Pengaruh Persepsi Lingkungan Kerja dan Tipe Kepribadian Neuroticism terhadap Stres Kerja Pegawai di PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Stres Kerja
1. Definisi Stres Kerja
Dalam lingkungan pekerjaan setiap orang hampir semuanya pernah
mengalami stres. Stres yang dialami seseorang bisa kecil hampir tak
berarti, namun bagi orang lain bisa dianggap sangat menganggu dan
berlanjut dalam waktu yang relatif lama (Efendi, 2001).

Lingkungan

kerja, sebagaimana lingkungan-lingkungan lainnya, menuntut adanya
penyesuaian diri dari individu yang menempatinya. Oleh karena itu
individu akan memiliki kemungkinan untuk mengalami suatu keadaan
stres dalam lingkungan kerja (Rice, 1992).
Secara sederhana stres dapat di definisikan sebagai suatu keadaan
dimana individu terganggu keseimbangannya. Sering juga stres diartikan
sebagai perasaan khawatir dan takut (Dharmawan, 2005). Hans Selye
(dalam Efendi, 2001) yang dikenal sebagai father of stress theory
mendefinisikan stres sebagai respon tubuh non-spesifik terhadap segala

tekanan yan menimpanya. Sedangkan Rivai dan Sagala (2013)
mendefinisikan stres sebagai suatu istilah payung yang merangkumi
tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan gemuruh,
kecemasan, kemurungan dan hilang daya.

Universitas Sumatera Utara

Stres juga dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamis
dimana seorang individu di hadapkan pada peluang, tuntutan atau sumber
daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang
hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stres bisa positif dan bisa
negatif. Stres positif berupa stres tantangan atau stres yang menyertai
tantangan di lingkungan kerja (seperti banyak proyek, tugas, dan tanggung
jawab. Sedangkan stres negatif merupakan suatu hambatan atau stres yang
menghalangi untuk mencapai tujuan (seperti birokrasi, politik kantor,
kebingungan terkait tanggung jawab pekerjaan (Robbins, 2014).
Stres

atau


ketegangan

timbul

sebagai

suatu

hasil

ketidakseimbangan antara persepsi orang tersebut mengenai tuntutan yang
dihadapinya

dan

persepsinya

mengenai

kemampuannya


untuk

menanggulangi tuntutan tersebut (Rice, 1992). Stres dapat disebabkan oleh
apapun yang menstimulasi kita, hal itu adalah bagian dari kehidupan.
Beberapa tingkatan stres dapat distimulasi, namun bila terlalu banyak akan
bisa merusak (Lazarus, dalam Austin, 2004). Stres berhubungan dengan
dengan situasi lingkungan yang dipersepsikan sebagai suatu tekanan yang
melampaui kemampuan dan keadaan diri seseorang untuk mengatasinya
(McGrath, dalam Chandraiah, 2003). Penghayatan stres ditentukan oleh
penafsiran tentang tuntutan apa yang dihadapi dan oleh analisis dari
sumber-sumber yang dimiliki untuk mampu menghadapi tuntutan
(Munandar, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri dan jiwa
seseorang diluar batas kemampuannya, sehingga jika terus dibiarkan tanpa
ada solusi maka akan berdampak pada kesehatannya. Oleh karena
seseorang melakukan sesuatu tidak sesuai dengan hati nuraninya namun

hati nuraninya tidak sanggup untuk menolaknya, sehingga menimbulkan
pertentangan diri yang kuat atau kontra dengan batinnya (Fahmi, 2013).
Stres yang kemunculannya mengacu pada pekerjaan seseorang
disebut stres kerja (Austin, 2004). Stres kerja menurut Kahn, dkk (dalam
Cooper, 2003) merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan
dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon
singkat, dampak kesehatan, dan variabel-variabelnya saling berkaitan.
Cooper (2003) mengemukakan bahwa stres kerja adalah ketidakmampuan
untuk memahami atau menghadapi tekanan, di mana tingkat stres tiap
individu dapat berbeda-beda dan bereaksi sesuai perubahan lingkungan
atau keadaan.
Stres kerja adalah interaksi antara kondisi-kondisi pekerjaan
dengan para karyawannya yang ciri-cirinya dapat merubah kondisi normal
psikologis atau merubah fungsi-fungsi secara psikologis, atau merubah
keduanya dalam meningkatkan performa pekerjaan. Hal tersebut menjadi
sangat penting untuk industri dan karyawannya dinyatakan oleh Beehr dan
Newman (dalam Rice ,1992).
Stres

kerja


merupakan

suatu

kondisi

ketegangan

yang

mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang

Universitas Sumatera Utara

terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungan (Bandoyo, 2004). Selye (dalam Beehr, 1995) menyatakan
bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang
menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan
perilaku.

Stres kerja juga dapat dirumuskan sebagai suatu kondisi dari
pekerjaan yang mengancam individu. Ancaman ini dapat berasal dari
tuntutan pekerjaan itu atau karena kurang terpenuhinya kebutuhan
individu. Stres kerja ini muncul sebagai bentuk ketidakharmonisan
individu dengan lingkungan kerjanya (Diahsari, 2001).
Stres kerja dapat diartikan juga sebagai suatu kondisi ketegangan
yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang
mempengaruhi fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir, dan kondisi seorang karyawan. Stres kerja yang terlalu besar
dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan.
Sebagai hasilnya pada diri karyawan berkembang segala macam gejala
stres yang dapat menganggu pelaksanaan kerja mereka (Rivai, 2013).
Menurut Rice (1992) seseorang dapat mengalami stres kerja jika
urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi dan
perusahaan tempat individu bekerja. Penyebabnya tidak hanya lingkungan
tempat individu bekerja tapi permasalahan sikap individu itu sendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi stres kerja adalah interaksi
antara kondisi kerja dengan sifat-sifat karyawan yang bekerja yang

Universitas Sumatera Utara


merubah fungsi normal secara fisik, psikologis maupun perilaku yang
berasal dari tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan karyawan atau
kondisi lingkungan yang menimbulkan stres yang dapat menyebabkan
pengaruh negatif bagi karyawan maupun organisasi tempat dia bekerja
yang membutuhkan solusi baik itu dari personal maupun perusahaan.

2. Aspek-aspek Stres kerja
Beehr dan Newman (dalam Rice, 1992) telah memeriksa sejumlah
penelitian tentang stres kerja dan dirangkumkan ke dalam 3 tipe dari aspek
stres kerja yaitu aspek fisik, aspek psikologis, dan aspek perilaku.
a. Aspek fisik dapat menyebabkan perubahan metabolisme sehingga
mempengaruhi keadaan fisiologis individu. Pada umumnya gejalagejala fisik yang tampak yaitu :
1) Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah
2) Meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin
3) Timbulnya gangguan perut
4) Kelelahan fisik
5) Kematian
6) Timbulnya penyakit kardiovaskuler
7) Ketegangan otot

8) Keringat berlebihan
9) Gangguan kulit
10) Sakit kepala

Universitas Sumatera Utara

11) Kanker
12) Gangguan tidur

b. Aspek psikologis dari stres kerja merupakan efek psikologis paling
jelas dan sederhana. Pada umumnya gejala-gejala psikologis yaitu :
1) Ketegangan, kecemasan, kebingungan, dan mudah tersinggung
2) Perasaan frustasi, marah, mudah lupa dan kesal
3) Emosi yang menjadi sensitif dan hiperaktif
4) Perasaan tertekan
5) Kemampuan berkomunikasi efektif menjadi kurang
6) Menarik diri dan depresi
7) Perasaan terisolir dan terasing
8) Kebosanan dan ketidakpuasan dalam bekerja
9) Kelelahan mental dan menurunnya fungsi intelektual

10) Menurunnya harga diri
Kemungkinan besar prediksi efek stres kerja adalah ketidakpuasan
pekerjaan. Ketika hal ini muncul, seseorang merasa kurang termotivasi
untuk bekerja, tidak bekerja dengan baik, atau tidak melanjutkan
pekerjaan. Aspek ini muncul pada tahapan yang berbeda di dalam
perjalanan dari pekerjaan tersebut dan bervariasi antara satu orang dengan
yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara

c. Aspek perilaku dari stres kerja biasanya dikaitkan dengan perilaku
dalam kehidupan pribadi. Yang termasuk dalam gejala-gejala perilaku
yaitu :
1) Bermalas-malasan dan menghindari pekerjaan
2) Kinerja dan produktivitas menurun
3) Meningkatnya penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang
4) Melakukan sabotase pada pekerjaan
5) Makan berlebihan sebagai pelarian yang bisa mengakibatkan obesitas
6) Mengurangi makan sebagai perilaku menarik diri dan berkombinasi
dengan depresi.

7) Kehilangan selera makan dan menurunnya berat badan secara tiba-tiba
8) Meningkatnya perilaku yang berisiko tinggi
9) Agresif, brutal, dan mencuri
10) Hubungan yang tidak harmonis dengan keluarga dan teman
11) Kecenderungan melakukan bunuh diri.
Sebagai kesimpulan di atas, menunjukkan bahwa aspek stres kerja
ada tiga aspek, yang merupakan gejala-gejala yang kompleks, yang
meliputi aspek fisik, aspek psikologis, maupun aspek perilaku. Namun
demikian gejala tersebut tidak muncul bersamaan waktunya pada
seseorang, kemunculannya bersifat kumulatif, yang sebenarnya telah
terjadi dalam waktu yang cukup lama, hanya saja tidak terdeteksi jika
tidak menunjukkan perilaku tertentu.

Universitas Sumatera Utara

3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Stres Kerja
Fakta menunjukkan bahwa stres pekerjaan berdampak pada


kesehatan fisik dan mental dari karyawan Cooper (dalam Rice, 1992).
Menurut Robbins (2014) ada tiga kategori faktor potensi pemicu
stres (stressor) : lingkungan, organisasi dan individu.
a. Faktor Lingkungan
Yaitu keadaan secara global.
1) Ketidakpastian Ekonomi
Selain

mempengaruhi

desain

struktur

sebuah

organisasi,

ketidakpastian lingkungan mempengaruhi tingkat stres para
karyawan dalam organisasi. Perubahan dalam siklus bisnis
menciptakan ketidak pastian ekonomi. Ketika ekonomi memburuk
orang merasa cemas dengan kelangsungan pekerjaan mereka.
2) Ketidakpastian politik
Perubahan politik sangat memicu untuk karyawan menjadi stres.
Contoh : pemisahan antara Jerman Timur dan Jerman Barat
menyebabkan ketidakpastian politik yang memicu stres masyarakat
di negara tersebut.

3) Perubahan tehnologi
Inovasi-inovasi baru dapat membuat ketrampilan dan keahlian
seorang karyawan menjadi usang dalam waktu singkat. Misal :

Universitas Sumatera Utara

komputer, sistem robotik, otomatisasi, dan berbagai bentuk inovasi
teknologis lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak
orang dan memicu mereka untuk stres.
4) Terorisme
Peristiwa di Amerika, peringatan teror di gedung-gedung pencakar
langit serta harus menghadiri beragam acara publik besar telah
membuat

faktor

keamanan

menjadi

sangat

penting,

dan

meningkatkan stres bagi mereka yang bekerja di dalamnya.
b. Faktor Organisasi
Yaitu kondisi organisasi yang langsung mempengaruhi kinerja
individu, dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Tuntutan Tugas
Adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan
tersebut meliputi desain pekerjaan individual (otonomi, keragaman
tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata letak fisik
pekerjaan.
Tugas yang dibebankan untuk setiap pegawai PT PLN
Wilayah Sumut adalah sesuai dengan jobdescriptionnya masingmasing yang sudah terstandarisasi nasional. Jadi tugas dan
tanggung jawab untuk setiap pemangku jabatan tersebut dalam
Wilayah Sumut, sama dengan jabatan yang sama untuk PT PLN
seluruh Indonesia.
2) Tuntutan Peran

Universitas Sumatera Utara

Adalah berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang
sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam
organisasi. Konflik peran menciptakan ekspetasi yang mungkin
sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi.
Sementara di PT PLN Wilayah Sumut setiap karyawan atau
pegawai memiliki peranan yang sama untuk setiap individu sesuai
dengan jabatannya masing-masing. Dari mulai level manager
sampai dengan staff.
3) Tuntutan Individu/Pribadi
Adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Tidak adanya
dukungan dari kolega dan hubungan antar pribadi yang buruk
dapat menyebabkan stres, terutama diantara para karyawan yang
memiliki kebutuhan sosial tinggi.
c. Faktor Individu
1) Persoalan Keluarga
Berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan,
dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa
contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan
yang lalu terbawa sampai ke tempat kerja.

2) Persoalan Ekonomi

Universitas Sumatera Utara

Pola hidup yang besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi
lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan menganggu
konsentrasi kerja mereka.
3) Kepribadian
Perbedaan individu dalam mengatasi stres berbeda-beda, hal
tersebut karena adanya hal-hal yang berbeda dalam pribadi
individu yang melekat tersebut, seperti : persepsi, pengalaman
kerja, dukungan sosial, keyakinan pada pusat kendali, keyakinan
diri, emosi dan permusuhan. Demikian juga tipe kepribadian sangat
mempengaruhi stres. Sementara tipe kepribadian yang ada di Big
Five Personality adalah salah satu yang mendekati faktor
mempengaruhi stres yaitu tipe kepribadian neuroticism. Tipe
kepribadian

neuroticism

merupakan

tipe

kepribadian

yang

menggambarkan seseorang memiliki masalah emosi yang negatif
seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman (Pervin, 2005).

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja diatas,
maka peneliti menyimpulkan bahwa faktor (eksternal) lingkungan yaitu
bagaimana persepsi lingkungan kerjanya terhadap stres, serta faktor
(internal) individunya adalah kepribadian. Yaitu individu yang memilki
tipe kepribadian neuroticism lebih berpotensi untuk mengalami stres
kerja. Sehingga keduanya yaitu persepsi lingkungan kerjanya dan tipe

Universitas Sumatera Utara

kepribadian neuroticism, kedua faktor yang berpengaruh terhadap stres
kerja.

4. Dampak Stres kerja
Menurut Gibson (2006) menyatakan bahwa dampak dari stres kerja
banyak dan bervariasi. Dampak positif dari stres kerja diantaranya
motivasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan meningkatnya
inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek yang
menganggu dan secara potensial berbahaya. Cox membagi menjadi 5
kategori efek dari stres kerja, yaitu sebagai berikut :
a. Subyektif berupa kekhawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa
bosan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kendali emosi,
penghargaan diri rendah, gugup, kesepian.
b. Perilaku berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol,
penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan dan merokok secara
berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup.
c. Kognitif berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang
masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif
terhadap kritik, hambatan mental.
d. Fisiologis berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung
dan tekanan darah meningkat, mulut kering dan berkeringat, bola mata
melebar, panas dan dingin.

Universitas Sumatera Utara

e. Organisasi berupa angka absensi, omset rendah, produktivitas rendah,
terasing dari mitra kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.
Menurut

Jacinta

(2002),

menyatakan

stres

kerja

dapat

mengakibatkan hal- hal sebagai berikut :
a. Dampak terhadap perusahaan
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun
operasional kerja
2. Mengganggu kenormalan aktifitas kerja
3. Menurunnya tingkat produktivitas
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan
b. Dampak terhadap individu
Muncul masalah-masalah yang berhubungan dengan :
1. Kesehatan
Banyak penelitian yang menemukan adanya akibat-akibat stres
terhadap kesehatan seperti : jantung, gangguan pencernaan, darah
tinggi, maag, alergi dan beberapa penyakit lainnya.

2. Psikologis
Stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran
yang terus menerus yang disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya
menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran, dan seluruh
kehidupan penderitanya secara perlahan-lahan.

Universitas Sumatera Utara

Kesimpulan dari dampak stres kerja yaitu dampak terhadap
perusahaan dan dampak terhadap individunya. Dampak ke perusahaan
yaitu terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun
operasional kerja; mengganggu kenormalan aktifitas kerja; menurunnya
tingkat

produktivitas;

menurunkan

pemasukan

dan

keuntungan

perusahaan. Sedangkan dampak terhadap individu yaitu muncul masalah
yang berhubungan dengan kesehatan dan psikologis.

B. Persepsi Lingkungan Kerja
1. Definisi Persepsi Lingkungan Kerja
Sebelum menjelaskan definisi persepsi lingkungan kerja, ada dua
hal yang harus diketahui untuk memahami pengertian dari definisi
persepsi lingkungan kerja. Kedua hal tersebut adalah definisi persepsi dan
definisi lingkungan kerja.
a. Definisi Persepsi
Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan atau cara pandang
orang terhadap sesuatu. Dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau
cara seseorang dalam memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt,
2001). Sedangkan Chaplin (2009) memandang persepsi sebagai proses.
Menurut Bechtel dan Churchman (2002) persepsi merupakan salah
satu fungsi kognitif yang dimiliki oleh setiap individu. Sedangkan
Darmawan

(2013)

persepsi

merupakan

proses

kognitif

yang

memungkinkan kita menafsirkan dan memahami lingkungan sekitar.

Universitas Sumatera Utara

Branca dalam Darmawan (2013) bahwa sebagian tingkah laku dan
penyesuaian individu ditentukan oleh persepsi. Tingkah laku dan sikap
individu terhadap suatu keadaan atau obyek akan tergantung pada
tanggapan individu terhadap obyek tersebut lewat persepsinya.
Luthans dalam Kreitner (2014) persepsi adalah proses mental serta
kognitif

yang

kompleks

dan

meliputi

seleksi,

pengorganisasian,

interpretasi dan memahami lingkungan sekitar. Kemudian Kreitner dan
Kinichi (2014) mengemukakan bahwa persepsi merupakan proses
mengorganisasi dan menginterpretasi, data-data berdasarkan pengalaman
sebelumnya. Persepsi menggambarkan pengenalan terhadap manusia,
kondisi atau situasi yang berada dalam jangkauan simulasi sensoris.
Sehingga respon yang dihasilkan persepsi berupa motivasi, sikap dan
perilaku.
Giddens dalam Rivai (2013) persepsi terhadap pekerjaan
ditentukan oleh cara karyawan mengartikan pekerjaannya. Persepsi bukan
hanya sekedar melihat, tetapi segala hal yang diterima melalui indra akan
diolah secara kognitif dan kemudian individu akan dapat menentukan
reaksi dari sensasi atau stimulus yang diterima.
Gibson (2006) perception is the process by which an individual
gives meaning to the environment. It involves organizing and interpreting
various stimuli into a psychological experience.
Selanjutnya faktor yang mempengaruhi persepsi karyawan
terhadap pekerjaan adalah segala sesuatu yang menjadi harapan karyawan

Universitas Sumatera Utara

sebagai pekerja, dan juga peristiwa yang dihadapi karyawan saat ini dalam
bekerja (Dharmawan, 2005).
Berdasarkan keseluruhan pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa persepsi adalah suatu tanggapan dan penilaian individu secara
psikologis yang melibatkan unsur-unsur penginderaan, pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap obyek-obyek di lingkungan sekitar kehidupan
individu.
b. Definisi Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah keadaan disekitar tempat kerja pada
waktu karyawan melakukan pekerjaannya, dan keadaan ini merupakan
keadaan yang dapat mempengaruhi kesejahterahan karyawan sehingga
karyawan akan berdaya guna untuk menghasilkan sesuatu (Wesik, 2004).
Menurut Kartono (2005) lingkungan kerja adalah kondisi-kondisi
materiil dan psikologis yang ada di dalam perusahaan tempat orang
tersebut bekerja. Kondisi materiil menyangkut keadaan ruang kerja,
sedangkan kondisi psikologis menyangkut hubungan antara karyawan
dengan pimpinan dan rekan sekerjanya. Lingkungan kerja

juga

merupakan faktor yang penting dan dapat berpengaruh terhadap pekerjaan
yang dilakukan, tetapi banyak perusahaan yang kurang memperhatikan
faktor tersebut. Dengan memberikan atau mengadakan lingkungan kerja
yang menyenangkan berarti juga menimbulkan perasaan yang puas
terhadap karyawannya. Dengan demikian akan dihindarkan pemborosan
waktu dan biaya.

Universitas Sumatera Utara

Lingkungan Kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar
pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas
yang dibebankan. Misalnya : kebersihan, musik, dan sebagainya.
Lingkungan kerja fisik dalam suatu perusahaan merupakan suatu kondisi
pekerjaan untuk memberikan suasana dan situasi kerja karyawan yang
nyaman dalam pencapaian tujuan yang diinginkan oleh suatu perusahaan
(Nitisemito, 2001).
Kondisi lingkungan kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab
karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit konsentrasi dan
menurunnya produktivitas kerja. Lingkungan kerja yang kurang bersih,
berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan.
Sehingga dilakukan pemeliharaan prasarana fisik seperti kebersihan yang
terjaga, penerangan cahaya yang cukup, ventilasi udara, suara musik, dan
tata ruang kantor yang nyaman. Karena lingkungan kerja dapat
menciptakan hubungan kerja yang mengikat orang-orang yang ada dalam
lingkungannya (Nitisemito,2001).
Dengan demikian lingkungan kerja dapat diartikan dengan suatu
kondisi materiil dan psikologis yang ada dalam satu lingkungan organisasi
ataupun perusahaan dan dianggap memiliki pengaruh pada perilaku
anggotanya.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
persepsi lingkungan kerja adalah suatu penilaian dan tanggapan individu
secara

psikologis

yang

melibatkan

unsur-unsur

penginderaan,

Universitas Sumatera Utara

pengorganisasian, penginterpretasian terhadap kondisi lingkungan suatu
organisasi maupun perusahaan, baik yang bersifat materiil/fisik maupun
psikologis. Persepsi terhadap lingkungan kerja ini dapat mempengaruhi
perilaku individu terhadap lingkungan kerjanya.

2. Dimensi - dimensi Lingkungan Kerja
Menurut (Wineman, 2004) dimensi dari lingkungan kerja selalu
meliputi kondisi lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Yaitu :
1. Lingkungan kerja fisik
Merupakan keadaan ruangan beserta perlengkapan yang mendukung.
Yaitu seperti peralatan kerja, suhu udara, penerangan, tingkat
kebisingan, tata ruang kerja, dan hal-hal lain yang terkait dengan
lingkungan fisik.
2. Lingkungan kerja psikologis/psikososial
Merupakan kondisi organisasi dan interaksi sosial didalamnya. Hal
tersebut menyangkut kebutuhan para karyawan, perilaku, norma
kelompok kerja, peran karyawan, dan sikap-sikap para karyawan
dalam bekerja.
Wesik (2004) lingkungan kerja psikologis adalah keadaan sekitar
tempat

kerja

pada

waktu

individu

melakukan

pekerjaan

dan

kecenderungan ini merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi
kesejahterahan individu, sehingga individu akan berdaya guna untuk
menghasilkan sesuatu.

Universitas Sumatera Utara

3. Aspek-aspek Persepsi Lingkungan Kerja
Gondokusumo (2001) mengungkapkan aspek-aspek pengukuran
persepsi lingkungan kerja yang meliputi :
a. Kebijaksanaan
Meliputi prosedur dan pedoman yang memuat norma, standar atau sasaran
dari kerja sehari-hari dan dari usaha dalam jangka yang lebih panjang.
b. Syarat kerja
Semua kewajiban yang ditetapkan oleh pimpinan termasuk imbalan oleh
karyawan-karyawan. Imbalan tersebut seharusnya seimbang dengan hasil
kerja dan imbalan tersebut bukan gaji saja, tetapi imbalan tersebut
termasuk pula berbagai macam tunjangan yang dikenal sebagai fringe
benefits, misalnya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, premi.
c. Alat yang baik dan bahan yang tersedia
Alat yang baik dan tersedianya bahan akan mempercepat kerja, sehingga
dapat menambah kepuasan kedua belah pihak. Sebaliknya apabila alat
kurang baik dan bahan kurang tersedia, kerja diperlambat dan tidak
produktif, sehingga mengakibatkan kecemasan, ketegangan dan tekanan
kalau nantinya pekerjaan tidak selesai tepat waktu.
d. Tempat kerja harus cukup luas untuk bergerak dan bersih
Tempat kerja harus cukup luas untuk bergerak, bersih dan memiliki udara
segar. Disamping itu harus mempunyai gangguan sedikit mungkin.
e. Kepemimpinan

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini adalah kebijaksanaan pimpinan yaitu bagaimana cara pihak
atasan mendekati, mendorong, membimbing dan mengawasi karyawan
sehingga tercapai keseimbangan diantara kedua pihak, karyawan dan
atasan.
f. Semangat
Yang dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan, dan merupakan pengaruh
utama pada sumbangan karyawan, karena dengan semangat akan membuat
karyawan mencapai hasil pekerjaan yang lebih tinggi.
g. Kerjasama dalam kelompok
Merupakan refleksi dari moral, akan baik kalau moralnya tinggi. Ada
baiknya apabila karyawan dengan kemampuan kerja dan daya tahan kerja
keras yang setaraf itu dimasukan ke dalam satu kelompok kerja.
h. Kesediaan membantu
Disebabkan oleh moral yang tinggi. Kesediaan ini dapat ditingkatkan
dengan latihan silang karena dapat menambah pengetahuan tentang
kesukaran kerja orang lain dan akan menambah sikap saling menghargai.

i. Prestasi dan produktivitas yang tinggi
Prestasi dan produktivitas yang tinggi pada beberapa karyawan akan
mendorong karyawan lain untuk bekerja lebih giat. Sedangkan karyawan
yang malas bekerja menyebabkan rekan-rekan yang lainnya juga malas
bekerja. Maka alangkah baiknya apabila dalam kelompok kerja
ditempatkan karyawan yang setaraf hasil kerjanya.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan (Mangkunegara, 2005) menjelaskan aspek untuk
pengukuran persepsi lingkungan kerja bisa meliputi :
a. Kebijaksanaan dan kepemimpinan
b. Syarat-syarat pekerjaan
c. Kerjasama di kelompok kerja
d. Tempat dan alat kerja
e. Semangat dalam membantu
Berdasarkan analisa beberapa teori tersebut diatas, dapat
disimpulkan beberapa aspek lingkungan kerja yang dapat dipergunakan
untuk mengukur persepsi lingkungan kerja, meliputi : (a) kebijaksanaan,
(b) kepemimpinan, (c) tempat kerja, (d) alat kerja, (e) kerjasama dalam
kelompok.

C. Tipe kepribadian Neuroticism
a. Definisi tipe kepribadian Neuroticism
Sebelum menjelaskan definisi tentang tipe kepribadian neuroticism
lebih jelasnya kita membahas tentang kepribadian terlebih dahulu.
Kepribadian telah dikonsepkan dari bermacam-macam perspektif teoritis
yang masing-masing berbeda tingkat keluasannya (Mc.Adams dalam John
& Srivastava, 2001). Masing-masing tingkatan memiliki keunikan dalam
memahami perbedaan individu dalam perilaku dan pengalamannya.
Namun, jumlah sifat kepribadian tetap dirancang tanpa henti-hentinya
(Goldberg dalam John&Srivastava, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Dalam psikologi kepribadian memerlukan model deskriptif atau
taksonomi mengenai kepribadian itu sendiri. Salah satu tujuan utama
taksonomi dalam ilmu pengetahuan adalah untuk menyederhanakan
definisi yang saling tumpang-tindih. Oleh karena itu, dalam psikologi
kepribadian suatu taksonomi akan mempermudah para peneliti untuk
meneliti sumber utama karakteristik kepribadian daripada hanya
memeriksa ribuan atribut yang berbeda-beda yang membuat setiap
individu berbeda dan unik (John & Srivastava, 2001).
Setelah beberapa dekade, psikologi kepribadian memperoleh suatu
pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu
dimensi “Big Five Personality” Dimensi ini pertama kali dikenalkan oleh
Goldberg pada tahun 1981. Big Five disusun bukan untuk menggolongkan
individu

ke

dalam

satu

kepribadian

tertentu,

melainkan

untuk

menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu
sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg
sebagai Fundamental Lexical (Language) Hypothesis. Perbedaan individu
yang paling mendasar digambarkan hanya dengan satu istilah yang
terdapat pada setiap bahasa (Pervin, 2005).
Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan
dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait
(Eysenck, 1990). Big Five Personality atau disebut juga dengan Five
Factor Model oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang

Universitas Sumatera Utara

lebih sederhana.Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan kelima faktor
tersebut yaitu :
1. Neuroticism (N)
2. Extraversion (E)
3. Openness to New Experience (O)
4. Agreeableness (A)
5. Conscientiousness (C)
Untuk lebih mudah mengingatnya, istilah-istilah tersebut diatas
disingkat menjadi OCEAN (Pervin, 2005).
Lebih jelasnya kelima faktor diatas akan dipaparkan pada tabel
yang didapat dari penelitian Costa dan Mc Rae (1985;1992). Neuroticism
berlawananan dengan Emotional stability yang mencakup perasaanperasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang.
Openess

to

Experience

menjelaskan

keluasan,

kedalaman,

dan

kompleksitas dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan
Agreeableness merangkum sifat-sifat interpersonal, yaitu apa yang
dilakukan seseorang dengan dan kepada orang lain. Yang terakhir
Conscientiousness

menjelaskan

perilaku

pencapaian

tujuan

dan

kemampuan mengendalikan dorongan yang diperlukan dalam kehidupan
sosial (Pervin, 2005).
Tabel 2.1
Karakteristik ciri-ciri Five Factor Model skor tinggi dan rendah
Sifat/Ciri-ciri

Karakteristik dengan skor
tinggi

Karakteristik dengan skor
rendah

Universitas Sumatera Utara

Neuroticism (N)
Mengukur penyesuaian
vs ketidakstabilan emosi.
Mengidentifikasi
kecenderungan individu
akan distress psikologi,
ide-ide
yang
tidak
realistis,
kebutuhan/keinginan
yang berlebihan, dan
respon coping yang tidak
sesuai.
Extraversion (E)
Mengukur kuantitas dan
intensitas
interaksi
intrapersonal,
level
aktivitas, kebutuhan akan
stimulasi,
kapasitas
kesenangan.
Openness (O)
Mengukur
keinginan
untuk
mencari
dan
menghargai pengalaman
baru, senang mengetahui
sesuatu
yang
tidak
familiar.
Agreeableness (A)
Mengukur
kualitas
orientasi
interpersonal
seseorang, mulai dari
perasaan kasihan sampai
pada sikap permusuhan
dalam
hal
pikiran,
perasaan dan tindakan.
Conscientiousness (C)
Mengukur
tingkat
keteraturan
seseorang,
ketahanan dan motivasi
dalam mencapai tujuan.
Berlawanan
dengan
ketergantungan
dan
kecenderungan
untuk
menjadi
malas
dan
lemah.

Kuatir,
cemas, Tenang,
santai,
tidak
emosional,merasa
tidak emosional, tabah, nyaman,
nyaman,
kurang puas terhadap diri sendiri.
penyesuaian,
kesedihan
yang tidak beralasan.

Mudah bergaul, aktif,
talkative, person-oriented,
optimis, menyenangkan,
kasih sayang, bersahabat.

Tidak ramah, tenang, tidak
periang, menyendiri, taskoriented,
pemalu,
pendiam.

Rasa ingin tahu tinggi,
ketertarikan luas, kreatif,
original, imajinatif, tidak
ketinggalan jaman.

Mengikuti apa yang sudah
ada, down to earth, tertarik
hanya pada satu hal, tidak
memiliki jiwa seni, kurang
analitis.

Berhati lembut, baik, suka
menolong,
dapat
dipercaya,
mudah
memaafkan, mudah untuk
dimanfaatkan, terus terang.

Sinis, kasar, rasa curiga,
tidak mau bekerjasama,
pendendam, kejam, mudah
marah, manipulatif.

Teratur, dapat dipercaya,
pekerja keras, disiplin,
tepat waktu, teliti, rapi,
ambisius, tekun.

Tidak bertujuan, tidak
dapat dipercaya, malas,
kurang perhatian, lalai,
sembrono, tidak disiplin,
keinginan lemah, suka
bersenang-senang.

Universitas Sumatera Utara

Tipe kepribadian neuroticism adalah kepribadian yang menggambarkan
seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir
dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil dan mengubah perhatian
menjadi sesuatu yang berlawanan (Pervin dalam Eysenck, 1990).
Sedangkan menurut (Goldberg, 2000) tipe kepribadian neuroticism adalah
kepribadian yang mengacu pada kecenderungan individu untuk menjadi marah
atau emosional. Neuroticism adalah faktor utama kepribadian patologi.
Berdasarkan dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa tipe kepribadian neuroticism adalah tipe kepribadian yang menggambarkan
seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif sehingga menjadi
tidak labil, emosi, kuatir, cemas dan cepat marah.

2.Ciri-ciri tipe kepribadian Neuroticism
a. Kuatir
b. Cemas
c. Emosional
d. Merasa tidak nyaman
e. Kurang penyesuaian
f. Kesedihan yang tidak beralasan

3. Faktor-faktor tipe kepribadian Neuroticism

Universitas Sumatera Utara

Menurut Costa & Mc Rae (dalam Pervin, 2005), dalam tipe kepribadian
neuroticism juga terdiri dari 6 (enam) faset atau subfaktor. Dalam hal ini 6 (enam)
tersebut merupakan :
a. Anxiety (kecemasan)
b. Self-consciousness (kesadaran diri)
c. Depression (depresi)
d. Vulnerability (mudah tersinggung)
e. Impulsiveness (menuruti kata hati)
f. Angry hostility (amarah)

D.Pengaruh Persepsi Lingkungan Kerja terhadap Stres Kerja Pegawai
Cooper (2003) mengatakan bahwa stres kerja adalah ketidakmampuan
untuk memahami atau menghadapi tekanan, dimana tingkat stres individu
berbeda-beda dan setiap individu bereaksi sesuai perubahan lingkungan atau
keadaan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi stres adalah sosio-demografik yang
mencakup lingkungan kerja (Cooper, 2003). Beehr dan Newman (dalam Rice,
1992) mengatakan interaksi antara kondisi pekerjaan dengan karyawan yang
merubah kondisi normal psikologis dan merubah fungsi keduanya untuk
meningkatkan performa pekerjaan. Lingkungan kerja yang buruk sangat
berpotensi menjadi penyebab pegawai atau karyawan mengalami stres kerja,
sehingga sulit berkonsentrasi, menurunnya produktivitas kerja.

Universitas Sumatera Utara

Faktor lingkungan yang merupakan pemicu stres yaitu keadaan lingkungan
secara global (Robbins, 2014). Lingkungan dalam arti disini adalah lingkungan
kerja. Lingkungan kerja adalah keadaan disekitar tempat pada waktu karyawan
melakukan

pekerjaannya,

dan

keadaan

kesejahterahan karyawan (Wesik, 2004).

ini

yang

dapat

mempengaruhi

Lingkungan kerja yang berupa

lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja psikologis (Wineman, 2004), sangat
mempengaruhi tingkatan stres kerja. Kondisi lingkungan kerja yang buruk seperti
kurang bersihnya ruangan, berisik, kurang sirkulasi udara menyebabkan karyawan
mudah sakit, sulit konsentrasi sehingga produktivitasnya menurun, dan
menimbulkan stres kerja. Sebaliknya apabila lingkungannya sangat mendukung
dengan rekan-rekan kerja yang bersahabat, bersih, tenang dan nyaman, maka
akan mendukung semakin konsentrasi dalam bekerja dan tingkat stres kerja
menjadi rendah (Nitisemito, 2001).
Persepsi lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap stres kerja.
Apabila persepsi lingkungan kerjanya baik, maka akan mempengaruhi diri
individu semakin baik dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan
(Nitisemito, 2001). Namun sebaliknya, apabila individu mempersepsikan
lingkungan kerjanya negatif maka akan menyebabkan tidak nyaman, kurang
penyesuaian terhadap lingkungan (Rice, 1992). Dengan memberikan atau
mengadakan lingkungan kerja yang menyenangkan berarti juga menimbulkan
perasaan yang puas, sehingga menghindari pemborosan waktu dan biaya
(Kartono, 2005).

Universitas Sumatera Utara

E.Pengaruh Tipe Kepribadian Neuroticism terhadap Stres Kerja Pegawai
Robbins (2014) mengatakan selain faktor lingkungan dan faktor
organisasi, faktor individu juga menjadi pemicu stres. Faktor individu salah
satunya adalah kepribadian. Tipe kepribadian berbeda-beda, salah satu yang
mengacu individu pada kecenderungan emosi negatif adalah tipe kepribadian
neuroticism.
Menurut

(Goldberg,

2000)

tipe

kepribadian

neuroticism

adalah

kepribadian yang mengacu pada kecenderungan individu untuk menjadi marah
atau emosional. Kepribadian tersebut menggambarkan seseorang yang memiliki
masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman.
Neuroticism berlawanan dengan Emotional Stability yang mencakup perasaanperasaan negatif, seperti : kecemasan, kesedihan, mudah marah dan tegang
(Pervin, 2005). Dengan adanya luapan emosi yang negatif lebih berpotensi
menyebabkan stres. Bila kondisinya dalam lingkungan pekerjaan, menjadi stres
kerja.
Tipe kepribadian neuroticism memiliki ciri-ciri kuatir, cemas, emosional,
merasa tidak nyaman, kurang penyesuaian, serta kesedihan yang tidak beralasan.
Individu yang memiliki tipe kepribadian neuroticism lebih cenderung mudah
mengalami stres, karena salah satu gejala psikologis stres adalah mengalami
ketegangan, kecemasan, kebingungan dan mudah tersinggung (Rice, 1992). Tipe
kepribadian neuroticism mudah terkena stres kerja, apabila kondisinya atau
gejalanya berada di lingkungan kerja.

Universitas Sumatera Utara

Individu yang memiliki tipe kepribadian neuroticism akan lebih mudah
mengalami stres kerja. Sebab individu tersebut mudah cemas, kurang
penyesuaian, mudah berkeringat, merasa tidak nyaman, emosional di dalam
lingkungan kerjanya. Lalu muncul adanya perasaan frustasi, marah, kesal, mudah
lupa. Emosinya juga lebih menjadi sensitif, perasaannya tertekan, kemampuan
komunikasi menjadi tidak efektif, menarik diri dari lingkungan, bosan, perasaan
terisolir, menurunnya fungsi intelektual. Hal-hal tersebut terjadi di dalam
pekerjaan, berarti individu sudah mengalami stres kerja (Rice, 1992).
Tipe kepribadian neuroticism sangat mempengaruhi stres kerja, karena
adanya unsur-unsur pendukung yang merupakan ciri-ciri kepribadian tersebut.
Sehingga semakin tinggi ciri-ciri yang muncul maka akan semakin berpotensi
individu tersebut mengalami stres kerja, sedangkan semakin rendahnya ciricirinya yang muncul maka potensi individu mengalami stres kerja menjadi lebih
rendah.

F.Pengaruh Persepsi Lingkungan Kerja dan Tipe Kepribadian Neuroticism
terhadap Stres Kerja
Menurut (Rice, 1992) persepsi terhadap lingkungan kerja yang negatif
menyebabkan individu mengalami stres kerja. Apabila individu mempersepsikan
negatif maka akan menyebabkan tidak nyaman, kurang penyesuaian terhadap
lingkungan. Sedangkan apabila individu mempersepsikan positif terhadap
lingkungan kerjanya, maka kemungkinannya akan kecil mengalami stres kerja.

Universitas Sumatera Utara

Selain persepsi lingkungan kerja dapat menjadi sumber stres, kepribadian
dari individu juga sangat mempengaruhi stres kerja karyawan. Selain kepribadian
tipe A, kepribadian tipe neuroticism juga mudah terkena stres. Hal tersebut karena
skor tinggi dari sifat neuroticism mudah kuatir, cemas, emosional, merasa tidak
nyaman terhadap lingkungan dan kondisi yang ada, kesedihan yang tidak
beralasan (Pervin, 2005).
Dalam (Pervin, 2005) individu yang memiliki tipe kepribadian neuroticism
akan mudah mengalami stres kerja. Tipe kepribadian neuroticism tersebut sudah
menggambarkan kepribadian yang memiliki emosional yang negatif. Persepsi
lingkungan kerja memiliki pengaruh individu untuk berpotensi stres juga dengan
adanya tipe kepribadian neuroticism, yang merupakan tipe kepribadian yang
menunjukkan gejala psikologis seseorang mengalami stres. Keduanya saling
mempengaruhi munculnya stres dalam lingkungan pekerjaan, yang disebut
dengan stres kerja (Nitisemito, 2001). Sehingga kedua variabel tersebut yaitu
variabel persepsi lingkungan kerja dan variabel tipe kepribadian neuroticism
berpengaruh terhadap variabel stres kerja.
Pengaruhnya apabila persepsi lingkungan kerja positif dan tipe
kepribadian neuroticism skornya rendah, maka akan rendah tingkat stres kerjanya.
Sedangkan apabila persepsi lingkungan kerjanya negatif dan tipe kepribadian
neuroticismnya skornya tinggi, maka akan semakin tinggi tingkat stres kerjanya.

Universitas Sumatera Utara

G. Kerangka Berpikir Penelitian
Berdirinya PT PLN (Persero)
Wilayah Sumatera Utara

Terdiri dari Delapan Area Medan, Binjai, L.Pakam, P.Siantar, R. Prapat, P.
Sidempuan, Sibolga, Nias.
Lingkungan kerja area Nias terdiri dari dua rayon dan dua PLTD yaitu
G.Sitoli dan Teluk Dalam, dengan total jumlah karyawan 75 orang .
Pre-eliminary
riset
Motivasi
kerja 10%

Stres Kerja 65%

Faktor-faktor penyebab
stres(Robbins, 2014)

Beban kerja, kepemimpinan,
Lingk kerja 10%

1.Faktor Lingkungan
Sosio demografik,
Lingkungan Fisik dan
Lingkungan Psikologis

Persepsi
Lingkung
an Kerja

2.Faktor Organisasi
-Tuntutan tugas,
-Tuntutan peran,
-Tuntutan pribadi

3. Faktor Individu
-Persoalan keluarga,
-Persoalan ekonomi,
-Kepribadian

Bagaimana pengaruh persepsi lingkungan kerja dan tipe kepribadian neuroticism terhadap
Stres kerja pegawai PT PLN (persero) Wilayah Sumatera Utara.

Ket :

diteliti
tidak diteliti

H. Hipotesis Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Tipe
kepribadian
Neuroticism

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara, terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002).
Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Hipotesa Mayor :
Ada pengaruh positif antara persepsi lingkungan kerja dan tipe
kepribadian neuroticism terhadap stres kerja pegawai. Diasumsikan bahwa
semakin tinggi persepsi lingkungan kerjanya dan semakin rendah tipe kepribadian
neuroticism, maka semakin rendah tingkat stres kerjanya. Demikian sebaliknya
semakin negatif persepsi lingkungan kerjanya, dan semakin tinggi tipe
kepribadian neuroticism, maka semakin tinggi tingkat stres kerjanya.

Hipotesa Minor
1. Adanya korelasi antara persepsi lingkungan kerja dengan stres kerja.
Semakin positif persepsi lingkungan kerjanya, maka semakin rendah stres
kerjanya. Semakin negatif persepsi lingkungan kerjanya, maka semakin
tinggi stres kerjanya.
2. Adanya korelasi antara tipe kepribadian neuroticism dengan stres kerja.
Semakin tinggi skor neuroticism maka semakin tinggi stres kerjanya.
Semakin rendah skor neuroticism maka semakin rendah stres kerjanya.

BAB III

Universitas Sumatera Utara