Gambaran Status Gizi dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita Keluarga Perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Perokok
Merokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotinana Tobacum, Nikotiana
Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar

dengan atau tanpa bahan tambahan. Merokok adalah membakar tembakau yang
kemudian dihisap isinya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.
Bahan kimia yang terkandung dalam rokok adalah nikotin, tar, CO (karbon
monoksida), amonia, hidrogen sianida (HCN), hidrogen sulfida, methanol,
pyridine, kadmium, formaldehida dan fenol.
Menurud Dariyo, (2007), ada dua jenis tipe perokok, yaitu perokok aktif
(active smoker ) dan perokok pasif (passive smoker ):
a. Perokok aktif (active smoker )
Perokok aktif yaitu individu yang benar-benar memiliki kebiasaan
merokok. Merokok sudah menjadi bagian hidupnya, sehingga mereka
merasa tidak enak jika sehari tidak merokok.
b. Perokok pasif (passive smoker )
Individu yang tidak memiliki kebiasaan merokok, namun terpaksa harus

menghisap asap rokok yang dihembuskan oleh orang lain yang merokok.
Menurut

Sitepoe

dalam

Alamsyah

(2007)

tipe

perokok

dapat

diklasifikasikan menjadi 3 menurut jumlah rokok yang dihisap, antara lain:
a. Perokok ringan menghisap 1-10 batang setiap hari


7
Universitas Sumatera Utara

8

b. Perokok sedang menghisap 11-20 batang setiap hari
c. Perokok ringan menghisap lebih dari 20 batang setiap hari
Keluarga perokok adalah sebuah keluarga dimana dalam keluarga tersebut
memiliki satu atau lebih anggota keluarga yang merokok baik laki-laki maupun
perempuan. Merokok saat ini sudah menjadi kebiasaan sebagian besar orang
dewasa, kebayakan dari meraka yaitu laki-laki. Sebagai kepala keluarga sering
sekali mereka tidak menyadari bahwa rokok yang mereka hisap tidak hanya
berdampak pada dirinya sendiri tetapi juga berdampak buruk bagi orang
disekitarnya khususnya bagi kelompok yang rentan seperti balita.
Nikotin dengan ribuan bahaya beracun yang berasal dari asap rokok akan
masuk kedalam saluran pernafasan bayi dan dapat menyebakan infeksi pada
saluran pernafasan. Selain itu, racun dari nikotin yang berasal dari asap rokok juga
dapat masuk ke dalam tubuh yang masuh menyusu dari ibu yang telah terpapar
oleh asap rokok tersebut. Sehingga racun tersebut terakumulasi di dalam tubuh
bayi dan tentu saja membahayakan kesehatan si kecil (Hidayat, 2005).

Adapun faktor –faktor yang mempengaruhi keluarga perokok antara lain:
1. Perilaku merokok
Perilaku merokok dalam keluarga dapat mempengaruhi status gizi anak
balita yang tinggal serumah, karena konsumsi energi anak yang memiliki
anggota keluarga perokok lebih rendah daripada yang tidak memiliki
anggota keluarga yang perokok. Sebagai akibatnya, status gizi tersebut
lebih rendah. Perilaku kepala rumah tangga atau suami yang merupakan
perokok, akan berdampak pada kebutuhan pangan keluarga, dimana yang

Universitas Sumatera Utara

9

seharusnya cukup dipergunakan untuk kebutuhan makanan sehari-hari
tetapi akibat kebiasaan merokok, kebutuhan makan pada keluarga tersebut
menjadi berkurang karena membeli rokok.
2. Tingkat pendapatan
Menurut Irawan dalam Siregar (2015), Penggunaan rokok dapat
meningkatkan kemiskinan melalui kerentanan timbulnya resiko karena
sumber pendapatan keluarga miskin yang terbatas justru dibelanjakan

untuk rokok, yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok lainnya,
seperti makanan pokok, pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya
meningkatkan gizi anak-anak dan keluarga.
3. Jumlah anggota keluarga
Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga.
Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah
kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, semakin
sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang
harus dipenuhi keluarga. Sehingga dalam keluarga

yang jumlah

anggotanya banyak, akan diikuti oleh banyaknya kebutuhan yang harus
dipenuhi. Semakin besar ukuran keluarga berarti semakin banyak anggota
keluarga yang pada akhirnya akan semakin berat beban keluarga untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
4. Tingkat Pendidikan
Menurut Todaro dalam Siregar(2015), alasan pokok mengenai pengaruh
dari pendidikan formal terhadap distribusi pendapatan adalah adanya


Universitas Sumatera Utara

10

korelasi positif antara pendidikan seseorang dengan penghasilan yang akan
diperolehnya. Maka hal tersebut akan mendorong terjadinya pendapatan
yang menimbulkan jurang kemiskinan.
2.1.1 Dampak Rokok Terhadap Kesehatan
Dampak rokok terhadap kesehatan sering disebut sebagai „Silent Killer‟
karena timbul secara perlahan dalam tempo yang relatif lama, tidak langsung dan
tidak nampak secara nyata. Selain itu rokok juga merupakan penyebab dari 50%
kebakaran yang terjadi, dan proses pengolahan rokok mengakibatkan penebangan
pohon-pohon di hutan agar kayunya dapat dipakai untuk memproses tembakau.
Seluruh dunia kebiasaan merokok memyebabkan kematian pada 2,5 juta
orang setahunnya, artinya satu kematian setiap 13 detik. Kebiasaan merokok telah
terbukti berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh
manusia, seperti kanker paru, bronkitis kronis, emfisema dan berbagai penyakit
paru lainnya. Selain itu adalah kanker mulut , tenggorokan, pankreas dan kandung
kencing, penyakit pembuluh darah ulkus peptikum dan lain-lain.
Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia. Sekali satu batang

rokok dibakar maka ia akan mengeluarkan 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas
karbon monoksida, nitrogen dan lain-lain. Bahan-bahan kimia itulah yang
kemudian

menimbulkan

berbagai

penyakit.

Setiap

golongan

penyakit

berhubungan dengan bahan tertentu. Kanker paru misalnya, dihubungkan dengan
kadar tar dalam rokok, penyakit jantung dihubungkan dengan gas karbon
monoksida dan nikotin ( Aditama, 2011).


Universitas Sumatera Utara

11

Makin tinggi kadar bahan berbahaya dalam satu batang rokok, maka makin
besar kemungkinan seseorang menjadi sakit jika mengisap rokok tersebut. Karena
itulah dibanyak negara dibuat aturan agar pengusaha mencantumkan kadar tar,
nikotin dan bahan berbahaya lainnya pada setiap bungkus rokok yang dijual
dipasaran. Masalahnya rokok di Indoneisa mempunyai kadar tar dan nikotin yang
lebih tinggi dari pada rokok-rokok produksi luar negeri. Karena itu perlu
dilakukan upaya terus-menerus untuk menghasilkan rokok dengan kadar tar dan
nikotin yang lebih rendah di Indonesia (Aditama, 2011).
Setelah menghisap rokok bertahun-tahun perokok mungkin menderita sakit.
Makin lama memiliki kebiasaan merokok maka makin besar kemungkinan
mendapat penyakit. Tentusaja ada juga pengaruh buruk yang segera timbul dari
asap rokok. Penderita asma juga seringkali mengeluh sesak napas dan batuk-batuk
bila disebelahnya ada orang yang menghembuskan asap rokoknya. Tetapi secara
umum, penyakit penyakit seperti kanker, jantung dan lain-lainnya akan diderita
setelah menghisap rokok selama 10-20 tahun.
2.1.2 Hubungan Asap Rokok dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Secara umum terdapat tiga faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi
pencemaran udar dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan
bakar untuk memasak dengan konsentarasi yang tinggi), ventilasi rumah dan
kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir,
status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku

Universitas Sumatera Utara

12

pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif keluarga/
masyarakat dengan menangani ISPA.
Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan
balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang seirus serta
akan menambah resiko kesakitan dari han toksik pada anak-anak. Paparan yang
terus-menerus akan menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat
timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan paru-paru pada saat
dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar
memberikan resiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok

dilakukan oleh ibu bayi (Depkes RI, 2002)
Akibat gangguan asap rokok pada bayi antara lain adalah muntah, diare,
kolik (gangguan pada saluran pencernaan bayi), denyut jantung meningkat,
gangguan pernafasan pada bayi, infeksi paru-paru dan telinga, gangguan
pertumbuhan. Paparan asap rokok berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada
balita dibandingkan yang tidak terpapar asap rokok (Hidayat, 2005).
Analisis WHO, menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih besar
bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok membakar
sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang dihisap oleh perokok tersebut asap
utama (mainstream), dan asap yang keluar dari ujung rokok (bagian yang
terbakar) dinamakan sidestream smoke atau asap samping. Asap samping ini
terbukti mengandung lebih banyak hasil pembakaran tembakau dibandingkan asap
utama. Asap ini mengandung karbon monoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin
3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, nitrosamine sebagai penyebab

Universitas Sumatera Utara

13

kanker kadarnya mencapai 50 kali lebih besar pada asap sampingan pada kadar

asap utama (WHO,2008).
2.1.3 Hubungan Frekuensi Merokok dengan Status Gizi Balita
Individu yang merokok umumnya memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang
lebih rendah dibandingkan dengan bukan perokok. Merokok meningkatkan
pengeluaran energi karena efek nikotin dalam rokok dapat meningkatkan tingkat
metabolisme, mengakibatkan menurunan pengeluaran energi. Rokok yang
dibakar, kandungan nikotin akan masuk kedalam sirkulasi darah dan dalam waktu
kurang lebih 15 detik akan masuk ke otak yang kemudian nikotin akan diterima
oleh reseptor asetilkoli-nikotinik untuk memacu sistem dopaminergik pada jalur
imbalan

sehingga

akan

mempengaruhi

penekanan

nafsu


makan

yang

menyebabkan terjadinya malnutrisi atau gizi kurang (Tarwoto, 2010).
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi
rokok maka semakin semakin rendah nilai status gizi seseorang yang berarti
kejadian status gizi kurang pada anak/remaja semakin tinggi (Aginta, 2011).
Penelitian lain menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (IMT) pada seorang yang
merokok lebih rendah daripada seorang yang bukan perokok, dan tentunya
berhubungan langsung dengan durasi tetapi intensitas tidak merokok dengan
durasi yang lebih lama dikaitkan dengan IMT yang lebih rendah. Analisa pada
tahun 2005-2006 Kesehatan Nasional dan Survei Pemeriksaan Gizi (NHANES)
dan National Health Interview Surveytahun 2005 mengkonfirmasi temuan dari
penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa perokok berat secara signifikan

Universitas Sumatera Utara

14

mempunyai berat badan kurang dibandingkan dengan bukan perokok (Bradley,
2010).
2.2 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran
pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA
yang mengenai saluran nafas bawah, misalnya bronkitis, bila menyerang
kelompok umur tententu, khususnya bayi, anak-anak dan orang tua, akan
memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek dan sering kali berakhir dengan
kematian. ISPA yang disebabkan oleh virus, wanita lebih rentan bila
dibandingkan dengan pria, namun waktu menstruasi wanita lebih tahan (Alsagaff,
2005).
Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi yang menyerang hidung
sampai bagian faring seperti : pilek, sinusitis, otitis media (infeksi telinga tengah),
faringitis (infeksi pada tenggorokan). Infeksi saluran pernafasan atas digolongkan
ke dalam penyakit bukan pneumonia.Agen dari penyakit ISPA adalah virus dan
bakteri yang mempunyai jenis lebih dari 300 macam, dimana penularannya dapat
melalui kontak langsung dengan penderita atau melalui udara kepada orang
rentan. Pada infeksi saluran pernafasan atas 90%-95% penyebab adalah virus.
Infeksi saluran pernafasan atas (Acute Upper Resporatory Infection ) dan
infeksi saluran pernafasan akut bawah (Acute Lower Respiratory), dimana infeksi
saluran pernafasan akut bawah menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk
dan kesusahan bernafas (pneumonia), sedangkan infeksi saluran pernafasan akut

Universitas Sumatera Utara

15

atas adalah

radang saluran tenggorokan atau pharingitas dan radang telinga

tengah atau otitis (Anonim, 2000).
Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Atas seperti : 1) pilek (commoncold)
merupakan penyakit yang sangat umum pada anak-anak. Beberapa anak mungkin
terserang penyakit ini 5 atau 6 kali setiap tahun. Keluar cairan dari hidung, sakit
tenggorokan, sakit kepala dan kadang-kadang sakit demam, dan ini biasanya
sembuh dalam 2 – 3 hari. 2)influensa, disebabkan oleh virus. Biasanya disebabkan
melalui percikan ludah yang sudah terinfeksi. Tanda dan gejalanya demam,
malaise, nause (mual seperti mau muntah), sakit kepala, muntah, tenggorokan
sakit, sakit mata, nyeri otot dan mengeluarkan cairan dari hidung yang encer.
3)tonsilitis merupakan infeksi tonsil yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri

dan virus. Tanda dan gejalanya anak demam dan merasa tidak enak badan, sakit
tenggorokan atau tidak, kadang nyeri perut. 4)adenitis serikal merupakan
pembengkakan dan peradangan kelenjar leher, kelenjar menjadi bengkak dan
sakit, seringkali terjadi bersama tonsilitis.
Menurut Depkes RI (2010) tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan akut
dapat berupa:
1. Batuk.
2. Sulit bernafas
3. Sakit teggorokan
4. Pilek
5. Panas atau demam
6. Sakit kepala

Universitas Sumatera Utara

16

Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menurut Depkes RI 2009
1. ISPA ringan adalah seseorang yang menderita ISPA ringan apabila
ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.
2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari
39% Cº dan bila bernafas mengeluarkan suara mengorok.
3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun.
Berdasarkan penelitian di berbagai negara, termasuk Indonesia dan berbagai
Publikasi ilmiah dalam Rosalina (2006), dilaporkan faktor resiko yang
meningkatkan kejadian (Morbiditas) ISPA yaitu sebagai berikut:
a. Host (Pejamu)
Manusia yang keberadaanya dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, status
ASI, status gizi, berat badan lahir, status imunisasi, pemberian vitamin A
dan pemberian makanan tambahan.
b. Agent (Infectous agent)
Faktor penyebab penyakit tersebut meliputi bakteri, virus dan parasit
(Infection agent).
c. Environment (Lingkungan)
Faktor diluar penderita yang akan mempengaruhi keberadaan host yang
terdiri dari lingkungan biologis, fisik dan sosial. Sebagai faktor lingkungan
meliputi: Bakteri, virus dan parasit, polusi udara (asap rokok dan dapur),
kepadatan tempat tinggal dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

17

Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Infeksi bisa berhubungan
dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu : mempengaruhi nafsu makan,
dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare/muntah-muntah
atau mempengaruhi makanan dan banyak cara lain lagi.
Secara umum, defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan sistem
kekebalan. Gizi kurang dan infeksi, kedua-duanya dapat bermula dari kemiskinan
dan lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi buruk. Selain itu, juga diketahui
bahwa infeksi menghambat reaksi imunologis yang normal dengan menghabiskan
sumber-sumber energi di tubuh.
Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan
tingginya prevalensi dan beratnya penyakit infeksi saluran pernafasan. ISPA
memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk kemampuan
anak untuk mengatasi penyakit ISPA. Kuman – kuman yang kurang berbahaya
bagi anak – anak dengan gizi baik, bisa menyebabkan kematian pada anak dengan
gizi buruk. Gizi kurang tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan kematian,
tetapi juga akan menurunkan produktivitas, menghambat pertumbuhan sel-sel
otak yang mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan. Status gizi masyarakat
dapat digambarkan terutama pada status gizi buruk. Apabila kekebalan tubuh
balita menurun maka penyakit ISPA mudah menyerang. Penyakit ISPA dan status
gizi buruk sering kali bekerjasama dan bila bekerja bersama maka akan
memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan bila kedua faktor
tadi masing-masing bekerja sendiri.

Universitas Sumatera Utara

18

2.3 Status Gizi Balita
Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di indonesia baru mulai dikenal sekitar
tahun1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa inggris Nutrition. Kata gizi
berasal dari bahasa arab “ghidza ” yang berarti makanan. Menurut dialek mesir,
ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menerjemahkan nutrition dan

mengejanya sebagai “nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam kamus umum
bahasa indonesia Badudu-Zain tahun 1994.
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang di
konsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi (Idrus,1990).
Zat gizi (nutriens) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan fungsinya, yaitu menghasilkan energi,
membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
menggunakan zat-zat gizi. Dibedakan antar status gizi buruk, kurang, baik dan
lebih (Almatsier, 2005).
Menentukan status gizi balita harus ada ukuran baku yang sering disebut
reference. Pengukuran baku antropomentri yang sekarang digunakan di indonesia

adalah WHO-NCHS. Menurud Harvard dalam Supariasa 2002, klasifikasi status
gizi dapat dibedakan menjadi empat yaitu:

Universitas Sumatera Utara

19

a. Gizi lebih (Over Weight)
Gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan
(Almatsier, 2005).Kelebihan berat badan pada balita terjadi karena
ketidakmampuan antara energi yang masuk dengan keluar, terlalu banyak
makan, terlalu sedikit olahraga atau keduanya. Kelebihan berat badan anak
tidak boleh diturunkan, karena penyusutan berat akan sekaligus
menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan (Arisman,
2007).
b. Gizi baik (wellnourished)
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satuatau lebih
zat-zat esensial(Almatsier,2005).
c. Gizi buruk (servere PCM)
Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan
nutrisi, atau dengan ungkapanlain status nutrisinya berada dibawah standar
rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa protein, karbohidratdan kalori di
indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah
gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
Menurut

Depkes

RI

(2005)

Parameter

BB/TB

berdasarkan

Z-Score

diklasifikasikan menjadi :
a.Gizi buruk (Sangat Kurus) :

Dokumen yang terkait

Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

1 50 101

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Gambaran Penyediaan Pangan dan Status Gizi Balita pada Keluarga petani di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011.

6 60 72

Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik

0 14 125

Gambaran Status Gizi dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita Keluarga Perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

0 5 100

Gambaran Status Gizi dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita Keluarga Perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

0 0 17

Gambaran Status Gizi dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita Keluarga Perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

0 0 2

Gambaran Status Gizi dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita Keluarga Perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

0 0 6

Gambaran Status Gizi dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita Keluarga Perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

0 0 4

Gambaran Status Gizi dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita Keluarga Perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

0 0 17