Pengaruh Konsumsi Telur terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Siswi yang Mengalami Anemia di SMP Negeri 15 Medan

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat global di negara
berkembang maupun di negara maju dengan konsekuensi yang besar bagi
kesehatan manusia serta pembangunan nasional dan ekonomi. Menurut Most yang
dikutip oleh Briawan (2013), Berdasarkan wilayah regional, WHO melaporkan
prevalensi anemia pada ibu hamil yang tertinggi adalah Asia Tenggara (75%),
kemudian Mediterian Timur (55%), Afrika (50%), serta wilayah Pasifik Barat,
Amerika Latin, dan Karibia (40%). Pada kasus anemia anak-anak (usia 6-59
bulan), prevalensi tertinggi terdapat di Asia Tenggara (65%), Mediterian Timur
dan Afrika (45%), Pasifik Timur, Amerika Latin dan Karabia (20%). Negara atau
wilayah dengan prevalensi >10% pada satu atau lebih kelomok rawan (ibu hamil,
balita, anak usia sekolah dan remaja), dipertimbangkan sebagai wilayah yang
mempunyai masalah kesehatan masyarakat. Perkiraan perbandingan terbaru
mengenai anemia di negara berkembang dan negara maju adalah untuk wanita
hamil 56% dan 18%; anak usia sekolah 53% dan 9%; usia anak prasekolah 42%
dan 17 %; dan pria 33% dan 5%. Asia memiliki tingkat kejadian anemia paling
tinggi di dunia.

Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka kejadian anemia
secara nasional adalah sebesar 21,7%, dimana 18,4% terjadi pada laki-laki dan

Universitas Sumatera Utara

2

23,9% terjadi pada perempuan. Sedangkan berdasarkan pada kriteria usia 5-14
tahun mencapai 26,4% dan pada usia 15-25 tahun mencapai 18,4%.
Tingginya prevalensi anemia antara lain disebabkan oleh asupan zat besi yang
tidak cukup, kehilangan darah secara kronis, gangguan penyerapan zat besi, dan
peningkatan kebutuhan zat gizi pada masa pertumbuhan, masa pubertas, masa
kehamilan dan menyusui, serta kejadian infeksi dan parasit seperti malaria, TBC,
HIV dan kecacingan (Arisman, 2004). Penelitian Permaesih dan Herman (2005),
menunjukkan bahwa kejadian anemia pada remaja dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, jenis kelamin, umur, wilayah tempat tinggal, kebiasaan sarapan,
keluhan sakit, dan status gizi kurus.
Remaja memiliki resiko tinggi terhadap kejadian anemia terutama anemia gizi
besi. Hal itu terjadi karena masa remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi
termasuk zat besi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2012), dapat diketahui bahwa prevalensi
anemia pada remaja perempuan di kota Depok pada tahun 2011 adalah sebesar
35,7%. Menurut Surkesnas (2004) menunjukkan bahwa sebesar 21% remaja putra
dan remaja perempuan menderita anemia dan hasil penelitian di SMU Negeri 1
Cibinong Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa kejadian anemia remaja
perempuan sebesar 42,2% dan ada hubungan kejadian anemia remaja perempuan
dengan kebiasaan makan yang meliputi diet, kebiasaan makan sumber protein
hewani dan kebiasaan minum teh (Herman, 2001).
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMP Negeri
15 Medan, didapatkan sekitar 68 dari 125 siswi yang memiliki tanda dan gejala

Universitas Sumatera Utara

3

anemia, seperti tampak lesu, muka pucat, kelopak mata dan telapak tangan tampak
pucat. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa sangat mudah merasakan capek,
sering tidak konsentrasi dalam belajar, dan badan terasa lemas.
Zat penting yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin dalam eritrosit
normal tidak hanya zat besi. Ada zat pembangun lain seperti asam amino

(protein), vitamin B12, vitamin B6, asam folat (vitamin kompleks B2), mineral
cobalt (Co), dan nikel (Ni) merupakan zat penting yang dibutuhkan tubuh untuk
memproduksi hemoglobin yang baik. Protein merupakan zat gizi yang sangat
penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh
juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein berperan penting
dalam pembentukan sel darah merah transportasi zat besi dalam tubuh. Kurangnya
asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan
terjadi defesiensi zat besi (Almatsier, 2009). Kekurangan zat besi menyebabkan
kadar hemoglobin di dalam darah lebih rendah dari normalnya, keadaan tersebut
dikenal dengan istilah anemia (Waryana, 2010).
Dampak yang dapat terjadi ketika memasuki masa kehamilan, bisa terjadi
ketidakmampuan memenuhi zat-zat gizi bagi dirinya dan juga janin dalam
kandungannya serta pada masa kehamilannya anemia ini dapat meningkatkan
frekuensi komplikasi seperti resiko prematuritas, peningkatan morbiditas, dan
mortalitas fetomaternal. Dan pada janin dapat menyebabkan perkembangan
plasenta tergangu, berat badan lahir rendah (BBLR), kesehatan bayi tergangu,
hipoksia dan stres merupakan efek negatif dari anemia zat besi (Ani, 2013).

Universitas Sumatera Utara


4

Untuk itu secara dini dilakukan pencegahan agar anemia tidak menyebabkan
dampak yang sudah dipaparkan diatas dan dapat diatasi dengan mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat besi dan protein yang cukup. Salah satu sumber
makanan yang mengandung zat besi dan protein tinggi yaitu telur. Berdasarkan
penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh konsumsi telur terhadap
peningkatan kadar hemoglobin pada siswi yang mengalami anemia di SMP
Negeri 15 Medan.
1.2. Rumusan masalah
1.2.1. Berapakah kadar hemoglobin siswi SMP Negeri 15 Medan sebelum
diberikan intervensi konsumsi telur?
1.2.2. Berapakah kadar hemoglobin siswi SMP Negeri 15 Medan sesudah
diberikan intervensi konsumsi telur?
1.2.3. Bagaimanakah pengaruh konsumsi telur terhadap peningkatan kadar
hemoglobin pada siswi SMP Negeri 15 Medan?
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui kadar hemoglobin sebelum diberikan intervensi
pengkonsumsian telur pada siswi SMP Negeri 15 Medan.
1.3.2. Untuk mengetahui kadar hemoglobin sesudah diberikan intervensi

pengkonsumsian telur pada siswi SMP Negeri 15 Medan.
1.3.3. Untuk mengetahui pengaruh konsumsi telur terhadap peningkatan kadar
hemoglobin pada siswi SMP Negeri 15 Medan.

Universitas Sumatera Utara

5

1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Bagi pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat di gunakan terutama dalam keperawatan
komunitas untuk melakukan pendidikan kesehatan terkait dengan masalah anemia
di kalangan remaja.
1.4.2. Bagi pendidikan keperawatan
Menambah wawasan dan ilmu bagi perawat dan bidang kesehatan lainnya.
1.4.3. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya terkait dengan
pengaruh konsumsi telur terhadap penyakit lainnya dan dapat dijadikan bahan
untuk membandingkan sumber protein dan besi lain yang mungkin lebih efektif
terhadap peningkatan kadar hemoglobin dalam darah.


Universitas Sumatera Utara