Etika Bisnis Ekonomi Islam Posted on Mei

Etika Bisnis Ekonomi Islam
Posted on Mei 12, 2013 by hana12andrea
0
BAB II
ETIKA BISNIS DALAM ISLAM
A. KONSEP DASAR ETIKA BISNIS ISLAM
1. DEFINISI
1.1. Definisi Etika
Secara etimologi, Etika berasal dari bahasa Yunani (ethikos), dengan arti :
a. Sebagai analisis konsep-konsep terhadap aturan benar atau salah.
b. Aplikasi kedalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, dengan bertanggung jawab
penuh.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian
juga, yaitu :
a. Pengertian dari nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b. Pengertian dari kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik.
c. Etika merupakan sebagai ilmu tentang baik dan buruk.
Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang
menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan

mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
1.2. Definisi Bisnis
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan adalah Al-Tijarah, Al-Bai’, Tadayantum,
dan Isytara. Tetapi yang sering digunakan adalah Al-Tijarah, dimana dalam bahasa Arab, berasal
dari kata tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga.
Menurut Ar-Raghib Al-Asfahani dalam Al-Mufradat Fi Gharib Al-Qur’an, At-Tijarah bermakna
pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.
Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip dari Ar-Raghib, “fulanun tajirun bi kadza”, yang berarti
seseorang yang mahir dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam
usahanya.
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis dalam Al-Qur’an dari tijarah pada hakikatnya
tidak hanya bersifat material yang bertujuan untuk mencari keuntungan material semata, namun
juga bersifat immaterial yang juga mengutamakan pada kualitas.
Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan sesama manusia tetapi juga dilakukan antara manusia
dengan Allah SWT, bahwa bisnis harus dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam
proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara
penipuan, kebohongan, hanya demi memperoleh keuntungan.
Dalam hal ini, ada dua definisi tentang pengertian perdagangan, dari dua sudut pandang yang
berbeda, yaitu :


a. Menurut Mufassir, Bisnis adalah pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.
b. Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta dengan harta secara suka
sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian.
Perdagangan adalah satu bagian muamalat yang berbentuk transaksi antara seorang dengan orang
lain. Transaksi perdagangan itu dilaksanakan dalam bentuk jual beli yang diwujudkan dalam
bentuk ijab dan qabul. Perdagangan yang dilaksanakan bertujuan atau dengan motif untuk
mencari keuntungan.
1.3. Definisi Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam
Dari uraian pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Etika Bisnis adalah normanorma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun
interaksi bisnisnya dengan stakeholders. Etika dengan tindak tanduk etisnya menjadi bagian
budaya perusahaan dan sebagai perilaku (behavior) dalam diri karyawan biasa sampai CEO,
bahkan pengusaha yang standarnya tidak uniform atau universal, tapi lazimnya harus ada standar
minimal. Ketidak universal-an itu mencuatkan berbagai perspesktif suatu bangsa dalam
menjiwai, mengoperasikan dan setiap kali menggugat diri.
Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam
bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip
dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, dengan cara itu
selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi terhadap dunia bisnis.
Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya
merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah SWT. Bisnis tidak bertujuan jangka

pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi
bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial
dihadap masyarakat, Negara dan Allah SWT.
2. DASAR HUKUM
Berbagai macam dasar hukum untuk penanganan Etika Bisnis, yang diantaranya :
2.1. Al Baqarah : 282
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis
diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri
tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari rang-orang lelaki (diantaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah
kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang
demikian itu, lebih adil disisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada

tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan
di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu

kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.
2.2. An Nisa’ : 29
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab
membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
2.3. At Taubah : 24
Yang artinya: Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya,
dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari
berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah

tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
2.4. An Nur : 37
Yang artinya : laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka
takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
2.5. As Shaff : 10
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan
yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
B. TUJUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Dalam hal ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah
aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis
Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai
berikut :
1. Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode
berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar
melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2. Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis,
terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya
adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3. Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang

muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara
sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja. Sebuah hal yang dapat membangun
persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.
C. PANDUAN RASULULLAH DALAM ETIKA BISNIS
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, yang diantaranya :
1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam hal ini, Rasulullah bersabda,
“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia
menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok
kami” (H.R. Muslim). Rasulullah pun melarang para pedagang meletakkan barang busuk

disebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak
hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak
ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang
lain) dan memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang para pelaku
bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Rasulullah SAW bersabda,
“Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”.
(H.R. Bukhari). Rasulullah SAW bersabda, “mengancam dengan azab yang pedih bagi orang

yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat
(H.R. Muslim).
4. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi
Muhammad SAW mengatakan, “Allah merahmati sesorang yang ramah dan toleran dalam
berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli
dengan harga tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya
(seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat
untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Rasulullah SAW
bersabda, “Janganlah seseorang diantara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa
yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7. Tidak melakukan Ihtikar, yaitu menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu,
dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh.
8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam Firman Allah : Celakalah bagi orang yang
curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83 : 112).
9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak
dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat.
Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.

10. Rasulullah SAW bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan sebelum kering keringatnya”.
Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda dan sesuai
dengan yang dikerjakan.
11. Tidak monopoli. Contoh sederhana adalah penguasaan individu tertentu atas hak milik sosial,
seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu
tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat
merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis
senjata disaat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur
kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras.
13. Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi
dan “patung-patung” (H.R. Jabir). Untuk komoditi bisnis diharuskan suci dan halal.
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali
dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).
15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik
kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).

16. Memberi tenggang waktu apabila penghutang (kreditor) belum mampu membayar.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar

hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari
yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang
beriman, tinggalkan sisa-sisa riba jika kamu beriman” (QS. 2 : 278) dan “Pelaku dan pemakan
riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan” (QS. 2 : 275).
D. ETIKA DALAM PERPEKTIF ISLAM
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini,
etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan
perilakunya. Jika barat meletakkan “Akal” sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan
“Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.
Berbagai teori etika dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
1. Teleologi Utilitarian, adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab
adalah hak perseorangan.
2. Distributive Justice, adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta
orang kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
3. Deontologi, adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun
tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
4. Eternal Law, adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan
ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif
dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.

5. Relativisme, adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an
dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada
tempat bagi egoisme dalam Islam.
6. Teori Hak, adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan
menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan
tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.
E. KETENTUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Ketentuan umum dalam Etika Bisnis Perekonomian Islam terdiri dari :
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan
keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi
keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang
menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial
demi membentuk kesatuan.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau
dzalim. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur
dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan
takaran dan timbangan. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena
kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.


‫واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويل‬
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar.
Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35)
Dalam beraktivitas didunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak
terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Firman Allah, “Hai orang-orang beriman, hendaklah
kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sesekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa” (Q.S Al-Maidah : 8).
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan
bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus menerus
memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas, dikendalikan dengan adanya kewajiban
setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang
meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini
maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya
kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
5. Tanggungjawab (Responsibility)
Manusia mempunyai hak kebebasan, namun harus bertanggung jawab dengan tindakannya
secara logis untuk memenuhi keadilan dan kesatuan.
F. TINGKATAN APLIKASI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Adapun penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu;
1. Individual, etika bisnis mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab
pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer.
2. Organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan
tentang tanggungjawab sosialnya.
3. Sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu.
Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan,
persamaan, emosi atau religiusitas hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil
dalam berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis
yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat
persaingan, dan manajemen konflik.

Share this:


Twitter



Facebook



Dokumen yang terkait

ANALISIS ELEMEN-ELEMEN BRAND EQUITY PADA PRODUK KARTU SELULER PRABAYAR SIMPATI, IM3, DAN JEMPOL (Studi Kasus Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember)

2 69 20

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Docking Studies on Flavonoid Anticancer Agents with DNA Methyl Transferase Receptor

0 55 1

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

Hak atas Kesehatan reproduksi perempuan dalam cedaw dan hukum Islam (studi komparaif)

9 90 110

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Pengaruh Kemampuan Manajerial Dan Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha Di Unit Agro Bisnis Pada Yayasan Al-Anshor Bandung (survey pada petani unit Agro Bisnis Yayasan Al-Anshor Bandung)

5 61 1