Metode Mengajar Kontekstual Karya Sastra

Sebagai seorang calon guru bahasa Indonesia tentunya saya harus sudah mampu
merencanakan pembelajaran seperti apa yang nantinya akan diberikan kepada peserta
didik, khususnya pembelajaran sastra. Meski sastra terbilang mudah karena merupakan
bagian yang melekat dalam kehidupan, namun tidak semua orang menyukainya. Terbukti
dengan apa yang terjadi ketika masih di bangku sekolah menengah hanya saya sendirilah
yang akhirnya berkecimpung dengan dunia pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.
Dalam dunia pendidikan kajian sastra mampu memberikan sumbangsih yang
cukup besar dalam pola kebudayaan, sejarah, sosial dan dalam sastra itu sendiri, sebab
Sastra mampu menjawab terhadap apa yang pernah ada di muka bumi, karena sastra
berasal dari hasil pengamatan tentang apa yang terjadi di sekelilingnya sebagai opini
yang mesti di ungkapkan serta hasil dari akibat pengalaman batin. Sastra adalah hasil dari
olah pikir rasa dan karsa manusia sehingga sastra mengandung nilai estetika yang tinggi.
Melalui pengamatan, pengajaran sastra melalui proses pembelajaran di bangku
sekolah belum mendapatkan hasil yang maksimal jika ditinjau dari aspek kreativitas dan
humanitas padahal aspek yang sangat di perlukan dalam membuat sastra adalah
kreativitas baik sebagai pencipta begitu pula dalam mengapresiasikan sastra selaku
penikmat karya sastra. Peranan guru sangat di perlukan dalam menciptakan model
pembelajaran sastra. Oleh karena itu seorang guru mestilah mengetahui hakikat dari
sastra tersebut serta hakikat dari pengajaran sastra.
Saya kira hal di ataslah yang kemudian mendorong saya untuk memilih
pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL).

Pembelajaran sastra selama ini masih terasa sulit dan menakutkan bagi siswa.
Pembelajaran sastra

seharusnya nyaman, menantang, dan menyenangkan. Kondisi

pembelajaran sastra yang kurang mengakrabkan siswa pada karya sastra, membuat siswa
menjadi rabun novel, rabun cerpen, rabun drama, dan rabun puisi. Kesulitan siswa untuk
memahami konsep akademik yang diajarkan guru mengakibatkan motivasi dan pola
siswa sulit ditumbuhkan. Kenyataan yang demikian mendorong upaya untuk mengubah
model pembelajaran yang ada menjadi pembelajaran sastra kontekstual. Mengapa
demikian? Pembelajaran kontekstual sudah teruji keunggulannya, baik terhadap hasil
belajar maupun terhadap aspek kognitif lainnya, seperti kemampuan berpikir tinggi,
bahkan terhadap sikap dan perilaku. Lima bentuk belajar sastra dengan metode
kontekstual adalah bentuk belajar relating, experiencing, applying, cooperating, dan

transfering. Tujuan kegiatan pembelajaran sastra ini adalah belajar menerapkan

pengalaman hasil belajar ke dalam penggunaan dan kebutuhan praktis. Misal, drama
yang telah dibuat bisa ditindaklanjuti dengan pementasan. Puisi, cerpen, dan novel yang
telah dibuat siswa bisa ditindaklanjuti dengan kegiatan pameran, ditempelkan di majalah

dinding, atau diterbitkan oleh majalah sekolah, dan dapat juga diikutkan dalam lomba
penulisan karya sastra.
Apa itu pembelajaran kontekstual (TCL)?
Menurut Johnson pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang
bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu
dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.1
Sedangkan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
(CTL) menurut Depdiknas dan Nurhadi, adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari.2
Berdasarkan paparan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa CTL
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
lima bentuk bentuk pembelajaran sastra yang saya singgung di awal, berikut adalah
penjelasannya:
1. Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata.
2. Experiencing adalah belajar dalam konteks kegiatan eksplorasi, penemuan, dan

penciptaan.
3. Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan pengalaman hasil belajar ke dalam
penggunaan dan kebutuhan praktis.

1

Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Dalam
Sertifikas Guru. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2007. Hlm, 295.
2
Depdiknas. Panduan Pembelajaran Kontekstual Sekolah Menengah Pertama . Jakarta: Depdiknas, 2007. Hlm,3

4. Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling
merespon, dan saling berkomunikasi.
5. Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan
pengalamannya berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman belajar yang baru.3
Tujuan Pembelajaran Kontekstual (TCL)
Beberapa tujuan pembelajaran, di antaranya:





Menyandarkan pada memori spasial



Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin)



Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu siswa



Selalu mengaitkan informasi pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa
Menerapkan penilaian otentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah
Tugas guru dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah
membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi. Guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja sama untuk menentukan sesuatu yang baru bagi siswa. Proses belajar

mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas
tugas guru dalam pembelajaran, harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa
2. Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara
seksama
3. Memahami lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan
mengaitkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual
4. Merancang pengajaran dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan
mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka
5. Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dan hasilnya nanti dijadikan bahan
refleksi terhadap rencana pembelajaran dan pelaksanaannya.

Suparno. 2003. “Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Pendekatan Kontekstual” Makalah, disajikan dalam
Sarasehan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (7-8 Maret
2003)

3

Dengan menggunakan pendekatan kontekstual, diharapkan proses belajar mengajar dapat

berlangsung dengan aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan/ PAIKEM. Hal ini
sesuai dengan PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab IV
Pasal 19 ayat 1 seperti dalam kutipan berikut.
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dangan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
Dengan menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis prosa/ novel,
diharapkan terjadi perubahan pola mengajar yang tadinya teacher centered (terpusat pada
guru) menjadi student centered (terpusat pada siswa). Diharapkan pula kreativitas guru
mengalami perkembangan, sehingga dalam mengajar tidak hanya terpaku pada buku teks
saja. Dengan demikian proses pembelajaran di sekolah mengalami pembaharuan
pembelajaran dengan pendekatan dan metode yang inovatif.
CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat

makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan
subjek- subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu
dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini,
sistem tersebut memiliki tujuh komponen berikut:4
1. membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna

2. melakukan pekerjaan yang berarti
3. melakukan pembelajaran yang diatur sendiri
4. bekerja sama
5. berpikir kritis dan kreatif
6. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
7. mencapai standar yang tinggi
8. menggunakan penilaian autentik.
Dengan pendekatan kontekstual (CTL) proses pembelajaran diharapkan
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan

4

Johnson B, Elaine.Contextual Teaching and Learning. Diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan.
Bandung: MLC. 2005, hln. 15.

transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil.
Penerapan Metode Kontekstual (CTL) dalam Pembelajaran Sastra
Dalam proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan kontekstual ini,
proses belajar mengajar didominasi oleh aktivitas siswa, sedangkan guru hanya berperan

sebagai fasilitator bagi siswa dalam menemukan suatu konsep atau memecahkan suatu
masalah. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini dilaksanakan tidak
hanya bersumber pada guru dan buku, tetapi dapat bersumber dari buku kumpulan cerpen
dan novel, dan majalah-majalah di perpustakaan sekolah. Pelaksanaan pembelajaran
keterampilan menulis novel melalui pendekatan kontekstual ini bermula dengan
pembuatan cerpen terlebih dahulu, karena cerpen lebih mudah maka guru harus
mengajarkan siswa langkah demi langkah.
Penerapan pendekatan kontekstual dalam drama yaitu dengan drama siswa
mampu belajar menjadi pribadi orang lain untuk memperagakan sifat dan karakter orang
lain dan itu sangat sulit jika kita tidak belajar bagaimana kita belajar menempatkan diri
menjadi pribadi orang lain. Dengan pendekatan inilah dapat membekali siswa dengan
pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari suatu
permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks yang
lain.
Saya akan menguraikan pembelajaran kontekstual mulai dari membuat karya
sastra frosa cerpen dan novel, kemudian pembelajaran drama.
Langkah awal yang digunakan guru pada hari pertemuan pertama dalam
pembelajaran cerpen adalah sebagai berikut:
1. Guru membagikan lembar kerja kepada semua siswa, berupa satu cerpen yang ditulis
oleh guru berdasarkan peristiwa yang pernah dialami.

2. Siswa membaca cerpen yang telah dibagikan oleh guru.
3. Setelah semua siswa selesai membaca cerpen, guru menayangkan foto-foto melalui LCD.
Pada saat memperhatikan tayangan tersebut sekaligus siswa menentukan foto yang
paling cocok dengan tema cerpen yang digunakan untuk model.

4. Siswa memilih foto-foto pribadi atau foto keluarga dari peristiwa-peristiwa yang dialami
dan yang paling mengesankan.
5. Siswa menentukan tema cerpen berdasarkan foto yang dipilihnya.
6. Siswa menulis cerpen dari tema yang telah mereka tentukan berdasarkan pengalaman
yang paling mengesankan. Selama kegiatan ini ada intervensi dari guru, maksudnya, guru
selalu mendampingi siswa secara bergantian untuk memberi bimbingan dan pengarahan
apabila siswa menemui kesulitan. Di samping itu siswa juga dapat sharing dengan temantemannya. Guru juga selalu memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan (belajar berdisiplin waktu). Dalam kesempatan ini guru
sudah dapat menilai siswa dalam penilaian proses.
7. Siswa menyunting hasil tulisan cerpen masing-masing.
8. Siswa mempresentasikan hasil tulisan cerpen masing-masing, pada saat ini guru sudah
dapat menentukan penilaian hasil.
Jika hasil pembuatan mereka sudah cukup baik, maka guru pada pertemuan
selanjutnya dapat mengajarkan cara penulisan novel dengan cara yang sama. Adapun
langkah- langkahnya sebagai berikut,

1. Guru menugaskan kepada siswa untuk membaca novel seminggu sebelum pertemuan
yang akan dibahas (gunakan novel yang mudah dipahami oleh anak seusianya).
2. Setelah semua siswa selesai membaca novel yang ditugaskan, guru dan siswa mengulas
hal- hal yang penting dalam novel tersebut. Dan memberikan pemahaman perbedaan
antara cerpen dan novel, agar mempermudah mereka dalam penulisan novel.
3. Guru menyuruh siswa menuliskan kembali cerpen yang mereka buat sebelumnya
menjadi sebuah novel, yakni memperluas permasalahan dan memperbanyak tokohtokoh dalam cerpen tersebut. Selama kegiatan ini ada intervensi dari guru, maksudnya,
guru selalu mendampingi siswa secara bergantian untuk memberi bimbingan dan
pengarahan apabila siswa menemui kesulitan. Di samping itu siswa juga dapat sharing
dengan teman-temannya. Guru juga selalu memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan (belajar berdisiplin waktu). Dalam
kesempatan ini guru sudah dapat menilai siswa dalam penilaian proses.
4. Siswa menyunting hasil tulisan novel masing-masing.

5. Siswa mempresentasikan hasil tulisan novel masing-masing, pada saat ini guru sudah
dapat menentukan penilaian hasil.
Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran drama di Sekolah
Menengah menggunakan asas permodelan Penerapan drama di Sekolah Menengah
biasanya pada lingkup kecil, misalnya seorang guru memberikan tugas membuat dialog
drama, lalu siswa belajar memperagakannya dalam kelas, setelah itu guru memberikan

nilai dan koreksi agar lebih baik lagi. Sedangkan dalam lingkup yang lebih besar biasanya
dalam suatu Sekolah mempunyai kelompok teater. Teater adalah gedung pertunjukan
atau auditorium. Dalam arti luas, teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di
depan orang banyak. Teater bisa juga diartikan sebagai drama, kisah hidup dan kehidupan
manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media: Percakapan, gerak dan laku
didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor,
musik, nyanyian, tarian, dsb.
Berdasarkan paparan pengertian kontekstual dapat diperjelas penerapannya pada
drama adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, yaitu proses berorientasi secara langsung, dalam pembelajaran ini tidak
mengharapkan siswa hanya menerima materi saja akan tetapi proses mencari dan
menemukan materi drama tersebut.
2. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan materi
yang dipelajari dengan kehidupan nyata, yaitu siswa dituntut dapat menangkap hubungan
antara pengalaman yang diperoleh dari drama di sekolah dengan kehidupan nyata di
masyarakat, hal ini akan memperkuat dugaan bahwa materi yang telah dipelajari akan
tetap tertanam dalam memori siswa, sehingga tidak anak mudah terlupakan.
3. Pembelajaran kompetisi mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya pembelajaran kompetisi tidak hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam
mengarungi hidup.
Dalam komponen CTL permodelan, yaitu proses pembelajaran dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswanya. Model
tersebut dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, menirukan gerakan, mengucapkan
ulang dan lainnya.

Dalam pembelajaran kontekstual sebagian guru memberikan contoh tentang cara
kerja sesuatu sebelum siswa melaksanakan drama. Guru bukanlah satu-satunya model,
model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, model juga dapat didatangkan dari luar
lingkungan

sekolah,

misalnya

masyarakat,

orang

tua,

dan

lainnya.

Dalam permodelan sangat tepat dalam pembelajaran drama, karena drama melakukan
sikap, gerak, karakteristik orang lain yang bisa juga kebalikan sifat dari pelaku drama itu
sendiri. Mereka akan belajar bagaimana menjadi orang lain, misal dengan watak
antagonis, protagonis, maupun tritagonis. Semua bisa diperankan dan dipelajari untuk
mendalami perasaan, menambah pengetahuan tentang sikap, nilai-nilai dan persepsinya,
mengembangkan keterampilan dan sikapnya dalam pemecahan masalah dalam drama.
Sehingga siswa bisa menempatkan diri seperti watak orang lain, dapat mengakui
pendapat orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa,
toleransi, dan cinta kasih terhadap sesama manusia.
Evaluasi Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Kegiatan evaluasi dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mengacu
pada prinsip penilaian sebenarnya atau penilaian nyata. Kegiatan evaluasi dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembelajaran, dengan menggunakan berbagai cara dan
berbagai sumber yang mengukur semua aspek pembelajaran, yaitu: proses, kinerja, dan
produk.
Referensi:
Kunandar.

Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikas Guru. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

2007.
Depdiknas. Panduan Pembelajaran Kontekstual Sekolah Menengah Pertama . Jakarta:
Depdiknas. 2007.
Suparno. “Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Pendekatan Kontekstual” Makalah,
disajikan dalam Sarasehan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual di Fakultas
Sastra Universitas Negeri Malang (7-8 Maret 2003).
Elaine, B Johnson. Contextual Teaching and Learning. Diterjemahkan oleh Ibnu
Setiawan. Bandung: MLC. 2005.