Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik

(1)

(ISPA) BALITA DI PUSKESMAS BUNGAH KABUPATEN

GRESIK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

LILIS ZUHRIYAH

NIM : 1111104000055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 M/1436 H


(2)

(3)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, July 2015

Lilis Zuhriyah, NIM : 1111104000055

Ilustration of Family Member Smoking Habit in Acute Respiratory Infection (ARI) in Toddler at Puskesmas (Health Center) Bungah, Gresik.

xix+ 80 pages + 13 tables + 2 schemes + 1 figure + 7 appendixes

ABSTRACT

Smoking habit of family member without regard to the surrounding environment not only can cause problems for smokers themselves but also can make problems for other people, including a toddler who lives with them. One of the problems which often appears in young children due to the exposure of cigarette smoke is Acute Respiratory Infection (ARI). ARI in toddler is a major cause of toddler health care visits and toddler mortality in Indonesia. The purpose of this study is to describe smoking habit of family member in ARI in the toddlers at the Puskesmas Bungah Gresik. Samples of this study are 100 toddlers suffering from ARI and the technique used is purposive sampling. This research employs descriptive quantitative method and the instrument used is a questionnaire. The results show that from 100 toddler respondents, male 56%, female 44%; aged ≤ 12 months 28%, 72% aged 13-59 months; malnourished nutrient status 6%, poor 15%, good 78%, overweight 1%; Mother’s last education, primary school 5%, junior highschool/equal 24%, senior highschool/equal 60%, 11% college; smoking habit of family members 73%, with no smoking habit of family members 27%; smoking habits without regard to the environment 58.90%, 41.10% attention to the environment (n = 73); 25.58% one smoker, more than one person 74.42% (n=43); mild smoker (30.24), moderate smoker 34.88%, 34.88% severe smoker (n=43). Results of this study are expected to provide information about the dangers of cigarette smoke, especially for children, so that the family can change their smoking habit.

Keywords : ARI, Smoking habit of family member, Toddler References : 79 (2003-2015)


(4)

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juli 2015

Lilis Zuhriyah, NIM : 1111104000055

Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik

xix+ 80 halaman + 13 tabel + 2 skema + 1 gambar + 7 lampiran ABSTRAK

Kebiasaan merokok anggota keluarga tanpa memperhatikan lingkungan sekitar selain dapat menimbulkan masalah bagi perokok itu sendiri juga dapat menimbulkan masalah bagi orang lain, termasuk balita yang tinggal bersama. Salah satu masalah yang seringkali timbul pada balita akibat paparan asap rokok adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). ISPA pada balita menjadi penyebab utama kunjungan balita ke pelayanan kesehatan dan kematian balita di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada kejadian ISPA balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik. Sampel pada penelitian ini sebanyak 100 balita yang menderita ISPA dan teknik yang digunakan yaitu purposive sampling. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan dari 100 responden balita, laki-laki 56%, perempuan 44%; usia ≤ 12 bulan 28%, usia 13-59 bulan 72%; status gizi buruk 6%, kurang 15%, baik 78%, lebih 1%; pendidikan terakhir ibu SD 5%, SMP/sederajat 24%, SMA/sederajat 60%, perguruan tinggi 11%; kebiasaan merokok anggota keluarga 73%, tanpa kebiasaan merokok anggota keluarga 27%; kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan 58,90%, memperhatikan lingkungan 41,10% (n=73); perokok satu orang 25,58%, lebih dari satu orang 74,42% (n=43); perokok ringan (30,24), perokok sedang 34,88%, perokok berat 34,88% (n=43). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bahaya asap rokok khususnya bagi balita, sehingga keluarga dapat merubah kebiasaan merokok yang dilakukan setiap hari.

Kata kunci : ISPA, Kebiasaan merokok anggota keluarga, Balita Referensi : 79 (2003-2015)


(5)

(6)

(7)

(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : LILIS ZUHRIYAH

Tempat, tanggal Lahir : Gresik, 19 Maret 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Sampurnan 04 RT 012 RW 004 Bungah Gresik

HP : +6285782012787

Email : Lilis.zuhriyah@gmail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/

Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Muslimat NU 03

2. MI Assa’adah Sampurnan Bungah 1999-2005

3. MTS Assa’adah 2 Sampurnan Bungah 2005-2008

4. MA Assa’adah Sampurnan Bungah 2008-2011

5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-sekarang

ORGANISASI

1. PMII 2011-sekarang

2. CSS MORA 2011-sekarang


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim. Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik”.

Penulis menyadari bahwasannya dalam proses penulisan skripsi ini seringkali mengalami kesulitan. Namun berkat rahmat dan hidayah Allah SWT serta bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu mengatasi kesulitan tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya

2. Maulina Handayani, S.Kp. MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah membeikan informasi tentang penulisan skripsi sehingga membuat penulis semangat melakukan penulisan skripsi penelitian

3. Jamaludin, M.Kep selaku pembimbing I dan Yenita Agus,

M.Kep.,Sp.Mat.,PhD selaku pembimbing II yang sudah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dengan sabar dan ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

4. Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang senantiasa memberi arahan, semangat, dan motivasi dari awal perkuliahan sampai saat ini

5. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa, semangat, dan motivasi yang membuat penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi 6. Sahabat-sahabat Rumah Jambu yang senantiasa memberikan dukungan dan


(10)

x

7. Teman-teman seangkatan PSIK 2011 yang selalu memotivasi

Atas segala bantuan dan dukungannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam skripsi ini, sehingga penulis dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas skripsi ini. Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat dan hidayah Allah SWT. Amiin.

Jakarta, Juli 2015


(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Pernyataan Keaslian Karya ... ii

Abstract ... iii

Abstrak ... iv

Pernyataan Persetujuan ... v

Lembar Pengesahan ... vi

Daftar Riwayat Hidup ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Singkatan ... xiv

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Bagan ... xvii

Daftar Gambar ... xviii

Daftar Lampiran... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6


(12)

xii

D. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan Umum ... 8

2. Tujuan Khusus ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan ... 9

2. Bagi Responden ... 9

3. Bagi Praktisi Kesehatan ... 1 0 4. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 10

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ... 11

1. Definisi ISPA ... 11

2. Etiologi ISPA ... 12

3. Tanda dan Gejala ISPA ... 12

4. Klasifikasi ISPA ... 13

5. Faktor Resiko ISPA ... 15

B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Balita ... 24

1. Pengertian Balita ... 24

2. Kejadian ISPA pada Balita ... 25

C. Mekanisme Tubuh Terhadap Paparan Asap Rokok ... 25

D. Penelitian Terkait ... 27

E. Kerangka Teori ... 29

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Penelitian ... 30


(13)

xiii BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 35

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

D. Instrumen Penelitian ... 37

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 37

F. Metode Pengumpulan Data ... 39

G. Pengolahan Data ... 40

H. Metode Analisis Data ... 41

I. Etika Penelitian ... 42

BAB V HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden... 44

B. Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga ... 47

C. Gambaran Karakteristik Balita berdasarkan Adanya Paparan Asap Rokok ... 50

BAB VI PEMBAHASAN A. Analisis Univariat ... 54

B. Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 77

Daftar Pustaka Lampiran


(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

UIN : Universitas Islam Negeri

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

GATS : Global Adults Tobacco Survey

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

ETS : Enviromental Tobacco Smoke

WHO : World Health Organization

ASEAN : Association of South East Asia Nation

Balita : Balita dibawah Lima Tahun

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

Depkes : Departemen Kesehatan

RSV : Respiratory Syncytial Virus

RI : Republik Indonesia

APA : American Psychological Association

ASI : Air Susu Ibu

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

BB/U : Berat Badan/Umur

PB/U : Panjang Badan/Umur

TB/U : Tinggi Badan/Umur

BB/PB : Berat Badan/Panjang Badan

BB/TB : Berat Badan/Tinggi Badan

IMT/U : Indeks Massa Tubuh/Umur

BCG : Bacille Calmette Guerin


(15)

xv

HB : Hepatitis B

OR : Odds Ratio

Ig : Immunoglobulin

IL : Interleukin

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMA : Sekolah Menengah Atas

Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Definisi Operasional Penelitian 31

5.1 Distribusi Jenis Kelamin Balita 44

5.2 Distribusi Kelompok Usia Balita 45

5.3 Distribusi Status Nutrisi Balita 46

5.4 Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu 46

5.5 Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga 47

5.6 Gambaran Lokasi Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga 47

5.7 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga dengan Kebiasaan Merokok 48

5.8 Gambaran Banyaknya Rokok yang Dihirup Setiap Hari Oleh 49

Anggota Keluarga

5.9 Distribusi Karakteristik Jenis Kelamin Balita Berdasarkan 50

Adanya Paparan Asap Rokok

5.10 Distribusi Karakteristik Usia Balita Berdasarkan Adanya 51

Paparan Asap Rokok

5.11 Distribusi Karakteristik Status Nutrisi Balita Berdasarkan 52

Adanya Paparan Asap Rokok

5.12 Distribusi Karakteristik Pendidikan Terakhir Ibu Balita 53


(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

Halaman

2.1 Kerangka Teori Penelitian 29


(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan

Lampiran 2. Lembar Inform Consent

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 6. Rekapitulasi Jawaban Responden Lampiran 7. Hasil Analisis SPSS Univariat


(20)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rokok adalah gulungan tembakau yang berukuran kira-kira sebesar jari kelingking dan biasanya bisa dibungkus dengan kertas atau daun nipah (KBBI, 2014). Rokok adalah silinder dari kertas yang memiliki ukuran antara 70 mm sampai 120 mm dan diameter 10 mm yang didalamnya terdapat daun tembakau yang sudah di cacah (Jaya, 2009 dalam Ambarwati dkk., 2014). Terdapat tiga zat yang paling penting dalam rokok yang dapat menyebabkan kanker, yaitu tar yang merupakan bahan kimia yang dapat merusak sel paru-paru dan menyebabkan kanker , nikotin yang merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung, sirkulasi darah, dan menyebabkan kecanduan, dan karbon monoksida yakni gas beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen (Gunawan, 2006).

Terdapat dua jenis perokok, yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah seseorang yang melakukan aktivitas merokok, sedangkan perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok namun secara tidak sengaja mengisap asap rokok dari orang lain (Rafael, 2006). Terdapat dua macam asap yang dikeluarkan ketika batang rokok dibakar, yakni asap utama dan asap sampingan. Asap utama adalah asap rokok yang terisap langsung dan masuk ke paru-paru perokok aktif, sedangkan asap rokok sampingan yaitu asap rokok yang berasal dari ujung rokok


(21)

yang terbakar. Asap sampingan inilah yang dihisap oleh seorang perokok pasif (Gunawan, 2006).

Perilaku merokok di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, presentase penduduk Indonesia umur 10 tahun ke atas yang merokok sebesar 23.7% dan pada tahun 2013 sebesar 29.3% (Riskesdas, 2008, 2013). Berdasarkan tingkat usia, proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari di Indonesia terjadi pada kelompok usia 30-34 tahun yaitu sebesar 33.4% dan kelompok usia 35-39 tahun sebesar 32.2%. Jika berdasarkan kelompok jenis kelamin, perokok aktif setiap hari pada laki-laki sebesar 47.5% dan pada perempuan sebesar 1.1% (Riskesdas, 2013). Survei yang dilakukan oleh Global Adult Tobacco Survey (2011) menyebutkan bahwa berdasarkan kelompok usia prevalensi tertinggi perokok di Indonesia yaitu 73.3% pada kelompok usia 25-44 tahun dan 72.4% pada kelompok usia 45-64 tahun.

Berdasarkan Riskesdas (2008) bahwa perokok aktif di Indonesia melakukan aktivitas merokok di rumah ketika bersama anggota rumah tangga lain (85.4%). Presentase terbesar yang menjadi perokok pasif adalah balita (59.1%) dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang tidak begitu signifikan (L:59.2%, P:59%). Pada tahun 2010 terjadi sedikit penurunan perokok pasif pada balita, yaitu sebesar 56.8% (L:56.7%, P:56.9%). Namun angka tersebut masih terbilang tinggi, karna perokok pasif pada balita berada pada peringkat ketiga perokok pasif setelah kelompok usia 10-14 tahun (57.5%) dan 5-9 tahun (57.4%) ( Riskesdas, 2010, dalam Buku Fakta Tembakau, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Pradono dan Kristanti (2003) juga menyebutkan bahwa perokok pasif terbesar adalah anak balita dengan


(22)

prevalensi 69.5%. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita adalah karna mereka masih tinggal satu rumah dengan orang dewasa, baik orang tua atau saudara, yang merupakan perokok aktif.

Dampak negatif akibat rokok tidak hanya dirasakan oleh perokok aktif saja, perokok pasif juga dapat terkena dampak tersebut. Hal tersebut dikarenakan perokok pasif menghirup asap sampingan yang dikeluarkan oleh rokok yang dibakar. Salah satu masalah yang seringkali terjadi pada balita yang terkena paparan asap rokok adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penelitian yang dilakukan oleh Cheragi dan Salvi (2009) menyebutkan bahwa terpaparnya anak terhadap asap rokok

lingkungan (Environmental Tobacco Smoke/ETS) berhubungan dengan

meningkatnya prevalensi infeksi saluran pernafasan atas, pernafasan wheezing, asma, dan infeksi saluran pernafasan bawah.

Dampak yang ditimbulkan oleh paparan asap rokok tidak hanya mempengaruhi balita ketika mereka lahir saja. Paparan asap rokok lingkungan sejak kehamilan pada trimester ketiga juga berhubungan dengan kejadian asma dan timbulnya gejala alergi pada anak usia preschool (Xepapadaki dkk, 2009). Selain mempengaruhi kondisi fisik balita, paparan asap rokok di dalam rumah juga mempengaruhi kondisi psikis balita dan ekonomi keluarga. Paparan asap rokok di rumah berhubungan dengan penambahan pengeluaran keuangan rumah tangga sebesar $117 yang digunakan sebagai biaya kesehatan karna terjadi gangguan pada sistem pernafasan pada anak usia 0-4 tahun. Hal tersebut juga mempengaruhi kondisi


(23)

psikis anak. Anak (usia 1-4 tahun) akan menjalani hari “yang buruk” karna kondisi infeksi pernafasan yang dialaminya (Hill dan Liang, 2008).

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang menyerang saluran pernafasan yang biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan bagian atas dan infeksi saluran pernafasan bagian bawah (Djojodibroto, 2009). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi permasalahan kesehatan dunia, khususnya pada balita. Angka kematian balita di Indonesia menjadi peringkat pertama dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2011, 2012 dan 2013 angka kematian balita sebesar 162.000, 149.000, dan 136.000. Penyebab pertama kematian balita di Indonesia yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) . Pada tahun 2011, 28.7% kejadian ISPA menjadi penyebab kematian pada balita. Pada dua tahun berikutnya tidak terjadi perubahan presentase yang signifikan yaitu 29.1% pada tahun 2012 dan 28.2% pada tahun 2013 (WHO,2014).

Tingginya kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Indonesia dapat dilihat dari alasan banyaknya kunjungan balita ke pelayanan kesehatan. WHO (2014) menyebutkan bahwa pada tahun 2012, sebanyak 75.3% kunjungan balita ke pelayanan kesehatan karna adanya gejala Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Angka insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Indonesia pada tahun 2007 dan 2013 tidak jauh berbeda. Pada tahun 2007 prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 25.5% dengan insidensi paling banyak pada kelompok usia 1-4 tahun (42.53%), dan pada tahun 2013 sebanyak 25 %


(24)

dengan insidensi paling banyak juga pada kelompok usia 1-4 tahun (25.8%) (Riskesdas, 2008, 2013).

Salah satu faktor dari insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah adanya anggota keluarga yang merokok. Retna dan Fajri (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 26 pasien pneumonia, 23 diantaranya memiliki anggota keluarga perokok aktif. Penelitian yang lain juga menyebutkan bahwa perilaku merokok berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sempor II (Winarni, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Baker (2006) juga menyebutkan bahwa balita dengan ibu yang merokok pada masa prenatal dan orang dewasa lainnya yang merokok dapat meningkatkan jumlah infeksi saluran pernafasan akut bawah.

Hasil berbeda terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Kristensen dan Olsen (2006) yang menyebutkan bahwa kepadatan rumah dan kondisi kehidupan secara umum merupakan faktor penting terhadap kejadian ISPA, pemberian ASI menjadi faktor protektif terhadap ISPA. Terdapat beberapa faktor yang kurang memiliki hubungan terhadap insisdensi ISPA pada balita, yaitu pendidikan ibu yang rendah, jenis kelamin dan perilaku merokok. Penelitian yang dilakukan di asrama tentara Sokanagara Kabupaten Banyumas tahun 2005 menyebutkan bahwa perilaku merokok yang dilakukan anggota keluarga tidak memiliki hubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita (Hidayati, 2005).


(25)

Pendataan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik pada tahun 2010, jumlah insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pneumonia pada Balita sebanyak 4.643 insidensi (Profil Kesehatan Kabupaten Gresik, 2011). Data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Bungah Gresik, dari bulan Januari sampai Oktober 2014 ditemukan kejadian ISPA pneumonia pada balita sebanyak 347 kejadian dan ISPA bukan pneumonia sebanyak 3.311 kejadian.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner modifikasi Riskesdas tahun 2013 pada 14 balita di desa Bungah yang menderita ISPA didapatkan hasil bahwa dari 14 balita yang menderita ISPA 12 diantaranya memiliki anggota keluarga yang merokok.

B. Rumusan Masalah

Retna (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 26 pasien pneumonia, 23 diantaranya memiliki anggota keluarga perokok aktif . Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sempor II (Winarni, 2010). Hasil studi pendahuluan juga menyebutkan bahwa dari 14 balita yang menderita ISPA 12 diantaranya memiliki anggota keluarga yang merokok.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang, bagaimana “Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik”.


(26)

C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran jenis kelamin balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

2. Bagaimana gambaran usia balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

3. Bagaimana gambaran status nutrisi balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

4. Bagaimana gambaran pendidikan ibu balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

5. Bagaimana gambaran anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok

pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

6. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasinya pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

7. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga yang merokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

8. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan banyaknya rokok yang dihirup setiap hari pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?


(27)

9. Bagaimana gambaran karakteristik balita berdasarkan paparan asap rokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kebiasaan merokok yang dilakukan anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran jenis kelamin balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

b. Mengetahui gambaran usia balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

c. Mengetahui gambaran status nutrisi balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

d. Mengetahui gambaran pendidikan ibu balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

e. Mengetahui gambaran anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah


(28)

f. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi merokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

g. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

berdasarkan jumlah anggota keluarga yang merokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

h. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

berdasarkan banyaknya rokok yang dihirup setiap hari pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

i. Mengetahui gambaran karakteristik balita berdasarkan paparan asap rokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan

a. Hasil penelitian dapat menambah daftar literatur dan dapat dijadikan rujukan tentang gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)


(29)

b. Memberikan informasi tentang gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

2. Bagi Responden

a. Memberikan informasi pada responden tentang gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

b. keluarga dapat merubah kebiasaan merokok bertujuan untuk memaksimalkan proses tumbuh-kembang balita.

3. Bagi Praktisi Kesehatan

Memberikan pelayanan yang komprehensif khususnya memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga yang berobat dan masyarakat sekitar untuk merubah perilaku merokok.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan dan rujukan untuk penelitian lain untuk perkembangan ilmu pengetahuan berhubungan dengan gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan desain studi descriptive. Data dari penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen kuesioner. Subjek


(30)

penelitian ini adalah balita yang datang ke puskesmas dan didiagnosa ISPA oleh tenaga kesehatan. Waktu penelitian ini pada tanggal 9 April-5 Mei 2015. Pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan Purposive Sampling dan analisis datanya menggunakan analisis univariat untuk mengetahui distribusi karakteristik balita dan kebiasaan merokok anggota keluarga.


(31)

12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut 1. Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan suatu infeksi yang bersifat akut yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan mulai dari hidung sampai alveolus termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura) (Depkes, 2011). Djojodibroto (2009) menyebutkan bahwa ISPA dibagi menjadi dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan bagian atas dan infeksi saluran pernafasan bagian bawah .

Infeksi Saluran Pernafasan Akut mempunyai pengertian sebagai berikut (Depkes, 2005, dalam Fillacano, 2013) :

a. Infeksi adalah proses masuknya kuman atau mikroorganisme lainnya ke dalam tubuh manusia dan akan berkembang biak sehingga akan menimbulkan gejala suatu penyakit

b. Saluran pernafasan adalah suatu saluran yang berfungsi dalam proses respirasi mulai dari hidung hingga alveolus beserta adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. c. Infeksi akut merupakan suatu proses infeksi yang berlangsung


(32)

meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari agen infeksius dan agen non-infeksius. Agen infeksius yang paling umum dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut adalah virus, seperti Respiratory Syncytial Virus (RSV),

Nonpolio enterovirus (coxsackieviruses A dan B), Adenovirus,

Parainfluenza, dan Human metapneumoviruses. Agen infeksius selain virus

juga dapat menyebabkan ISPA, seperti β-hemolytic streptococci,

Staphylococcus, Haemophilus influenza, Chlamydia trachomatis, Mycoplasma, dan Pneumococcus (Hockenberry dan Wilson, 2013)

Misnadiarly (2008) menyebutkan bahwa selain agen infeksius, agen non-infeksius juga dapat menyebabkan ISPA seperti aspirasi makanan dan cairan lambung, dan inhalasi zat-zat asing seperti racun atau bahan kimia, asap rokok, debu, dan gas.

3. Tanda dan Gejala ISPA

Saluran Pernafasan merupakan bagian tubuh yang seringkali terjangkit infeksi oleh berbagai jenis mikroorganisme. Tanda dan gejala dari infeksi yang terjadi pada saluran pernafasan tergantung pada fungsi saluran pernafasan yang terjangkit infeksi, keparahan proses infeksi, dan usia seseorang serta status kesehatan secara umum (Porth, 2011).

Djojodibroto (2009) menyebutkan tanda dan gejala ISPA sesuai dengan anatomi saluran pernafasan yang terserang, yaitu :


(33)

a. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala yang sering timbul yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan, sakit tengorokan yang ringan sampai berat, rasa kering pada bagian posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, lesu, batuk seringkali terjadi, dan terkadang timbul demam.

b. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Gejala yang timbul biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas seperti hidung buntu, pilek, dan sakit tenggorokan. Batuk yang bervariasi dari ringan sampai berat, biasanya dimulai dengan batuk yang tidak produktif. Setelah beberapa hari akan terdapat produksi sputum yang banyak; dapat bersifat mukus tetapi dapat juga mukopurulen. Pada pemeriksaan fisik, biasanya akan ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat terdengan jika produksi sputum meningkat.

4. Klasifikasi ISPA

a. Berdasarkan Lokasi Anatomi

1) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Atas

Infeksi saluran pernafasan akut atas merupakan infeksi yang menyerang saluran pernafasan bagian atas (faring). Terdapat beberapa gejala yang ditemukan pada infeksi ini yaitu demam, batuk, sakit tenggorokan, bengkak di wajah, nyeri telinga, ottorhea, dan mastoiditis (Parthasarathy (ed), et al, 2013).


(34)

Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran pernafasan akut atas yaitu sinusitis, faringitis, dan otitis media akut (Ziady and Small, 2006).

2) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bawah

Infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan infeksi yang menyerang saluran pernafasan bagian bawah. Seseorang yang terkena infeksi pada saluran pernafasan bawah biasanya akan ditemukan gejala takipnea, retraksi dada, dan pernafasan wheezing

(Parthasarathy (ed), et al, 2013). Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran pernafasan akut bawah yaitu bronchiolitis, bronchitis akut, dan pneumonia (Chang, et al, 2006).

Gambar 1. Pembagian ISPA berdasarkan lokasi anatomi


(35)

b. Berdasarkan Kelompok Umur (Depkes, 2011)

1) Kelompok Umur Kurang dari 2 Bulan

a) Pneumonia Berat : selain batuk dan atau sukar bernafas, ditemukan nafas cepat (>60 kali/menit) atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam.

b) Bukan Pneumonia : hanya ditemukan batuk dan atau sukar bernafas, namun tidak ditemukan nafas cepat (nafas <60 kali/menit) dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. 2) Kelompok Umur 2 bulan - < 5 Tahun

a) Pneumonia Berat : selain batuk dan atau sukar bernafas juga ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Chest Indrawing)

b) Pneumonia : tidak ditemukan tarikan dinding dada bawah ke dalam, namun ditemukan nafas cepat sesuai golongan umur (2 bulan - < 1 tahun : 50 kali atau lebih/menit; 1-<5 tahun : 40 kali atau lebih/menit).

c) Bukan Pneumonia : tidak ditemukan nafas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, namun hanya ditemukan batuk dan atau sukar bernafas.

5. Faktor Resiko ISPA a. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko kejadian ISPA yaitu luas ventilasi kamar, tipe lantai rumah, dan


(36)

kepadatan hunian (Pramudiyani dan Prameswari, 2011). Faktor lingkungan lainnya yang mampu meningkatkan ISPA yaitu tingkat kelembaban kamar (Yuwono, 2008).

1) Luas Ventilasi Kamar

Ventilasi adalah suatu lubang udara di dalam rumah yang berfungsi untuk perputaran udara keluar masuk ruangan, sehingga terjadi perputaran udara secara bebas (KBBI, 2014). Ventilasi berfungsi untuk menjaga udara didalam ruangan supaya tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen ruangan sesuai dengan kebutuhan penghuninya. Disamping itu, kurangnya ventilasi dapat meyebabkan peningkatan kelembaban lingkungan yang nantinya akan meningkatkan pertumbuhan bakteri di dalam ruangan (Suryo, 2010). Luas ventilasi dalam rumah sangat penting supaya fungsi ventilasi dapat dicapai secara maksimal. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah menyebutkan bahwa luas ventilasi rumah yang sehat yaitu minimal 10% luas lantai.

2) Tipe Lantai Rumah

Lantai rumah yang sehat adalah lantai yang kedap air, tidak lembab, bahan lantai yang mudah dibersihkan, dalam keadaan kering, dan tidak menghasilkan debu (Depkes RI, 2002, dalam Pramudiyani dan Prameswari, 2011). Lantai rumah kedap air


(37)

dapat menghindarkan kondisi rumah menjadi lembab dan berdebu, sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri di dalam rumah dan mencegah terhisapnya debu oleh saluran pernafasan sehingga dapat mencegah iritasi. Iritasi dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat sehingga mekanisme pembersihan saluran nafas dapat terganggu, akibatnya apabila terdapat benda asing atau mikroorganisme masuk tidak dapat dikeluarkan dan dapat menimbulkan infeksi (Sugihartono dan Nurjazuli, 2012).

3) Kepadatan Hunian

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah harus disesuaikan dengan luas lantai rumah tersebut. Hal tersebut bertujuan supaya tidak terjadi overload penghuni dalam rumah.

Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dapat

menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen bagi seseorang dan apabila salah satu anggota keluarga terjangkit suatu penyakit maka transmisi penyakit ke anggota yang lain dapat lebih mudah terjadi (Suryo, 2010). Kepadatan hunian rumah yang sehat menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan hunian ruang tidur minimal luasnya 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang kecuali anak dibawah umur 5 tahun.


(38)

4) Tingkat Kelembaban

Kelembaban adalah tingkat kadar kandungan uap air pada udara. Jumlah uap air dalam udara dipengaruhi oleh cuaca dan suhu lingkungan (Gertrudis, 2010, dalam Fillacano, 2013).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011 menyebutkan bahwa tingkat

kelembaban rumah sehat yaitu berkisar antara 40-60 % Rh. Apabila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan dengan menggunakan alat untuk meningkatkan kelembaban (misal : humidifier), membuka jendela rumah, menambah jumlah dan luas jendela rumah, dan memodifikasi fisik bangunan. Namun apabila kelembaban udara lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan dengan memasang humidifier dan memasang genteng kaca.

b. Status Sosial dan Ekonomi

Penelitian yang dilakukan oleh Prietsch, et al (2008) menyebutkan bahwa status sosial ekonomi yang menjadi faktor resiko terhadap kejadian ISPA pada balita yaitu tingkat pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga setiap bulannya.

1) Tingkat Pendidikan Orang Tua

Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan baik


(39)

formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPU, 2007). Tingkat menurut KBBI (2014) berarti jenjang. Jadi tingkat pendidikan berarti jenjang pendidikan yang telah dilalui seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

2) Pendapatan Keluarga

Keluarga dengan pendapatan rendah, yang berhubungan dengan rendahnya status sosial ekonomi, biasanya berbanding lurus dengan rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, dan rendahnya status kesehatan. Kondisi tersebut tentunya akan mempengaruhi kehidupan setiap anggota keluarga termasuk didalamnya balita yang masih menggantungkan kehidupan kepada orang tua mereka (American Psychological Association,2014). c. Faktor Individu Balita

Beberapa faktor resiko ISPA jika dilihat dari individu balita sebagai yang terjangkit penyakit yaitu status nutrisi, status imunisasi, dan riwayat pemberian ASI ekslusif (Sugihartono dan Nurjazuli, 2012). Wiwoho (2005) dalam penelitiannya menambahkan bahwa Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) juga menjadi faktor resiko terjadinya ISPA pada balita.


(40)

1) Status Nutrisi

Nutrisi atau gizi adalah zat-zat penting yang berasal dari makanan yang telah dicerna dan dimetabolisme oleh tubuh menjadi zat-zat yang berfungsi untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh, memperoleh tenaga, mengatur sistem fisiologis tubuh dan melindungi tubuh dari serangan penyakit (Chandra, 2006). Tidak adekuatnya intake nutrisi dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih rentan terhadap serangan penyakit (Berman, et al, 2009).

Metode yang paling sering digunakan untuk melihat status gizi balita adalah dengan pengukuran antropometri. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai status gizi balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Panjang atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U), Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB), dan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) (Sunarti, 2004).

2) Status Imunisasi

Imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu supaya bayi dan balita bertujuan supaya dapat tumbuh dalam keadaan sehat (Hidayat, 2008a). Terdapat lima imunisasi dasar yang harus diberikan pada balita sesuai dengan jadwal, yaitu


(41)

imunisasi HB (HB0, HB1, HB2, Hb3, dan HB4), BCG, Polio (Polio 1, 2 ,3, dan 4), DPT (DPT 1, DPT 2, DPT 3), dan Campak (Depkes, 2009).

3) Riwayat Pemberian ASI Eksklusif

ASI adalah Air Susu Ibu. ASI eksklusif merupakan pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal, tidak diberikan makanan lain, meskipun hanya air putih dan diberikan sampai bayi berusia 6 bulan (Purwanti, 2004). Manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberikan ASI saja pada 6 bulan pertama kehidupannya serta lamanya pemberian ASI bersama-sama makanan pendamping lainnya setelah bayi berumur 6 bulan (Nurheti, 2010).

4) Berat Badan Lahir Rendah

Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram (Manuaba, 2007). Terdapat beberapa gangguan yang mungkin timbul pada bayi akibat berat badan lahir rendah yaitu hipotermi, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, masalah pemberian ASI, infeksi atau curiga sepsis, dan sindroma aspirasi mekonium (Waspodo, 2005).

d. Faktor Perilaku

Terdapat dua faktor perilaku yang dapat meningkatkan kejadian ISPA pada balita, yaitu perilaku merokok orang tua dan kebiasaan


(42)

membuka jendela saat pagi dan siang hari (Pramudiyani dan Prameswari, 2011).

1) Perilaku Merokok Anggota Keluarga

Rokok merupakan salah satu hasil dari produk industri dan komoditi internasional yang mengandung kurang lebih 1500 bahan kimia. Beberapa unsur kimiawi yang terdapat pada rokok yaitu tar, nikotin, benzopyrin, metil-kloride, aseton, amonia, dan karbon monoksida (Bustan, 2007). Terdapat dua jenis perokok, yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah seseorang yang melakukan aktivitas merokok, sedangkan perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok namun secara tidak sengaja mengisap asap rokok dari orang lain (Romy Rafael, 2006). Berikut ini perilaku merokok :

a) Jumlah anggota keluarga yang merokok

Polusi udara di dalam rumah bisa berasal dari asap hasil pembakaran bahan bakar dan asap rokok. Penelitian yang dilakukan oleh Irva et al (2007) menyebutkan bahwa setelah melakukan penyesuain terhadap musim, temperatur, dan variabel lainnya, angka bronkhitis meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi polusi udara. Peningkatan polusi udara dapat meningkat seiring dengan peningkatan sumber polusi udara tersebut. Imran Lubis (1991) dalam Kusumawati (2010)


(43)

menyebutkan bahwa semakin tinggi jumlah perokok dalam rumah dan jumlah rokok yang dihisap berhubungan dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang diderita oleh balita.

b) Jumlah rokok yang dihisap setiap hari

Smet (1994) dalam Hasnida (2005) mengklasifikasikan perokok menjadi tiga tipe berdasarkan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Tiga tipe tersebut adalah : perokok berat apabila menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari, perokok sedang apabila menghisap 5-14 rokok dalam sehari, dan perokok ringan apabila menghisap 1-4 rokok dalam sehari.

c) Kebiasaan merokok di dalam atau diluar rumah

Penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono dan Nurjazuli (2012) mengelompokkan perilaku merokok berdasarkan area merokok, yakni di dalam atau di luar rumah. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa dari 87 responden yang merokok, 79 responden merokok di dalam rumah. Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang signifikan antara perilaku merokok anggota keluarga yang dilakukan di dalam rumah dengan kejadian pneumonia balita dengan nilai OR 5,743.


(44)

2) Perilaku Membuka Jendela pada pagi dan siang hari

Perilaku membuka jendela di pagi hari dan di siang hari sangat penting untuk pertukaran udara di dalam kamar dan berguna untuk mencegah ruangan menjadi lembab dan pengap sehingga mikroorganisme penyebab ISPA dapat dicegah (Pramudiyani dan Prameswari, 2011).

B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita 1. Pengertian Balita

Balita adalah anak yang berusia 0-59 bulan (Depkes, 2014). Usia balita merupakan suatu periode penting dalam proses tumbuh kembang anak yang nantinya mempengaruhi perkembangan anak pada tahap selanjutnya (Febry dan Marendra, 2008).

Imunitas atau sistem pertahanan tubuh merupakan suatu mekanisme perlindungan yang bertugas untuk mempertahankan integritas tubuh terhadap serangan agens asing (Otto, 2005). Fungsi sistem imun adalah melindungi tubuh dari patogen dan menghancurkan sel-sel yang dianggap sebagai zat asing (James et al, 2008). Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada balita, yaitu, pertama dengan cara pemberian gizi yang adekuat, mulai dari pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian ASI sampai usia 2 tahun dengan makanan pendamping ASI yang lengkap akan kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Kedua yaitu dengan meningkatkan aktivitas sehari-hari bertujuan supaya tubuh tetap bugar dan tahan terhadap serangan berbagai penyakit. Ketiga yaitu dengan


(45)

cara menjaga kebersihan badan balita dan kebersihan lingkungan sekitar balita. Keempat yaitu dengan pemberian imunisasi untuk menghindari serangan berbagai penyakit tertentu (Widjaja, 2008).

2. Kejadian ISPA pada Balita

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi permasalahan kesehatan dunia, khususnya pada balita. Menurut WHO (2014), angka kematian pada anak usia dibawah lima tahun (balita) pada tahun 2013 sebesar 6.3 juta atau sekitar 17.000 balita meninggal dunia setiap hari. Penyebab kematian balita yaitu pneumonia (13%), Diare (9%), malaria (7%), dan anomali kongenital dan penyakit tidak menular (7%). Kejadian ISPA pada Indonesia pun masih cukup terbilang tinggi. Tahun 2007 prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 25.5% dengan insidensi paling banyak pada kelompok usia 1-4 tahun (42.53%), dan pada tahun 2013 sebanyak 25 % dengan insidensi paling banyak juga pada kelompok usia 1-4 tahun (25.8%) (Riskesdas, 2008, 2013).

C. Mekanisme tubuh terhadap paparan asap rokok

Kum-Nji et al (2006) dalam penelitiannya menjelaskan mekanisme bagaimana nikotin dalam asap rokok dapat menyebabkan depresi sistem imun tubuh. Berikut penjelasan tentang mekanisme tersebut :

1. Paparan asap rokok dan fungsi fagositosis

Nikotin pada asap rokok akan menyebabkan penekanan atau menghambat mekanisme fagositosis yang dilakukan oleh neutrofil atau monosit melalui penghambatan superoksida anion, peroksida, dan produksi


(46)

oksigen radikal. Fagositosis sel paru alveolar secara signifikan berkurang pada seorang perokok dibandingkan dengan bukan perokok (Harris dan Rothi, 1984 dalam, Kum-Nji et al, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Pabst et al (1995) dalam Kum-Nji et al (2006) juga menyebutkan bahwa aktivitas mengunyah tembakau dapat menghambat aktivitas fagosit dari neutrofil dan monosit dari mukosa mulut.

2. Paparan asap rokok, fungsi sel T, dan produksi immunoglobulin

Kandungan nikotin pada asap rokok telah terbukti mampu meneken sel produksi sel Th1 (bertanggungjawab untuk produksi Ig) namun selektif merangsang fungsi sel Th2 untuk memproduksi berbagai sitokin atau imterleukin, seperti IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13 . Produksi sitokin ini memberikan efek timbulnya manifestasi klinis yang sering terlihat pada penyakit atopik seperti asma, eksim, rhinitis alergi dan gangguan alergi lainnya. Nikotin juga merangsang sel B untuk beralih memproduksi IgE. Supresi nikotin terhadap Th1 dapat menyebabkan penurunan produksi immunogobulin, khususnya IgA dan IgG . Hasil pengamatan yang menarik adalah nikotin belum terbukti untuk menekan produksi IgM, namun menekan aktivitas sel sitotoksik melalui penghambatan sel pembunuh alami.

3. Paparan asap rokok dan perlekatan bakteri pada epitel mukosa

Asap rokok yang masuk ke dalam paru-paru menyebabkan penempelan komponen rokok secara pasif pada epitel saluran pernafasan yang dapat menyebabkan peningkatan perlekatan bakteri patogen. Nikotin juga dapat


(47)

menyebabkan penghambatan atau penekanan terhadap mekanisme pertahanan saluran pernafasan yang dilakukan oleh silia-silia.

D. Penelitian Terkait

1. Retna, Rusfita, dan Umi Nur Fajri (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Gambaran Karakteristk Kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik kejadian pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Adapun sampel penelitian ini adalah 26 balita. Hasil penelitian nya menunjukkan sebagian besar responden adalah usia 1-4 tahun (16 responden), tingkat pendidikan ibu sebagian besar pendidikan menengah (17 responden), luas ventilasi rumah memenuhi syarat sesuai (15 responden), penggunaan bahan bakar kayu bakar dan gas (16 responden), balita tidak diberikan ASI Eksklusif (19 responden), dan adanya anggota keluarga yang perokok aktif (23 responden).

2. Winarni, Basirun Al Ummah, dan Safrudin Agus Nur Salim (2010) dalam penelitian nya yang berjudul “ Hubungan antara Perilaku Merokok Orang Tua dan Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II

Kabupaten Kebumen Tahun 2009”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara perilaku merokok orang tua dengan insidensi ISPA pada anak dibawah usia 5 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian


(48)

korelasi dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah dengan uji Chi Square bertujuan untuk menemukan hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga lain dirumah dengan kejadian ISPA pada balita. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga lain di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0.000.


(49)

E. Kerangka Teori

Faktor Lingkungan :

1. Luas ventilasi kamar 2. Tipe lantai rumah

3. Kepadatan hunian

4. Tingkat kelembapan udara

Bagan 2.1 : Kerangka Teori Penelitian

Kombinasi Teori Hockenberry & Wilson (2013); Misnadiarly (2008); Pramudiyani dan Prameswari (2011); Yuwono ( 2008); Prietsch et al (2008);

Sugihartono dan Nurjazuli (2012); Wiwoho (2005)

Agen infeksius : 1. Virus 2. bakteri

Etiologi : Agen non-infeksius :

1. Aspirasi makanan dan

cairan lambung 2. Inhalasi zat asing (

misal : racun, debu, gas, asap rokok)

Faktor Sosial Ekonomi :

1. Tingkat pendidikan orang tua 2. Pendapatan orang tua

Faktor Perilaku :

1. Kebiasaan merokok anggota

keluarga

2. Kebiasaan membuka jendela

setiap pagi dan siang hari

ISPA Faktor Individu Balita :

1. Status Nutrisi 2. Status Imunisasi

3. Riwayat pemberian ASI eksklusif


(50)

31 A. Kerangka Konsep Penelitian

Konsep adalah abtraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel (Riyanto,2011). Berdasarkan latar belakang dan teori yang sudah dijelaskan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Berikut kerangka konsep dalam penelitian ini :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kebiasaan merokok anggota keluarga : 1. Lokasi merokok

2. Jumlah anggota keluarga yang merokok

3. Banyaknya rokok yang dihirup setiap hari


(51)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Umur Lamanya masa hidup

balita dihitung mulai

dari tanggal lahir

sampai dengan hari ulang tahun terakhir

Wawancara Kuesioner 1 = ≤ 12 bulan

2 = 13-59 bulan (Depkes, 2014)

Nominal

2. Jenis Kelamin Identitas diri balita

sesuai dengan kondisi biologis

Wawancara Kuesioner 1 = Laki-laki

2 = Perempuan

Nominal

3. Tingkat pendidikan

ibu

Tingkat pendidikan

formal kedua orang tua

berdasarkan pada

ijazah terakhir yang diterima

Wawancara Kuesioner 1 = tidak lulus SD

2 = lulus SD 3 = SMP/sederajat 4 = SMA/sederajat 5 = perguruan tinggi

Ordinal


(52)

Ukur gizi balita pada saat

dilakukan pengambilan

data yang diukur

berdasarkan BB/U

2 = gizi kurang (-3SD - <-2SD)

3 = gizi baik (-2 SD – 2 SD) 4 = gizi lebih (> 2 SD) (Kemenkes, 2011)

5. Kebiasaan merokok

anggota keluarga

Kebiasaan merokok

yang dilakukan oleh anggota keluarga yang

tinggal bersama

didalam rumah

Wawancara Kuesioner 1 = ada (bila ada anggota

keluarga yang tinggal

bersama yang memiliki

kebiasaan merokok)

2 = tidak ada ( bila tidak ada

anggota keluarga yang

tinggal bersama yang

memiliki kebiasaan

merokok)

Nominal

6. Jumlah perokok Banyaknya anggota

keluarga yang tinggal bersama yang memiliki

Wawancara Kuesioner 1 = bila terdapat lebih dari satu anggota keluarga yang tinggal bersama yang


(53)

Ukur

Kebiasaan merokok memiliki kebiasaan

merokok

2 = bila ada satu anggota

keluarga yang tinggal

bersama yang memiliki

kebiasaan merokok 7. Jumlah rokok yang

dihirup

Jumlah rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga

Wawancara Kuesioner 1 = berat (apabila jumlah rokok yang dihirup setiap hari ≥ 15 batang)

2 = sedang (apabila jumlah rokok yang dihirup setiap hari 5-14 batang)

3 = ringan (apabila jumlah rokok yang dihirup setiap hari 1-4 batang)

(Smet, 1994 dalam Hasnida, 2005)


(54)

Ukur

8. Lokasi merokok Lokasi kebiasaan

merokok anggota

keluarga

Wawancara Kuesioner 1 = tanpa memperhatikan

lingkungan dengan balita disekitar perokok

2 = memperhatikan

lingkungan tanpa ada balita di sekitar perokok

Nominal

9. Infeksi Saluran

Pernafasan Akut

(ISPA)

Merupakan infeksi saluran pernafasan akut yang terjadi pada balita berdasarkan hasil diagnosa oleh tenaga kesehatan

Observasi Kuesioner 1 = ada ISPA

2 = tidak ada ISPA


(55)

36

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif serta pendekatan retrospektif. Penelitian ini ingin mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah Gresik.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 9 April-5 Mei 2015 di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian adalah karna berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Bungah pada bulan Januari sampai Oktober 2014 ditemukan kejadian ISPA pneumonia pada balita sebanyak 347 kejadian dan ISPA bukan pneumonia sebanyak 3.311 kejadian

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan seluruh subjek (seperti manusia, binatang percobaan, data laboratorium, dan lain-lain) yang akan diteliti oleh peneliti dan memenuhi kriteria yang sudah ditentukan oleh peneliti (Riyanto,2011). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang


(56)

datang ke Puskesmas Bungah dan dengan balita yang didiagnosa Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu, populasi dalam penelitian ini merupakan populasi tak terbatas.

2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini berjumlah 100 responden. Hal tersebut dikarenakan populasi dalam penelitian ini merupakan populasi tak terbatas dan berdasarkan teori yang diungkapkan Cooper dan Shlinder (2006) bahwa sampel 100 dari 5000 populasi secara kasar mempunyai ketepatan hampir sama dengan ketepatan 100 sampel dari 200.000.000 populasi. Setelah itu dikalikan 10% jumlah sampel untuk mengantisipasi hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian kuesioner, 100 x 10% = 10. Maka total sampel pada penenlitian ini adalah 110. Teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan.

Sampel penelitian ini yaitu ibu balita karna ibu balita sebagi sumber informasi pada penelitian ini. Namun pada penelitian ini sampel lebih berfokus pada balita. sehingga kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian ini berhubungan dengan keadaan balita.

Berikut ini kriteria inklusi sampel penelitian : 1. Balita yang berusia 0-59 bulan

2. Balita yang datang ke Puskesmas Bungah


(57)

Berikut ini kriteria eksklusi sampel penelitian :

1. Balita yang memiliki riwayat alergi D. Instrumen Penelitian

Perolehan data atau informasi dari responden dalam suatu penelitian membutuhkan suatu alat atau yang sering disebut dengan instrumen. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner merupakan suatu alat pengumpul data dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk selanjutnya responden bisa memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Umar,2011). Beberapa pertanyaan yang ada dalam kuesioner penelitian ini adalah tentang data individu balita, pendidikan orang tua, dan kebiasaan merokok anggota keluarga.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Valid merupakan ketepatan atau kecermatan suatu alat atau instrumen dalam melakukan pengukuran atau dalam menjalankan fungsinya. Uji validitas suatu instrumen dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor totalnya. Suatu skor variabel (pertanyaan) dikatakan valid apabila memiliki korelasi secara signifikan dengan skor totalnya (Riyanto,2011)

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas kepada responden. Hal tersebut dikarenakan kuesioner yang digunakan pada penelitian ini


(58)

menggunakan skala guttman. Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan validitas isi yang dilakukan oleh Jamaludin, M.Kep dan Yenita Agus, M.Kep.,Sp.Mat.,PhD

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas yaitu suatu indeks yang menunjukkan apakah suatu instrumen dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Uji reliabilitas suatu instrumen bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen akan memiliki kesamaan hasil apabila suatu instrumen (dalam penelitian ini berupa kuesioner) tersebut dilakukan sebagai alat ukur terhadap responden atau waktu yang berbeda (Setiadi, 2007).

Uji reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus uji Spearman Brown. Hal tersebut dikarenakan pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah menggunakan skala guttman dan jumlah pertanyaan yang ada di dalam kuesioner ini berjumlah 4 pertanyaan (genap). Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila nilai korelasi antara belahan genap dan belahan ganjil lebih besar dari nilai r tabel (Siregar, 2013).

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi SPSS 16 dan didapatkan nilai korelasi antara belahan genap dan belahan ganjil 0,700. Nilai r tabel yang digunakan adalah 0,361 karna responden uji reliabilitas pada penelitian ini berjumlah 30 orang. Selanjutnya hasil yang didapatkan dari uji reliabilitas dibandingkan dengan nilai r tabel.


(59)

Karna hasil yang didapatkan lebih besar dari r tabel maka dapat dikatakan kuesioner penelitian ini sudah reliabel.

F. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas. Berikut ini adalah beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam penelitian ini :

1. Pertama peneliti menentukan tema, subjek, tempat, tujuan dan manfaat, dan judul penelitian. Setelah itu peneliti membuat surat perizinan studi pendahuluan dari Fakultas untuk nantinya diserahkan ke puskesmas Bungah.

2. Peneliti melakukan studi pendahuluan di dua tempat, yakni di puskesmas dan di masyarakat desa Bungah. Studi pendahuluan di puskesmas bertujuan untuk mendapatkan data sekunder tentang kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas. Studi pendahuluan di masyarakat bertujuan untuk mengetahui distribusi keluarga dengan kejadian ISPA pada balita dan kebiasaan merokok anggota keluarga.

3. Setelah proposal skripsi selesai, peneliti membuat surat perizinan untuk uji reliabilitas dari Fakultas.

4. Peneliti lalu melakukan uji reliabilitas kuesioner pada 30 responden. 5. Setelah instrumen dinyatakan reliabel, selanjutnya peneliti melakukan


(60)

Pengembangan Daerah dan Dinas Kesehatan kabupaten Gresik untuk melakukan penelitian di Puskesmas Bungah

6. Peneliti mendapatkan izin dan calon responden yang sesuai dengan kriteria, peneliti memberikan informed consent terhadap calon responden. 7. Jika calon responden setuju dan menandatangani form persetujuan,

responden diberikan kuesioner penelitian.

8. Waktu pengisian kuesioner sekitar 10 menit untuk setiap responden. Setelah kuesioner lengkap diisi oleh responden, selanjutnya peneliti mengumpulkan semua kuesioner untuk diolah dan dilakukan analisis data.

G. Pengolahan Data

Setiadi (2007) menyebutkan bahwa terdapat 6 kegiatan yang dilakukan peneliti dalam proses pengolahan data, yaitu :

1. Editing. Kegiatan editing dilakukan dengan cara memeriksa setiap poin pertanyaan kuesioner yang sudah diisi oleh responden. Terdapat tiga hal yang harus diperiksa oleh peneliti yaitu kelengkapan jawaban (setiap pertanyaan sudah ada jawaban), keterbacaan tulisan, dan relevansi jawaban.

2. Coding. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban

yang diberikan responden kedalam bentuk kategori. Hasil

pengelompokkan tersebut diberi tanda atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.


(61)

3. Sorting. Mensortir merupakan kegiatan yang dilakukan dengan memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data).

4. Entry Data. Jawaban responden yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan dalam tabel atau database komputer untuk kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2008b).

5. Cleaning. Pembersihan data dilakukan untuk melihat data yang sudah dimasukkan sudah benar atau belum. Proses ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan kesalahan atau ketidaklengkapan data untuk selanjutnya bisa dilakukan koreksi (Notoatmodjo, 2010).

6. Mengeluarkan Informasi. Kegiatan ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan

H. Metode Analisis Data

Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel penelitian dan bertujuan untuk mengetahui deskripsi karakteristik setiap variabel dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran distribusi karakteristik jenis kelamin, usia, status nutrisi, dan pendidikan ibu balita serta gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi merokok, jumlah anggota keluarga yang merokok dan banyaknya rokok yang dihirup setiap hari, dan gambaran karakteristik balita berdasarkan ada atau tidaknya paparan asap rokok terhadap balita.


(62)

I. Etika Penelitian

Masalah etika dalam suatu penelitian sangatlah penting, khususnya dalam penelitian ilmu keperawatan dikarenakan dalam penelitian keperwatan seringkali berhubungan dengan manusia (Hidayat, 2008b). Berikut ini adalah prinsip etik yang peneliti gunakan selama proses penelitian (Hidayat, 2008b, dan Notoatmodjo, 2010) :

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan suatu informasi yang harus dijelaskan oleh peneliti terlebih dahulu kepada calon responden. Tujuan dari adanya

informed consent adalah supaya calon responden mengetahui maksud dan tujuan dari penelitian. Jika calon responden bersedia menjadi responden, maka peneliti memberikan lembar persetujuan dan responden harus menandatanganinya. Jika calon responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati keputusan dan tidak boleh memaksa.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika dalam penelitian keperawatan yakni memberikan jaminan dalam penggunaan data responden dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada instrumen dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Prinsip etika confidentiality adalah menjamin kerahasiaan setiap informasi yang diperoleh dari responden. Informasi yang didapat hanya akan digunakan sebagai data penelitian dan ketika dilakukan pengolahan


(63)

data, informasi yang didapatkan bukanlah informasi individual melainkan dalam bentuk data kelompok.

4. Privacy

Selama proses penelitian, responden mempunyai hak untuk memperoleh privasi atau kebebasan pribadinya.

5. Memperoleh imbalan atau kompensasi

Peneliti sebagai pihak yang membutuhkan informasi dari responden sudah seharusnya memberikan imbalan kepada responden atas informasi yang sudah diperoleh.


(64)

45

HASIL PENELITIAN

Hasil yang disajikan dalam penelitian ini berupa analisis univariat. Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel penelitian dan bertujuan untuk mengetahui deskripsi karakteristik setiap variabel dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, status nutrisi, pendidikan terakhir ibu, presentasi anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok, kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi merokok, jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok, dan banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga. Berikut ini hasil analisis univariat dalam penelitian ini :

A. Karakteristik Responden

1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin :

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Balita

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

Laki-laki 56 56%

Perempuan 44 44%


(65)

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 100 responden balita yang menderita ISPA dalam penelitian ini terdapat 56 balita dengan jenis kelamin laki-laki (56%) dan 44 balita dengan jenis kelamin perempuan (44%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita laki-laki pada penelitian ini lebh banyak daripada balita perempuan.

2. Distribusi karakteristik responden berdasarkan kelompok usia

Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik responden berdasarkan usia :

Tabel 5.2 Distribusi Kelompok Usia Balita

Kelompok Usia Frekuensi Presentase

≤ 12 bulan 28 28%

13-59 bulan 72 72%

Jumlah 100 100%

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 100 responden balita yang menderita ISPA dalam penelitian ini terdapat 28 balita yang berusia kurang dari 12 bulan (28%) dan 72 balita yang berusia 13-59 bulan (72%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita pada penelitian ini lebih banyak pada kelompok usia 13-59 bulan daripada balita kelompok usia ≤ 12 bulan.

3. Distribusi karakteristik responden berdasarkan status nutrisi

Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik responden berdasarkan status nutrisi :


(66)

Tabel 5.3 Distribusi Status Nutrisi Balita

Status Nutrisi Frekuensi Presentase

Gizi Buruk 6 6%

Gizi Kurang 15 15%

Gizi Baik 78 78%

Gizi Lebih 1 1%

Jumlah 100 100%

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 100 balita yang menderita ISPA dalam penelitian ini, terdapat 6 balita dengan status gizi buruk (6%), 15 balita dengan status gizi kurang (15%), 78 balita dengan status gizi baik (78%), dan 1 balita dengan status gizi lebih (1%). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa balita pada penelitian ini paling banyak memiliki status nutrisi baik dan paling sedikit memiliki status nutri lebih.

4. Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ibu Tabel 5.4 Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu Pendidikan Terakhir Frekuensi Presentase

SD 5 5%

SMP/sederajat 24 24%

SMA/sederajat 60 60%

Perguruan Tinggi 11 11%

Jumlah 100 100%

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 100 balita yang menderita ISPA dalam penelitian ini, terdapat 5 ibu dengan pendidikan terakhir SD (5%), 24 ibu dengan pendidikan terakhir SMP/sederajat (24%), 60 ibu dengan


(67)

pendidikan terakhir SMA/sederajat (60%), dan 11 ibu dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi (11%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan terakhir ibu pada penelitian ini paling banyak dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat dan paling sedikit dengan pendidikan terakhir SD.

B. Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga

1. Gambaran kebiasaan Merokok anggota keluarga

Tabel 5.5 Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Frekuensi Presentase

Ada 73 73%

Tidak 27 27%

Jumlah 100 100%

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa terdapat 73 balita yang menderita ISPA dalam penelitian ini memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama dengan kebiasaan merokok (73%), dan 23 balita memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama tanpa kebiasaan merokok (27%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar balita pada penelitian ini memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok.

2. Gambaran lokasi kebiasaan merokok anggota keluarga

Tabel 5.6 Gambaran Lokasi Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Lokasi Merokok Frekuensi Presentase Tanpa memperhatikan lingkungan

dengan balita disekitar perokok

43 58,90%

Memperhatikan lingkungan dengan tidak ada balita di sekitar perokok

30 41,10%


(68)

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 73 balita yang menderita ISPA memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama dengan kebiasaan merokok, terdapat 43 anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok (58,90%), dan 30 anggota anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok dengan memperhatikan lingkungan dengan tidak ada balita di sekitar perokok (41,10%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok sebagian besar mendapatkan paparan asap rokok akibat lokasi merokok yang dilakukan tanpa memperhatikan lingkungan sekitar.

3. Gambaran jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok Tabel 5.7 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga dengan Kebiasaan

Merokok Jumlah anggota keluarga dengan kebiasaan

merokok Frekuensi Presentase

Satu orang 11 25,58%%

Lebih dari satu orang 32 74,42%

Jumlah 43 100%

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 43 anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok, terdapat 11 balita yang memiliki jumlah anggota keluarga dengan kebiasaan merokok hanya satu orang (25,58%), dan 32 balita yang memiliki jumlah anggota keluarga dengan kebiasaan merokok sebanyak lebih dari satu orang (74,42%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa


(69)

balita yang mendapat paparan asap rokok pada penelitian ini memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok lebih dari satu orang perokok aktif lebih banyak daripada hanya satu anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok.

4. Gambaran banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga Tabel 5.8 Gambaran Banyaknya Rokok yang Dihirup Setiap Hari

Oleh Anggota Keluarga

Jumlah rokok yang dihirup setiap hari Frekuensi Presentase

Ringan (1-4 batang rokok setiap hari) 13 30,24%

Sedang (5-14 batang setiap hari) 15 34,88%

Berat ( ≥15 batang setiap hari) 15 34,88%

Jumlah 43 100%

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 43 anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok, terdapat 13 balita yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori ringan (1-4 batang rokok setiap hari) (30,24%), 15 balita yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori sedang (5-14 batang rokok setiap hari) (34,88%), dan 15 balita yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori berat( ≥ 15 batang rokok setiap hari) (34,88%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita yang mendapatkan paparan asap rokok pada penelitian ini memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori berat dan sedang lebih banyak daripada kebiasaan merokok kategori ringan.


(70)

C. Gambaran karakteristik balita berdasarkan adanya paparan asap rokok 1. Distribusi karakteristik jenis kelamin balita berdasarkan adanya paparan asap

rokok

Tabel 5.9 Distribusi Karakteristik Jenis Kelamin Balita berdasarkan Adanya Paparan Asap Rokok

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa balita yang menderita ISPA pada penelitian ini terdapat 43 balita (43%) yang terpapar asap rokok dan 57 balita (57%) tidak terpapar asap rokok. Sebanyak 25 balita laki-laki (44.6%) terpapar asap rokok dan 31 balita laki-laki (55.4%) tidak terpapar asap rokok. Sedangkan dari 44 balita perempuan, terdapat 18 balita (40.9%) yang terpapar asap rokok dan 26 balita (59.1%) tidak terpapar asap rokok. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah balita laki-laki yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah balita perempuan yang tidak terpapar asap rokok

Paparan Asap Rokok

Total

Ya Tidak

Jenis kelamin

Laki-laki N 25 31 56

% 44.6% 55.4% 100%

Perempuan N 18 26 44

% 40.9% 59.1% 100%

Total N 43 57 100


(71)

2. Distribusi karakteristik usia balita berdasarkan adanya paparan asap rokok Tabel 5.10 Distribusi Karakteristik Usia Balita berdasarkan Adanya

Paparan Asap Rokok

Tabel 5.10 dari 28 balita yang berusia ≤12 bulan, terdapat 13 balita (46.4%) terpapar asap rokok dan 15 balita (53.6%) tidak terpapar asap rokok. Sedangkan dari 72 balita berusia 13-59 bulan, terdapat 30 balita (41.7%) terpapar asap rokok dan 42 balita (58.3%) tidak terpapar asap rokok. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa proporsi balita berusia 13-59 bulan pada balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika dibandingkan dengan proporsi balita yang berusia ≤12 bulan yang tidak terpapar asap rokok.

Paparan Asap Rokok

Total

Ya Tidak

Usia Balita

≤12 bulan N 13 15 28

% 46.4% 53.6% 100 %

13-59 bulan

N 30 42 72

% 41.7% 58.3% 100%

Total

N 43 57 100


(72)

3. Distribusi karakteristik status nutrisi balita berdasarkan adanya paparan asap rokok

Tabel. 5.11 Distribusi Karakteristik Status Nutrisi Balita berdasarkan Adanya Paparan Asap Rokok

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 6 balita dengan status gizi buruk terdapat 3 balita(50%) terpapar asap rokok dan 3 balita (50%) yang tidak terpapar asap rokok; 15 balita dengan status gizi kurang terdapat 4 balita (26.7%) yang terpapar asap rokok dan 11 balita (73.3%) yang tidak terpapar asap rokok; dari 78 balita dengan status gizi baik terdapat 35 balita (44.9%) terpapar asap rokok dan 43 balita (55.1%) tidak terpapar asap rokok; dan terdapat 1 balita (100%) dengan gizi lebih yang terpapar asap rokok. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaaan yang signifikan pada balita dengan status gizi baik pada kelompok terpapar asap rokok dan tidak terpapar asap rokok, sedangkan pada balita dengan status

Paparan Asap

Rokok Total

Ya Tidak

Status Nutrisi Balita

Gizi Buruk N 3 3 6

% 50% 50% 100%

Gizi Kurus N 4 11 15

% 26.7% 73.3% 100%

Gizi Baik N 35 43 78

% 44.9% 55.1% 100%

Gizi Lebih N 1 0 1

% 100% 0% 100%

Total N 43 57 100


(73)

gizi kurang proporsi balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika dibandingkan dengan balita yang terpapar asap rokok.

4. Distribusi karakteristik pendidikan terakhir ibu balita berdasarkan adanya paparan asap rokok

Tabel. 5.12 Distribusi karakteristik pendidikan terakhir ibu balita berdasarkan adanya paparan asap rokok

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 5 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SD terdapat 3 balita(60%) yang terpapar asap rokok dan 2 balita (40%) yang tidak terpapar asap rokok; dari 24 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SMP/sederajat terdapat 15 balita (62.5%) terpapar asap rokok dan 9 balita (37.5%) yang tidak terpapar asap rokok; 60 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat terdapat 22 balita (36.7%) terpapar asap rokok dan 38 balita (63.3%) tidak terpapar asap rokok; dan dari 11 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi terdapat 3 balita (27.3%) terpapar asap rokok dan 8 balita (72.7%)

Paparan Asap

Rokok Total

Ya Tidak

Pendidikan Terakhir

Ibu

SD N 3 2 5

% 60% 40% 100%

SMP/sederajat N 15 9 24

% 62.5% 37.5% 100%

SMA/sederajat N 22 38 60

% 36.7% 63.3% 100%

Perguruan Tinggi N 3 8 11

% 27.3% 72.7% 100%

Total N 43 57 100


(74)

tidak terpapar asap rokok. berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kelompok balita yang tidak terpapar asap rokok memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat dan perguruan tinggi lebih banyak dibandingkan dengan balita yang terpapar asap rokok.


(1)

Lampiran 7

Hasil Analisis SPSS Univariat

Statistics

jenis kelamin

balita usia balita

pendidikan terakhir orangtua

status nutrisi balita

N Valid 100 100 100 100

Missing 0 0 0 0

Statistics kebiasaan merokok anggota keluarga kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi merokok jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan

banyaknya rokok yang dihirup setiap hari tanpa

memperhatikan lingkungan

N Valid 100 100 100 100

Missing 0 0 0 0

jenis kelamin balita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 56 56.0 56.0 56.0

perempuan 44 44.0 44.0 100.0


(2)

usia balita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang dari 12 bulan 28 28.0 28.0 28.0

13 - 59 bulan 72 72.0 72.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

pendidikan terakhir ibu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 5 5.0 5.0 5.0

SMP/sederajat 24 24.0 24.0 29.0

SMA/sederajat 60 60.0 60.0 89.0

perguruan tinggi 11 11.0 11.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

status nutrisi balita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat kurus 6 6.0 6.0 6.0

kurus 15 15.0 15.0 21.0

normal 78 78.0 78.0 99.0

gizi lebih 1 1.0 1.0 100.0


(3)

kebiasaan merokok anggota keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada kebiasaan merokok 73 73.0 73.0 73.0

tidak ada kebiasaan

merokok 27 27.0 27.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kebiasaan merokok tanpa

memperhatikan lingkungan 43 43.0 43.0 43.0

kebiasaan merokok dengan

memperhatikan lingkungan 30 30.0 30.0 73.0

tidak ada kebiasaan

merokok 27 27.0 27.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid lebih dari satu perokok dekat

dengan balita 11 11.0 11.0 11.0

satu perokok dekat dengan

balita 32 32.0 32.0 43.0

tidak ada paparan 57 57.0 57.0 100.0


(4)

banyaknya rokok yang dihirup setiap hari tanpa memperhatikan lingkungan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid berat 15 15.0 15.0 15.0

sedang 15 15.0 15.0 30.0

ringan 13 13.0 13.0 43.0

tidak ada paparan 57 57.0 57.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

jenis kelamin balita * paparan asap rokok Crosstabulation

paparan asap rokok

Total

ya tidak

jenis kelamin balita laki-laki Count 25 31 56

% within jenis kelamin balita 44.6% 55.4% 100.0%

perempuan Count 18 26 44

% within jenis kelamin balita 40.9% 59.1% 100.0%

Total Count 43 57 100

% within jenis kelamin balita 43.0% 57.0% 100.0%

usia balita * paparan asap rokok Crosstabulation

paparan asap rokok

Total

ya tidak

usia balita kurang dari 12 bulan Count 13 15 28

% within usia balita 46.4% 53.6% 100.0%

13 - 59 bulan Count 30 42 72

% within usia balita 41.7% 58.3% 100.0%

Total Count 43 57 100


(5)

status nutrisi balita * paparan asap rokok Crosstabulation

paparan asap rokok

Total

ya tidak

status nutrisi balita sangat kurus Count 3 3 6

% within status nutrisi balita 50.0% 50.0% 100.0%

kurus Count 4 11 15

% within status nutrisi balita 26.7% 73.3% 100.0%

normal Count 35 43 78

% within status nutrisi balita 44.9% 55.1% 100.0%

gizi lebih Count 1 0 1

% within status nutrisi balita 100.0% .0% 100.0%

Total Count 43 57 100

% within status nutrisi balita 43.0% 57.0% 100.0%

pendidikan terakhir ibu * paparan asap rokok Crosstabulation

paparan asap rokok

Total

ya tidak

pendidikan terakhir ibu

SD Count 3 2 5

% within pendidikan terakhir ibu 60.0% 40.0% 100.0%

SMP/sederajat Count 15 9 24

% within pendidikan terakhir ibu 62.5% 37.5% 100.0%

SMA/sederajat Count 22 38 60

% within pendidikan terakhir ibu 36.7% 63.3% 100.0%

perguruan tinggi Count 3 8 11

% within pendidikan terakhir ibu 27.3% 72.7% 100.0%

Total Count 43 57 100


(6)

Dokumen yang terkait

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Gambaran Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2005

1 41 79

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS AJUNG KABUPATEN JEMBER

0 4 17

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS AJUNG KABUPATEN JEMBER

0 5 119

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS AJUNG KABUPATEN JEMBER

1 21 17

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) Hubungan Antara Fungsi Keluarga dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Puskesmas Kartasura.

0 4 15

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLAL

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK KEPALA KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS BANYUDONO I KABUPATEN BOYOLALI.

0 0 7

Pengaruh Merokok Dalam Keluarga Terhadap Prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jajaway.

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA - HUBUNGAN FAKTOR KARAKTERISTIK BALITA DAN PERILAKU PENCEGAHAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS SUMBANG II KECAMAT

0 0 20