Isolasi Senyawa Flavonoida Biji Buah Pinang (Areca catechu L)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Buah Pinang

2.1.1 Morfologi dan Manfaat Biji Buah Pinang
Tanaman pinang (Areca catechu L) di Indonesia sejak dulu telah banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat khususnya buah, yang digunakan untuk campuran makan sirih.
Tanaman pinang mudah tumbuh di Indonesia, biasanya ditanam di pekarangan rumah,
taman, atau tumbuh di pinggir sungai dengan bentuknya yang indah. Biji pinang
disebut dengan betel nut dan ditanam secara luas di India, Sri Langka sampai ke Cina
dan Philipina, di Malaysia dan Indonesia, juga diperoleh di Afrika sebelah Timur
(Tanzania) (Bruneton, 1995).
Bijinya dapat dikomsumsi dalam keadaan segar atau telah dididihkan dengan
air atau setelah dikeringkan (Heyne,1987). Batang langsing tingginya sampai 25 meter
dan besarnya lebih kurang 15 cm. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm
dengan tangkai daun pendek. Helaian daun panjang sampai 80 cm, anak daun 85 kali
5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi(Steenis, 2003).

2.1.2 Sistematika Biji Buah Pinang
Tanaman pinang diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: plantae

Divisi

: spermatophyte

Class

: monocotyledonae

Ordo

: arecales

Famili


: arecaceae/palmae

Genus

: areca L

Spesies

: Areca catechu L.

(Herbarium Medanese USU, 2016)

Universitas Sumatera Utara

5

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Pada hakekatnya kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak
peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui adalah pembuatan

bahan makanan, pewarnaan benda, obat-obatan atau stimulan, dan sebagainya
(Sastrohamidjojo, 1996).
Sejak kira-kira pertengahan abad ke 18, telah dapat dipisahkan beberapa
senyawa organik dari mahluk hidup serta hasil produksinya. Seorang ahli kimia
Jerman, Karl Eilhelm Scheele (1742-1786) sangat terkenal dengan keahliannya dalam
bidang ini, beliau telah berhasil memisahkan beberapa senyawa sederhana. Biogenesis
dari produk alami, meskipun pada mulanya berkaitan dengan kimia organik dan
biokimia, menjadi berlainan karena mempunyai tujuan yang berlainan. Kimia organik
terutama mempelajari struktur, sifat-sifat kimia dan fisika, serta cara sintesisnya, baik
secara alami ataupun in vitro dari zat-zat kimia tetapi cenderung untuk mengabaikan
sifat-sifat khusus dari bahan alam, misalnya tentang cara pembentukan dan peran
biologisnya. Biokimia, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling
banyak diajukan terutama tentang metabolisme primer, dan mengabaikan prosesproses sekunder misalnya tentang pembentukan alkaloid, terpena dan lain-lain
(Manitto, 1981).
Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa yang ditemukan di dalam
berbagai bahan alam, berkembang juga sistem klasifikasi senyawa yang berasal dari
bahan alam, tetapi biasanya ada 4 jenis klasifikasi yang digunakan untuk
membahasnya (Nakanishi et al, 1974).
2.3 Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom

karbon, terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai
liniear yang terdiri dari tiga atom karbon (Manitto, 1992).
Struktur dasar flavanoida dapat digambarkan sebagai berikut:
A

C

C

C

B

(Sastrohamidjojo, 1996)

Universitas Sumatera Utara

6

Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena, berupa

senyawa fenolik, senyawa ini

yang bersifat antioksidan kuat. Banyak kondisi

penyakit yang diketahui bertambah parah oleh adanya radikal bebas seperti
superoksida dan hidroksil, dan flavonoid memiliki kemampuan untuk menghilangkan
dan secara efektif ‘menyapu’ spesies pengoksidasi yang merusak itu. Oleh karena itu,
makanan kaya flavonoid dianggap penting untuk mengobati penyakit-penyakit, seperti
kanker dan penyakit jantung (yang dapat memburuk akibat oksidasi lipoprotein
densitas-rendah) (Heinrich et al, 2009).

2.3.1 Klasifikasi Senyawa Flavonoida
Flavonoida biasanya terdapat sebagai O-glikosida. Pada senyawa tersebut satu gugus
hidroksil flavonoida atau lebih terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan
hemimasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavanoida
menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula
yang paling umum terlibat walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa dan aribinosa juga
sering ditemukan.
Gula dapat juga treikat pada atom karbon flavanoida dan dalam hal ini gula
tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan karbon-karbon yang

tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikisoda. Jenis gula yang terlibat
lebih sedikit dibandingkan dengan gula O-glikosida.
Flavonoida sulfat adalah golongan flavonoida lain yang mudah larut dalam air.
Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada hidroksi fenol
atau gula. Secara teknis senyawa ini sebenarnya bisulfate karena terdapat sebagai
garam yaitu flavon -O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida bisulfate, bagian bisulfate
terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada suatu gula.
Biflavonoida merupakan flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat
adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenesi yang
sederhan dan ikatana antar flavonoida berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan eter.
Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama
atau berbeda, dan letak ikatanya berbeda-beda. Banyak sifat fisika dan kimia
biflavanoida sukar dikenali. Biflavanoida jarang ditemukan sebagai glikosida.

Universitas Sumatera Utara

7

Sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dengan
demikian dapat menunjukkan keaktifan optic (yaitu memutar cahaya terpolarisasi

datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalh flavonon, dihidroflavonol,
katekin, petrokarpan, rotenoid, dan beberapa biflavanoida(Markham, 1988).

2.3.2 Biosintesis Flavonoida

Biosintesis senyawa flavonoid diperoleh dengan mereaksikan fragmen C6-C3 turunan
asam sikimat seperti asam p-hidroksisinamat dengan atom karbon.

O
C C C + (C-C0)3

C C C C

CO C CO C COOH

Gambar 2.1 Biosintesis Senyawa Flavonoida (Sirait, 2007).

Skema biosintesis dari turunan asam sikimat:
Asam sikimat → asam prefenat → asam p-hidroksifenil piruvat → asam phidroksifenillaktat → asam p-hidroksisinamat → flavanon. Hidroksilasi pada cincin
A dan B terjadi setelah pembentukan cincin sempurna (Sirait, 2007).


Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan tahanan
oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3 :

1. Flavon
Flavon bersamaan dengan flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar
luas dari semua pigmen tumbuhan kuning, meskipun warna kuning tumbuhan
jagung biasanya disebabkan oleh karotenoid. Senyawa ini biasanya larut dalam
air panas dan alkohol, meskipun beberapa flavonoid yang termetilasi tidak
larut dalam air. Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak
terdapat gugus 3-hidroksi. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur
kelompok senyawa flavonoid.

Universitas Sumatera Utara

8

A

O

C

B

O

2. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida.
Larutan flavonol dalam suasana basa (tetapi flavon tidak) dioksidasi oleh udara
tetapi tidak begitu cepat sehingga pengunaan basa pada pengerjaannya masih
dapat dilakukan

A

O
C

B

OH

O

3. Isoflavon
Isoflavon merupakan senyawa yang tidak begitu mencolok, tetapi senyawa ini
penting sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan untuk
pertahanan terhadap penyakit.
A

O
C
O

B

4. Flavanon
Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid
lain. Tidak berwarna atau hanya kuning sedikit. Flavanon (dihidroflavon)
sering terjadi sebagai aglikon, tetapi beberapa glikosidanya dikenal misalnya
hesperidin dan naringan dari jaringan kulit buah jeruk.


A

O
C

B

O

Universitas Sumatera Utara

9

5. Flavanonol
Flavanonol (atau dihidroflavonol) barangkali merupakan flavonoid yang
paling kurang dikenal, dan tidak dapat diketahui apakah senyawa ini terdapat
sebagai glikosida. Senyawa ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai
oleh udara.

A

O
C

B

OH
O

6. Antosianin
Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa,
banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin
terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan tinggi kecuali fungus. Antosianin
selalu terdapat dalam bentuk glikosida.

A

O
C

B

OH

7. Katekin
Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai
banyak kesamaan. Semuanya senyawa tanpa warna, terdapat pada seluruh
dunia tumbuhan tetapi terutama dalam tumbuhan berkayu.
OH
B
HO
A

OH

O
C
OH

OH

Universitas Sumatera Utara

10

8. Leukoantosianidin
Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat
sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah
apiferol, dan peltoginol.

OH
OH
B

O
C

HO
A
HO

OH
OH

9. Auron
Berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu dan bryofita.
Dalam larutan senyawa ini menjadi merah ros.

O
A

CH

B

O

10. Kalkon
Pada kenyataan, pengubahan kalkon menjadi flavanon terjadi dengan mudah
dalam larutan asam dan reaksi kebalikannya dalam basa. Reaksi ini mudah
diamati karena kalkon warnanya jauh lebih kuat daripada warna flavanon,
terutama dalam larutan basa warnya merah jingga. Oleh karena itu, hidrolisis
glikosida kalkon dalam suasana asam menghasilkan aglikon flavanon sebagai
senyawa jadi, bukan kalkon (Robinson, 1995).

B

A
O

Universitas Sumatera Utara

11

2.4 Skrining Fitokimia

Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari flavonoid,
meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa polifenol. Reagen yang
biasa digunakan adalah :
1. Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak
sampel dan beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai ungu
akan terjadi pada senyawa flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan xanton.
Penggunaan zinc sebagai pengganti magnesium dapat dilakukan, dimana
hanya flavanonol yang memberikan perubahan warna merah pekat sampai
magenta, flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda yang lemah
sampai magenta.
2. H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning
pekat. Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah
kebiru-biruan. Flavanon memberikan warna orange sampai merah (Cannell,
1998).
3. NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet
4. FeCl3 5% telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol,
tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan macam-macam golongan
flavonoid. Pereaksi ini memberi warna kehijauan, warna biru, dan warna
hitam-biru (Robinson, 1995).

2.5 Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponenkomponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.

Universitas Sumatera Utara

12

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam satu golongan (Muldja, 1995)
Biomassa
(tanaman, mikroba, laut)

Ekstraksi

Skrining

Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati

Skrining silang

Elusidasi Struktur
Gambar 2.3 Diagram Teknik Pemisahan (Muldja, 1995)

2.5.1 Ekstraksi

Sampel yang berasal dari tanaman setelah diidentifikasi, kemudian digolongkan
menjadi spesies dan famili, sampel kemudian dikumpulkan dari bagian arialnya (daun,
batang, kulit kayu pada batang, kulit batang, dan akar). Sampel ini kemudian
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari penguraian komponen
oleh udara atau mikroba.
Jika telah dikeringkan, biomassa kemudian digiling menjadi partikel-partikel
kecil menggunakan blender atau penggilingan. Proses penggilingan ini penting karena
ektraksi efektif pada partikel kecil, dikarenakan memiliki luas permukaan yang lebih
besar.
Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut
pandang etnobotani, ektraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional.
Kegagalan mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan akses untuk
mendapatkan zat aktif.

Universitas Sumatera Utara

13

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi
dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan
diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya
makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah merupakan metode ekstraksi yang
mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam
terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan
memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya)
dalam ektraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin
memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki
kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Heinrich et al, 2009).
Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif
terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat,
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator
(Harborne, 1996).

2.5.2

Partisi

Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak
digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua pelarut
tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut. Partisi biasanya dilakukan
melalui dua tahap:
1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di
lapisan organik
2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat fraksi
agak polar di lapisan organik (Heinrich et al, 2009).

2.5.3 Hidrolisis

Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah,
sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6%
sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk
membuat proses hidrolisis menjadi sempurna.

Universitas Sumatera Utara

14

Larutan dipanaskan selama 45 menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak
sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan dari larutan akan mengendapkan
ramnosa dan glukosa. Lapisan eter, setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium
sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid setelah diuapkan (Mabry et al, 1970).

2.5.4 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael
Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan
cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat
(CaCO3). Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase
diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi telah
berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai
macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen
anorganik.
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada
pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi
pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran. Berdasarkan
pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis (disebut juga kromatografi planar), kromatografi cair kinerja
tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang paling awal adalah
kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang
besar.
Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum
semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua
kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase
geraknya. Nilai faktor retardasi solut (Rf) dapat dihitung dengan menggunakan
perbandingan dalam persamaan:

Rf=

Jarak yang ditempuh solut
Jarak yang ditempuh fase gerak

Universitas Sumatera Utara

15

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai
perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut
bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah
0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam.

Proses Sorpsi

Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam, sementara itu
proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak) disebut dengan
desorpsi. Kedua proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara terus menerus selama
pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan
kesetimbangan dinamis.
Solut akan terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian dengan
perbandingan distribusinya (D) untuk menjaga keadaan kesetimbangan ini. Ada 4
jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2 atau lebih mekanisme ini terlibat dalam
satu jenis kromatografi. Keempat jenis tersebut adalah adsorpsi, partisi, pertukaran
ion, dan eksklusi ukuran.

Adsorben

Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas.
Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus
silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan
hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.
Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu
mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal
seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 1050C, meskipun demikian
reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga
secara hati-hati.
Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke dalam adsorben
silika gel ini. Berikut merupakan kepolaran dari beberapa adsorben menurut Gandjar
dkk (2007)yang disajikan pada tabel 2.1 berikut:

Universitas Sumatera Utara

16

Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi. (Gandjar dkk ,2007)
No

Nama Adsorben

Sifat Adsorben

1

Alumina

Paling polar

2

Karbon aktif

Sangat polar

3

Silika gel

polar

4

Selulosa

polar

5

Resin-resin polimerik (stiren/difenil benzen)

Paling non polar

2.5.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Dalam kromatografi lapis tipis (KLT), adsorben diletakkan tepat pada satu sisi plat
atau kaca atau saluran plastik ataupun aluminium. Adsorben yang paling sering
digunakan adalah silika gel dan alumina. Beberapa mikroliter larutan sampel yang
akan dianalisa ditotolkan pada plat sebagai titik kecil yang tunggal dengan
menggunakan pipa mikrokapilaritas. Plat dikembangkan dengan meletakkannya
didalam botol ataupun chamber pengembang yang berisi sejumlah kecil pelarut.
Pelarut akan menaiki plat dengan adanya gaya kapilar, dan membawa senyawa dari
sampel dengan itu. Senyawa yang berbeda dipisahkan dari dasarnya pada saat
interaksi mereka dengan lapisan adsorben. Plat KLT yang biasa digunakan adalah plat
dengan ukuran pori silika 60 Å dan ketebalan lapisan 25 µm dalam penyangga
poliester atau aluminium. Beberapa dengan menggunakan atau tanpa menggunakan
indikator fluorosensi yang sesuai untuk analisa cepat dari ekstrak kasar tanaman dan
digunakan sebagai dasar dari langkah preparatif.
Plat biasa dapat digunting dengan menggunakan gunting atau kertas cutter
untuk mengambil ukuran yang diinginkan. Deteksi noda yang dihasilkan dapat
menggunakan lampu ultraviolet ataupun dengan menyemprot dengan menggunakan
reagen yang sesuai (Cseke et al, 2006).

2.5.4.2 Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi)
atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis
tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.

Universitas Sumatera Utara

17

Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya
sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100
kalinya. Ukuran kolom dan banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh bobot
campuran sampel yang akan dipisahkan.
Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai jika
pemisahan tidak terlalu sukar. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya lebih
besar daripada untuk KLT. Walau pun banyak jenis penjerap telah dipakai untuk
kolom, alumina dan silika gel adalah penjerap yang paling berguna dan mudah
didapat.
Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama (diperiksa dengan KLT)
atau tampaknya berasal dari satu puncak (memakai pendeteksian sinambung)
digabungkan, dan pelarutnya diuapkan, lebih baik dengan tekanan rendah. Jika pelarut
dan penjerap murni. Maka fraksi-fraksi pun murni (Gritter dkk, 1991).

2.6 Teknik Spektroskopi

Teknik analisis modern mencakup berbagai teknik analisis instrumen elektronika yang
dikembangkan untuk mengukur parameter fisika dan kimia alami yang khas dan tetap
dari atom atau molekul. Parameter khas yang bermakna untuk analisis adalah absorpsi
dan emisi energi radiasi elektromagnet oleh atom atau molekul. Teknik analisis
spektroskopi berasaskan antaraksi radiasi elektromagnet dengan komponen atom atau
molekul yang menghasilkan fenomena bermakna sebagai parameter analisis.
Karena pada setiap teknik spektroskopi antaraksi radiasi elektromagnet
dengan komponen atom/ molekul khas dan tidak semuanya sama, uraian teknik
analisis didahului dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta fenomena yang dipakai
sebagai parameter analisisnya (Satiadarma dkk, 1995).

2.6.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)
Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan
maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai macam
golongan flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing-masing,
karakteristik spektra UV.

Universitas Sumatera Utara

18

Dari masing-masing flavonoid yang mengandung jumlah dari golongan
hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil aromatik bahan
alam.Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan dalam
aplikasi untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat mengurangi
perbandingan informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang lainnya seperti
NMR dan MS (Anderson, 2006).
Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol
(MeOH, AR atau yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat bahwa
spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan sehingga pada umumnya
pelarut

metanol

yang

digunakan

untuk

menentukan

serapan

pita

yang

dihasilkan.Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan
pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas
tercermin pada serapan pita I (Markham, 1988).
Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara
disajikan pada tabel 2.2 dibawah ini:

Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida
No

Pita II (nm)

Pita I (nm)

Jenis Flavonoida

1

250-280

310-350

Flavon

2

250-280

330-360

Flavonol (3-OH tersubstitusi)

3

250-280

350-385

Flavonol (3-OH bebas)

4

245-274

310-330 bahu

Isoflavon

5

275-295

300-330 bahu

Flavanon dan dihidroflavonol

6

230-270

340-390

Khalkon

380-430

Auron

465-560

Antosianidin dan antosianin

(kekuatan rendah)
7

230-270
(kekuatan rendah)

8

270-280

(Markham, 1988)

Universitas Sumatera Utara

19

2.6.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
(vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami
getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation) dengan cara serupa dengan dua bola yang
terikat oleh suatu pegas.
Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan
kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada
dalam keadaan vibrasi tereksitasi , energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk
panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari
absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut.
Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C, O-H, dan
sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan.
Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi
adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi yang diserap juga
beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini disebabkan sebagian oleh perubahan dalam
momen dipol (µ≠0) pada saat energi diserap.
Ikatan nonpolar (seperti C-H atau C-C) menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan
ikatan polar (seperti misalnya O-H, N-H, dan C=O) menunjukkan absorpsi yang lebih
kuat.
Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi
molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:
1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi
perpanjangan atau pemendekan ikatan.
2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan
sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.
Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu panjang
gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330 cm-1, energi
pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang ikatan O-H itu.
Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1, energi pada panjang
gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe vibrasi yang berlain-lainan
ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman, 2010).

Universitas Sumatera Utara

20

2.6.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) adalah
yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam
spektroskopi inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi pada
molekul, sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai jumlah dari
masing-masing hidrogen.
Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua
proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama. Hal
ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul dikelilingi oleh
elektron dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan elektronik dari satu dan
yang lainnya. Proton akan terlindungi oleh elektron yang mengelilingi mereka. Dalam
daerah magnetik, peredaran elektron valensi dari daerah penghasil proton yang
bertentangan dengan daerah magnetik yang berlaku. Pergeseran kimia dalam unit δ
ditunjukkan dalam jumlah resonansi proton yang bergeser dari TMS dalam bagian per
juta (ppm) dari frekuensi dasar spektroskopi

δ=

pergeseran dalam Hz
frekuensi spektrometer dalam MHz

Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel
dilarutkan dalam pelarut yang tidak memiliki proton (biasanya CCl4) dan dalam
jumlah yang kecil dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal.
Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan
memiliki pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari TMS
atau semua proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai resonansi
yang berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki penyerapan
yang tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara kimia. Pada
kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton
yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis
perbedaan yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum nmr, daerah dibawah
masing-masing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada
peak tersebut (Pavia, 1979)

Universitas Sumatera Utara