Keanekaragaman Makrozoobentos di Sungai Bah Binoman Desa Marjandi Embong Kecamatan Panombeian Panei Kabupaten Simalungun

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai
Sungai merupakan suatu ekosistem air tawar ditandai dengan adanya aliran yang
diakibatkan karena adanya arus. Arus adalah aliran air yang terjadi karena adanya
perubahan vertikal per satuan panjang. Sungai juga ditandai dengan adanya anak
sungai yang menampung dan menyimpan serta mengalirkan air hujan melalui
sungai utama. Sungai merupakan suatu habitat dari berbagai jenis organisme air
termasuk bentos (Asdak, 2002).
Sungai merupakan salah satu perairan lotik (berarus cepat) yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Ekosistem sungai dipengaruhi oleh aktivitas alam
dan aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada umumya aktivitas
manusia yang mempengaruhi ekosistem sungai meliputi kegiatan pertanian,
pemukiman, dan industri. Secara langsung atau tidak langsung sampah atau
limbah pertanian, pemukiman, dan industri yang masuk ke sungai dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisika, kimia, maupun sifat biologi sungai
(Wargadinata, 1995).
Dipandang dari sudut hidrologi, sungai berperan sebagai jalur transportasi

terhadap aliran permukaan yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan
zat. Sungai merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme akuatik yang
memberikan gambaran kualitas dan kuantitas dari hubungan ekologis yang
terdapat di dalamnya termasuk perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia (Barus, 2004).
Menurut Agustatik (2010), sungai mempunyai peranan yang sangat
penting bagi masyarakat. Selain sebagai tempat berlangsungnya ekosistem, juga
sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat sekitarnya. Berbagai aktivitas
manusia seperti pembuangan limbah industri dan rumah tangga menyebabkan
menurunnya kualitas air sungai. Penambahan bahan buangan dalam jumlah besar
dari bagian hulu hingga hilir sungai yang terjadi terus menerus akan
mengakibatkan sungai tidak mampu lagi melakukan pemulihan. Pada akhirnya

5

terjadilah gangguan keseimbangan terhadap konsentrasi faktor kimia, fisika dan
biologi di dalam sungai.

2.2 Makrozoobentos
Bentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (epifauna) atau di dalam

substrat dasar perairan (infauna) (Odum, 1994). Menurut Nybakken (1988),
infauna adalah makrozoobentos yang hidupnya terpendam di dalam substrat
perairan dengan cara menggali lubang, sebagian besar hewan tersebut hidup sesil
dan tinggal di suatu tempat. Kelompok infauna sering mendominasi komunitas
substrat yang lunak dan melimpah di daerah subtidal, sedangkan epifauna adalah
makrozoobentos yang hidup di permukaan dasar perairan yang bergerak dengan
lambat di atas permukaan dari sedimen yang lunak atau menempel pada substrat
yang keras dan melimpah di daerah intertidal. Organisme infauna dapat dibagi
menjadi tiga golongan yaitu makrozoobentos (berukuran lebih besar dari 1 mm),
meiozoobentos (berukuran antara 0,1-1 mm), dan mikrozoobentos (berukuran
lebih kecil dari 0,1 mm). Selanjutnya, Odum (1994) membedakan hewan bentos
berdasarkan cara makannya, yaitu pemakan penyaring (filter feeder), contohnya
kerang dan pemakan deposit (deposit feeder), contohnya siput. Disamping itu,
bentos dapat juga dibedakan berdasarkan pergerakannya, yaitu hewan bentik yang
hidupnya menetap (sesil) dan hewan bentik yang hidupnya relatif berpindah
(motil).
Menurut Fajriansyah et al. (2011), sebagai organisme dasar perairan,
bentos mempunyai habitat yang relatif menetap. Dengan sifatnya yang demikian,
perubahan kualitas air dan substrat tempat hidup bentos tersebut sangat
mempengaruhi


komposisi

maupun

kelimpahannya.

Komposisi

maupun

kelimpahan makrozoobentos bergantung pada toleransi atau sensitifitasnya
terhadap perubahan lingkungan. Pentingnya peran bentos dalam lingkungan
perairan cukup membantu terutama dalam mengetahui kualitas lingkungan
perairan, membantu proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan organik di
perairan. Kelebihan lain makrozoobentos di perairan adalah dapat dijadikan
sebagai bahan indikator pencemaran organik dan memberi respon terhadap bahan
organik.

6


2.3 Indeks Biotik Famili
Dalam penentuan status pencemaran dalam suatu perairan dengan
menggunakan makrozoobentos, dapat digunakan berbagai metrik biologi dan
salah satunya adalah dengan Family Biotic Index (FBI). Indeks Biotik Famili
merupakan indeks biotik yang digunakan untuk menentukan besarnya tingkat
gangguan pada ekosistem sungai dengan cara menggunakan perkalian antara nilai
kelimpahan organisme indikator yang ditemukan berdasarkan famili pada tiap
pengamatan dengan skor yang sudah ditentukan. Makrozoobentos yang
diidentifikasi kemudian diberikan skor berdasarkan tingkat toleransinya terhadap
zat pencemar. Untuk makrozoobentos yang paling toleran diberikan skor 10
sedangkan untuk makrozoobentos yang paling intoleran diberikan nilai 1
(Wibisono dan Muntalif, 2013).

2.4 Makrozoobentos Sebagai Bioindikator
Makrozoobentos adalah hewan yang hidup di dasar sungai. Hewan bentik ini
selalu terdedah oleh air sungai dan berumur cukup panjang sehingga
makrozoobentos dapat menggambarkan kualitas air sungai (Mason, 1981). Indeks
keanekaragaman makrozoobentos menunjukkan ekspresi sintetik kualitas air
sungai tersebut (Angelier, 2003).

Sinambela (1994) menjelaskan bahwa hewan makrozoobentos pada fase
dewasa berukuran paling kecil 3-5 mm. Organisme makrozoobentos yang tertahan
pada

saringan

berukuran

1,0

mm

terdiri

dari

makrofitobentos

dan


makrozoobentos. Makrozoobentos dalam dimasukkan kedalam jenis hewan
makroinvertebrata. Taksa utama dari kelompok ini umumnya adalah insekta,
chaetopoda, crustaceae, dan nematoda. Umumnya bentos yang sering dijumpai di
suatu perairan adalah dari taksa crustaceae, molusca, insecta dan lain sebagainya.
Bentos tidak saja berperan sebagai penyusun komunitas perairan tetapi juga dapat
digunakan untuk mengetahui kualitas suatu perairan.
Makrozoobentos umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan
perairan yang ditempatinya, karena itulah makrozoobentos ini sering dijadikan
sebagai indikator biologis di suatu perairan karena cara hidupnya, ukuran tubuh,
dan perbedaan kisaran toleransi diantara spesies di dalam lingkungan perairan.

7

Menurut

Hawkes

(1979),

ada


beberapa

keuntungan

dari

penggunaan

makrozoobentos yaitu :
1. Merupakan hewan kosmopolitan sehingga dapat dipengaruhi oleh perubahan
kondisi lingkungan pada berbagai tipe perairan
2. Jenis dari makrozoobentos sangat banyak sehingga memungkinkan spektrum
luas dalam pengamatan terhadap respon stres di lingkungan
3. Hewan-hewan ini pergerakannya cenderung sedikit sehingga dapat dilakukan
analisis spasial yang efektif terhadap efek dari polutan
4. Siklus hidup yang panjang memungkinkan diuraikannya perubahan yang
bersifat sementara akibat gangguan yang terjadi.

2.5 Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobentos

Faktor yang mempengaruhi keberadaan makrozoobentos adalah faktor
fisika kimia lingkungan perairan diantaranya yaitu penetrasi cahaya, suhu air,
kandungan unsur kimia seperti kandungan ion hidrogen (pH), oksigen terlarut
(DO), dan kebutuhan oksigen biologi (BOD). Kelimpahan makrozobentos
bergantung pada toleransi atau sensitifitasnya terhadap perubahan lingkungan.
Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan
cara penyesuaian diri pada struktur komunitas (Nugroho, 2006).

2.5.1 Suhu
Air mempunyai sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara bersamasama mengurangi perubahan suhu dalam air lebih kecil dan perubahan terjadi
lebih lambat daripada udara. Variasi suhu dalam air tidak sebesar jika
dibandingkan di udara. Hal ini merupakan faktor pembatas utama karena
organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit. Perubahan suhu
menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang amat mempengaruhi
kehidupan akuatik (Odum, 1994).
Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola
kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan
mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme
perairan, sehingga kebutuhan oksigen terkarut menjadi meningkat (Nybakken,


8

1988). Barus (1996) juga menyatakan bahwa akibat meningkatnya laju respirasi
akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara di sisi lain dengan
naiknya suhu akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang.

2.5.2 Penetrasi Cahaya
Penentuan penetrasi cahaya secara visual dengan menggunakan secchi
disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Penetrasi cahaya matahari
ke dalam perairan akan mempengaruhi produktivitas primer. Kedalaman penetrasi
cahaya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: tingkat kekeruhan, sudut
datang cahaya matahari, dan intensitas cahaya matahari. Bagi organisme perairan,
intensitas cahaya yang masuk berfungsi sebagai alat orientasi yang akan
mendukung kehidupan organisme pada habitatnya (Effendi, 2003).

2.5.3 Kecepatan Arus
Arus merupakan faktor pembatas utama pada aliran yang deras, tetapi dasar yang
berbatu dapat menyediakan permukaan yang cocok untuk organisme menempel
dan melekat. Di dasar air tenang yang lunak dan terus menerus berubah umumnya
membatasi organisme bentik yang lebih kecil sampai ke bentuk penggali, tetapi

apabila kedalaman lebih besar lagi, dimana gerakan air lebih lambat lagi, lebih
sesuai untuk plankton, nekton dan neuston (Odum, 1994).
Menurut Ward (1992), distribusi organisme di dalam air sangat
dipengaruhi oleh kecepatan arus air, karena kecepatan arus air akan terus
memodifikasi habitat sungai. Sastrawijaya (1991) membagi kecepatan aurs
menjadi beberapa kriteria dan menunjukkan bahwa kecepatan arus dapat
mempengaruhi sifat dasar sungai.

2.5.4 Substrat Dasar
Tipe substrat dasar ikut menentukan jumlah dan jenis hewan bentos di suatu
perairan (Susanto, 2000). Macam dari substrat sangat penting dalam
perkembangan komunitas hewan bentos. Pasir cenderung memudahkan untuk
bergeser dan bergerak ke tempat lain. Substrat berupa lumpur biasanya

9

mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang hidup di dalamnya
harus dapat beradaptasi pada keadaan ini (Ramli, 1989).
Substrat dasar perairan secara langsung dan tidak langsung dapat
dipengaruhi oleh kecepatan arus, selanjutnya keadaan substrat dasar merupakan

faktor yang sangat menentukan pola distribusi atau penyebaran serangga dalam
suatu perairan (Hawkes, 1979). Nybakken (1988) menjelaskan bahwa substrat
dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur
komunitas makrobentos. Penyebaran makrobentos dapat dengan jelas berkorelasi
dengan tipe substrat. Makrozoobentos yang mempunyai sifat penggali pemakan
deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang
merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi.

2.5.5 Derajat Keasaman (pH)
Menurut Wardhana (1994), air normal yang memenuhi syarat untuk suatu
kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air limbah dan bahan buangan
dari berbagai kegiatan manusia yang dibuang ke suatu badan perairan akan
mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di
dalamnya. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).

2.5.6 Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan
hewan di dalam air. Menurut APHA (1989), oksigen terlarut di dalam air dapat
berasal dari hasil fotosintesis organisme laut atau tumbuhan air serta difusi dari
udara. Konsentrasi O2 terlarut di dalam air dapat dipengaruhi oleh koloidal yang
melayang di dalam air maupun oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam
air.
Oksigen yang terlarut dalam air akan mencapai kejenuhan tergantung pada
suhu air, semakin tinggi suhu air maka semakin berkurang tingkat kejenuhan
oksigen terlarut di dalamnya. Kisaran kelarutan oksigen di dalam air biasanya
mencapai 7-14 ppm (Sugiharto, 1987).

10

2.5.7 Biochemical Oxygen Demand (BOD5)
Nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) menyatakan jumlah oksigen yang
diperlukan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa
organik yang diukur pada suhu 200C (Barus, 2004). BOD menunjukkan jumlah
oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan bahan-bahan
organik di dalam air. Rendahnya nilai BOD menunjukkan sedikitnya jumlah
bahan organik yang dioksidasi dan semakin bersihnya perairan dari pencemaran
limbah organik. Berdasarkan nilai BOD, kualitas perairan atas empat yaitu tidak
tercemar (>3,0 ppm), tercemar ringan (3,0-4,9 ppm), tercemar sedang (4,9-15,0
ppm) dan tercemar berat (>15,0 ppm) (Effendi, 2003).
Nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih
tergolong baik dimana, apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar
sampai 5 ml/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik. Apabila konsumsi O2
berkisar 10 ml/l - 20 ml/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi
organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih dari 100 mg/l
(Brower et al., 1990).