Isolasi Senyawa Flavonoida Biji Buah Pinang (Areca catechu L)

(1)

Lampiran 1. Sampel biji buah pinang (Areca Catechu L) yang digunakan dalam


(2)

(3)

Lampiran 3. Kromatogram lapisan tipis ekstrak pekat lapisan kloroform biji Buah pinang (Areca catechu L) sebelum Kromatografi Kolom

E E E E

I II III IV

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F254

E : Ekstrak Pekat Lapisan Kloroform biji buah pinang

No Fasa gerak Jumlah noda Rf

1. n-heksana:etil asetat 90:10 (v/v)

2. n-heksana:etil asetat 80:20 (v/v) 1 0,26

3. n-heksana:etil asetat 70:30 (v/v) 4 0,31

0,40 0,53 0,64

4. n-heksana:etil asetat 60:40 (v/v) 3 0,55

0,71 0,72


(4)

Lampiran 4. Kromatogram Lapisan Tipis ekstrak biji buah pinang (Areca catechu L)

Hasil Isolasi

I

II

E

E

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F254

E : Ekstrak biji buah pinang

I : Fasa gerak n-heksan : etil asetat (70:30) v/v II : Fasa gerak klorofom : methanol (80:20)v/v

No Fasa Gerak Jumlah Noda Rf

I n-heksan : etil asetat (70:30) v/v 1 0,53


(5)

(6)

Lampiran6. Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi pada δ 6,3 – 6,6 ppm

O

O

OH H

H

OH

A B

C


(7)

Lampiran 7. Spektrum Ekspansi 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi pada δ = 7,5- 8,0 ppm

O

O

OH H

H

OH

A B

C


(8)

Lampiran 8. Ekspansi Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi pada δ= 6,6-6,9 ppm

O

O

OH H

H

OH

A B

C


(9)

Lampiran 9. Ekspansi Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi pada δ = 3,5

OCH3 O

O

OH H

H

OH

A B

C


(10)

Lampiran 10. Spektrum H-NMR senyawa flavonoid pembanding

1. NMR of TMS Ether of Nanthomicrolin CCl4

PPM

2. NMR of TMS Ether of Kempferol in CCl4


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Bruneton, J., 1995., Pharmacognosy Phytochemistry Medicinal Plants, NewYork:

Intercept Ltd.

Cannell, R.J. 1998. Natural Product Isolation. Humana Press Inc. New Jersey.

Cseke, L., Kirakosyan, A., Kaufman, P., Warber, S., Duke, J., Brielmann, H. Natural Products From Plants. CRC Press. New York.

Eisenbrand dan Tang, 1992, Chinese Drugs of Plant Origin, Pharmacology, And in

Traditional and Modern Medicine, New York, Springer-Verlag, p.

Fleming, T, 2000., PDR for herbal Medicinal, second edition, Economics Company

Monivale. New Jersey. p. 38.

Gandjar, I.G., Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Gritter, R.J., Bobbit, J.M., Schwarting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi. Kedua

Penerbit ITB. Bandung.

Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Terbitan Kedua. Penerbit ITB. Bandung. Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., Williamson, E.M. 2010. Fitoterapi. EGC.

Jakarta.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Mabry, T.J., Markham, K.R., Thomas, M.B. 1970. The Sistematic Identification of Flavonoids. Springer Verlag. New York.

Meiyanto, et all. 2008. Ekstrak Etanolik Biji Buah Pinang (Areca catechu L.) mampu menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel MCF-. Yogyakarta

Universitas Gajah Mada.

Manito, P. 1981. Biosintesis Produk Alami. Terjemahan Koensoemardiyah. IKIP Semarang Press. Semarang.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasi Padmawinata. ITB Press. Bandung.


(12)

Muldja, M.H.1995. Analisis Instrumental.Cetakan Pertama.Universitas Airlangga Press. Surabaya.

Nakanishi, K., Goto, T., Ito, S., Natori, S., Nosoe, S. 1974. Natural Product Chemistry. Volume 1. Kodansha Ltd Academic Press. Tokyo.

Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S. 1979. Introduction to Spectroscopy: A Guide for Students of Organic Chemistry. Saunders College. Philadelphia.

Rafiqua, et al. 2014. Aktivitas Antimikrob Fraksi Ekstrak Etanol Buah Pinang (Areca catechu L) pada Bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus.

Bandung : Universitas Padjajaran.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam. Penerbit ITB. Bandung.

Sastrohamidjojo,H. 1991. Sintesis Bahan Alam.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Satiadarma, K., Mulja, M., Tjahjono, D.H., Kartasasmita, R.E. 1995. Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Airlangga University Press. Surabaya.

Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Penerbit ITB. Bandung.

Steenis, Van. 2003. Flora Untuk Sekolah Di Indonesia. Kesembilan.Terjemahan Ir

Moeso Surjowinoto, dkk. Pt Pradnya Paramita. Jakaarta.

Supratman, U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Penerbit Widya Padjajaran. Bandung.

Torssell, K.B.G. 1981. Natural Product Chemistry, a Mechanistic and Biosynthetic Approach to Secondary Metabolism. John Wiley & Sons Limited. New York. Qingli, Wu, et al. 2007. Qualitative and Quantitative HPLC/MS Determination of

Proanthocyanidins in Areca Nut (Areca catechu). Zurich. Verlag Helvetica

Chimica Acta AG

Bogoriani, N. 2010. Ekstraksi Warna Campuran Biji Pinang, Daun Siri, Gambir Dan Pengaruh Penambahan KMnO4 Terhadap Perwanaan Kayu Jenis Albasia. Bukit Jimbaran. Universitas Udayana.


(13)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

1. Spektrofotometer 1H-NMR Jeol/Delta2NMR 500MHz

2. Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

3. Spektrofotometer UV-Vis Bűchi R-114

4. Rotarievaporator

5. Labu rotarievaporator 1000 mL Schoot/ Duran

6. Ekstraktor 5000 mL Schoot/ Duran

7. Tabung reaksi Pyrex

8. Kolom kromatografi

9. Neraca analitis Mettler AE 200

10. Lampu UV 11. Corong kaca

12. Corong pisah 500 mL Pyrex

13. Alat destilasi

14. Labu takar 250 mL Pyrex

15. Pipet tetes

16. Botol vial 15 mL

17. Pipa Kapiler 18. Spatula

19. Statif dan klem 20. Penangas air 21. Batang pengaduk 22. Chamber

23. Gelas ukur Pyrex

24. Gelas Beaker Pyrex


(14)

3.2 Bahan-bahan 1. Biji Buah Pinang

2. Metanol Destilasi

3. Etil asetat Teknis

4. Aquadest

5. N-heksana Teknis

6. Silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM E.Merck 7. FeCl3 5%

8. NaOH 10% 9. Serbuk Mg 10. HCl(p) 11. H2SO4(p)

12. Pereaksi Benedict 13. HCl 6%

14. Kapas

15. Kloroform Teknis

16. Plat KLT silika gel 60 F254 E.Merck.Art 554

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penyediaan Sampel

Sampel yang diteliti adalah buji buah pinang yang diambil dari area Marihat Mayang Kecamatan Hutabayu, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Biji Buah Pinang

Serbuk biji bauh pinang diidentifikasi dengan menggunakan cara Skrining Fitokimia. Untuk membuktikan adanya senyawa flavonoida yang terdapat dalam biji buah pinang maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif dengan reaksi warna sebagai berikut:


(15)

1. Dimasukkan 10 gram serbuk biji buah pinang yang telah dikeringkan ke dalam dua gelas Erlenmeyer

2. Ditambahkan 100 mL metanol ke dalam gelas Erlenmeyer 3. Didiamkan selama 1 malam

4. Disaring

5. Dibagi masing-masing ekstrak sampel ke dalam 4 tabung reaksi 6. Ditambahkan masing-masing pereaksi

a. Tabung I : dengan FeCl3 5% menghasilkan larutan berwarna hitam

b. Tabung II : dengan serbuk Mg, dan HCl(p) menghasilkan larutan merah jambu c. Tabung III: dengan NaOH 10% menghasilkan larutan hijau kekuningan d. Tabung IV: dengan H2SO4(p) menghasilkan larutan orange kekuningan

3.3.3 Ekstraksi Biji Buah Pinang

Serbuk biji buah pinang ditimbang sebanyak 2000 g, kemudian dimaserasi dengan metanol sebanyak ± 7 L sampai semua sampel terendam dan dibiarkan selama 24 jam. Maserasi ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Kemudian diuapkan hingga semua pelarut metanol menguap. Lalu dilakukan pemisahan tanin dengan cara melarutkan fraksi pekat metanol dengan etil asetat, dan disaring.

Filtrat kemudian di rotarievaporator lalu diuapkan hingga semua pelarut etil asetat menguap. Lalu fraksi pekat etil asetat dilarutkan dengan metanol dan di ekstraksi partisi berulang-ulang dengan n-heksana sampai lapisan n-heksana hampir bening. Lapisan metanol dipisahkan dari lapisan n-heksana, lalu dipekatkan kembali dengan rotarievaporator dan diuapkan kembali sehingga diperoleh ektrak pekat lapisan metanol.

Fraksi metanol di uji kandungan gula dengan pereaksi Benedict, lalu di hidrolisis dengan menggunakan HCl 6% sambil di panaskan diatas penangas air selama ± 45 menit jam. Kemudian disaring dan filtrat yang diperoleh di ektraksi partisi dengan kloroform sebanyak 3 kali. Ekstrak kloroform dipekatkan dengan rotarievaporator dan diuapkan kembali sehingga diperoleh ekstrak pekat kloroform sebanyak 0,65 g.


(16)

3.3.4 Analisis Kromatografi Lapis Tipis

Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak kloroform dengan menggunakan fase diam silika gel 60F254 Merck. Analisis ini dimaksudkan untuk mencari sistem dan perbandingan pelarut yang sesuai untuk kromatografi kolom. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran pelarut n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40 (v/v).

Dimasukkan 10 ml campuran larutan fase gerak n-heksana: etil asetat 90:10 (v/v) ke dalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Di totolkan ekstrak pekat kloroform pada plat KLT yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi campuran pelarut yang telah dijenuhkan, lalu di tutup dan di elusi. Plat yang telah di elusi, di keluarkan dari bejana, lalu di keringkan.

Di amati noda yang terbentuk dibawah sinar UV, kemudian difiksasi dengan pereaksi FeCl3 5%. Diamati warna bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 80:20, 70:30, 60:40 (v/v).

3.3.5 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa flavonoida secara kromatografi kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat kloroform yang telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dan fasa gerak yaitu heksana 100%, campuran pelarut n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40 (v/v).

Dirangkai alat kromatografi kolom. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dengan menggunakan n-heksana, diaduk-aduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan n-heksana 100% hingga silika gel padat dan homogen. Dibuburkan 0,65 g ekstrak pekat kloroform dengan silika gel dengan pelarut kloroform.

kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel, lalu ditambahkan fasa gerak n-heksana:etil asetat 90:10 (v/v) secara perlahan-lahan dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas.


(17)

Ditingkatkan kepolaran dengan menambahkan fasa gerak n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 80:20 (v/v), 70:30 (v/v), dan 60:40 (v/v). Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap ± 10 mL, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama.

3.3.6 Pemurnian

Amorf yang diperoleh dari isolasi dengan kromatografi kolom dilarutkan kembali dengan etilasetat secara perlahan-lahan, larutan bagian atas didekantasi dan dimasukkan kedalam botol vial. Kemudian diuapkan larutan sampai 2/3 volume. Didiamkan dan dibiarkan menguap dengan menutup botol vial menggunakan alluminium foil yang telah diberi lubang dan dibiarkan pada ruang tertutup pada suhu kamar. Kristal yang diperoleh kemudian dikristalisasi kembali dengan etil asetat (Jacobs, 1974).

3.3.7 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Uji kemurnian kristal dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254 dengan fasa gerak n-heksana:etil asetat 70:30 (v/v), dan kloroform:metanol 80:20 (v/v).

Dimasukkan 10 mL larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi lapis tipis, lalu dijenuhkan. Ditotolkan pasta yang sebelumnya dilarutkan dengan kloroform pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi lapis tipis yang telah jenuh. Setelah pelarut fasa gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, diamati di bawah sinar UV, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi FeCl3 5% dalam metanol menghasilkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa flavonoida.

3.3.8 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

3.3.8.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible

Analisis dengan alat Spektrofotometer UV-Visible diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM ( Lampiran Gambar 4.1)


(18)

3.3.8.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah (FT-IR)

Analisis dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia – LIPI, Kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang dengan menggunakan KBr ( Lampiran Gambar 4.2).

3.3.8.3 Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1

NMR)

Analisis dengan alat Spektrometer 1H-NMR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia – LIPI, Kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang dengan menggunakan Aseton sebagai pelarut (Lampiran Gambar 4.3).


(19)

3.4 Bagan Skrining Fitokimia

10 gram Serbuk biji buah pinang (Areca catechu L)

diekstraksi dengan metanol disaring

diuji dengan pereaksi falvonoida

Tabung I Tabung II

ditambahkan pereaksi FeCl3 5% diamati perubahan warna

ditambahkan pereaksi Mg-HCl diamati perubahan warna Larutan

Hitam (Positif Flavonoida)

Larutan merah muda (Positif Flavonoida) dipekatkan


(20)

3.5 Bagan Penelitian

2000gram serbuk biji buah pinang

(Areca catechu L)

diskrining fitokimia

dimaserasi dengan metanol sebanyak 5 L

didiamkan selama ± 24 jam dilakukan sebanyak 6 kali disaring

Ekstrak metanol Residu

diskrining fitokimia Ekstrak pekat metanol

diuapkan hingga semua metanol menguap dilarutkan dengan etil asetat

disaring

Ekstrak etil asetat Endapan

diskrining fitokimia

dipekatkan dengan rotarievaporator Ekstrak pekat etil asetat

diuapkan hingga semua etil asetat menguap dilarutkan dengan metanol

diekstraksi partisi dengan n-heksana sampai bening

Lapisan metanol Lapisan n-heksana

diskrining fitokimia

dipekatkan dengan rotarievaporator diuapkan hingga pekat

dilakukan uji kandungan gula dengan pereaksi Benedict (+) dihidrolisis dengan HCl 6% sambil dipanaskan selama 45 menit didinginkan

disaring

Ekstrak metanol asam Residu

diekstraksi partisi dengan kloroform sebanyak 3 kali

Lapisan kloroform Lapisan metanol asam

dipekatkan Ekstrak pekat kloroform

dipekatkan dengan rotarievaporator


(21)

Lanjutan

Ekstrak pekat kloroform

diskrining fitokimia

diuji Kromatografi Lapis Tipis untuk mengetahui eluen yang sesuai dikolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan fasa gerak (eluen) n-heksana:etil asetat (90:10; 80:20; 70:30; 60:40)(v/v)

ditampung tiap fraksi sebanyak ± 10 mL dalam botol vial digabung fraksi dengan Rf yang sama

diuji Kromatografi Lapis Tipis

Fraksi 20-25 (90:10)

Fraksi 40-50

(80:20) Fraksi 55-75 (70:30) Fraksi 80-95 (60:40)

diuji FeCl3 5%

Hasil Isolasi

dianalisis Kromatografi Lapis Tipis

ditimbang massanya dianalisis dengan

spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer Infram merah (FT-IR),

spektrometer 1H-NMR Hasil Analisis

diuji FeCl3 5%

diuji

FeCl3 5% diuji FeCl

3 5% Hasil

Negatif Hasil Positif Hasil Positif Hasil Positif Rekristalisasi


(22)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Peneltian

Hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak methanol dari biji buah pinang

(Areca catechu L) menunjukkan bahwa sampel positif terhadap pereaksi pereaksi

flavonoida. Hasil isolasi senyawa flavonoida dari biji buah pinang (Areca catechu L)

yaitu berupa pasta, berwarna kuning dengan massa 31mg, dan harga Rf= 0.53 dengan fase gerak n-heksan : etil asetat (70:30) v/v positif terhadap pereaksi flavonoida.

Pita I Pita II

Gambar 4.1 Spektrum UV-VISIBLE Senyawa Hasil Isolasi 1. Pita I memberikan panjang gelombang 369,0 nm 2. Pita II memberikan panjang gelombang 270,0 nm


(23)

Hasil analisis spektrofotometer FT-IR dari pasta hasil isolasi menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.

500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 1/cm 15 22.5 30 37.5 45 52.5 60 67.5 75 82.5 90 97.5 %T 3535.52 3392.79 3340.713223.05 3163.26 3124.68 2926.01 2852.72 2731.20 2598.12 2310.72 1861.31

1718.581707.001654.921645.28 1604.77

1562.34

1510.26 1456.26

1365.60 1271.091244.091207.441166.93

O O OH H H OH

A B

C

CH3O OH

Gambar 4.2 Spektrum Inframerah (FT-IR) Senyawa Hasil Isolasi

Dari hasil analisa Spektofotometer Infra Merah (FT-IR) memberikan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1)

Tabel 4.1 Spektrum Inframerah (FT-IR) senyawa hasil isolasi yang didapat. Bilangan Gelombang(cm-1) Intensitas Gugus Fungsi 3392,79 3340,71 Melebar Vibrasi ulur OH

2926,01 – 2852,72 Tajam Vibrasi ulur –CH alifatik

1718,58 Sedang Vibrasi ulur C=O dari keton

1604,77 Tajam Vibrasi ulur C=C aromatik

1244,09 Sedang Vibrasi ulur C-O alkohol

1166,93 Tajam Vibrasi ulur C-C-OC dari

keton

11365,60 Sedang Vibrasitekuk CH3

1031,92 Tinggi Vibrasi ulur –C-O-C-

simetrik


(24)

Hasil analisis Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah (ppm) seperti Gambar 4.3 berikut:

Gambar 4.3 Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi

Hasil analisis Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) yang didapat pada daerah (ppm) seperti pada Tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2 Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) hasil isolasi yang didapat.

Atom H ∂ H Senyawa Hasil Isolasi (ppm)

H-2’ 7,9022 7,9190 (d)

H-6’ 7,9022 7,9190 (d)

H- 3’ 6,7244 – 6,7413 (d)

H- 5’ 6,7244 – 6,7413 (d)

H-6 6,3456 – 6,3534 (d)

H-8 6,5506 – 6,5545 (d)

H dari OCH3 3,6230 (s)


(25)

4.2 Pembahasan

Dari hasil kromatografi lapis tipis, diketahui bahwa perbandingan pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari biji buah pinang adalah n-heksan : etil asetat (70:30) v/v yang menunjukkan pemisahan yang lebih baik dari noda yang dihasilkan. Hal ini juga dibuktikan dengan analisa KLT yang menunjukkan satu noda pada pasta.

Dari hasil interprestasi spectrum UV-Vis memberikan serapan pada pita I dengan panjang gelombang 369 nm dan pita II dengan panjang gelombang 270 nm yang menunjukkan bahwa panjang gelombang senyawa isolasi berada pada rentang panjang gelombang senyawa flavonoida dengan golongan flavonol (dengan panjang gelombang pita II berkisar 250-280 nm dan pita I berkisar 350-385 nm) (Lampiran 5). Namun bentuk peak dari hasil serapan spectrum Uv-Vis senyawa hasil isolasi mengalami penurunan intensitas sersapan, hal ini disebabkan oleh efek hipokromik (Hypocromic effect) yang berkaitan dengan konsentrasi senyawa hasil isolasi yang sangat rendah atau encernya konsentrasi zat terlarut ( Supratman, 2010).

Hasil interprestasi spektrum Infra Merah (FT-IR) dan Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut Aseton dalam standar TMS diperoleh (Pavia et al, 1979):

1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 12,1902 ppm dengan puncak singlet menunjukkan proton dari OH pada C-5 dari cincin A struktur flavonoida. Hal ini didukung oleh spektrum inframerah pada bilangan gelombang 3392,79 –

3340,71 cm-1 puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi ulur OH dan spektrum pada bilangan gelombang 1244,09 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur C-O alkohol.

2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 7,9022 – 7,9190 ppm dengan puncak doublet menunjukkan proton dari H-2’ dan H’-6 pada cincin B struktur flavonoida . Hal ini didukung oleh spektrum pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dengan puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur C=C dari sistem aromatis dan bilangan gelombang 920,05 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi tekuk C-H aromatis.


(26)

3. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,7244 – 6,7413 ppm dengan puncak doublet menunjukkan proton dari H-3’ dan H-5’ pada cincin B struktur flavonoida . Hal ini didukung oleh spectrum pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur C=C dari sistem aromatis dan bilangan gelombang 920,05 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi tekuk C-H aromatis.

4. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,3456 – 6,3534 ppm dengan puncak doublet menunjukkan proton dari H-6 pada cincin B struktur flavonoida . Hal ini didukung oleh spektrum pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur C=C dari sistem aromatis dan bilangan gelombang 920,05 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi tekuk C-H aromatis.

5. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,3456 6,3534 ppm dengan puncak doublet menunjukkan proton dari H-8 pada cincin B struktur flavonoida . Hal ini didukung oleh spektrum pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur C=C dari sistem aromatis dan bilangan gelombang 920,05 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi tekuk C-H aromatis.

6. Pergeseran kimia pada daerah δ=3,6230 ppm dengan puncak singlet menunjukkan proton dari substituen OCH3 pada cincin A struktur flavonoida.Hal ini didukung oleh spektrum pada bilangan gelombang 2926,01

– 2852,72 cm-1dengan puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H alifatik dan spectrum pada bilangan gelombang 11365,60cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan vibrasi tekuk –CH3.

7. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,3661 – 1,2843ppm puncak singlet tajam yang belum dapat diinterpretasi dan ditentukan jenis dan letak substituennya dimana diduga menunjukkan proton dari –CH3 pada umumnya terletak antara


(27)

Dari data 1H-NMR senyawa hasil isolasi menunjukkan data yang mendukung bahwa senyawa yang diisolasi adalah senyawa flavonoida golongan flavonol. Hal ini dibuktikan bahwa pada data 1H-NMR terdapat puncak singlet pada daerah 7,3237 ppm untuk proton pada C-2 dan daerah pergeseran kimia ini merupakan ciri khas dari senyawa isoflavon yakni pada daerah sekitar 7,0-8,0 ppm untuk proton pada C-2. (Markham, 1988).

Berdasarkan analisis data dan interpretasi yang dilakukan pada spektrum Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Inframerah (FT-IR), dan 1H-NMR dapat disimpulkan atau diduga bahwa senyawa hasil isolasi dari biji buah pinang adalah senyawa flavonoida golongan flavonol. Meskipun demikian, penulis mengakui bahwa data hasil 1H-NMR kurang murni karena adanya campuran dari senyawa hasil isolasi, dan campuran ini dapat lebih lanjut dilihat dengan jelas menggunakan HPLC. Berikut adalah struktur yang diduga senyawa hasil isolasi :

O

O

OH H

H

OH

A B

C

CH3O OH


(28)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 2000 gram biji buah pinang (Areca catechu L)

merupakan pasta berwarna kuning kecoklatan, diperoleh sebanyak 31 mg, Rf = 0,53 dengan eluen n-heksan:etil asetat 70:30 (v/v).

2. Berdasarkan hasil skrining fitokimia flavonoida terhadap pasta hasil isolasi dari biji buah pinang(Areca Catechu L), menunjukkan hasil positif senyawa

flavonoida.

3. Hasil analisis dengan Spektrofotometri UV-Visible, Spektrofotometri Inframerah (FT-IR) dan Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi dari biji buah pinang (Areca catechu L) diduga adalah senyawa flavonoida golongan flavonol.

5.2 Saran

Untuk lebih mendukung struktur senyawa flavonoida hasil isolasi, maka sebaiknya perlu dilakukan analisis Spektrometer Karbon (13C-NMR), dan Spektrometer Massa (MS).


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Buah Pinang

2.1.1 Morfologi dan Manfaat Biji Buah Pinang

Tanaman pinang (Areca catechu L) di Indonesia sejak dulu telah banyak dimanfaatkan

oleh masyarakat khususnya buah, yang digunakan untuk campuran makan sirih. Tanaman pinang mudah tumbuh di Indonesia, biasanya ditanam di pekarangan rumah, taman, atau tumbuh di pinggir sungai dengan bentuknya yang indah. Biji pinang disebut dengan betel nut dan ditanam secara luas di India, Sri Langka sampai ke Cina

dan Philipina, di Malaysia dan Indonesia, juga diperoleh di Afrika sebelah Timur (Tanzania) (Bruneton, 1995).

Bijinya dapat dikomsumsi dalam keadaan segar atau telah dididihkan dengan air atau setelah dikeringkan (Heyne,1987). Batang langsing tingginya sampai 25 meter dan besarnya lebih kurang 15 cm. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm dengan tangkai daun pendek. Helaian daun panjang sampai 80 cm, anak daun 85 kali 5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi(Steenis, 2003).

2.1.2 Sistematika Biji Buah Pinang

Tanaman pinang diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : plantae

Divisi : spermatophyte Class : monocotyledonae Ordo : arecales

Famili : arecaceae/palmae Genus : areca L


(30)

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Pada hakekatnya kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui adalah pembuatan bahan makanan, pewarnaan benda, obat-obatan atau stimulan, dan sebagainya (Sastrohamidjojo, 1996).

Sejak kira-kira pertengahan abad ke 18, telah dapat dipisahkan beberapa senyawa organik dari mahluk hidup serta hasil produksinya. Seorang ahli kimia Jerman, Karl Eilhelm Scheele (1742-1786) sangat terkenal dengan keahliannya dalam bidang ini, beliau telah berhasil memisahkan beberapa senyawa sederhana. Biogenesis dari produk alami, meskipun pada mulanya berkaitan dengan kimia organik dan biokimia, menjadi berlainan karena mempunyai tujuan yang berlainan. Kimia organik terutama mempelajari struktur, sifat-sifat kimia dan fisika, serta cara sintesisnya, baik secara alami ataupun in vitro dari zat-zat kimia tetapi cenderung untuk mengabaikan sifat-sifat khusus dari bahan alam, misalnya tentang cara pembentukan dan peran biologisnya. Biokimia, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling banyak diajukan terutama tentang metabolisme primer, dan mengabaikan proses-proses sekunder misalnya tentang pembentukan alkaloid, terpena dan lain-lain (Manitto, 1981).

Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa yang ditemukan di dalam berbagai bahan alam, berkembang juga sistem klasifikasi senyawa yang berasal dari bahan alam, tetapi biasanya ada 4 jenis klasifikasi yang digunakan untuk membahasnya (Nakanishi et al, 1974).

2.3 Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai liniear yang terdiri dari tiga atom karbon (Manitto, 1992).

Struktur dasar flavanoida dapat digambarkan sebagai berikut:

A C C C B


(31)

Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena, berupa senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Banyak kondisi penyakit yang diketahui bertambah parah oleh adanya radikal bebas seperti superoksida dan hidroksil, dan flavonoid memiliki kemampuan untuk menghilangkan

dan secara efektif ‘menyapu’ spesies pengoksidasi yang merusak itu. Oleh karena itu,

makanan kaya flavonoid dianggap penting untuk mengobati penyakit-penyakit, seperti kanker dan penyakit jantung (yang dapat memburuk akibat oksidasi lipoprotein densitas-rendah) (Heinrich et al, 2009).

2.3.1 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida biasanya terdapat sebagai O-glikosida. Pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoida atau lebih terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan hemimasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavanoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa dan aribinosa juga sering ditemukan.

Gula dapat juga treikat pada atom karbon flavanoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikisoda. Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan gula O-glikosida.

Flavonoida sulfat adalah golongan flavonoida lain yang mudah larut dalam air. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada hidroksi fenol atau gula. Secara teknis senyawa ini sebenarnya bisulfate karena terdapat sebagai garam yaitu flavon -O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida bisulfate, bagian bisulfate terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada suatu gula.

Biflavonoida merupakan flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenesi yang sederhan dan ikatana antar flavonoida berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatanya berbeda-beda. Banyak sifat fisika dan kimia biflavanoida sukar dikenali. Biflavanoida jarang ditemukan sebagai glikosida.


(32)

Sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dengan demikian dapat menunjukkan keaktifan optic (yaitu memutar cahaya terpolarisasi datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalh flavonon, dihidroflavonol, katekin, petrokarpan, rotenoid, dan beberapa biflavanoida(Markham, 1988).

2.3.2 Biosintesis Flavonoida

Biosintesis senyawa flavonoid diperoleh dengan mereaksikan fragmen C6-C3 turunan asam sikimat seperti asam p-hidroksisinamat dengan atom karbon.

C C C + (C-C0)3 C C C C CO C CO C COOH

O

Skema biosintesis dari turunan asam sikimat:

Asam sikimat → asam prefenat → asam p-hidroksifenil piruvat → asam p

-hidroksifenillaktat → asam p-hidroksisinamat → flavanon. Hidroksilasi pada cincin

A dan B terjadi setelah pembentukan cincin sempurna (Sirait, 2007).

Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan tahanan oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3 :

1. Flavon

Flavon bersamaan dengan flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan kuning, meskipun warna kuning tumbuhan jagung biasanya disebabkan oleh karotenoid. Senyawa ini biasanya larut dalam air panas dan alkohol, meskipun beberapa flavonoid yang termetilasi tidak larut dalam air. Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugus 3-hidroksi. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.


(33)

O

O

A C

B

2. Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida. Larutan flavonol dalam suasana basa (tetapi flavon tidak) dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga pengunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan

O

O OH

A C

B

3. Isoflavon

Isoflavon merupakan senyawa yang tidak begitu mencolok, tetapi senyawa ini penting sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan untuk pertahanan terhadap penyakit.

O

O

A C

B 4. Flavanon

Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Tidak berwarna atau hanya kuning sedikit. Flavanon (dihidroflavon) sering terjadi sebagai aglikon, tetapi beberapa glikosidanya dikenal misalnya hesperidin dan naringan dari jaringan kulit buah jeruk.

O

O

A C


(34)

5. Flavanonol

Flavanonol (atau dihidroflavonol) barangkali merupakan flavonoid yang paling kurang dikenal, dan tidak dapat diketahui apakah senyawa ini terdapat sebagai glikosida. Senyawa ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai oleh udara.

O

O OH

A C

B

6. Antosianin

Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa, banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan tinggi kecuali fungus. Antosianin selalu terdapat dalam bentuk glikosida.

O OH

A C

B

7. Katekin

Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai banyak kesamaan. Semuanya senyawa tanpa warna, terdapat pada seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama dalam tumbuhan berkayu.

O OH HO

OH

OH OH

A C


(35)

8. Leukoantosianidin

Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah apiferol, dan peltoginol.

O OH

HO OH

OH OH

A C

B HO

9. Auron

Berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu dan bryofita. Dalam larutan senyawa ini menjadi merah ros.

O

O CH

A B

10.Kalkon

Pada kenyataan, pengubahan kalkon menjadi flavanon terjadi dengan mudah dalam larutan asam dan reaksi kebalikannya dalam basa. Reaksi ini mudah diamati karena kalkon warnanya jauh lebih kuat daripada warna flavanon, terutama dalam larutan basa warnya merah jingga. Oleh karena itu, hidrolisis glikosida kalkon dalam suasana asam menghasilkan aglikon flavanon sebagai senyawa jadi, bukan kalkon (Robinson, 1995).

A O


(36)

2.4Skrining Fitokimia

Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari flavonoid, meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa polifenol. Reagen yang biasa digunakan adalah :

1. Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak sampel dan beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai ungu akan terjadi pada senyawa flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan xanton. Penggunaan zinc sebagai pengganti magnesium dapat dilakukan, dimana hanya flavanonol yang memberikan perubahan warna merah pekat sampai magenta, flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda yang lemah sampai magenta.

2. H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning pekat. Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah kebiru-biruan. Flavanon memberikan warna orange sampai merah (Cannell, 1998).

3. NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet

4. FeCl3 5% telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol, tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan macam-macam golongan flavonoid. Pereaksi ini memberi warna kehijauan, warna biru, dan warna hitam-biru (Robinson, 1995).

2.5Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.


(37)

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam satu golongan (Muldja, 1995)

Biomassa (tanaman, mikroba, laut)

Ekstraksi

Skrining

Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati

Skrining silang

Elusidasi Struktur

Gambar 2.3 Diagram Teknik Pemisahan (Muldja, 1995)

2.5.1 Ekstraksi

Sampel yang berasal dari tanaman setelah diidentifikasi, kemudian digolongkan menjadi spesies dan famili, sampel kemudian dikumpulkan dari bagian arialnya (daun, batang, kulit kayu pada batang, kulit batang, dan akar). Sampel ini kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari penguraian komponen oleh udara atau mikroba.

Jika telah dikeringkan, biomassa kemudian digiling menjadi partikel-partikel kecil menggunakan blender atau penggilingan. Proses penggilingan ini penting karena ektraksi efektif pada partikel kecil, dikarenakan memiliki luas permukaan yang lebih besar.

Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut pandang etnobotani, ektraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional. Kegagalan mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan akses untuk mendapatkan zat aktif.


(38)

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya) dalam ektraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Heinrich et al, 2009).

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat, biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harborne, 1996).

2.5.2 Partisi

Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua pelarut tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut. Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap:

1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di lapisan organik

2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat fraksi agak polar di lapisan organik (Heinrich et al, 2009).

2.5.3 Hidrolisis

Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah, sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6% sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk membuat proses hidrolisis menjadi sempurna.


(39)

Larutan dipanaskan selama 45 menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter, setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid setelah diuapkan (Mabry et al, 1970).

2.5.4 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (disebut juga kromatografi planar), kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang besar.

Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya. Nilai faktor retardasi solut (Rf) dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan dalam persamaan:


(40)

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam.

Proses Sorpsi

Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam, sementara itu proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak) disebut dengan desorpsi. Kedua proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara terus menerus selama pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis.

Solut akan terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan distribusinya (D) untuk menjaga keadaan kesetimbangan ini. Ada 4 jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2 atau lebih mekanisme ini terlibat dalam satu jenis kromatografi. Keempat jenis tersebut adalah adsorpsi, partisi, pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.

Adsorben

Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.

Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 1050C, meskipun demikian reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga secara hati-hati.

Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke dalam adsorben silika gel ini. Berikut merupakan kepolaran dari beberapa adsorben menurut Gandjar dkk (2007)yang disajikan pada tabel 2.1 berikut:


(41)

Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi. (Gandjar dkk ,2007)

No Nama Adsorben Sifat Adsorben

1 Alumina Paling polar

2 Karbon aktif Sangat polar

3 Silika gel polar

4 Selulosa polar

5 Resin-resin polimerik (stiren/difenil benzen) Paling non polar

2.5.4.1Kromatografi Lapis Tipis

Dalam kromatografi lapis tipis (KLT), adsorben diletakkan tepat pada satu sisi plat atau kaca atau saluran plastik ataupun aluminium. Adsorben yang paling sering digunakan adalah silika gel dan alumina. Beberapa mikroliter larutan sampel yang akan dianalisa ditotolkan pada plat sebagai titik kecil yang tunggal dengan menggunakan pipa mikrokapilaritas. Plat dikembangkan dengan meletakkannya didalam botol ataupun chamber pengembang yang berisi sejumlah kecil pelarut. Pelarut akan menaiki plat dengan adanya gaya kapilar, dan membawa senyawa dari sampel dengan itu. Senyawa yang berbeda dipisahkan dari dasarnya pada saat interaksi mereka dengan lapisan adsorben. Plat KLT yang biasa digunakan adalah plat dengan ukuran pori silika 60 Å dan ketebalan lapisan 25 µm dalam penyangga poliester atau aluminium. Beberapa dengan menggunakan atau tanpa menggunakan indikator fluorosensi yang sesuai untuk analisa cepat dari ekstrak kasar tanaman dan digunakan sebagai dasar dari langkah preparatif.

Plat biasa dapat digunting dengan menggunakan gunting atau kertas cutter untuk mengambil ukuran yang diinginkan. Deteksi noda yang dihasilkan dapat menggunakan lampu ultraviolet ataupun dengan menyemprot dengan menggunakan reagen yang sesuai (Cseke et al, 2006).

2.5.4.2Kromatografi Kolom

Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.


(42)

Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kalinya. Ukuran kolom dan banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran sampel yang akan dipisahkan.

Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai jika pemisahan tidak terlalu sukar. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya lebih besar daripada untuk KLT. Walau pun banyak jenis penjerap telah dipakai untuk kolom, alumina dan silika gel adalah penjerap yang paling berguna dan mudah didapat.

Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama (diperiksa dengan KLT) atau tampaknya berasal dari satu puncak (memakai pendeteksian sinambung) digabungkan, dan pelarutnya diuapkan, lebih baik dengan tekanan rendah. Jika pelarut dan penjerap murni. Maka fraksi-fraksi pun murni (Gritter dkk, 1991).

2.6 Teknik Spektroskopi

Teknik analisis modern mencakup berbagai teknik analisis instrumen elektronika yang dikembangkan untuk mengukur parameter fisika dan kimia alami yang khas dan tetap dari atom atau molekul. Parameter khas yang bermakna untuk analisis adalah absorpsi dan emisi energi radiasi elektromagnet oleh atom atau molekul. Teknik analisis spektroskopi berasaskan antaraksi radiasi elektromagnet dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna sebagai parameter analisis.

Karena pada setiap teknik spektroskopi antaraksi radiasi elektromagnet dengan komponen atom/ molekul khas dan tidak semuanya sama, uraian teknik analisis didahului dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta fenomena yang dipakai sebagai parameter analisisnya (Satiadarma dkk, 1995).

2.6.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)

Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai macam golongan flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing-masing, karakteristik spektra UV.


(43)

Dari masing-masing flavonoid yang mengandung jumlah dari golongan hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil aromatik bahan alam.Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan dalam aplikasi untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat mengurangi perbandingan informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang lainnya seperti NMR dan MS (Anderson, 2006).

Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol (MeOH, AR atau yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan sehingga pada umumnya pelarut metanol yang digunakan untuk menentukan serapan pita yang dihasilkan.Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas tercermin pada serapan pita I (Markham, 1988).

Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara disajikan pada tabel 2.2 dibawah ini:

Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida No Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoida

1 250-280 310-350 Flavon

2 250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)

3 250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas)

4 245-274 310-330 bahu Isoflavon

5 275-295 300-330 bahu Flavanon dan dihidroflavonol

6 230-270

(kekuatan rendah)

340-390 Khalkon

7 230-270

(kekuatan rendah)

380-430 Auron

8 270-280 465-560 Antosianidin dan antosianin


(44)

2.6.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation) dengan cara serupa dengan dua bola yang terikat oleh suatu pegas.

Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi , energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi yang diserap juga beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini disebabkan sebagian oleh perubahan dalam

momen dipol (µ≠0) pada saat energi diserap.

Ikatan nonpolar (seperti C-H atau C-C) menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar (seperti misalnya O-H, N-H, dan C=O) menunjukkan absorpsi yang lebih kuat.

Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:

1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi perpanjangan atau pemendekan ikatan.

2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.

Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu panjang gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330 cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang ikatan O-H itu. Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe vibrasi yang berlain-lainan ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman, 2010).


(45)

2.6.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) adalah yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam spektroskopi inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi pada molekul, sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai jumlah dari masing-masing hidrogen.

Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan elektronik dari satu dan yang lainnya. Proton akan terlindungi oleh elektron yang mengelilingi mereka. Dalam daerah magnetik, peredaran elektron valensi dari daerah penghasil proton yang

bertentangan dengan daerah magnetik yang berlaku. Pergeseran kimia dalam unit δ

ditunjukkan dalam jumlah resonansi proton yang bergeser dari TMS dalam bagian per juta (ppm) dari frekuensi dasar spektroskopi

δ=frekuensi spektrometer dalam MHzpergeseran dalam Hz

Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang tidak memiliki proton (biasanya CCl4) dan dalam jumlah yang kecil dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal.

Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan memiliki pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari TMS atau semua proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai resonansi yang berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki penyerapan yang tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara kimia. Pada kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis perbedaan yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum nmr, daerah dibawah masing-masing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada peak tersebut (Pavia, 1979)


(46)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah, dan biji. Hanya sedikit saja catatan yang melaporkan adanya flavonoida pada hewan (Markham,1988).

Flavonoida merupakan senyawa bahan alam dengan karakteristik struktur memiliki dua cincin hidroksil aromatik A dan B, yang dihubungkan oleh tiga atom karbon (Torssell, 1981).

Pohon pinang banyak ditanam diseluruh nusantara, dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya untuk mendapatkan buah, yang digunakan untuk campuran makan sirih. Orang yang makan buah pinang diyakini memiliki gigi yang kuat, meski usia telah lanjut (Heyne, 1987).

Biji pinang disebut dengan betel nut dan ditanam secara luas di India, Sri

Langka sampai ke Cina dan Philipina, di Malaysia dan Indonesia, juga diperoleh di Afrika sebelah Timur (Tanzania) (Bruneton, 1995). Bijinya dapat dikomsumsi dalam keadaan segar atau telah dididihkan dengan air atau setelah dikeringkan (Heyne, 1987).

Biji buah pinang berbentuk bulat telur terbalik memanjang, berwarna merah orange, memiliki panjang 3,5-7cm, dengan dinding buah berserabut. Sedangkan biji buah pinang berbentuk telur ada gambaran seperti jala (Steenis, 2003).

Kandungan kimia dari biji pinang adalah gula 50-60%, lipid 15%, tanin 15% dan0,2-0,5 % alkaloid (arekolin, arekaidin, guvasin (tetrahidronicotinic acid) dan

guvakolin(Bruneton, 1995), juga golongan tanin, sitosterol,karbohidrat, saponon dan karotenoid (Eisenbrand dan Tang 1992).


(47)

Penelitian terhadap biji buah pinang (Areca cathecu L) telah dilakukan oleh

(Meiyanto et all, 2008) melaporkan bahwa Areca catehcu L mengandung antioksidan

tinggi yang berpotensi sebagai antikanker. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanolik dari biji buah Areca cathecu L (25-100 µg/ml) selama 48 jam

menghambat pertumbuhan sel sebesar 13-84%. Rafiqua et al, (2014) menguji antimikroba dari ekstrak etanol biji buah Areca Catechu L dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Methichillin Resistant Staphylococcus Aureus. Qingli Wu, et al

(2007), telah mengidentifikasi senyawa proanthocyanidins pada biji buah pinang dengan menggunakan HPLC/MS secara kualitatif dan kuantitatif. Bogoriani (2010) melakukan penelitian mengenai ekstraksi zat warna alami campuran biji pinang, daun sirih, gambir dan pengaruh penambahan KMnO4 terhadap pewarnaan kayu jenis albasia.

Dari uraian penelitian diatas, peneliti tertarik untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari biji buah pinang (Areca catehcu L).

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara mengisolasi senyawa flavonoida yang terdapat dalam biji buah pinang.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa flavonoida yang terdapat dalam biji buah pinang.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah pada bidang Kimia Bahan Alam bahwa dari biji buah pinang terkandung senyawa flavanoida.

1.5 Lokasi Penelitian 1. Sampel

Sampel yang digunakan diperoleh dari Area Marihat Mayang Kecamatan Hutabayu, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

2. Penelitian

a. Isolasi senyawa flavonoida dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Hayati Universitas Sumatera Utara, Medan.


(48)

b. Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

Analisis Spektrofotometer Inframerah (FT-IR), dan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) dilakukan di Pusat Penelitian Kimia- LIPI. Analisis Spektrofotometer UV-Visible dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Organik FMIPA UGM.

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap biji buah pinang berupa serbuk halus yang kering sebanyak 2000 gram. Tahap awal yaitu dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa flavonoida dari ektrak metanol dan etil asetat dengan menggunakan pereaksi serbuk Mg-HCl, FeCl3 5%, NaOH 10%, dan H2SO4(p). Tahap isolasi yang dilakukan:

1. Ektraksi Maserasi

2. Hidrolisis (Pemutusan Gula) 3. Analisis Kromatografi Kolom 4. Analisis Senyawa Hasil Isolasi

Tahapan analisis senyawa hasil isolasi yang dilakukan adalah: 1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

2. Identifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer Inframerah (FT-IR), Spektrofotometer UV-Visible (UV-Vis), dan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR).


(49)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung didalam biji buah pinang ( Areca catechu L ) dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut metanol.

Ekstrak metanol dipekatkan lalu dilarutkan dengan etil asetat kemudian disaring dan diuapkan hingga seluruh metanol menguap. Extrak etil asetat yang diperoleh dilarutkan dengan metanol dan diekstraksi partisis dengan n-heksan. Lapisan metanol diuapkan hingga pekat kemudian dianalisis KLT, lalu dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silica gel 40 ( 70-230) mess dan fasa gerak n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 (v/v). Fraksi dari perbandingan (70/30) v/v selanjutnya dikristalisasi untuk mendapatkan senyawa murni. Senyawa murni yang diperoleh dari hasil isolasi berbentuk pasta, berwarna kuning kecoklatan dengan massa 31mg dan Rf= 0,53. Senyawa hasil isolasi menunjukkan positif terhadap pereaksi senyawa flavanoida. Dari hasil identifikasi Spektrofotometer UV-Visible, Inframerah (FT-IR) dan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) mengindikasikan senyawa hasil isolasi adalah senyawa flavonoida yaitu golongan flavonol.

Kata kunci : Flavonoida, Biji buah pinang, Areca catechu L, Flavonol

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUNDS FROM BETEL NUT (Areca catechu L)


(50)

ABSTRACT

Isolation of flavonoid compounds from betel nut (Areca catechu L) has been done by

maceration using methanol as a solvent. The Methanol extract was evaporated and dissolved with ethyl acetate, filtereted, concentrated and evaporated. Ethyl acetate extract was dissolved with methanol and partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was analyzed with thin layer chromathoraphy, then separated using column chromathography with silica gel 40 (70-230) mash as the stationary phase and n:hexane : ethyl 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 (v/v) as the mobile phase. The fraction from n-hexane : ethyl acetate (70:30) v/v was crystallized to get a pure compound, the pure compound is a yellow brownish pasta with a mass = 31 mg, and Rf= 0,53. The obtained compound showed positive result in flavonoid test. Based on spectrofotometre analysis using ultraviolet Visible (UV-Vis), Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT-IR) and Proton Nuclear Magnetic Resonancy Spectroscopy (1H-NMR) the indicated that the compound as flavonol.

Keywords : Flavonoid, Betel Nut, Areca catechu L, Flavonol


(51)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BIJI BUAH PINANG

(Areca catechu L)

SKRIPSI

YUNITA ANGGRIANI SITORUS

100802024

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(52)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BIJI BUAH PINANG

(Areca catechu L)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

YUNITA ANGGRIANI SITORUS

100802024

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(53)

Judul : Isolasi Senyawa Flavonoida Biji Buah Pinang (Areca catechu L)

Kategori : Skripsi

Nama Mahasiswa : Yunita Anggriani Sitorus Nomor Induk Mahasiswa : 100802024

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Maret 2016

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Tonel Barus Drs. Albert Pasaribu, Msc

NIP: 1945 08011974121001 NIP.1964 0810 1991 031002

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP: 1954 0830 1985 032001


(54)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BIJI BUAH PINANG (Areca catechu L)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2016

YUNITA ANGGRIANI SITORUS 100802024


(55)

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang begitu luar biasa karena melalui penyertaanNya skripsi ini dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkanNya.

Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan dengan segala kerendahan hati kepada kedua orang tua penulis, Papa tercinta Ir Lisken Sitorus, Mama terkasih Linceria Sinurat atas doa, dukungan dan perhatian kepada penulis sejak mula terlahir ke dunia sampai pada seorang Sarjana dan sampai selama-lamanya, serta abangdan kakak tersayang Andry Willyanto Prawira Sitorus S.E.,Ak.dan Alwina Lovelia Sitorus A.Md.Kebatas bantuan, dukungan dan doa kepada penulis. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih yang luar biasa kepada:

1. Bapak Drs. Albert Pasaribu Msc dan Bapak Prof. Dr. Tonel Barus selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing, mengajari dan memotivasi penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Sekretaris Departemen, serta kepada Bapak Drs. Mimpin Ginting, M.Sc selaku dosen PA penulis dan kepada semua staf pengajar di Kimia FMIPA USU.

3. Kepala Laboratorium Bapak Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D atas bantuan, kepercayaan dan kerja sama selama saya melakukan penelitian dan kepada seluruh asisten Laboratorium Kimia Bahan Alam Hayati.

4. Kepada seluruh keluarga besar penulis yang selalu memotivasi, membantu serta mendoakan penulis.

5. Sahabat-sahabat terbaik (tio, siska, putri, ria, irna, anggun, patresia, fitri, wiwik, togi, carol, agnes)

6. Teman-teman seperjuangan stambuk 2010 yang sudah menjadi keluarga penulisbeserta adik-adik stambuk 2011, 2012, 2013, dan kepada Mega, Tessya, Tina, Masta, Kak Fitri terima kasih buat dukungan, doa dan bantuannya. 7. Kepada yang terkasih dr Trigenesis Pasaribu yang selalu mendukung

mendoakan dan bantuannya selama ini.

8. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih.

Kiranya Tuhan selalu memberikan perlindungan dan kasih sayang kepada kita. Tuhan memberkati kita semua.

Penulis

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BIJI BUAH PINANG (Areca catechu L)


(56)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung didalam biji buah pinang ( Areca catechu L ) dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut metanol.

Ekstrak metanol dipekatkan lalu dilarutkan dengan etil asetat kemudian disaring dan diuapkan hingga seluruh metanol menguap. Extrak etil asetat yang diperoleh dilarutkan dengan metanol dan diekstraksi partisis dengan n-heksan. Lapisan metanol diuapkan hingga pekat kemudian dianalisis KLT, lalu dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silica gel 40 ( 70-230) mess dan fasa gerak n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 (v/v). Fraksi dari perbandingan (70/30) v/v selanjutnya dikristalisasi untuk mendapatkan senyawa murni. Senyawa murni yang diperoleh dari hasil isolasi berbentuk pasta, berwarna kuning kecoklatan dengan massa 31mg dan Rf= 0,53. Senyawa hasil isolasi menunjukkan positif terhadap pereaksi senyawa flavanoida. Dari hasil identifikasi Spektrofotometer UV-Visible, Inframerah (FT-IR) dan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) mengindikasikan senyawa hasil isolasi adalah senyawa flavonoida yaitu golongan flavonol.

Kata kunci : Flavonoida, Biji buah pinang, Areca catechu L, Flavonol

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUNDS FROM BETEL NUT (Areca catechu L)


(57)

ABSTRACT

Isolation of flavonoid compounds from betel nut (Areca catechu L) has been done by

maceration using methanol as a solvent. The Methanol extract was evaporated and dissolved with ethyl acetate, filtereted, concentrated and evaporated. Ethyl acetate extract was dissolved with methanol and partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was analyzed with thin layer chromathoraphy, then separated using column chromathography with silica gel 40 (70-230) mash as the stationary phase and n:hexane : ethyl 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 (v/v) as the mobile phase. The fraction from n-hexane : ethyl acetate (70:30) v/v was crystallized to get a pure compound, the pure compound is a yellow brownish pasta with a mass = 31 mg, and Rf= 0,53. The obtained compound showed positive result in flavonoid test. Based on spectrofotometre analysis using ultraviolet Visible (UV-Vis), Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT-IR) and Proton Nuclear Magnetic Resonancy Spectroscopy (1H-NMR) the indicated that the compound as flavonol.

Keywords : Flavonoid, Betel Nut, Areca catechu L, Flavonol


(58)

Halaman

Persetujuan Ii

Pernyataan Iii

Penghargaan Iv

Abstrak V

Abstract Vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Lokasi Penelitian 1.6 Metodologi Penelitian

1 2 2 2 2 2 3 Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Buah Pinang

2.1.1 Morfologi dan Manfaat Biji Buah Pinang 2.1.2 Sistematika Biji Buah Pinang

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam 2.3 Senyawa Flavonoida

2.3.1 Klasifikasi Senyawa Flavonoida 2.3.2 Biosintesis Flavonoida

2.4 Skrining Fitokimia 2.5 Teknik Pemisahan

2.5.1 Ekstraksi 2.5.2 Partisi 2.5.3 Hidrolisis 2.5.4 Kromatografi

2.5.4.1 Kromatografi Lapis Tipis 2.5.4.2 Kromatografi Kolom 2.6 Teknik Spektroskopi

2.6.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis) 2.6.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

2.6.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

4 4 4 4 5 5 6 7 11 11 12 13 13 14 16 16 17 17 18 19

Bab 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat

3.2 Bahan-bahan

21 21 22


(59)

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penyiapan Sampel

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Biji Buah Pinang 3.3.3 Ekstraski Biji Buah Pinang

3.3.4 Analisis Kromatografi Lapis Tipis

3.3.5 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom 3.3.6 Pemurnian

3.3.7 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

3.3.8 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

3.3.8.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible 3.3.8.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah

(FT-IR)

3.3.8.3 Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

3.4 Bagan Skrining Fitokimia 3.5 Bagan Penelitian

22 22 22 23 24 24 25 25 25 25 26 26 27 28 Bab 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.2 Pembahasan

30 30 33 Bab 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

36 36 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 39


(60)

Nomor Judul

Tabel Halaman

2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi 15

2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida 4.1 Spektrum Inframerah (FT-IR) senyawa hasil isolasi yang didapat. 4.2 Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) hasil

isolasi yang didapat.

18 31 32


(61)

Nomor Judul Gambar

Halaman

2.1 Biosintesis Senyawa Flavonoida 7

2.2 Diagram Teknik Pemisahan 12

4.1 Spektrum UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi 30 4.2 Spektrum Inframerah (FT-IR) Senyawa Hasil Isolasi 31 4.3 Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 32 4.4 Struktur Senyawa Hasil Isolasi Isoflavon 35


(62)

Nomor Judul Lampiran

1. Gambar biji buah pinang (Areca Catechu L)

2. Hasil Determinasi biji buah pinang (Areca Catechu L)

3. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Kloroform biji buah\ pinang (Areca Catechu L) sebelum Kromatografi Kolom

4. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Kloroform biji buah biji buah pinang (Areca Catechu L)

5. Spektrum Ultraviolet-Visible beberapa senyawa Flavonoida 6. Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi

7. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 6,3 6,6 ppm

8. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 7,5– 8,0 ppm

11. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 6,6 – 6,9 ppm

12. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 3,5ppm

13. Spektrum 1H-NMR senyawa pembanding Flavonoida

Halaman

40

41

42

43

44

45

46

47

48


(1)

vii

ABSTRACT

Isolation of flavonoid compounds from betel nut (Areca catechu L) has been done by

maceration using methanol as a solvent. The Methanol extract was evaporated and dissolved with ethyl acetate, filtereted, concentrated and evaporated. Ethyl acetate extract was dissolved with methanol and partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was analyzed with thin layer chromathoraphy, then separated using column chromathography with silica gel 40 (70-230) mash as the stationary phase and n:hexane : ethyl 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 (v/v) as the mobile phase. The fraction from n-hexane : ethyl acetate (70:30) v/v was crystallized to get a pure compound, the pure compound is a yellow brownish pasta with a mass = 31 mg, and Rf= 0,53. The obtained compound showed positive result in flavonoid test. Based on spectrofotometre analysis using ultraviolet Visible (UV-Vis), Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT-IR) and Proton Nuclear Magnetic Resonancy Spectroscopy (1H-NMR) the indicated that the compound as flavonol.

Keywords : Flavonoid, Betel Nut, Areca catechu L, Flavonol


(2)

Halaman

Persetujuan Ii

Pernyataan Iii

Penghargaan Iv

Abstrak V

Abstract Vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Lokasi Penelitian 1.6 Metodologi Penelitian

1 2 2 2 2 2 3 Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Buah Pinang

2.1.1 Morfologi dan Manfaat Biji Buah Pinang 2.1.2 Sistematika Biji Buah Pinang

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam 2.3 Senyawa Flavonoida

2.3.1 Klasifikasi Senyawa Flavonoida 2.3.2 Biosintesis Flavonoida

2.4 Skrining Fitokimia 2.5 Teknik Pemisahan

2.5.1 Ekstraksi 2.5.2 Partisi 2.5.3 Hidrolisis 2.5.4 Kromatografi

2.5.4.1 Kromatografi Lapis Tipis 2.5.4.2 Kromatografi Kolom 2.6 Teknik Spektroskopi

2.6.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis) 2.6.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

2.6.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

4 4 4 4 5 5 6 7 11 11 12 13 13 14 16 16 17 17 18 19

Bab 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat

21 21


(3)

ix

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penyiapan Sampel

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Biji Buah Pinang 3.3.3 Ekstraski Biji Buah Pinang

3.3.4 Analisis Kromatografi Lapis Tipis

3.3.5 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom 3.3.6 Pemurnian

3.3.7 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

3.3.8 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

3.3.8.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible 3.3.8.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah

(FT-IR)

3.3.8.3 Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

3.4 Bagan Skrining Fitokimia 3.5 Bagan Penelitian

22 22 22 23 24 24 25 25 25 25 26 26 27 28 Bab 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.2 Pembahasan

30 30 33 Bab 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

36 36 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 39


(4)

Nomor Judul

Tabel Halaman

2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi 15

2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida 4.1 Spektrum Inframerah (FT-IR) senyawa hasil isolasi yang didapat. 4.2 Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) hasil

isolasi yang didapat.

18 31 32


(5)

xi

Nomor Judul Gambar

Halaman

2.1 Biosintesis Senyawa Flavonoida 7

2.2 Diagram Teknik Pemisahan 12

4.1 Spektrum UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi 30 4.2 Spektrum Inframerah (FT-IR) Senyawa Hasil Isolasi 31 4.3 Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 32 4.4 Struktur Senyawa Hasil Isolasi Isoflavon 35


(6)

Nomor Judul Lampiran

1. Gambar biji buah pinang (Areca Catechu L)

2. Hasil Determinasi biji buah pinang (Areca Catechu L)

3. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Kloroform biji buah\ pinang (Areca Catechu L) sebelum Kromatografi Kolom

4. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Kloroform biji buah biji buah pinang (Areca Catechu L)

5. Spektrum Ultraviolet-Visible beberapa senyawa Flavonoida 6. Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi

7. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 6,3 6,6 ppm

8. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 7,5– 8,0 ppm

11. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 6,6 – 6,9 ppm

12. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 3,5ppm

13. Spektrum 1H-NMR senyawa pembanding Flavonoida

Halaman

40

41

42

43

44

45

46

47

48