dilakukan sebagai pendukung tahap

penyusunan rencana, yaitu evaluasi tentang situasi sebelum rencana
dimulai dan evaluasi tentang pelaksanaan rencana sebelumnya. Dari

26
Universitas Sumatera Utara

hasil-hasil

evaluasi

ini

dapat

dilakukann

perbaikan

terhadap

perencanaan selanjutnya atau penyesuaian yang diperlukan dalam
(pelaksanaan) perencanaan itu sendiri.
Apabila disebutkan dalam penelahaan proses pembangunan ini,
maka hal tersebut hanya menunjukkan urutannya saja, sebab didalam
kegiatan sebenarnya tahap-tahap ini beberapa diantaranya mungkin
dilakukan secara bersama-sama. Misalnya saja bersamaan dengan
pelaksanaan rencana pembangunan sebelumnya sudah dimulai penyusunan
rencana masa berikutnya. Identifikasi kebijaksanaan atau proyek
pembangunan bisa dilakukan sembarang waktu biarpun pelaksanaannya
perlu disesuaikan dengan siklus perencanaan pembiayaannya. Hal terakhir
ini karena biasanya perencanaan pembiayaan terkait dengan siklus tahun
anggaran yang berlaku. Demikian pula tinjauan yang berjalan juga
dilakukan terus menerus atau periodik. Bahkan hal ini dapat memberi
pengaruh untuk penyusunan kembali rencana sebelum jadwal waktu
selesainya rencana seperti yang ditetapkan semula.
Kunarjo (2002:23) berpendapat bahwa dalam sebuah perencanaan
yang baik maka harus mempunyai persyaratan-persyaratan sebagai
berikut: didasari dengan tujuan pembangunan, konsisten dan realistis,
pengawasan yang kontinu, mencakup aspek fisik dan pembiayaan,
memahami berbagai perilaku dan hubungan antarvariabel ekonomi,
mempunyai koordinasi yang baik.

27
Universitas Sumatera Utara

Dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010,
tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata cara penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah terdapat prinsip-prinsip perencanaan
pembangunan daerah yaitu :
a. merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional;
b. dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan
berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing;
c. mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan
daerah; dan
d. dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masingmasing daerah, sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010 tersebut
juga diatur tentang perencanaan pembangunan daerah yang dirumuskan
secara :
1) Transparan, yaitu membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara.

28
Universitas Sumatera Utara

(2) Responsif, yaitu dapat mengantisipasi berbagai potensi, masalah
dan perubahan yang terjadi di daerah.
(3) Efisien, yaitu pencapaian keluaran tertentu dengan masukan
terendah atau masukan terendah dengan keluaran maksimal.
(4) Efektif, merupakan kemampuan mencapai target dengan sumber
daya yang dimiliki, dengan cara atau proses yang paling optimal.
(5) Akuntabel, yaitu setiap kegiatan dan hasil akhir dari perencanaan
pembangunan daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(6) Partisipatif, merupakan hak masyarakat untuk terlibat dalam
setiap proses tahapan perencanaan pembangunan daerah dan
bersifat

inklusif

termarginalkan,

terhadap
melalui

kelompok

jalur

khusus

masyarakat

rentan

komunikasi

untuk

mengakomodasi aspirasi kelompok masyarakat yang tidak
memiliki akses dalam pengambilan kebijakan.
(7) Terukur, adalah penetapan target kinerja yang akan dicapai dan
cara-cara untuk mencapainya.
(8) Berkeadilan, adalah prinsip keseimbangan antarwilayah, sektor,
pendapatan, gender dan usia.
(9) Berwawasan lingkungan, yaitu untuk mewujudkan kehidupan
adil

dan

makmur

tanpa

harus

menimbulkan

kerusakan

29
Universitas Sumatera Utara

lingkungan yang berkelanjutan dalam mengoptimalkan manfaat
sumber daya alam dan sumber daya manusia, dengan cara
menserasikan aktivitas manusia dengan kemampuan sumber daya
alam yang menopangnya.

1.5.4. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan
Keberhasilan

pembangunan

nasional

pada

umumnya

dan

pembangunan desa pada khususnya tidak hanya ditentukan oleh pemerintah
dan aparatnya melainkan juga oleh besarnya pengertian, kesadaran dan
pertisipasi seluruh lapisan masyarakat. Partisipasi yang dimaksud seperti
apa yang dirumuskan oleh Nyoman Bratha berikut ini : Mengikut sertakan
faktor-faktor kesadaran, minat dan bakat serta kreatif yang ada dalam
kelompok untuk merencanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang ada pada
kelompok-kelompok masyarakat. Sedangkan Buya Hamka mengemukakan
bahwa: Partisipasi adalah mengambil bagian atau turut menyusun, turut
melaksanakan dan turut bertanggung jawab.
Mencermati kedua kutipan tersebut, maka dapat kita ketahui ada
enam hal yang pokok yang perlu kita kembangkan bila ingin memperoleh
partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Adapun keenam hal tersebut
adalah kesadaran, minat, kreatifitas, merencanakan atau menyusun dan
melaksanakan.
Dewasa ini diharapkan partisipasi masyarakat akan muncul dan

30
Universitas Sumatera Utara

tumbuh dari bawah sebagai inisiatif dan aktifitas yang lahir dari rasa
tanggung jawab warga masyarakat dalam pembangunan pedesaan /
kelurahan yang pada partisipasinya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Seperti yang dikemukakan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
54 tahun 2010, pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan
semua pemangku kepentingan (stakeholders) dengan mempertimbangkan:
a. relevansi pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan, di setiap tahapan penyusunan dokumen
perencanaan pembangunan daerah;
b. kesetaraan antara para pemangku kepentingan dari unsur
pemerintahan

dan

non

pemerintahan

dalam

pengambilan

keputusan;
c. adanya transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan
serta melibatkan media massa;
d. keterwakilan seluruh segmen masyarakat, termasuk kelompok
masyarakat rentan termarjinalkan dan pengarusutamaan gender;
e. terciptanya rasa memiliki terhadap dokumen perencanaan
pembangunan daerah; dan
f. terciptanya konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan
penting pengambilan keputusan, seperti perumusan prioritas isu
dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi, kebijakan dan
prioritas program.

31
Universitas Sumatera Utara

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pembangunan yang
dilaksanakan selama ini mengarah pada peningkatan kesejahteraan hidup
di masa

yang akan datang terutama bagi generasi penerus. Tanggapan,

pengertian dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
akan mempercepat terelisasi suatu tujuan. Hal itu dikarenakan potensi
besar dalam pembangunan tergantung banyak pada potensi sumber daya
manusia dan memiliki kemampuan yang besar.
Untuk mendapatkan partisipasi masyarakat, terutama pada tingkat
desa harus diusahakan adanya perubahan sikap mental kearah perbaikan
yang tanpa adanya tekanan-tekanan. Masyarakat juga harus merasa bahwa
dalam pembangunan itu terdapat kebutuhan-kebutuhan mereka.
Partisipasi dari segenap masyarakat merupakan syarat mutlak
untuk terlaksananya kegiatan-kegiatan dalam pembangunan. Partisipasi
menyebabkan terjalinnya kerjasama dalam masyarakat dan kerjasama ini
perlu pengkoordinasian yang baik dari pimpinan, dalam hal ini
dimaksudkan agar partisipasi tersebut berdaya guna secara efektif.
Koordinasi akan berjalan dengan baik apabila komunikasi dalam
masyarakat berjalan seimbang. Komunikasi yang dimaksudkan adalah
komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Dalam masyarakat desa
keadaan ini dapat terlaksana dengan baik apabila asas swadaya dan
gotong-royong dilaksanakan secara massal dan menyeluruh dalam satu
pola tertentu menggambarkan pencerminan kepentingan-kepentingan

32
Universitas Sumatera Utara

masyarakat dan individu-individu yang mendukungnya. Dengan demikian
apa yang dilaksanakan sebagai proses pembangunan adalah merupakan
milik bersama yang harus di pelihara dan di pertanggung jawabkan demi
kesejahteraan bersama.
Tujuan-tujuan perencanaan pembangunan akan dicapai melalui
perumusan dan pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program
pembangunan yang konsisten berdasarkan sistem prioritas. Namun
demikian

berhasilnya

pencapaian

tujuan-tujuan

pembangunan

memerlukan keterlibatan aktif dari masyarakat pada umumnya. Tidak
saja dari pengambil kebijakan tertinggi para perencana, aparatur
pelaksanaan operasional tetapi juga dari masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan mempunyai
sifat yang penting. Hal ini senada dengan pernyataan Diana Conyers
(1994:154-155) yaitu:
1. partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh
informasi mengenai kondisi, kebutuhan,

dan sikap masyarakat

setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta
proyek-proyek pembangunan akan gagal.
2. masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya karena
mereka akan mengetahui secara

langsung dan mempunyai rasa

memiliki sebab terlibat langsung didalamnya.

33
Universitas Sumatera Utara

3. merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat

dilibatkan

dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Merekapun
mempunyai hak untuk memberikan saran dalam menentukan jenis
pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka. Dan hal ini
sesuai

dengan

konsep

pembangunan yang

man

centered

development,

suatu

dipusatkan pada kepentingan manusia, jenis

pembangunan yang diarahkan demi perbaikan nasib manusia dan
tidak sekedar sebagai obyek pembangunan.
Dalam

rangka

meningkatkan

keterlibatan

atau

partisipasi

masyarakat, Bintoro Tjokroamidjojo (1997:207) berpendapat bahwa ada
dua cara dalam perencanaan pembangunan:
1. Mobilisasi kegiatan-kegiatan masyarakat serasi untuk kepentingankepentingan pencapaian tujuan pembangunan dimana

keterlibatan

masyarakat lebih didasarkan atas hubungan satu arah dari atas
kebawah.
2. Dengan meningkatkan aktivitas, swadaya dan swakarsa masyarakat itu
sendiri.

1.5.5. Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Prinsip partisipatif menunjukkan bahwa rakyat atau masyarakat
yang akan diuntungkan atau yang memperoleh manfaat dari perencanaan
harus turut serta dalam proses perencanaan. Dengan kata lain masyarakat

34
Universitas Sumatera Utara

menikmati

produk perencanaan bukan semata-mata dari hasil

perencanaan tetapi dari keikutsertaan dalam proses perencanaan. Prinsip
kesinambungan menunjukkan bahwa perencanaan tidak hanya berhenti
pada satu tahap, tetapi harus berlanjut sehingga menjamin adanya
kemajuan terus menerus dan kesejahteraan. Prinsip holistik menunjukkan
bahwa masalah dalam perencanaan dan pelaksanaan tidak dapat hanya
dilihat dari satu sisi tetapi harus dilihat dari berbagai aspek dan dalam
keutuhan konsep secara keseluruhan.
Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan rakyat dibuat
ditingkat lokal yang didalamnya rakyat memiliki identitas dan peranan
sebagai partisipan. Pendekatan ini menyadari arti penting partisipasi
warga dalam perencanaan pembangunan.
a. Partisipasi warga dapat memberi rasa kepemilikan yang kuat
dikalangan warga terhadap hasil-hasil pembangunan.
b. Warga makin sadar dan dewasa sehingga dapat memahami
kompleksitas dari berbagai isu pembangunan.
c. Pilihan alternatif jalan keluar yang dikaji bersama merupakan
pilihan teruji daripada hal tersebut hanya menjadi tugas rutin
segelintir orang dalam birokrasi.
d. Partisipasi warga dapat membuat efisiensi dan harga menjadi murah
karena ada kontribusi nyata yang diberikan warga terhadap gerakan
atau proses pembangunan tertentu.

35
Universitas Sumatera Utara

e. Partisipasi warga dapat memperkokoh solidaritas sosial dan
memperkecil jurang pemisah antar kelompok masyarakat.
f. Dapat

menghormati

dan

mengapresiasikan

perbedaan

pandangan dan pandapat yang hidup didalam masyarakat sehingga
menjadi kekuatan kolektif yang menuju pada kedewasaan
masyarakat.
Fokus utama perencanaan partisipatif adalah memperkuat
kemampuan

rakyat

dalam

melaksanakan

pembangunan.

Melalui

perencanaan partisipatif masyarakat menjadi semakin aktif, peduli
terhadap persoalan-persoalan

yang dihadapi dan semakin memahami

kompleksitas isu pembangunan. Kesadaran ini akan menjadi modal sosial
yang sangat penting dalam mewujudkan kreatifitas dan inovasi dalam
mendesain pembangunan. Pendekatan ini mempunyai toleransi terhadap
perbedaan dan karenanya mengakui arti penting pilihan individual dan
pembuatan keputusan yang terdistribusi. Pendekatan ini mencapai tujuan
pembangunan melalui proses pembelajaran sosial yang didalamnya
individu berinteraksi satu sama lain menembus batas-batas organisasi dan
dituntun oleh kesadaran kritis individual. Disamping itu partisipasi
masyarakat dalam pembangunan akan melahirkan solidaritas dan rasa
kepemilikan

masyarakat terhadap pembangunan

yang telah mereka

rencanakan sendiri sehingga keresahan dan ketidakpuasan warga dapat
ditekan seminimal mungkin. Gejolak sosial sangat kecil muncul

36
Universitas Sumatera Utara

diwilayah dimana partisipasi warga telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam suatu komunitas.
Adanya Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 merupakan

wujud pelaksanaan pemerintahan daerah yang lebih otonom, demokratis
dan partisipatif dalam pembangunan.

Undang-undang tersebut juga

merupakan perwujudan pelaksanaan otonomi daerah, yaitu kewenangan
daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai aspirasi masyarakat berdasarkan
dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Nomor

23

Tahun 2014). Pengembangan otonomi daerah tersebut merupakan
pelaksanaan desentralisasi

pembangunan yang

bertujuan untuk

menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang bertumpu pada
keterlibatan, kemampuan dan peran serta masyarakat di daerah.
Adapun partisipasi masyarakat sekarang ini salah satunya
diwujudkan dalam penyusunan

rencana pembangunan

di daerah.

Sehingga dalam konsepnya, perencanaan pembangunan ini lebih terarah
pada perencanaan dari bawah keatas (bottom up planning). Penjelasan
diatas merupakan landasan munculnya sebuah model Perencanaan
Pembangunan Partisipatif. Model ini memiliki ciri-ciri

bahwa

pembangunan tersebut selalu berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
masyarakat (daerah atau kota) dan mendudukkan masyarakat sebagai
subyek dan obyek pembangunan. Dalam memahami pengertian

37
Universitas Sumatera Utara

Perencanaan Pembangunan Partisipatif ini, Agus Dody Sugiarto
(2003:104) mengemukakan:

“Perencanaan Pembangunan Partisipatif dapat diartikan sebagai suatu
sistem perencanaan pembangunan yang dilakukan secara sadar dan
sistematis yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencapai tujuan
pembangunan.”
Berdasarkan

pengertian

diatas,

Perencanaan

Pembangunan

Partisipatif merupakan sebuah konsep perencanaan pembangunan yang
berpusat pada rakyat. Sumber-sumber lain yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat yaitu kebijakan, program dan kegiatan
pemerintah daerah yang didanai APBD dalam pencapaian sasarannya,
melibatkan peran serta masyarakat baik dalam bentuk dana, material
maupun sumber daya manusia dan teknologi.

1.6. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran digunakan sebagai dasar atau landasan dalam
pengembangan berbagai konsep dan teori yang digunakan dalam suatu penelitian,
serta hubungannya dengan perumusan masalah yang telah dirumuskan. Dan
kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) merupakan Badan
yang memiliki fungsi yang sangat penting di dalam proses pembangunan daerah.

38
Universitas Sumatera Utara

Hal ini mengingat perannya sebagai perencana pembangunan akan sangat
menentukan apakah pembangunan di daerah akan berhasil atau gagal.
Keberhasilan suatu perencanaan pembangunan daerah akan membawa dampak
terangkatnya kesejahteraan masyarakat ketingkat yang lebih baik, sebaliknya jika
perencanaan pembangunan daerah tidak terlaksana dengan baik akan membawa
pada keterpurukan daerah yang berimbas pada rendahnya
masyarakat.

Kebijakan

otonomi

daerah

kesejahteraan

bertujuan meningkatkan kualitas

pembangunan. Kebijakan ini menyediakan ruang bagi inovasi dan kreasi dalam
pelaksanaan pembangunan daerah. Salah satu bentuk kebijakan yang diwarnai
oleh kebijakan otonomi daerah adalah Perencanaan Pembangunan Partisipatif.
Perencanaan

Pembangunan Partisipatif adalah wujud perubahan perumusan

perencanaan pembangunan dimana berbagai keputusan yang sebelumnya diambil
sendiri oleh pemerintah sekarang sudah melibatkan masyarakat langsung .
Dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan partisipatif, Bappeda Kabupaten
Humbang Hasundutan mempunyai peran yang sangat strategis, karena ditangan
badan inilah semua perencanaan pembangunan di Kabupaten Humbang
Hasundutan dirumuskan dan diimplementasikan.
Adapun Proses Perencanaan

Pembangunan Partisipatif ini terwujud

melalui empat tahap, yaitu tahap perencanaan pembangunan di tingkat
desa/kelurahan, tahap perencanaan pembangunan

ditingkat kecamatan, tahap

dalam forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan tahap perencanaan
pembangunan ditingkat kabupaten. Keseluruhan tahap tersebut merupakan satu

39
Universitas Sumatera Utara

kesatuan dalam mekanisme Perencanaan Pembangunan Partisipatif. Sedangkan
optimalisasi kinerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam proses
perencanaan pembangunan partisipatif dapat diartikan sebagai serangkaian upayaupaya untuk meningkatkan cara dan kerja Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah dalam melaksanakan peran pendampingan Musrenbang desa/kelurahan
dan Musrenbangcam serta sebagai penyelenggara forum SKPD dan Musrenbang
kabupaten dalam rangka usaha mewujudkan tujuan strategis perencanaan
pembangunan partisipatif.

1.7. Definisi Konseptual
Definisi konseptual dimaksudkan untuk menghindari terjadinya perbedaan
pengertian atau persepsi antara maksud peneliti dan pemahaman pembaca. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa optimalisasi kinerja proses perencanaan
pembangunan partisipatif adalah serangkaian upaya-upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan cara dan hasil kerja organisasi dengan menggunakan sumber daya
yang dimiliki untuk

mencapai kondisi yang terbaik dalam rangka

usaha

mewujudkan tujuan perencanaan pembangunan partisipatif itu sendiri.

40
Universitas Sumatera Utara

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika yang disusun dalam rangka memaparkan secara
keseluruhan hasil penelitian ini dapat diketahui secara singkat yakni
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,Landasan
Teori, Kerangka Pemikiran, Defenisi Konseptual, Defenisi
Operasional.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian,
Metode

Pengumpulan

Data,

Sumber

Data,

Teknik

Pegambilan Informan, Metode Analisa Data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik
lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, tugas
dan fungsi serta struktur organisasi.
BAB IV DESKRIPSI PROSES PERENCANAAN
PEMBANGUNAN PARTISIPATIF
Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang Proses
Perencanaan Pembangunan Partisipatif di Kabupaten Humbang
Hasundutan. Proses Perencanaan Pembangunan Partisipatif di

41
Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Humbang Hasundutan dalam penyusunan RKPD
Kabupaten Humbang Hasundutan
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini memuat mengenai hasil penelitian yang telah
diperoleh peneliti selama ini. Dalam bab ini akan dicantumkan
semua data yang diperoleh dari lapangan atau dari lokasi
penelian selama proses penelitian.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab