Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Suami Istri Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

11

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Keluarga Berencana (KB)
Keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas
melalui promosi perlindungan dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi
serta menyelenggarakan pelayanan, pengaturan dan dukungan yang diperlukan untuk
membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal. Untuk wanita berusia minimal 20
tahun dan laki-laki berusia minimal 24 tahun. Mengatur jumlah, jarak dan usia ideal
melahirkan anak, mengatur kehamilan dan membina ketahanan dan kesejahteraan
keluarga (BKKBN, 2012).
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependuudkan dan Pembangunan Keluarga, maka dalam upaya
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas, pemerintah
menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan Program
Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).
Kebijakan keluarga berencana tersebut dilaksanakan untuk membantu calon atau
pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan mewujudkan hak reproduksi
secara bertanggung jawab tentang usia ideal perkawinan, usia ideal untuk melahirkan,

jumlah ideal anak, jarak ideal kelahiran anak, dan penyuluhan kesehatan reproduksi
(BKKBN, 2014a).

11

10

12

Sejalan dengan itu, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
tahun 2005-2025, yang dituangkan dalam UU no.17 tahun 2007 tentang RPJPN,
menetapkan misi pembangunan jangka panjang di antaranya mewujudkan bangsa
yang berdaya saing. Untuk mewujudkan bangsa

yang berdaya saing, dilakukan

upaya membangun sumber daya manusia yang berkualitas, yang keberhasilannya
diukur dengan mengingkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), melalui upaya
mencapai penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan angka reproduksi neto
(NRR) sama dengan 1 dan angka kelahiran total (TFR) sama dengan 2,1. Untuk itu

dilakukan upaya peningkatan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang
terjangkau, bermutu, dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas
ditandai dengan menurunnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) (BKKBN, 2014a).
Pelaksanaan program KB diharapkan lebih terarah dan dapat memperkuat
pencapaian tujuan pengendalian penduduk. Dalam rangka mendukung pencapaian
pembangunan nasional yang berwawasan kependudukan dan keluarga kecil bahagia
sejahtera serta mencapai penurunan laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,1% dan
Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) = 1,
diperlukan pelayanan KB yang berkualitas (BKKBN, 2012).
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk
mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan
(di bawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan,
dan terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Keluarga berencana (KB)
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan
12

13

keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB
menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki dan perempuan

untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa
tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak (Kemenkes
RI, 2014).
Pelayanan tersebut mecakup pemberian pelayanan yang dapat melindungi
klien dari risiko efek samping, komplikasi dan kegagalan pemakaian kontrasepsi. Hal
ini penting karena klien yang menjadi peserta KB adalah orang yang ingin menunda
memiliki anak, menjarangkan dan membatasi jumlah anak yang dimiliki, sehingga
saat mereka menjadi peserta KB tidak menjadi sakit karena komplikasi ataupun
kegagalan (hamil) (BKKBN, 2012).
Visi yaitu: BKKBN “Terwujudnya pelaksanaan promosi dan KIP/Konseling
Kesehatan Reproduksi di seluruh Fasilitas Kesehatan KB tahun 2019”. Melalui visi
ini BkkbN diharpkan dapat menjadi inspirator dan fasilitator dan penggerak program
keluarga berencana nasional segingga di masa depan seluruh keluarga Indonesia
menerima ide keluarga berencana. Sedangkan misi BkkbN dibangun untuk
mengemban tugas membangun keluarga Indonesia sebagai keluarga kecil yang
bahagia dan sejahtera. Untuk itu maka misi yang diemban tidak lain adalah :
1) Meningkatkan advokasi KB dan Kespro kepada stakeholder pengambil keputusan,
2) meningkatkan kualitas materi promosi dan KIP/Konseling KB dan Kespro, 3)
tersedianya tenaga provider terlatih yang memberikan konseling KB dan Kespro


13

14

kepada klien, 4) tersedianya sarana dan prasarana yang memadai bagi pelaksanaan
konseling KB dan Kespro di Fasilitas Kesehatan” (BKKBN, 2014a).
Dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga
berkualitas, Pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui peraturanperaturan yaitu Peraturan Kepala BKKBN Nomor 1562/HK-010/B5/2006 tentang
penjabaran program kegiatan bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera
dalam pengelolaan keluarga daerah, Peraturan Kepala BKKBN Nomor 55/HK010/B5/2010 tentang standar pelayanan minimal bidang keluarga berencana dan
keluarga sejahtera di kabupaten dan kota, Peraturan Kepala BKKBN Nomor
72/PER/B5/2011 tentang organisasi dan tata kerja Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional, Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82/PER/B5/2011
tentang organisasi dan tata kerja perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional Provinsi (BKKBN, 2014a).
Strategi kegiatan promosi dan konseling kesehatan reproduksi dalam program
kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga adalah 1)
merumuskan kebijakan, strategi, dan materi informasi pembinaan akses dan kualitas
kesehatan reproduksi. 2) meningkatkan jejaring kerja sama dengan dinas/instansi
pemerintah, mitra kerja, dan lembaga swadaya organisasi masyarakat (LSOM) dalam

kegiatan kesehatan reproduksi. 3) menyediakan sarana promosi dan konseling
kegiatan kesehatan reproduksi. 4) meningkatkan kompetensi promosi, konseling, dan
pelayanan bagi tenaga pengelola dan pelaksana kesehatan reproduksi. 5)
melaksanakan kegiatan kesehatan reproduksi (penggerakan, sosialisasi, promosi dan
14

15

konseling). 6) dan, melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pembinaan kegiatan
kesehatan reproduksi (BKKBN 2014b).
Akses terhadap pelayanan Keluarga Berencana yang bermutumerupakan suatu
unsur penting dalam upaya pencapaian pelayanankesehatan Reproduksi. Secara
khusus dalam hal ini termasuk hak setiaporang untuk memperoleh informasi dan
akses terhadap berbagai metodekontrasepsi yang aman, efektif, terjangkau dan
akseptabel (Saifuddin,2010).

2.2. Kontrasepsi
Kontraspesi berasal dari kata “Kontra” yang berarti mencegah atau melawan
dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah upaya mencegah pertemuan sel

telur matang dan sperma untk mencegah kehamilan (BKKBN, 2011).
Kontrasepsi adalah upaya mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat
bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan
menggunakan cara, alat atau obat-obatan (Proverawati dkk, 2010).
Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/ mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma.Untuk itu,
berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi
adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki
kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan.

15

16

2.2.1. Pembagian Kontrasepsi
Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan
cara kontrasepsi modern.
1.

Kontrasepsi Sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan
alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama
terputus, pantang berkala, metode suhu badan basal, dan metode kalender.
Sedangkan kontrasepsi sederhana dengan alat/obat dapat dilakukan dengan
kondom, diafragma, kap serviks, dan spermisid.

2.

Kontrasepsi Modern
Kontrasepsi modern dibedakan atas 3 yaitu: 1) kontrasepsi hormonal, yang terdiri
dari pil, suntik, implant/AKBK (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit). 2) IUD/AKDR
(Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). 3) Kontrasepsi mantap yaitu dengan operasi
tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria)
(Hartanto, 2010).
Menurut Proverawati dkk (2010) secara umum pembagian kontrasepsi

menurut cara pelaksanaannya terdiri atas :
1. Cara temporer (spacing) yaitu menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun
sebelum menjadi hamil lagi.
2. Cara permanen (kontrasepsi mantap) yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara

mencegah kehamilan permanen.

16

17

2.2.2. Persyaratan Pemakaian Alat Kontrasepsi
Adapun syarat-syarat pemakaian alat kontrasepsi adalah sebagai berikut :
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat
2. Tidak ada efek samping yang merugikan
3. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan
4. Tidak menganggu hubungan persetubuhan
5. Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya
6. Cara penggunaannya sederhana atau tidak rumit
7. Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat
8. Dapat diterima oleh pasangan suami istri (Proverawati dkk, 2010).
2.2.3. Faktor-faktor dalam Memilih Metode Kontrasepsi
Faktor – faktor dalam memilih metode kontrasepsi : Bahwa sampai saat ini kita
mengetahui belumlah tersedia satumetode kontrasepsi yang benar 100% ideal/
sempurna. Pengalamanmenunjukan bahwa saat ini pilihan metode kontrasepsi

umumnya masihdalam bentuk supermarket/toko, dimana calon akseptor memilih
sendirimetode kontrasepsi yang diinginkannya (Hartanto, 2010).
Faktor-faktor dalam memilih metode kontrasepsi :
1. Faktor Pasangan (Motivasi dan Rehabilitas)
Faktor pasangan memiliki beberapa sub faktor seperti umur, gaya hidup, jumlah
keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, sikap
kewanitaan, dan sikap kepriaan (dukungan suami).
2. Faktor Kesehatan (Kontraindikasi absolute atau relatif)
17

18

Begitu pula dengan faktor kesehatan memiliki beberapa factor didalamnya seperti
status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik.
3. Faktor metode kontrasepsi (Penerimaan dan pemakaian)
Didalam faktor metode kontrasepsi ada faktor-faktor didalamnya seperti
efektivitas, efek samping, kerugian, komplikasi-komplikasi yang potensial dan
biaya.

2.3. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) merupakan alat kontrasepsi terbuat
dari plastik yang flesibel dipasang dalam rahim. Kontrasepsi yang paling ideal untuk
ibu pasca persalinan dan menyusui adalah tidak menekan produksi ASI yakni Alat
Kontarsepsi dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Device (IUD), suntikan KB yang 3
bulan, minipil dan kondom (BKKBN, 2014b).
Ibu perlu ikut KB setelah persalinan agar ibu tidak cepat hamil lagi (minimal
3-5 tahun) dan punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak dan keluarga.
Kontrasepsi yang dapat digunakan pada pasca persalinan dan paling potensi untuk
mencegah miss opportunity berKB adalah Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)
atau IUD pasca plasenta, yakni pemasangan dalam 10 menit pertama sampai 48 jam
setelah plasenta lahir (atau sebelum penjahitan uterus/rahim pada pasca persalinan
dan pasca keguguran di fasilitas kesehatan, dari ANC sampai dengan persalinan terus
diberikan penyuluhan pemilihan metode kontrasepsi. Sehingga ibu yang setelah
bersalin atau keguguran, pulang ke rumah sudah menggunakan salah satu kontrasepsi
(BKKBN, 2014b).

18

19


AKDR adalah suatu alat pencegah kehamilan dengan merusak kemampuan
hidup sperma atau ovum melalui perubahan pada tuba falopii dan cairan uterus, ada
reaksi terhadap benda asing disertai peningkatan leukosit (Everett, 2012). AKDR
adalah suatu alat pencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma
atau ovum melalui perubahan pada tuba falopii dan cairan uterus, ada reaksi terhadap
benda asing disertai peningkatan leukosit.
2.3.1. Mekanisme Kerja
Sampai sekarang belum ada orang yang yakin bagaimana mekanisme kerja
AKDR dalam mencegah kehamilan. Ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai
benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebukan leukosit
yang dapat melarutkan blastosis atau sperma.
Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berbeda.
Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus, selain
menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasit
anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga
menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi sperma (Sulistyawati, 2012).
2.3.2. Jenis AKDR
Menurut Arum (2009) jenis-jenis AKDR adalah sebagai berikut :
1.

AKDR CuT-380 A
Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T
diselebungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).

19

20

2.

AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)
Menurut Darmani (2003) AKDR yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini
dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated adalah Cu-T
380 A, Multiload 375 dan Nova-T.
a. Lippes Loop
AKDR Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral, pada
bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio
opaque pada pemeriksaan dengan sinar-x.
Menurut Proverawati (2010) AKDR Lippes Loop bentuknya seperti spiral
atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan dipasang benang
pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda ukuran panjang
bagian atasnya.
b. Cu T 380 A
AKDR Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk huruf T dengan
tambahan bahan Barium Sulfat.Pada bagian tubuh yang tegak, dibalut
tembaga sebanyak 176 mg tembagadan pada bagian tengahnya masingmasing mengandung 68,7 mg tembaga , denganluas permukaan 380 ±
23m2.Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian melintang 32 mm, dengan
diameter3 mm. pada bagian ujung bawah dikaitkan benang monofilamen
polietilen sebagaikontrol dan untuk mengeluarkan AKDR.

20

21

c. Multiload 375
AKDR Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai 375
mm2 kawat halus tembaga yang membalut batang vertikalnya. Bagian
lengannyadidesain

sedemikian

rupa

sehingga

lebih

fleksibel

dan

meminimalkan terjadinyaekspulsi.
d. Nova – T
AKDR Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga dengan bagian
lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan luka pada
jaringansetempat pada saat dipasang.
e. Cooper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan
pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm
dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas
permukaan 200 mm2 fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada
jenis Copper-T (Proverawati, 2010).
Menurut Suparyanto (2011) AKDR terdiri dari AKDR hormonal dan non
hormonal.
1. AKDR Non-hormonal
Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4. Karena itu berpuluh-puluh
macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang terbuat
dari benang sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang
ditambah obat atau tidak.
21

22

a. Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2:
1) Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-7.
Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
2) Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon, dan
Graten ber-ring.
b. Menurut Tambahan atau Metal :
1). Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya
kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8
tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3
tahun). Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera di belakang IUD
menunjukkan luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan, misalnya
Cu T 220 berarti tembaga adalah 220 mm2. Cara insersi: Withdrawal.
2). Unmedicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil,
Antigon. Cara insersi Lippes Loop: Push Out. Lippes Loop dapat
dibiarkan in-utero untuk selama-lamanya sampai menopause, sepanjang
tidak ada keluhan persoalan bagi akseptornya. IUD yang banyak dipakai
di Indonesia dewasa ini dari jenis Un Medicated yaitu Lippes Loop dan
yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-7, Multiload dan Nova-T.
2. IUD yang mengandung hormonal
a. Progestasert –T = Alza T, dengan daya kerja 18 bulan dan dilakukan dengan
teknik insersi: Plunging (modified withdrawal).
1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam.
22

23

2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 µg
progesteron setiap hari.
3) Tabung insersinya berbentuk lengkung.
b. Mirena
Mirena adalah AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) yang terbuat dari
plastik, berukuran kecil, lembut, fleksibel, yang melepaskan sejumlah kecil
levonogestrel dalam rahim. Mirena merupakan plastik fleksibel berukuran 32
mm berbentuk T yang diresapi dengan barium sulfat yang membuat mirena
dapat terdeteksi dalam pemeriksaan rontgen. Mirena berisi sebuah reservoir
silindris, melilit batang vertikal, berisi 52 mg levonorgestrel (LNG). Setelah
penempatan dalam rahim, LNG dilepaskan dalam dosis kecil ฀g/hari
(20
pada awalnya dan menurun menjadi sekitar฀g/hari
10
setelah 5 tahun)
melalui membran polydimethylsiloxane ke dalam rongga rahim. Pelepasan
hormon yang rendah menyebabkan efek sampingnya rendah. Keunggulan
dari AKDR ini adalah efektivitasnya tinggi, dengan tingkat kesakitan lebih
lebih ringan. Mirena merupakan sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk
wanita yang tidak dapat mentoleransi estrogen untuk kontrasepsinya.
Mengurangi frekuensi ovulasi (Rosa, 2012).
Cara kerja mirena melakukan perubahan pada konsistensi lendir serviks.
Lendir serviks menjadi lebih kental sehingga menghambat perjalanan sperma
untuk bertemu sel telur. Menipiskan endometrium, lapisan dinding rahim
yang dapat mengurangi kemungkinan implantasi embrio pada endometrium.
23

24

Setelah mirena dipasang 3 sampai 6 bulan pertama, menstruasi mungkin
menjadi tidak teratur. Mirena dapat dilepas dan fertilitas dapat kembali
dengan segera (Rosa, 2012).
2.3.3. Keuntungan Penggunaan AKDR
Keuntungan AKDR adalah : (Saifuddin, 2010)
1.

Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi

2.

Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1
kegagalan dalam 125-170 kehamilan).

3.

AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

4.

Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu
diganti)

5.

Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat

6.

Tidak mempengaruhi hubungan seksual

7.

Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil

8.

Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380 A).

9.

Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

10. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak
terjadi infeksi).
11. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid terakhir)
12. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
13. Mencegah kehamilan ektopiks

24

25

2.3.4. Kerugian Penggunaan AKDR
Kerugian penggunaan alat kontrasepsi AKDR (Proverawati, 2010) adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan)
2. Haid lebih lama dan banyak
3. Perdarahan (spotting antar menstruasi)
4. Saat haid lebih sedikit
Adapun kerugian AKDR, yaitu : (Saifuddin, 2010)
1.

Efek samping yang umum terjadi
a.

Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan)

2.

b.

Haid lebih lama dan banyak

c.

Perdarahan (spotting antar menstruasi)

d.

Saat haid lebih sedikit

Komplikasi AKDR
a.

Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan

b.

Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan
penyebab anemia

c.
3.

Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)

Tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS

25

26

4.

Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering
berganti pasangan.

5.

Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai
AKDR.

6.

Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan
AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan.

7.

Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi setelah pemasangan AKDR,
biasanya menghilang selama 1 hari.

8.

Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus
melepaskan AKDR.

9.

Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR
dipasang segera sesudah melahirkan).

10. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk
mencegah kehamilan normal.
11. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk
melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian
perempuan tidak mau melakukan ini.
2.3.5. Persyaratan Pemakaian AKDR
Menurut Saifuddin (2010) yang dapat menggunakan AKDR adalah :
1.

Usia reproduktif

2.

Keadaan nulipara

3.

Menginginkan kontrasepsi jangka panjang
26

27

4.

Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi

5.

Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

6.

Risiko rendah dari IMS

7.

Tidak menghendaki metode hormonal

8.

Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi

9.

Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
Pada umumnya ibu dapat menggunakan AKDR Cu dengan aman dan efektif.

AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya:
(Saifuddin, 2010)
1.

Perokok

2.

Sedang menyusui

3.

Gemuk ataupun yang kurus

4.

Pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeki

5.

Sedang memakai antibiotika atau anti kejang
Begitu juga Ibu dalam keadaan seperti dibawah ini dapat menggunakan AKDR:
(Saifuddin, 2010)

1. Penderita tumor jinak payudara, kanker payudara
2. Tekanan darah tinggi
3. Pusing-pusing, sakit kepala
4. Varises di tungkai atau di vulva
5. Penderita penyakit jantung
6. Pernah menderita stroke
27

28

7. Penderita diabetes dan penyakit hati atau empedu
8. Epilepsi
9. Setelah pembedahan pelvic
10. Penyakit tiroid
11. Setelah kehamilan ektopik
2.3.6. Penggunaan AKDR yang Tidak Diperkenankan
Kontra indikasi pemasangan IUD antara lain :
1.

Kemungkinan hamil atau sedang hamil

2.

Baru saja melahirkan (2 – 28 hari pasca persalinan)

3.

Memiliki risiko IMS (termasuk HIV)

4.

Menstruasi yang tidak biasa

5.

Infeksi atau masalah dengan organ kewanitaan seperti : IMS atau penyakit
radang panggul dalam 3 bulan terakhir, HIV atau AIDS

Infeksi setelah

melahirkan atau keguguran dan kanker pada organ kewanitaan (BKKBN, 2010).
Menurut Arum (2009) penggunaan AKDR yang tidak diperkanankan pada:
1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)
2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi)
3. Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis, servisitis)
4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami abortus septik
5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat
memengaruhi kavum uteri
6. Penyakit trofoblas yang ganas
28

29

7. Kanker alat genetalia
8. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.
2.3.7. Waktu Pemasangan AKDR
Melakukan pemasangan AKDR selama masih menstruasi akan menghilangkan
risiko pemasangan AKDR ke dalam uterus yang dalam keadaan hamil, namun klien
lebih rentan terhadap infeksi. Pemasangan AKDR dapat dilakukan pada hari-hari
selama siklus menstruasi. Angka kejadian AKDR terlepas spontan lebih rendah bila
AKDR tidak dipasang selama masa menstruasi (Sulistyawati, 2012).
1.

Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil.

2.

Hari pertama sampai ke-7 siklus haid.

3.

Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca
persalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenoure.

2.3.8. Cara Kerja Pemasangan AKDR
Menurut Saifuddin (2010) cara kerja pemasangan AKDR adalah sebagai
berikut:
1. Persiapan peralatan dan instrumen
Menyiapkan peralatan dan instrumen sebelum melakukan tindakan. Bila alat-alat
berada dalam paket yang telah disterilisasi, jangan membuka paket sebelum di
melakukan pemeriksaan panggul selesai dan keputusan akhir untuk pemasangan
dilakukan. Adapun peralatan dan instrumen yang dianjurkan untuk pemasangan
yaitu:

29

30

a. Bivale speculum (kecil, sedang atau besar)
b. Tenakulum
c. Forsep/korentang
d. Gunting
e. Mangkuk untuk larutan antiseptik
f. Sarung tangan (disterilisasi atau sarung tangan periksa yang baru)
g. Cairan antiseptik (misalnya povidon iodin) untuk membersihkan serviks
h. Kain kasa atau kapas
i. Sumber cahaya yang cukup untuk menerangi serviks (lampu senter sudah
cukup)
j. Copper T 380 A IUD yang masih belum rusak dan terbuka
2. Langkah-langkah pemasangan AKDR Copper T 380 A
a. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien
mengajukan pertanyaan. Sampaikan kepada klien kemungkinan akan merasa
sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan
diberitahu bila sampai pada langkah-langkah tersebut dan pastikan klien telah
mengosongkan kandung kencingnya
b. Periksa genitalia eksterna, untuk mengetahui adanya ulkus, pembengkakan
pada kelenjar Bartolin dan kelenjar skene, lalu lakukan pemeriksaan
spekulum dan panggul.
c. Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi
d. Masukkan lengan AKDR Copper T 380A di dalam kemasan sterilnya
30

31

e. Masukkan spekulum, dan usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik
dan gunakan tenakulum untuk menjepit serviks
f. Masukkan sonde uterus
g. Lakukan pemasangan AKDR Copper T 380 A
h. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan dan
bersihkan permukaan yang terkontaminasi
i. Melakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera setelah
selesai dipakai.
j. Mengajarkan kepada klien bagaimana memeriksa benang AKDR (dengan
menggunakan model yang tersedia dan menyarankan klien agar menunggu
selama 15-30 menit setelah pemasangan AKDR.
2.3.9. Pencabutan AKDR
Menurut Saifuddin (2010) langkah-langkah pencabutan AKDR sebagai
berikut:
1. Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien
untuk bertanya.
2. Memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan benang AKDR
3. Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
4. Mengatakan pada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan. Meminta
klien untuk tenang dan menarik nafas panjang, dan memberitahu mungkin timbul
rasa sakit.

31

32

a. Pencabutan normal
Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau lengkung
yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril dan tarik benang pelanpelan, tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR biasanya dapat dicabut
dengan mudah. Untuk mencegah benangnya putus, tarik dengan kekuatan
tetap dan cabut AKDR dengan pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik,
maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar.
b. Pencabutan sulit
Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis dengan
menggunakan klem lurus atau lengkung. Bila tidak ditemukan pada kanalis
servikalis, masukkan klem atau alat pencabut AKDR ke dalam kavum uteri
untuk menjepit benang AKDR itu sendiri. Bila sebagian AKDR sudah ditarik
keluar tetapi kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis
servikalis, putar klem pelan-pelan sambil tetap menarik selama klien tidak
mengeluh sakit. Bila dari pemeriksaan bimanual didapatkan sudut antara
uterus dengan kanalis servikal sangat tajam, gunakan tenakulum untuk
menjepit serviks dan lakukan tarikan ke bawah dan ke atas dengan pelanpelan dan hati-hati, sambil memutar klem. Jangan menggunakan tenaga yang
besar.

32

33

2.4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan AKDR
1. Umur
Usia seorang wanita dapat mempengaruhi kecocokan dan akseptabilitas
metode-metode kontrasepsi tertentu. Dua kelompok pemakai, remaja dan wanita
perimenopause perlu mendapat perhatian khusus (Wulansari & Hartanto, 2006).
Umur akanmempengaruhi seseorang dalam menentukan pemilihan alatkontrasepsi
karena biasanya ibu dengan usia muda (baru pertamakali menggunakan alat
kontrasepsi)akan cenderung memilih alatkontrasepsi yang kebanyakan orang pakai
(Mubarak, 2011).
Umur menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan IUD.
Semakin meningkatnya umur seseorang dan telah tercapainya jumlah anak ideal
akan mendorong pasangan untuk membatasi kelahiran, hal ini meningkatkan peluang
responden untuk menggunakan IUD. Sesuai dengan hasil penelitian di India bahwa
IUD TCu 380A digunakan oleh wanita yang berumur lebih dari 30 tahun dan wanita
yang telah mencapai ukuran keluarga yang diinginkan (Pastuti dkk, 2007).
2. Paritas (Jumlah Anak)
Jumlah anak hidup mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan
metode kontrasepsi yang akan digunakan. Pada pasangan dengan jumlah anak hidup
masih sedikit, terdapat kecenderungan untuk menggunakan metode kontrasepsi
dengan efektivitas rendah, sedangkan pada pasangan dengan jumlah anak hidup
banyak, terdapat kecenderungan menggunakan metode kontrasepsi dengan efektivitas
tinggi (Wulansari & Hartanto, 2006).
33

34

Tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan
AKDR. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin tinggi keinginan
responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan mendorong
responden untuk menggunakan AKDR (Dewi, 2012).
3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimiliki (mata, hidung, telinga dan sebagainya).
Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang dipengaruhi melalui indra pendengaran
(telinga) dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).
Menurut Polanyi dalam Turban (2005) pengetahuan dapat pula dibagi dua
yaitu pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan pengetahuan tersembunyi (tacit
knowledge). Pengetahuan eksplisit adalah kebijakan, petunjuk prosedural, laporan
resmi, laporan, desain produk, strategi, tujuan, misi dan kemampuan inti dari
perusahaan dan teknologi informasi insfrastruktur. Hal itu adalah pengetahuan yang
telah dikodifikasi (terdokumentasi) dalam format yang dapat dibagikan kepada orang
lain atau ditransformasikan ke dalam suatu proses tanpa menuntut interaksi antar
pribadi. Sedangkan pengetahuan tersembunyi merupakan penyimpanan kumulatif
dari pengalaman, peta mental, pengertian yang mendalam (insight) ketajaman,
keahlian, know-how, rahasia perdagangan, kumpulan keterampilan, pemahaman dan

34

35

pembelajaran yang dimiliki organisasi, juga budaya organisasi yang telah melekat di
masa lalu.
Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
4. Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sheriff
dalam Rakhmat (2008), sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh
melalui proses belajar. Sementara Allport dalam Rakhmat (2008) melihat sikap
sebagai kesiapan saraf (neural setting) sebelum memberikan respon. Dari kedua
definisi tersebut Rakhmat (2008) menyimpulkan dalam beberapa hal, yaitu pertama,
sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap.
Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih
menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif. Dan kelima, sikap timbul
dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar.
Banyak ibu bersikap negatif terhadap alat kontrasepsi IUD. Hal ini karena
sering mendengar rumor/mitos yang beredar di masyarakat, misalnya rumor tentang
IUD yang bisa berpindah-pindah tempatnya bahkan bisa ke jantung, IUD bisa
35

36

menyebabkan kanker, dan dapat tertanam di dalam rahim. Sebagian ibu juga malu
karena harus membuka bagian yang paling rahasia dari tubuhnya dan takut karena
yang didengarnya sangat sakit ketika pemasangan IUD (BKKBN, 2002).
5. Efek Samping
Efek samping adalah perubahan fisik atau psikis yang timbul akibat dari
penggunaan alat/obat kontrasepsi dan merupakan reaksi yang terjadi karena pemakain
alat kontrasepsi tetapi tidak berpengaruh serius terhadap kesehatan klien (Saragih,
2011). Efek samping merupakan faktor yangsangat berpengaruh dalam pemilihan
metode kontrasepsi yang akan digunakan wanita.
AKDR merupakan alat kontrasepsi yang efektif akan tetapi dapat
menimbulkan gangguan pada organ reproduksi karena keberadaannya di dalam rahim
dimana AKDR merupakan benda asing bagi rahim sehingga banyak menimbulkan
efek samping bagi akseptor, misalnya mengakibatkan bertambahnya volume dan
lama haid (metroragia) yang disebabkan adanya faktor mekanik pada endometrium
karena ketidakserasian antara besarnya AKDR dan rongga rahim serta kemungkinan
disebabkan karena kehamilan intra uteri atau ektopik. Dan akseptor AKDR yang
karena efek samping banyak yang memilih untuk drop out karena membuat akseptor
tersebut tidak nyaman dan lebih memilih untuk berpindah ke kontrasepsi lain
Speroff L dan Darney P (2003) juga mengatakan bahwa gejala yang paling
sering bertanggung jawab menyebabkan penghentian AKDR adalah peningkatan
perdarahan uterus serta nyeri haid yang meningkat. Dalam waktu satu tahun, 5-15%
wanita berhenti menggunakan AKDR karena masalah ini.
36

37

Akseptor KB yang memilih drop out (memutuskan berhenti menggunakan
salah satu alat kontrasepsi) disebabkan karena mengalami efek samping. Efek
samping pada sebagian alat kontrasepsi menyebabkan ibu merasa tidak nyaman
seperti timbul perdarahan di luar haid, haid tidak teratur, tidak datang haid
(amenorrhoea), rasa mual, bercak hitam di pipi, jerawat, penyakit jamur pada liang
vagina, nyeri kepala, penambahan berat badan, dan rambut rontok (Pinem, 2009).
6. Ingin Punya Anak Lagi
Berbagai alasan atau penyebab ibu yang dropout dalam pemakaian alat
kontrasepsi yaitu ingin punya anak lagi atau ingin hamil kembali (umur memasuki
usia 30 tahun sedangkan anak masih 1 orang). Dengan anak hanya satu orang, rumah
terasa sepi dan sunyi sehingga mereka menginginkan anak agar rumah lebih ceria dan
dapat membahagiakan ibu apalagi jika ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang
tidak mempunyai pekerjaan di luar rumah. Dengan alasan tersebut mereka lebih
memilih untuk menghentikan penggunaan alat kontrasepsi yang telah digunakannya
(Pinem, 2009).
7. Suami
Peran suami yang sangat besar dalam rumah tangga menyebabkan banyak
istri yang patuh terhadap suami. Demikian halnya dalam pemakaian alat kontrasepsi,
banyak istri yang meminta izin kepada suami bahwa dirinya menggunakan alat
kontrasepsi tersebut, tetapi setelah suami mengetahui bahwa istri menggunakan alat
kontrasepsi maka sang suami menganjurkan untuk menghentikan pemakaian tersebut.

37

38

Dukungan suami pada ibu untuk drop out dalam pemakaian salah satu alat
kontrasepsi dapat menyebabkan angka drop out meningkat (Hartanto, 2008).
8. Dukungan Petugas Kesehatan
Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh
dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam
masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman,
ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang
bersangkutan. Dalam masalah kesehatan, petugas kesehatan mempunyai peran yang
besar dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Kurangnya peran petugas
kesehatan dalam memberikan informasi menyebabkan masyarakat melakukan upayaupaya kesehatan tidak sepenuh hati.
Petugas kesehatan berperan dalam memberikan informasi, penyuluhan dan
menjelaskan tentang alat kontrasepsi utamanya mengenai kontrasepsi hormonal.
Petugas kesehatan sangat banyak berperan dalam tahap akhir pemakaian alat
kontrasepsi. Pemberian pelayanan yang berkualitas tentang IUD dapat mempengaruhi
seseorang untuk menggunakan KB IUD ( Pendit, 2007).

2.5. Landasan Teori
Faktor keputusan konsumen untuk terus menggunakan alat kontrasepsi
AKDR/IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing
individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Teori
Lawrence Green (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012) adalah

38

faktor

39

predisposisi atau predisposing factors (demografi: umur, paritas, pendidikan;
pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap, persepsi), faktor pendukung atau enabling
factors (ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan,
keterjangkauan sumber daya kesehata,n) dan faktor pendorong atau reinforcing
factors (dukungan dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga
dari petugas kesehatan itu sendiri).
Faktor Predisposisi:
1. Demografi: umur, jumlah
anak, pendidikan
2. Pengetahuan
3. Kepercayaan
4. Nilai
5. Sikap
6. Persepsi
Faktor Pendukung:
1. Ketersediaan sumber daya
kesehatan/fasilitas
pelayanan kesehatan.
sumber
2. Keterjangkauan
daya kesehatan

Perilaku

Faktor Pendorong:
Dukungan dari keluarga, teman
kerja, tokoh masyarakat, tokoh
agama, petugas kesehatan

Gambar 2.1. Teori Perilaku dari Green (Notoatmodjo, 2012)

39

40

2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori Green tersebut maka faktor-faktor yang menyebabkan ibu
tidak ingin menggunakan AKDR adalah faktor predisposisi (karakteristik meliputi,
umur, jumlah anak, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (keinginan punya anak
lagi dan efek samping) dan faktor pendorong (dukungan suami dan dukungan petugas
kesehatan). Faktor-faktor tersebut diduga menghambat ibu menggunakan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor Predisposisi:
1. Karakteristik (umur, jumlah
anak)
2. Pengetahuan
3. Sikap
Penggunaan Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR)dan Tidak
Menggunakan Kontrasespsi dalam
Rahim (AKDR)

Faktor Pendukung:
1. Keinginan punya anak lagi
2. Efek samping

Faktor Pendorong:
1. Dukungan suami
2. Dukungan petugas
kesehatan

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

40

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo

0 20 145

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Suami Istri Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 19

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Suami Istri Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 2

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Suami Istri Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 9

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Suami Istri Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 2 3

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Suami Istri Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 30

Pengaruh Pengetahuan Terhadap Persepsi Istri Dalam Penggunaan Kb Non Hormonal Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten

0 0 18

Pengaruh Pengetahuan Terhadap Persepsi Istri Dalam Penggunaan Kb Non Hormonal Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten

0 0 2

Pengaruh Pengetahuan Terhadap Persepsi Istri Dalam Penggunaan Kb Non Hormonal Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten

0 0 10

Pengaruh Pengetahuan Terhadap Persepsi Istri Dalam Penggunaan Kb Non Hormonal Di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten

0 1 44