Laporan Praktikum Kimia Anorganik. pdf

OLEH : KELOMPOK I

Alfonsus Rodriques Tampung

Alverawati Yoja

Anggi Kusuma Wardani

Eduardus Dimas Satyo P

Jefrianus Antonius Jawa G

Maria Christina Sarkhol

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA KARYA

MALANG 2012

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan Rahmat dan PenyertaanNya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Kimia Anorganik dengan lancar.

Laporan ini disusun sebagai tugas akhir sebelum Ujian Akhir Semester (UAS) dilaksanakan dan sebagai bukti penulis bahwa selama ini telah mengikuti praktikum Kimia Anorganik.

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari akan adanya kekurangan-kekurangan dalam laporan ini, sehingga demi sempurnanya laporan ini penulis sangat berterimakasih atas saran-saran ataupun koreksi yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi pemakainya.

Penyusun

ii

BAB I PENGENALAN ALAT-ALAT

1.1 Pendahuluan

Dalam memahami ilmu kimia, praktikum sangat perlu dilakukan sebagai penunjang / pelengkap dari semua teori yang dipelajari. Karena ilmu kimia merupakan suatu ilmu yang didasarkan pada percobaan dan pengalaman di laboratorium.

Sebelum praktikan melakukan percobaan atau eksperimen, praktikan diwajibkan mengetahui kegunaan bermacam-macam alat. Masing-masing alat mempunyai bentuk, bahan, ukuran serta fungsi yang khusus sehingga setiap peralatan harus digunakan dengan tepat dan benar.

Dan praktikan tidak akan canggung bila akan melakukan praktikum, karena sudah mengetahui segala alat-alat yang ada di laboratorium yang digunakan alat-alat praktikum dengan benar dan sesuai dengan fungsinya, karena apabila penggunaannya kurang tepat dapat menyebabkan kerusakan pada alat.

1.2 Alat - alat

1. Tabung Reaksi

2. Rak Tabung Reaksi

3. Penjepit

4. Corong (funnel glass)

5. Mortal dan Postele

6. Gelas Arloji

7. Gelas Ukur

8. Beaker Glass

9. Erlenmeyer

10. Labu Ukur

11. Pipet Tetes

12. Pipet Volume

13. Pipet Ukur

14. Buret

15. Statif dan Klemp

16. Lampu Bunsen / Lampu Spiritus

17. Segitiga / Kaki Tiga

18. Penangas air / Waterbath

23. Pengaduk Kaca

27. Kuvet Sentrifuse

28. Soklet

29. Colony Counter

30. Inkubator

1.3 Hasil Pengamatan

NO NAMA

GAMBAR

FUNGSI

1. Tabung Reaksi - Mencampur 2 atau lebih (Test tube /

larutan dalam skala kecil. culture tube)

- Tempat untuk mereaksikan bahan kimia. - Melakukan reaksi kimia dalam skala kecil. - Sebagai tempat perkembangbiakan

mikroba dalam media cair.

2. Rak Tabung - Sebagai tempat tabung Reaksi

reaksi. - Mentiriskan tabung reaksi setelah dicuci. - Tatakan / tempat meletakkan tabung reaksi

yang sedang digunakan untuk menunggu reaksi.

3. Penjepit - Menjepit tabung reaksi yang masih dalam keadaan panas.

- Membantu mengambil benda lain pada kondisi

panas.

4. Corong - Untuk memasukkan

(Funnel glass) cairan atau larutan kedalam tabung reaksi / gelas ukur.

- Alat untuk menyaring, biasanya dikombinasi dengan kertas saring (proses penyaringan).

5. Mortal dan - Menghaluskan zat / bahan Postele

yang masih bersifat padat / kristal menjadi bahan yang berukuran kecil.

- Menghancurkan dan mencampur padatan

kimia.

6. Gelas Arloji - Wadah untuk menimbang zat padat

- Menutup labu pada saat proses pemanasan - Untuk mengeringkan

suatu bahan dalam desikator.

- Untuk menempatkan bahan yang ukurannya kecil (bubuk).

7. Gelas Ukur - Untuk mengukur larutan dalam jumlah / ukuran tertentu.

- Melarutkan zat dengan volume tertentu. - Merendam pipet dalam cairan asam pencuci.

8. Beaker Glass - Untuk mencampur 2 atau lebih larutan dalam jumlah yang lebih besar (dalam ukuran tertentu) dibanding tabung reaksi.

- Melarutkan dan memanaskan zat kimia.

- Menguapkan solven / pelarut. - Menampung bahan sementara.

9. Erlenmeyer - Untuk mencampur 2 / lebih larutan dalam ukuran tertentu.

- Menyimpan dan - Menyimpan dan

- Kultivasi mikroba dalam kultur cair.

- Kegunaan leher sempit untuk mengurangi

penguapan pada saat pemanasan dan pada saat diaduk larutan tidak mudah tumpah.

10. Labu Ukur - Untuk mencampur 2 / lebih larutan dan mengencerkan suatu zat dengan ketelitian tinggi.

- Untuk mengukur volume zat kimia dalam bentuk cair pada proses preparasi larutan.

- Melarutkan padatan dalam pembuatan larutan standar pada analisis volumetri, spektrofotometri, dll.

11. Pipet Tetes - Untuk mengambil larutan dalam jumlah / ukuran yang diinginkan dan memindahkan ke alat atau wadah lain.

- Memindahkan zat cair dalam jumlah kecil.

12. Pipet Volume - Untuk mengambil / memindahkan larutan dalam jumlah / ukuran tertentu.

- Memindahkan dan mengambil larutan

dengan ketelitian tertentu.

13. Pipet Ukur - Untuk mengambil / memindahkan larutan

dalam jumlah atau ukuran tertentu.

- Mengukur volume larutan dengan tingkat ketelitian yang tinggi (0,01 mm).

14. Buret - Untuk mengalirkan larutan (biasanya larutan 14. Buret - Untuk mengalirkan larutan (biasanya larutan

- Untuk mengukur volume suatu larutan.

15. Statif dan Klemp - Untuk menyangga / mendirikan alat berupa buret.

- Untuk menjepit soklet pada proses ektraksi. - Untuk menjepit kondensor pada proses distilasi.

16. Lampu Bunsen / - Memanaskan bahan kimia Lampu Spiritus

/ sumber panas pada saat melakukan pembakaran.

- Untuk praktikum bakteriologi agar tercipta tempat yang steril.

- Biasanya diletakkan di atas kaki tiga.

17. Segitiga / Kaki - Untuk menyangga / Tiga

menahan pembakar spiritus / lampu Bunsen

- Sebagai penopang kawat kasa saat melakukan pembakaran.

18. Water bath - Untuk menciptakan suhu (Penangas Air)

yang konstan. - Untuk melebur basis, penguapan ekstrak / tingtur.

- Untuk menyimpan media yang masih akan digunakan.

- Menguapkan zat / larutan dengan suhu yang tidak

terlalu tinggi.

19. Petridish - Untuk meletakkan larutan bisa dalam bentuk cairan atau bubuk.

- Wadah untuk menimbang dan menyimpan bahan

kimia. - Untuk membiakan sel. - Untuk mengkultur bakteri,

khamir spora / biji-bijian.

20. Timbangan - Untuk mengukur berat Analitik

suatu bahan yang diletakkan di petridish dalam jumlah / ukuran tertentu.

- Menimbang dengan ketelitian tinggi.

21. Oven - Untuk memanaskan / menurunkan berat bahan / kandungan air bahan dengan suhu tertentu.

- Untuk mengeringkan bahan / alat - alat dalam keadaan basah sebelum digunakan.

22. Eksikator - Untuk mendinginkan, menurunkan suhu dari bahan yang sudah di oven / menurunkan suhu bahan dari ovennya.

- Menyimpan zat / bahan yang harus dilindungi terhadap pengaruh kelembapan udara.

- Menyimpan bahan -bahan / sampel yang harus bebas

air.

23. Pengaduk Kaca - Untuk mencampur 2 / lebih larutan dalam beaker glass.

- Mengaduk suatu campuran pada waktu

melakukan reaksi – reaksi kimia.

24. Spektrofotometer - Untuk mengukur panjang 24. Spektrofotometer - Untuk mengukur panjang

25. Autoklaf - Untuk mensterilkan alat praktikum dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan.

26. Sentrifuse - Memisahkan cairan dan padatan dalam suatu larutan sehingga dihasilkan endapan yang dapat di analisis

- Untuk memekatkan sel mikroorganisme sehingga dapat dipisahkan anatara medium (supernatan) dan selnya yang mengendap (natan).

27. Kuvet sentrifuse - Mewadahi larutan yang telah dipisahkan melalui sentrifuse.

- Untuk tempat / wadah sampel yang akan diputar

dalam sentrifuse.

28. Soklet - Untuk mengekstraksi lemak dalam minyak. - Untuk menghasilkan ektraksi lemak kasar dalam bahan - bahan kimia. (fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen - pigmen).

29. Colony counter - Untuk menghitung jumlah bakteri yang tumbuh setelah diinkubasi di dalam cawan.

- Untuk mengamati - Untuk mengamati

30. Inkubator - Alat untuk proses inkubasi / memeram suatu bakteri pada suhu yang terkontrol.

- Menumbuhkan media pada pengujian secara mikrobiologis.

BAB II ACIDIMETRI

2.1 Pendahuluan

Acidimetri adalah analisis kuantitatif volumetrik yang berdasarkan reaksi netralisasi dengan larutan standart asam. Larutan standart dibedakan menjadi dua macam yaitu larutan standart primer dan larutan standart sekunder. Suatu larutan yang akan dipakai menjadi larutan standart primer harus memenuhi kriteria : memiliki kemurnian yang tinggi, tidak bersifat higroskopis, memiliki rumus molekul yang pasti dan ditimbang, berat ekivalen tinggi, cepat bereaksi dengan zat yang ditentukan dan larutannya harus bersifat cukup stabil. Zat-zat yang memenuhi kriteria tersebut adalah Na borax, asam oksalat, natrium thiosulfat. Larutan lain yang tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka disebut larutan standart sekunder.

Dalam titrasi ini diperlukan indikator phenilpthalin untuk mempercepat titrasi dan mencapai titik egivalensi yaitu titik akhir terjadinya titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan baik warna maupun adanya endapan dalam larutan tersebut setelah dititrasi.

Tujuan dari praktikum adalah untuk mengetahui konsentrasi larutan standart sekunder dengan menggunakan larutan standart primer.

2.2 Alat dan Bahan

Alat :

- Timbangan - Erlenmeyer 250 ml - Pipet Tetes - Buret dan Statif - Gelas Ukur 10 ml - Sendok

Bahan :

- NaOH - Asam Oksalat - Aquades - Indikator PP

2.3 Cara Kerja

a. Membuat Larutan Standart NaOH 0,1 N :

- Menimbang 1 gram NaOH larutkan dalam beaker glass dengan Aquades 100 ml. - Masukkan dalam labu ukur 250 ml, kocoklah sampai homogen dan tambahkan

aquades sampai tanda batas.

b. Membuat Larutan Asam Oksalat 0,1 N :

- Menimbang 1,5758 gram Asam Oksalat larutkan dalam beaker glass dengan aquades 100 ml. - Masukkan dalam labu ukur 250 ml, kocoklah sampai homogen dan tambah hingga tanda batas

c. Membuat Standarisasi NaOH 0,1 N dengan Asam Oksalat 0,1 N :

- Menyiapkan perangkat buret, kita bilas dengan Aquades kemudian dikeringkan, dan dibilas dengan NaOH. - Memipet 10 ml Asam Oksalat dengan pipet volume, kita masukkan dalam Erlenmeyer dan menambahkan 2-3 tetes Indikator PP. - Melakukan titrasi Asam Oksalat dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. - Mengulangi titrasi sampai 3 kali ulangan. - Menghitung normalitasnya.

2.4 Hasil Pengamatan

2.4.1 Titrasi H 2 C 2 O 4 dengan NaOH

ULANGAN

ml NaOH

WARNA

I 22,55 ml

Pink Muda

II 9,4 ml

Pink Tua

III

5,8 ml

Pink Muda ++

2.4.2 Reaksi

- NaOH Na + OH

2- NaCl H +C

2NaOH + H 2 C 2 O 4. 2H 2 O Na 2 C 2 O 4 + 4H 2 O

2.4.3 Perhitungan

 Larutan Standar NaOH 0,1 N

Massa NaOH

= = = 1 gr

 Larutan Asam Oksalat 0,1 N

Massa Asam Oksalat

= 0,9 gr

 Normalitas

N NaOH

 Ulangan I

N NaOH

= 0,04 N

 Ulangan II

N NaOH

= 0,10 N

 Ulangan III

N NaOH

= 0,17 N

 Rata - rata NaOH

= 0,10 N

2.5 Pembahasan

Acidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa. Acidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa – senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Contoh analisis acidimetri adalah menentukan kandungan ion bikarbonat dalam air sadah. Praktikum acidimetri bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan standar sekunder (NaOH) dengan menggunakan larutan standar primer (Asam Oksalat) dan untuk mengenal cara analisa kuantitatif dengan metode titrimetri.

Adapun sifat masing - masing larutan (NaOH dan Asam Oksalat). Larutan NaOH mempunyai ciri - ciri yaitu berwarna putih, massa melebur, berbentuk pelet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Bersifat sangat basa, keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur.

Bila dibiarkan di udara akan menyerap CO 2 dan lembab. Kelarutannya sangat tinggi sehingga mudah larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter dan pelarut non-polar lain. Titik

lelehnya 318 o C dan titik didihnya 1390 C.NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air. NaOH mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida. Asam Oksalat dalam

keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10 o

C) dan larutan ini larut dalam alkohol. H 2 C 2 O 4 membentuk garam netral dengan logam alkali (Nak) yang larut di dalam air (5 - 25%) sementara dengan logam alkali tanah. Larutan ini termasuk logam berat yang mempunyai kelarutan yang sangat kecil di dalam air. Asam Oksalat digunakan untuk

menentukan jumlah kalsium H 2 C 2 O 4 terionisasi dalam media asam kuat. H 2 C 2 O 4 bisa ditemukan dalam bentuk bebas / bentuk garam. H 2 C 2 O 4 adalah asam dikarboksilat yang hanya terdiri dari 2 atom C pada masing - masing molekul sehingga 2 gugus karboksilat berada berdampingan. Setelah mengenal sifat masing - masing larutan, maka dilakukan titrasi asidimetri dengan menggunakan 3 kali ulangan dengan menggunakan indikator Phenolptelein (PP). dari 3 kali ulangan tersebut masing-masing di dapat volume (ml) titrasi yang berbeda- beda 1 sama lain yaitu pada ulangan yang pertama di dapat 22,55 ml dengan warna titrasi yang dihasilkan pink muda, pada ulangan kedua di dapat 9,4 ml dengan warna titrasi yang dihasilkan pink tua dan ulangan yang ketiga 5,8 ml dengan warna titrasi yang dihasilkan yaitu pink muda ++ dengan normalitas setiap ulangan yang berbeda-beda pula. Ulangan pertama menghasilkan normalitas 0,04 N, ulangan kedua normalitasnya 0,10 N, dan pada ulangan ketiga menghasilkan normalitas 0,17 N. dan rata-rata normalitas yang diperoleh dari ketiga ulangan tersebut adalah 0,10 N. dilihat dari hasil ulangan, ulangan pertama tidak memiliki kesamaan dengan ulangan kedua dan ketiga, warna yang dihasilkan juga sangat berbeda. Dari hal itu dapat disimpulkan ada faktor - faktor lain yang mempengaruhi yaitu, kurang tercampurnya larutan Asam Oksalat dengan aquades, kurangnya aquades yang harus dicampurkan, peralatan yang digunakan kurang bersih / steril., dan terjadi hal - hal lain sehingga hasil dari masing-masing ulangan sangat berbeda, sehingga terjadi perbedaan yang sangat menonjol.

2.6 Kesimpulan

Titrasi Acidimetri merupakan titrasi volumetrik yang dilakukan dengan menggunakan larutan standart asam. Titrasi ini menggunakan indikator PP untuk mengukur kadar asam basa dalam suatu larutan.

Dari hasil praktikum yang dilakukan, dari ketiga percobaan didapatkan hasil yang berbeda - beda. Titrasi yang dilakukan berdasarkan pentitrasian terhadap Asam Oksalat dan NaOH. Dari hasil titrasi tersebut didapat rata - rata normalitas NaOH yaitu 0,10 N.

Adapun kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga hasil dari ketiga percobaan tersebut berbeda-beda, kesalahan tersebut antara lain :

 kurang tercampurnya larutan Asam Oksalat dengan aquades.  Kurangnya aquades yang harus dicampurkan  Peralatan yang digunakan kurang bersih / steril  Ketidakseimbangan pencampuran larutan sehingga warna yang dihasilkan ada yang

lebih tua dan ada yang lebih muda. Kesalahan yang terjadi sangat mungkin terjadi pada setiap percobaan walaupun volume maupun larutan yang ditambahkan dengan jumlah yang sama.

BAB III ALKALIMETRI

3.1 Pendahuluan

Yang dimaksud alkalimetri adalah analisa kuantitatif volumetri dimana larutan asam dan garam dari basa lemah dititrasi dengan larutan basa baku. Titrasi asidi-alkalimetri menyangkut reaksi asam atau basa. Dalam titrasi alkalimetri ini menggunakan indikator phenolpthalin yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya titrasi hingga mencapai titik egivalensi dan dapat dipergunakan juga untuk memperjelas atau mempertajam perubahan warna yang terjadi.

Perubahan warna yang terjadi disebabkan karena adanya beberapa sifat yang berubah salah satunya adalah Ph larutan. Ph larutan yang telah berbeda membuat perubahan warna juga berubah titrasi akan diulang sampai beberapa kali dimaksudkan agar dapat mengurangi kesalahan titrasi. Karena titik akhir yang didapatkan tidak selalu sama dengan titik ekuivalen.

Tujuan praktikum adalah untuk menetapkan kadar asam cuka perdagangan dengan metode alkalimetri.

3.2 Alat dan Bahan

Alat :

- Perangkat Titrasi - Erlenmeyer 250 ml - Beaker Glass - Corong - Labu Ukur 250 ml - Pipet Volume - Pipet Tetes

Bahan :

- NaOH 0,1 N - Indikator PP - Asam Cuka Perdagangan - Aquades

3.3 Cara Kerja

a. Membuat Larutan Standart NaOH 0,1 N

- Bersihkan semua alat yang akan digunakan dengan aquades dan keringkan. - Timbang 1 gram NaOH, larutkan dalam beaker glass dengan aquades 100 ml. - Masukkan dalam labu ukur 250 ml, kocok sampai homogen. - Tambahkan aquades sampai tanda batas.

b. Persiapan asam cuka perdagangan

- Ambil 25 ml asam cuka perdagangan, masukkan dalam labu ukur 250 ml dan tambahkan aquades sampai tanda batas. - Ambil 10 ml asam cuka hasil pengenceran dan masukkan dalam Erlenmeyer, tambahkan indikator PP 3 - 4 tetes.

c. Persiapan titrasi

- Isi buret dengan NaOH 0,1 N. - Titrasi asam cuka hasil pengenceran dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna

merah muda dan catatlah volume NaOH. - Ulangi percobaan sampai 3 kali.

3.4 Hasil Pengamatan

3.4.1 Titrasi CH 3 COOH dengan NaOH

ULANGAN

ml TTRASI

WARNA

I 14,9 ml

Pink Muda

II 15,3 ml

Pink Tua

III

14,3 ml

Pink Muda ++

3.4.2 Reaksi

- NaOH Na + OH

+ CH

3 COOH CH 3 COO +H

NaOH + CH 3 COOH.2H 2 O CH 3 COONa + 3H 2 O

3.4.3 Perhitungan

 Larutan Standar NaOH 0,1 N

Massa NaOH

= = = 1 gr

 Kadar CH 3 COOH

CH 3 COOH

x 100%

 Ulangan I

x 100%

CH 3 COOH

x 100% = x 100%

 Ulangan II

x 100%

CH 3 COOH

x 100% = x 100%

 Ulangan III

CH COOH

x 100%

x 100% = x 100%

 Rata - rata CH 3 COOH =

3.5 Pembahasan

Alkalimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku basa untuk menentukan jumlah asam yang ada. Alkalimetri adalah titrasi terhadap larutan asam bebas dan garam terhidrolisis dari basa lemah. Di dalam titrasi alkalimetri atau asam sudah mempunyai Alkalimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku basa untuk menentukan jumlah asam yang ada. Alkalimetri adalah titrasi terhadap larutan asam bebas dan garam terhidrolisis dari basa lemah. Di dalam titrasi alkalimetri atau asam sudah mempunyai

Asam cuka yang ditetapkan 25 ml, diencerkan dalam labu ukur 225 ml. saat asam cuka di titrasi dengan larutan NaOH, saat mencapai titik akhir warna larutan berubah menjadi

merah muda karena [OH + ] menyebabkan [H ] berkurang dan keseimbangan bergeser ke kanan, sehingga warna larutan berubah menjadi merah muda yang disebut basa indikator.

Volume titran yang digunakan sampai tercapainya titik akhir titrasi adalah 14,9 ml, 15,3 ml, dan 14,3 ml pada ketiga ulangan dengan masing - masing ulangan diperoleh kadar asam sebesar 8,51%, 8,74%, dan 8,17% dengan rata - rata kadar asam sebesar 8,47%. pH akhir titrasi berada di atas 7 ( > 7 ) yang berarti larutan ini bersifat basa. Proses titrasi ini melibatkan basa kuat sebagai larutan standar dan asam lemah sebagai analit yang akan dititrasi. Adapun kesalahan yang terjadi sehingga warna setiap ulangan berbeda, yaitu :

 Peralatan praktikum yang kurang steril  Larutan kurang tercampur  Kesalahan dalam pembuatan larutan  Pencampuran titran yang terlalu banyak sehingga warna berbeda jauh.

Setelah memperoleh hasil dari setiap ulangan, kini membandingkan dengan hasil praktikum dari pustaka. Dari hasil praktikum dalam pustaka, normalitas asam cuka yang diperoleh 0,1086 N dan kadar asam cuka yang diperoleh 6,516%, setelah dibandingkan antara percobaan yang dilakukan dengan percobaan yang diperoleh dari pustaka sangatlah berbeda. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah :

 Jumlah larutan yang digunakan berbeda  Rumus penghitungan berbeda tetapi masih bisa digunakan dalam menentukan kadar

larutan

3.6 Kesimpulan

Alkalimetri adalah analisa kuantitatif volumetri dimana larutan asam dan garam dari basa lemah dititrasi dengan larutan basa baku. Titrasi alkalimetri ini menggunakan indikator phenolpthalin yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya titrasi hingga mencapai titik egivalensi dan dapat dipergunakan juga untuk memperjelas atau mempertajam perubahan warna yang terjadi.

Dari ketiga hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh volume titrasi yang berbeda dan warna yang dihasilkan juga berbeda. Tiap - tiap ulangan diperoleh kadar asam cuka sebesar 8,51%, 8,74%, dan 8,17% dengan rata-rata kadar yang diperoleh 8,47%.

Selama praktikum berlangsung adapun kesalahan - kesalahan yang dilakukan sehingga hasil yang didapat berbeda-beda, seperti :

 Peralatan praktikum yang kurang steril  Larutan kurang tercampur  Kesalahan dalam pembuatan larutan  Pencampuran titran yang terlalu banyak sehingga warna berbeda jauh.

BAB IV PERMANGANOMETRI

4.1 Pendahuluan

Dalam analisis volumetri yang dimaksud titrasi oksidometri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standart zat pengoksidasi tetapi apabila yang dipakai sebagai larutan standart zat pereduksi maka disebut titrasi reduksimetri. Titrasi permanganometri adalah titrasi oksidometri dengan menggunakan larutan standart kalium permanganat. Dalam titrasi ini tidak perlu menggunakan indikator untuk mempercepat terjadinya titik egivalensi atau titik akhir titrasi. Apabila disebabkan warna yang dihasilkan nantinya akan jelas sekali. Pada penentuan kadar besi volume yang dibutuhkan hanya sedikit karena titrasi sudah mencapai titik egivalensi karena apabila volume terlalu banyak warna akan berubah.

Tujuan praktikum ini adalah menentukan kadar konsentrasi KMnO 4 dan kadar besi (Fe 2+ ) dalam cuplikan.

4.2 Alat dan Bahan

Alat :

- Pipet volume - Pipet ukur - Erlenmeyer - Perangkat titrasi - Timbangan analitis - Pipet tetes - Labu ukur - Beaker glass - Gelas arloji - Corong - Botol semprot

Bahan :

- Kalium permanganat (KMnO 4 ) - Natrium oksalat (Na 2 C 2 O 4 )

- H 2 SO 4 2N - 2+ Cuplikan Fe

- Aquadest

4.3 Cara Kerja

a. Membuat larutan KMnO 4.

b. Membuat larutan Natrium Oksalat 0,1 N.

c. Membuat larutan H 2 SO 4 2 N.

d. Standarisasi KMnO 4 dengan Na Oksalat.

- Siapkan perangkat buret yang telah dibersihkan. - Ambil 10 ml larutan Na Oksalat dan masukkan dalam erlenmeyer dan tambahkan 10

ml H 2 SO 4 2 N.

- o Titrasi dengan larutan KMnO

C) sampai terjadi perubahan warna.

4 dalam keadaan panas (50 - 60

- Catatlah volume KMnO 4.

- Ulangi titrasi sebanyak 3 kali dan hitung normalitasnya.

e. Penentuan kadar besi dalam cuplikan.

- Timbang 3 gram FeSO 4 dilarutkan dalam labu ukur 100 ml (cuplikan). - Ambil 10 ml larutan cuplikan dan masukkan dalam erlenmeyer dan tambahkan 7 ml

H 2 SO 4 2 N.

- Titrasi dengan KMnO 4 sampai terjadi perubahan warna.

- Catatlah volumenya dan ulangi percobaan sebanyak 3 kali. - Hitung kadar Fe.

4.4 Hasil Pengamatan

4.4.1 Volume KMnO 4 dalam reaksi Na 2 C 2 O 4 +H 2 SO 4

ULANGAN

ml KMnO 4 WARNA

I 2,65 ml

Ungu Tua +

II 1,55 ml

Ungu Tua ++

III

1,1 ml

Ungu Tua

4.4.2 Volume KMnO 4 dalam reaksi FeSO 4 +H 2 SO 4

ULANGAN

ml KMnO 4 WARNA

I 0,3 ml

Ungu Tua

II 0,9 ml

Ungu Tua +

III

0,6 ml

Ungu Tua ++

2- FeSO

 Gram KMnO 4 =

 Gram Na 2 C 2 O 4 =

 Volume H 2 SO 4 =

≈ 229 ml

 Normalitas KMnO4

N KMnO 4 x V KMnO 4 = N Na 2 C 2 O 4 x V Na 2 C 2 O 4

N KMnO 4 =

 Standarisasi KMnO 4 dengan Na 2 C 2 O 4 +H 2 SO 4

 Ulangan I

N KMnO 4 =

= 0,38 N

 Ulangan II

N KMnO 4 =

= 0,65 N

 Ulangan III

N KMnO 4 =

= = 0,91 N

 Rata - rata N KMnO 4 =

= 0,65 N

 Standarisasi Fe dengan KMnO 4

N Fe x V Fe

= N KMnO 4 x V KMnO 4

N Fe

 Ulangan I

N Fe

= 0,003 N

 Ulangan II

N Fe

= 0,009 N

 Ulangan III

N Fe

= 0,006 N

 Rata - rata N Fe

= 0,006 N

 Berat Cuplikan

= BE FeSO 4 x V Fe x N Fe x P

= (56 + 32 + 64) x 10 x 0,006 x 10 = 152 x 0,6 = 91,2 mg

Kadar Fe

x 100%

x 100% = 3,04%

4.5 Pembahasan

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO 4 ). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO 4 dengan bahan baku tertentu. Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan

pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO -

4 bertindak sebagai oksidator. Ion MnO 4 akan berubah menjadi ion Mn 2+ dalam suasana asam.

Reaksi redoks dapat diartikan sebagai reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan dari satu senyawa kimia ke senyawa kimia lainnya (suatu serah terima elektron dan reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi). Reaksi redoks terdiri Reaksi redoks dapat diartikan sebagai reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan dari satu senyawa kimia ke senyawa kimia lainnya (suatu serah terima elektron dan reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi). Reaksi redoks terdiri

2 + 2e 2H

Contoh pembentukan reaksi reduksi :

F2 + 2e - 2F

Ketika reaksi oksidasi dan reduksi disatukan maka akan membentuk :

Dalam reaksi ini elektron - elektron yang terlibat saling mengurangi. Reaksi oksidasi dan reaksi reduksi terjadi secara bersamaan (simultan), yang berarti jika elektron dipindahkan dari molekul sebagai pemberi elektron maka aka nada molekul yang teroksidasi sedangkan penerima menjadi molekul yang tereduksi. Keadaan suatu reaksi terjadi secara seimbang.

Keadaan oksidasi dalam reaksi redoks adalah suatu pengukuran derajat oksidasi sebuah atom dalam suatau zat. Aturan - aturan reaksi oksidasi yaitu :

1. Keadaan oksidasi unsur bebas (unsur yang tidak bergabung dengan unsur lain) adalah nol.

2. Untuk ion sederhana, keadaan oksidasinya adalah sama dengan muatan total pada ion.

3. Hidrogen memiliki keadaan oksidasi 1 dan oksigen memiliki keadaan oksidasi -2 ketika mereka berada pada kebanyakan senyawa (kecuali pada hidrogen memiliki keadaan oksidasi -1 pada hidrida logam aktif (LiH) dan oksigen memiliki keadaan oksidasi -1

pada peroksida (H 2 O 2 ) ).

4. Penjumlahan keadaan oksidasi semua atom pada suatu molekul netral haruslah nol, jika pada ion penjumlahan oksidasi atom-atom yang membentuk ion tersebut harus sama dengan muatan ion.

Senyawa - senyawa oksidasi biasanya memiliki unsur - unsur dengan bilangan oksidasi yang

tinggi sepert : H 2-

2 O 2 , MnO 4 , CrO 3 , Cr 2 O 7 , OsO 4 atau senyawa-senyawa yang elektronegatif, sehingga dapat memperoleh 1 atau 2 elektron yang lebih dengan mengoksidasi sebuah 2 O 2 , MnO 4 , CrO 3 , Cr 2 O 7 , OsO 4 atau senyawa-senyawa yang elektronegatif, sehingga dapat memperoleh 1 atau 2 elektron yang lebih dengan mengoksidasi sebuah

misalnya NaBH 4 dan LiAiH 4 . Metode yang lain juga melibatkan gas hidrogen (H 2 ) dengan katalis paladium, platinum, dan nikel. Pada umumnya jumlah elektron yang dilepaskan pada reaksi oksidasi harus sama dengan jumlah yang diterima pada reaksi reduksi.

Titrasi redoks (titrasi dengan menggunakan reaksi redoks dengan melibatkan senyawa reduktor dan oksidator) juga dapat diterapkan dalam berbagai macam jenis titrasi diantaranya ,ialah Permanganometri (titrasi redoks yang menggunakan KMnO 4 sebagai titran), Dikromatometri (titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator), Titrasi dengan Iodium (Iodometri dan Iodimetri), Cerimetri, dan Bromatometri. Jenis-jenis titrasi ini ada karena tidak ada satu senyawa (titran) yang dapat bereaksi dengan semua senyawa oksidator dan reduktor, sehingga diperlukan berbagai senyawa titran.

Percobaan dalam menentukan normalitas KMnO 4 dalam reaksi Na 2 C 2 O 4 + H 2 SO 4 dilakukan dalam 3 kali ulangan yang masing-masing di dapat hasil yang berbeda., pada ulangan I membutuhkan 2,65 ml KMnO 4 dengan standarisasi yang di dapat 0,38 N, pada ulangan II membutuhkan 1,55 ml KMnO 4 dengan standarisasi yang di dapat 0,65 N, dan pada ulangan III membutuhkan 1,1 ml KMnO 4 dengan standarisasi yang di dapat 0,90 N. pada masing-masing ulangan dihasilkan warna yang berbeda yaitu pada ulangan I menghasilkan warna ungu tua +, ulangan II menghasilkan warna ungu tua ++, dan ulangan III menghasilkan

warna ungu muda. Dari percobaan ini dihasilkan rata-rata normalitas KMnO 4 sebesar 0,64 N. Dan Normalitas KMnO 4 dalam reaksi FeSO 4 +H 2 SO 4 di dapat rata-rata normalitasnya 0,006 N dengan warna yang berbeda-beda pula pada tiap-tiap ulangan dan jumlah ml KMnO 4 yang dibutuhkan juga berbeda. Berat cuplikan Fe yang di dapat sebesar 91,2 mg dengan kadar 3,04%.

Dari kedua percobaan KMnO 4 tersebut di dapat factor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi sehingga tiap-tiap ulangan menghasilkan warna yang berbeda dari ml KMnO 4 yang dibutuhkan, hal ini disebabkan karena,

1. Lamanya proses pencampuran larutan H 2 SO 4 dengan Na 2 C 2 O 4

2. Alat-alat praktikum yang digunakan kurang steril

3. Sukarnya pelarutan Fe dalam aquades

4. Larutan sudah terkontaminasi oleh debu (kotoran) karena tidak ditutup.

4.6 Kesimpulan

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO 4 ). Titrasi permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Reaksi redoks adalah reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan dari satu senyawa kimia ke senyawa kimia lainnya (suatu serah terima elektron dan reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi). Reaksi redoks terdiri dari reaksi oksidasi dan reaksi reduksi.

Dalam percobaan yang dilakukan, rata - rata normalitas KMnO 4 dalam reaksi Na 2 C 2 O 4 +H 2 SO 4 yang di dapat adalah 0,64 N dan dari hasil normalitas KMnO 4 dalam reaksi FeSO 4 +

H 2 SO 4 di dapat rata - rata sebesar 0,006 N dengan warna dan volume yang berbeda - beda. Berat cuplikan Fe adalah 91,2 mg dengan kadar 3,04%. Kesalahan yang dapat terjadi ketika dilakukan praktikum sehingga memberikan hasil yang berbeda - beda, yaitu :

 Lamanya proses pencampuran larutan H 2 SO 4 dengan Na 2 C 2 O 4

 Alat-alat praktikum yang digunakan kurang steril  Sukarnya pelarutan Fe dalam aquades  Larutan sudah terkontaminasi oleh debu (kotoran) karena tidak ditutup.

BAB V IODOMETRI DAN IODIMETRI

5.1 Pendahuluan

Iodometri dan iodimetri merupakan analisa volumetri yang berdasarkan reaksi redoks. Iodimetri adalah titrasi langsung dengan larutan standart Iodin (I 2 ), Iodometri adalah titrasi direaksikan dulu dengan ion iodida. I 2 yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standart Na thiosulfat.

Tujuan praktikum adalah untuk membuat larutan Na thiosulfat dan standarisasinya.

5.2 Alat dan Bahan

Alat :

- Labu ukur - Pipet tetes - Botol semprot - Gelas arloji - Pipet volume - Erlenmeyer 250 ml - Perangkat titrasi - Timbangan - Corong - Beaker glass - Pipet ukur - Gelas ukur

Bahan :

- Na 2 S 2 O 3 .5H 2 O - H 2 SO 4 - Aquades - KIO 3 - KI - Amilum 1%

5.3 Cara Kerja

a. Membuat larutan Na thiosulfat 0,1 N a. Membuat larutan Na thiosulfat 0,1 N

c. Membuat larutan amilum / pati 1%

d. Membuat larutan KIO 3 0,1 N

- Timbang 0,445 gram KIO 3 dan encerkan dengan aquades mendidih dalam labu ukur 125 ml.

- Tambahkan 12,5 ml H 2 SO 4 0,1 N dan 6,25 gram KI.

- Tambahkan aquades hingga tanda batas, sampai V = 125 ml.

e. Standarisasi Na thiosulfat dengan KIO 3 0,1 N

- Ambil 10 ml larutan KIO 3 0,1 N tersebut dan masukkan dalam erlenmeyer. - Titrasi dengan larutan Na thiosulfat hingga warna kuning pucat. - Tambahkan 1 ml amilum 1 % - Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. - Catatlah volumenya dan ulangi titrasi sebanyak 3 kali - Hitung normalitasnya

5.4 Hasil Pengamatan

5.4.1 Standarisasi Na Thiosulfat dengan KIO 3 0,1 N

 Titrasi KIO3 dengan Na Thiosulfat

ULANGAN

ml Na Thiosulfat

WARNA

I 6,7 ml

Kuning Pucat

II 5,9 ml

Kuning Pucat

III

6,3 ml

Kuning Pucat

 Titrasi KIO3 dengan Na Thiosulfat ditambah 1% Amilum

ULANGAN

ml Na Thiosulfat

WARNA

I 2,2 ml

Kuning Muda

II 4,1 ml

Kuning Muda +

III

7,3 ml

Kuning Muda ++

5.4.2 Reaksi

2- Na

2 C 2 O 3 +C 2 O 3 2 Na

2- H

2 SO 4 2H + SO 4

- KIO

3 K + IO 3

5.4.3 Perhitungan

 Na Thiosulfat

 Volume H 2 SO 4 =

≈ 229 ml

H 2 SO 4 yang digunakan hanya sebagian, jadi H 2 SO 4 =

= 114,5 ml

 Standarisasi Na 2 S 2 O 3 dengan KIO 3 0,1 N

N Na 2 S 2 O 3 =

 Ulangan I

N Na 2 S 2 O 3 =

= = 0,15 N

 Ulangan II

N Na 2 S 2 O 3 =

= = 0,17 N

 Ulangan III

N Na 2 S 2 O 3 =

= = 0,16 N

 Rata - rata N Na 2 S 2 O 3 =

= = 0,16 N

 Standarisasi Na 2 S 2 O 3 dengan KIO 3 ditambah 1% Amilum

N Na 2 S 2 O 3 =

 Ulangan I

N Na 2 S 2 O 3 =

= = 0,45 N

 Ulangan II

N Na 2 S 2 O 3 =

= = 0,24 N

 Ulangan III

N Na 2 S 2 O 3 =

= = 0,14 N

 Rata - rata N Na 2 S 2 O 3 =

= 0,28 N

5.5 Pembahasan

Iodometri dan Iodimetri merupakan reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dalam analisis titrimetrik. Iodometri adalaha analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II), kalium permanganat dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan menggunakan larutan baku thiosulfat.

Contoh : oksidator + KI I 2 + 2e

I 2 + Na 2 S 2 O 3 NaI + Na 2 S 4 O 6

Iodimetri adalah analisis titrimetrik yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium thiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan larutan thiosulfat.

Contoh : Reduktor + I -

2 2I

Na 2 S 2 O 3 +I 2 NaI + Na 2 S 4 O 6

Dari pengertian iodometri dan iodimetri yang telah dibahas diatas adapun perbedaan antara titrasi iodometri dan titrasi iodimetri, yaitu :

 Titrasi iodimetri (cara langsung) : Sampelnya bersifat reduktor, larutan standarnya bersifat oksidator dan sampel secara langsung

direaksi dengan I 2 .

Itu berarti iodium digunakan untuk mentitrasi reduktor - reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalensi reaksi oksidasi yang berlangsung dengan larutan

iodium diantaranya dengan H 2-

2 S, H 2 SO 4 ,H 2 AsO 4 , Sn , dan S 2 O 3 .

 Titrasi iodometri (cara tidak langsung) : Sampelnya bersifat oksidator, larutan standarnya bersifat reduktor, dan I 2 yang diperoleh secara tidak langsung dengan menambahkan larutan

yang mengandung ion iodida dalam sampel. Oksidasi yang dianalisis direaksikan dengan iodida berlebih dalam suasana larutan yang cocok dan iodium yang dibebaskan secara kuantitatif dititrasi antara lain dengan larutan yang mengandung ion iodida dalam sampel. Oksidasi yang dianalisis direaksikan dengan iodida berlebih dalam suasana larutan yang cocok dan iodium yang dibebaskan secara kuantitatif dititrasi antara lain dengan larutan

2 O 7 , BrO 3 , ClO 3 , HNO 3 , Cu , dan HOCl. Jenis - jenis iodimetri dan iodometri sangat berbeda. Kedua titrasi ini memiliki jenis - jenis tersendiri tergantung pada kegunaan dan fungsinya. Jenis-jenis titrasi iodimetri antara lain :

yang kuat. Diantaranya, Cr 2+

a. Penetapan vitamin C Iodium dapat mentitrasi vitamin C (asam askorbat) secara langsung, iod mengoksidasi gugus fungsional (OH) C = C (OH) menjadi gugus alfa diketon dalam dehidroaskorbat.

b. Penetapan kadar air menggunakan metode Karl Fischer Metode ini adalah suatu titrasi air dengan larutan metal alkohol anhydrous yang mengandung iod, belerang dioksida dan piridin berlebih. Hal yang perlu diperhatikan ialah satu mol air bereaksi dengan satu mol iod.

c. - Analitik terhadap Arsen (III) dengan reaksi HASO

2 +I 2 + 2H 2 O

3 H AsO 4 + 2H + 2I

d. - Analitik terhadap Ferosianida dengan reaksi 2Fe(CN)

6 +I 2 2Fe(CN) 6 + 2I

e. - Analitik terhadap Belerang (sulfida) dengan reaksi H

2 S+I 2 2H + 2I +S

f. + Analitik terhadap Belerang (sulfit) dengan reaksi H

H 2 SO 4 + 2H + 2I -

2 SO 3 +I 2 +H 2 O

Sedangkan jenis - jenis titrasi iodometri adalah

a. Penentuan lemak dan minyak Menentukan bilangan iod lemak dan minyak, karena kemampuan mengoksidasi yang tidak besar, tidak banyak zat yang dapat dititrasi.

b. - Analit Bromat dengan reaksi BrO

3 + 6H + 6I

Br + 3I 2 + 3H 2 O

c. - Analit Klorin dengan reaksi CI

2 + 2I

2Cl +I 2

d. - Analit Tembaga (II) dengan reaksi 2Cu + 4I

2CuI (s) +I 2

e. 3+ Analit Dikromat dengan reaksi Cr

I2 + 2H 2 O Dari ketiga ulangan yang telah dilakukan, titrasi KIO 3 dengan Na Thiosulfat membutuhkan 6,7 ml untuk ulangan I dengan warna yang dihasilkan kuning pucat, untuk ulangan II dan III dibutuhkan 5,9 ml dan 6,3 ml untuk menghasilkan warna kuning pucat juga.

f. - Analit Hidrogen Peroksida dengan reaksi H

2 O 2 + 2H +2I

Sehingga rata - rata normalitas Na 2 S 2 O 3 yang diperoleh yaitu 0,16 N dengan hasil masing- masing ulangan 0,15 N, 0,17 N, dan 0,16 N. Ini membuktikan bahwa dapat terjadi perbedaan ml yang berbeda untuk menghasilkan warna yang sama. Untuk titrasi KIO 3 dengan Na Thiosulfat ditambah 1% amilum didapatkan hasil yang berbeda pula dari ketiga ulangan. Volume yang dibutuhkan setiap ulangan yaitu 2,2 ml, 4,1 ml, dan 7,3 ml dengan warna yang dihasilkan berbeda, ulangan I menghasilkan warna kuning muda, ulangan II menghasilkan Sehingga rata - rata normalitas Na 2 S 2 O 3 yang diperoleh yaitu 0,16 N dengan hasil masing- masing ulangan 0,15 N, 0,17 N, dan 0,16 N. Ini membuktikan bahwa dapat terjadi perbedaan ml yang berbeda untuk menghasilkan warna yang sama. Untuk titrasi KIO 3 dengan Na Thiosulfat ditambah 1% amilum didapatkan hasil yang berbeda pula dari ketiga ulangan. Volume yang dibutuhkan setiap ulangan yaitu 2,2 ml, 4,1 ml, dan 7,3 ml dengan warna yang dihasilkan berbeda, ulangan I menghasilkan warna kuning muda, ulangan II menghasilkan

melarutkannya. - Dalam penitrasian, sampel tidak ditutup - Pada titrasi KIO 3 + Na 2 S 2 O 3 + 1% Amilum ulangan III terlalu banyak dititrasi dengan

H 2 SO 4 sehingga warna lebih muda. (Pencampuran H 2 SO 4 yang terlalu banyak).

5.6 Kesimpulan

Iodometri adalaha analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II), kalium permanganat dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodimetri adalah analisis titrimetrik yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium thiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan.

Rata - rata normalitas Na 2 S 2 O 3 yang diperoleh sebelum ditambahkan amilum yaitu 0,16 N. Sedangkan rata - rata normalitas Na 2 S 2 O 3 yang didapat setelah ditambahkan amilum adalah 0,28 N. Ini menunjukan bahwa rata - rata normalitas Na 2 S 2 O 3 sebelum dan setelah di tambah amilum sangat berbeda jauh, rata-rata normalitas Na 2 S 2 O 3 yang paling besar adalah setelah ditambahkan amilum. Kesalahan yang mungkin terjadi pada saat praktikum sehingga didapat hasil yang berbeda adalah :

 Larutan Amilum sukar larut dalam air sehingga diperlukan air mendidih untuk melarutkannya.

 Dalam penitrasian, sampel tidak ditutup  Pada titrasi KIO 3 + Na 2 S 2 O 3 + 1% Amilum ulangan III terlalu banyak dititrasi dengan

H 2 SO 4 sehingga warna lebih muda. (Pencampuran H 2 SO 4 yang terlalu banyak).

BAB VI ANALISA KUANTITATIF CAMPURAN Pb DAN Cu

6.1 Pendahuluan

Susunan suatu zat atau senyawa dapat dipelajari dengan kimia analisa. Dalam menentukan susunan dan kadar unsur diperlukan kimia analisa yang berbeda sehingga kimia analisa dibagi dua yaitu analisa kualitatif yang dipergunakan untuk mengetahui susunan unsur atau senyawa yang terdapat dalam suatu bahan. Sedangkan analisa kuantitatif sederhana dapat dikerjakan dengan metode gravimetri dan volumetri (titrasi).

4 . Sehingga dapat ditentukan prosentase Pb dalam cuplikan, sedangkan ion Cu 2+ ditentukan dengan metode

Secara gravimetri ion Pb 2+ diendapkan dan ditimbang sebagai PbSO

volumetri (titrasi iodometri). Titrasi iodometri adalah titrasi tak langsung yaitu larutan yang akan dititrasi direaksikan dulu dengan ion Iodida.

Dalam analisa ion Cu 2+ dikerjakan dengan mereaksikan ion tersebut dengan ion Iodida yang menghasilkan CuI 2 . Senyawa ini terurai menjadi Cu 2 I 2 , sambil melepaskan I 2 . I 2 yang

dibebaskan dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 .

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar Pb dan Cu dalam cuplikan.

6.2 Alat dan Bahan

Alat :

- Perangkat titrasi - Erlenmeyer 250 ml - Gelas ukur 25 ml - Botol semprot - Pipet volume - Pipet ukur - Pipet tetes - Beaker glass 400 ml - Pengaduk kaca - Corong - Kertas saring - Oven - Eksikator

Bahan :

- Cuplikan Pb - Cuplikan Cu

- H 2 SO 4 2N - Alkohol 1 : 1 - KI 10%

- Na 2 S 2 O 3 0,1 N - Larutan pati 1% / amilum

6.3 Cara Kerja

a. Membuat larutan H 2 SO 4 2N

b. Membuat larutan alkohol 1 : 1 (50%)

c. Membuat larutan KI 10%

d. Membuat larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N

e. Membuat larutan pati / amilum 1%

f. Membuat larutan cuplikan Pb

- Timbang 1 gram Pb asetat, encerkan hingga volume 100 ml

g. Membuat larutan cuplikan Cu

- Timbang 1 gram CuSO 4 , encerkan hingga volume 100 ml

h. Penentuan kadar Pb dalam cuplikan

- Ambil 10 ml larutan cuplikan Pb dan tambahkan 10 ml H 2 SO 4 2N - Saring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya - Endapan dicuci dengan alkohol sebanyak 15 ml

- o Keringkan endapan pada suhu 100 - 115

C selama ± 15 menit

- Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit kemudian ditimbang

i. Penentuan kadar Cu dalam cuplikan

- Ambil 10 ml larutan cuplikan Cu dan 10 ml KI 10% dan 10 ml H 2 SO 4 2N - Titrasi dengan Na thiosulfat 0,1 N sampai warna kuning muda - Tambahkan larutan kanji / amilum 3 tetes - Titrasi diteruskan sampai warna biru tidak jelas.

6.4 Hasil Pengamatan

6.4.1 Penentuan kadar Pb dalam cuplikan

Berat Kertas

Berat Kertas

ULANGAN ENDAPAN

Saring Awal

Saring + Endapan

I 0,51 gr

0,81 gr

0,3 gr

- 0,442 gr III

II 0,46 gr

6.4.2 Penentuan kadar Cu dalam cuplikan

a. Sebelum ditambahkan amilum

ULANGAN

ml Na 2 S 2 O 3 WARNA

b. Sesudah ditambahkan amilum

ULANGAN

ml Na 2 S 2 O 3 WARNA

I 2,5 ml

Coklat Muda +

II 2,5 ml

Coklat Muda

III

1,8 ml

Coklat Muda ++

2 SO 4 4 PbSO + 2H

CuI 2 +H 2 SO 4 CuSO 4 + 2HI

2- PbSO

4 Pb + SO 4

2- CuSO

2 S 2 O 3 2Na+ + S 2 O 3

CuSO 4 + Na 2 S 2 O 3 CuS 2 O 3 + Na 2 SO 4

6.4.4 Perhitungan

 Larutan Alkohol 1 : 1 (50%)

50 ml alkohol : 50 ml aquades

 Larutan KI 10%

10 gram dalam 100 ml aquades

 Larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N ; 200 ml

Berat Na 2 S 2 O 3 =

 Larutan H 2 SO 4 2 N ; 10 ml

Berat H 2 SO 4 =

≈ 46 ml

 Kadar Pb dalam cuplikan

Kadar Pb

x x x 100%

 Ulangan I

Kadar Pb

x x x 100%

= 10 x

x 0,0003 x 100%

= 0,68 x 0,3% = 0,204%

 Ulangan II

Kadar Pb

x x x 100%

= 10 x

x - 0,000442 x 100%

= 0,68 x - 0,442% = - 0,3%

 Ulangan III

Kadar Pb

x x x 100%

= 10 x

x - 0,00049 x 100%

= 0,68 x - 0,49% = - 0,33%

 Rata - rata Kadar Pb =

= - 0,142%

 Kadar Cu dalam cuplikan

Kadar Cu

x x 100%

 Ulangan I

x x 100%

Kadar Cu

= 0,1 x

 Ulangan II

Kadar Cu

x x 100%

= 0,1 x

 Ulangan III

x x 100%

Kadar Cu

= 0,1 x = 0,29%

 Rata - rata Kadar Cu =

6.5 Pembahasan

Analisis Gravimetri adalah suatu bentuk analisis kuantitatif yang berupa penimbangan, yaitu suatu proses pemisahan dan penimbangan suatu komponen dalam suatu zat dengan jumlah tertentu dan dalam keadaan sesempurna mungkin. Gravimetri merupakan proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Penimbangan dalam gravimetri merupakan penimbangan hasil reaksi setelah zat yang dianalisis direaksikan. Hasil reaksi dapat berupa sisa bahan / suatu gas yang terjadi atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisis.

Metode yang digunakan dalam analisis gravimetri ada 3 metode (cara), yaitu : Metode yang digunakan dalam analisis gravimetri ada 3 metode (cara), yaitu :

Suatu sampel yang akan ditentukan secara gravimetri, mula - mula ditimbang secara kuantitatif, dilarutkan dalam pelarut tertentu kemudian diendapkan kembali dengan reagen tertentu. Senyawa yang dihasilkan harus memenuhi syarat yaitu memiliki kelarutan sangat kecil sehingga bisa mengendap kembali dan dapat di analisis dengan cara menimbang. Endapan yang terbentuk harus berukuran lebih besar daripada pori - pori alat penyaring, kemudian endapan tersebut dicuci dengan larutan elektrolit yang mengandung ion sejenis dengan ion endapan, hal ini dilakukan untuk melarutkan pengotor yang terdapat dipermukaan endapan dan memaksimalkan endapan. Endapan

yang terbentuk dikeringkan pada suhu 100 o - 130 C atau dipijarkan sampai 800 C tergantung suhu dekomposisi dari analit.

Contoh pengendapan kation : Pengendapan sebagai garam sulfida, pengendapan nikel dengan DMG, pengendapan perak dengan klorida atau logam hidroksida dengan mengatur pH larutan.

Penambahan reagen secara berlebihan untuk memperkecil kelarutan produk yang diinginkan. Pembentukan endapan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

1. Endapan di bentuk dengan reaksi antar analit dengan suatu pereaksi, biasanya berupa senyawa baik kation meupun anion. Pengendapan dapat berupa anorganik maupun organik.

2. Endapan di bentuk cara elektrokimia (analit dielektrolisa), sehingga terjadi logam sebagai endapan, dengan sendiri kation diendapkan. Untuk mendapatkan endapan yang sesuai dengan yang diinginkan maka perlu ditentukan dulu keadaan optimumnya.

b. Metode Penguapan Digunakan untuk menetapkan komponen - komponen daru suatu senyawa yang relatif

mudah menguap, dengan cara :  Pemanasan dalam udara atau gas tertentu.

 Penambahan pereaksi sehingga mudah menguap. Zat-zat yang relatif mudah menguap bisa diabsorpsi dengan suatu absorbsen yang sesuai

dan telah diketahui berat tetapnya. Untuk penentuan kadar air suatu kristal dalam

senyawa hidrat, dapat dilakukan dengan memanaskan senyawa pad suhu 110 o - 130 C. Berkurangnya berat sebelum pemanasan menjadi berat sesudah pemanasan merupakan senyawa hidrat, dapat dilakukan dengan memanaskan senyawa pad suhu 110 o - 130 C. Berkurangnya berat sebelum pemanasan menjadi berat sesudah pemanasan merupakan

zat pengering seperti CaCl dan Mg (ClO 4 ) 2

Contoh : Penentuan CO 2 dalam senyawa karbonat dapat dilakukan dengan menambah HCl berlebih, kemudian dipanaskan, gas CO 2 yang sudah terjadi dialirkan dalam larutan alkali yaitu KOH (25 - 20%) atau larutan CaOH 2 yang telah diketahui beratnya.

c. Metode Elektrolisis

Metode elektrolisis dilakukan dengan cara mereduksi ion-ion logam terlarut menjadi endapan logam. Ion-ion logam berada dalam bentuk kation apabila dialiri dengan arus listrik dengan besar tertentu dalam waktu tertentu maka akan terjadi reaksi reduksi menjadi logam dengan bilangan oksidasi 0. Endapan yang terbentuk dapat ditentukan berdasarkan beratnya, misalnya mengendapkan tembaga terlarut dalam suatu sampel cair dengan cara mereduksi. Cara elektrolisis ini dapat diberlakukan pada sampel yang mengandung kadar logam terlarut cukup besar seperti air limbah.

Analisis gravimetri dilakukan jika kadar analit yang terdapat dalam sampel relatif besar sehingga dapat diendapkan dan ditimbang. Jika kadar analit dalam sampel hanya berupa unsur pelarut, maka metode gravimetri tidak mendapat hasil yang teliti.

Setelah mengetahui tentang analisis gravimetri dan melakukan percobaan ternyata percobaab yang dilakukan itu termasuk dalam analisis gravimetric dengan menggunakan metode pengendapan karena tahapan-tahapan yang dilakukan selama praktikum sesuai dengan cara-cara yang dilakukan pada metode pengendapan. Mula-mula sampel / larutan ditimbang dan dilarutkan serta diendapkan kembali dengan reagen agar terbentuk endapan dalam sampel.

Kadar Pb yang diperoleh dalam praktikum adalah pada ulangan I sebesar 0,204%, pada ulangan II sebesar - 0,3% dan pada ulangan III sebesar - 0,33%. Pada ulangan II dan III itu menunjukkan bahwa adanya pengurangan kadar Pb sebesar - 0,3% dan - 0,33%. Rata - rata kadar Pb yang didapat adalah - 0,142%, itu berarti kadar Pb yang hilang sebesar - 0,142%. Adapun kesalahan yang terjadi sehingga hasil dari tiap - tiap ulangan berbeda dikarenakan,

- Pada proses pembakaran atau pemijaran kadang terjadi pelepasan air yang tidak sempurna atau sifat zat yang diendapkan yang mudah menguap. - Adanya endapan yang mudah tereduksi oleh karbon bila disaring dengan kertas saring seperti perak klorida, sehingga harus disaring dengan menggunakan cawan penyaring.