An Analysis Of Code Mixing Found In Ahmad Fuadi’s Novel “Rantau 1 Muara"

(1)

APENDIX

Chapter 7

1. Bulan lalu pihak manajemen perusahaan memberikan golden shakehand. 45 2. Ini block note untuk liputan. 48

3. Dia mengangsurkan sebuah kertas yang di-laminating berukuran sedikit lebih besar dari kartu nama.48

4. Baru menghadapi debt collector kemarin saja aku sudah pucat, 49

5. Sambil pura-pura menulis di block note-ku, aku tajamkan pendengaran mengikuti obrolan mereka. 49

6. Mas Aji bersama timnya terus melawan dengan menjelma menjadi media

underground. 51

7. Derap menjadi media pertama yang terbit online. 51

8. Konon mas Aji dan Mas Malaka ini dynamic duo dalam memimpin tim Derap ketka bergerak dibawah tanah. 52

9. “Hei, why so serious!” tiba-tiba Mas Malaka yang dari tadi diam berteriak nyaring…. 54

10. Kita bikin konser unplugged. 55

11. Inisial nama kalian juga nanti akan sering dipakai sebagai byline. 55

12. …dan tentu saja newsroom, tempat kami para wartawan nanti akan bekerja. 56


(2)

1. Pernah suatu kali, di malam deadline begitu ramai dengan reporter yang masih menyelesaikan laporan investigasi kekayaan para pejabat orde baru. (75)

2. “kalau kita berhak ikut meeting dengan semua petinggi di ruang rapat, kita berhak juga tidur bersama di lantai ruang rapat itu,” katanya. 75

3. Supaya tak lupa, aku catat di block note. 77 4. Ini dia yang namanya top secret. 77

5. Kadang kami merasa menjadi kelompok superhero yang membela kebenaran. 78

6. Pengendara lain tentulah dongkol dengan privilege ini. 78

7. Sebetulnya ku tidak enak juga mendapat hak melanggar aturan ini, tapi di saat-saat genting sungguh berguna untuk tidak ketinggalan deadline. 78 8. “Mas, anu. Ini hadiah doorprize waktu aku liputan ultah departemen tadi.

Bukan sogokan, Mas. Cuma doorprize. Sumpah!” 80

9. Newsroom tiba-tiba hening, mendengarkan dialog mereka. 81

Chapter 12

1. Aroma sambal terasi, sambal goring kering, dan sayur asem sayup-sayup menyusup ke newsroom dan mengalir ke saraf hidungku. 97

2. Tidak ada ladies first, apalagi pak bos duluan. 97

3. Aku kembali duduk di depan computer, memutar lagi tape recorder.. 97 4. Ini malam deadline. 97

5. Malam deadline kali ini tampaknya akan jadi malam yang lebih panjang dari malam-malam panjang sebelumnya. 97


(3)

6. Bunyi ketak-ketuk keyboard mereka bagai bersahut-sahutan, bagai berirama

house music. 98

7. Kuasnya keyboard, kanvasnya layar komputer, palette-nya analisa, wawancara, dan reportase. 98

8. Malam-malam deadline adalah malam aku dan Paus belajar teknik dan seni menulis dengan cara yang unik. 98

9. Sebagai the journalist of the week minggu ini, nama Paus kita sebut di “Surat dan Redaksi”…. 100

10. Suatu kali aku ditelpon Belle. “Hey, let’s get together at Menteng Tavern

this Thursday. Ngobrol-ngobrol sama jurnalis asing lain.”. 101

11. Tapi daripada aku terlihat kampungan karena selalu menolak atang, maka aku ajak saja si Spin doctor-ku. 101

12. Aku akhirnya memesan softdrink, sementara Paus air putih. 102 13. Sebelum diledek aku menjelaskan, “I don’t drink alcohol.” 102 14. Pemilu akan chaos. 102

15. Mungkin dalam lima tahun sudah akan smooth sailing. 103

16. “In that case, kita lihat saja. Au berani bertaruh , bahwa Indonesia masih akan terus gonjang-ganjing untuk sepuluh tahun mendatang…… ” 103

17. “Don’t worry. Tipenya memang sinis…. ” 103

18. “ coba deh, pasta Italia di sini enak sekali. Tuh chef-nya,”katanya. 104 19. Hanya buat expat. Buat orang local seperti saya tidak. 105

20. Kalau aku sekarang kan tergantung bagaimana angle yang diinginkan dari kantor pusat diluar sana. 105


(4)

1. Menjadi wartawan adalah pilihan hatinya, karena sebenarnya dia sudah mendapat job offer untuk bekerja menjadi staf PR di perusahaan multinasional. 132

2. Dari dulu aku selalu cemburu dengan pengetahuan grammar para lulusan LIA. 132

3. Newsroom makin senyap, hanya menyisakan beberapa redaktur….. 133

4. Kepalanya mengangguk-angguk sendiri dengan headphone menyumpal kupingnya. 134

5. “Alif pasang speaker phone. Kita perlu conference call untuk update perkembangan terakhir dari koresponden daerah. Kalau tidak keburu kita muat di majalah, kita naikkan ke website.” 134

6. Aku dan Dinara duduk di meja conference call di tengah ruang redaksi. 134 7. Kami sigap megambil block note dan membuka jalur telepon… 134

8. Kami berdua berbagi tugas untuk menyarikan lapora dari daerah untuk dikirimkan ke tim website. 135

9. Sejenak terasa hening, sebelum beberapa redaktur bereriak karena file-nya belum disimpan dengan aman di computer. 135

10. “percaya atau tidak, ini pertanyaan gue setiap pagi ketika bangun tidur. What

is the purpose of my life….” 138

11. Tapi lip service juga tidak apa. 140

12. Bunyi ndut-ndut-nya bocor dari headphone-nya. 140

13. “kalo perlu partner untuk Tanya-jawab soal TOEFL, sini gue bantuin….” 142


(5)

15. Tentang human behavior dan bagaimana meningkatkan kinerja dan kompetensi para pekerja professional. Passion saya. 143

Chapter 18

1. Tuition fee yang mencapai puluhan ribu dolar pertahun jelas tidak akan

bisa aku jangkau… 153

2. Tapi aku paksakan menyelesaikan satu bab latihan TOEFL lagi. I have to

go the extra mile. 153

3. Malah, ketika newsroom semakin senyap, semakin bergolak semangatku. 154

4. Begitu draft selesai, aku taruh di bawah bantal dan besok pagi aku ati membaca ulang isinya. 155

5. Misiku adalah membuat formulir ini eror free… 155 6. Karena itu formulirku harus sempurna. Perfect! 155

7. Beberapa usulnya berhasil memperkuat logika formulirku, dan memperbaiki kesalahan grammar.155

8. Tapi baru saja bersila di lantai, dia sudah sibuk membaca buku Elements of Journalism dan menyumpal kupingnya dengan earphone. 157

9. Dinara mencabut earphone-nya dan berterimakasih atas pesanan rujakku. 157

10. Kali ini dia meletakkan bukunya dan memandangku dengan mata serius. “I see the quality in you. Tinggal nunggu waktu.” 158

11. “I am a city girl. Gak bisa kalo gak tinggal di kota besar, kayak London itu,” katanya mantap 159


(6)

12. Tapi London hanya awal impian saja dupan dengan keliling dunia. I want

to see the world,” katanya mantap. 159

13. Maka aku dengan patuh menuliskan syair itu di block note. 160 14. Kadang ada serangan balik. Kadang ada juga tackle. 160

Chapter 21

1. Waktu terus berjalan dan deadline tahun ajaran semakin dekat. 178 2. Sejak pagi tadi Paus sudah memakai jersey MU. 179

3. “Kamu tentukan sendiri deadline-nya, hari ini atau besok paling lambat,” kata mas Aji meladeni. 180

4. “Oke. Deal. Kalo MU menang, deadline saya besok pagi. Semua reporter di ruangan ini jadi saksinya ya?” 180

5. Yono the incredible selalu tahu kapan dan bagaimana memberi layanan terbaik. 180

6. Aku berhasil menembus UMPTN antara lain karena terinspirasi oleh semangat tim underdog Denmark yang memenangi Euro Cup.

7. Di masa injury time ini, tiba-tiba MU mendapat sepak pojok. 183

8. Bola lambung itu disambut dengan tendangan first time yang lemah oleh Ryan gigs. 183

9. Pasus kembali berguling-guling sampai ke bawah meja sambil berteriak, “Glory, glory, glory!” 184

10. Musim ini MU mencetak treble, tiga gelar sealigus. 185 11. Ini masa injury time-ku. 185


(7)

12. Motivation letter aku tulis dengan sepenuh hati. 185

13. Dinara dengan senang hati ikut memberikan masukan dan editan untuk setiap motivation letter yang aku tulis. 185

14. Karena waktunya sudah mepet, tidak ada jalan lain aku harus mengirim dokumenku dengan express service. 186

15. Keajaiban injury time terjadi hanya dalam hitungan seminggu . 186 16. Aku bisa memanfaatkan injury time dengan baik… 186

Chapter 23

1. Dari balik pintu kaca ruang check in, aku melambai-lambaikan tangan kepada rombongan seheboh grup sirkus India. 193

2. Setelah menempelkan mukanya ke kaca, kini dia melompat-lompat seperti pemain voli memblok smash lawan. 193

3. Aku balikkan badan dan melangkah ke gate. So long, Jakarta. 193 4. Dia terburu-buru merobek sehelai kertas dari block note-nya.. 195

5. “call me!” beberapa detik kemudian dia melipat kertas itu dan menyelipkan di antara rongga pintu kaca ke tanganku. 195

6. “Call me.” Dua kata saja, tapi mungkin ini petunjuk penting menuju hatinya. 196

7. Tugu berwarna gading yang berbentuk obelisk dari sandstone ini berdiri kukuh. 196

8. “Bang, Dinara minggu ini jadi Journalist of the week dong karena tembus sumber untuk rubrik wawancara dengan narasumber rahasia itu…”197


(8)

9. Aku tetap harus menanyakan ini dengan jelas. I am not a mind reader. 198

10. Sayup-sayup yang terdengar Cuma keriuhan newsroom seperti biasa. 198

Chapter 24

1. “Next stop, foggy Bottom,” kata seorang perempuan dari speaker di dalam kabin kereta bawah tanah. 199

2. Menurut peta ini, kampusku berada di prime location, kawasan yang sangat strategis. 200

3. Matanya disekap oleh kacamata ray-ban besar. 201

4. Aku baru memperhatikan, dia megenakan seragam overall, dengan topi, dan walkie talkie tersampir di dadanya. 202

5. Setengah berlari dia menuju tangga dan membantu seorang nenek berkursi roda yang sedang menuruni ramp. 203

6. Koresponden berbagai media di Indonesia, kurir khusus untuk dokumen dan surat penting, pengantar Koran, pizza man, dan penjual tempe. 203 7. Sore itu, aku check out dari hotel dan memindahkan semua koperku ke

mobil boks Mas Garuda yang datang menjemputku. 204 8. Mobil ini penyok di bumper depan… 204

Chapter 25

1. “Maaf Lif, boleh tolong bawa nasi ke meja makan di sana,” katanya menunjuk rice cooker. 206


(9)

2. Putra dan Putri berteriak-teriak senang ketika tahu aku akan menginap.”Thank you for staying,”kata Putri sambil nyengir dan gigi kelincinya muncul. 206

3. Di kamarnya Mas Garuda membongkar sofa bed di sebelah tempt tidurnya. 206

4. “Sori agak darurat, kamu bisa pilih tidur di kasur atau sofa bed ini,” tanya Mas Garuda. 207

5. Kalau dulu dengan sehelai sajadah sudah ngorok, apalagi dengan sofa bed ini. Perfectly OK. 207

6. Aku otomatis meminta maaf, “I am sorry for coming late,”sambil melihat jam tangan ku. 207

7. Profesinya juga beragam, ada pelajar tulen, ada lawyer, pegawai perusahaan iklan , bahkan ada seorang ibu yang sudah berumur paling tidak di atas 50 tahun. 208

8. Waktu hari pertama, kelas sudah diisi diskusi seru tentang hipotesis

third-person effect. 208

9. Sekali lagi: underdog can win. 209

10. “Hey Alif, if you want to perform Friday prayer, please come with me. Dekat sini kok,” kata Abdul, teman kuliahku yang baru lulus S1 juga di GWU. 209

11. Ada beberapa pilihan seperti lapangan basket indoor, meeting hall, serta aula. 209

12. Di basement yang dilengkapi AC ini kami bersama-sama menggelar karpet dan memasang perangkat sound system. 210


(10)

Chapter 26

1. Kalau libur, aku diajaknya belanja ke factory outlet yang menyediakan barang bermerek dengan harga miring.. 214

2. Di pertemuan muara anak sungai Rock Creek dan Sungai Potomac berdiri Thompson Boat Center, boat house yang menyewakan kano untuk umum. 215

3. Beberapa ekor kijang white tail yang sedang minum berlari menjauh dengan mata curiga melihat kami lewat. 215

4. Dia merogoh tas mengeluarkan sandwich berisi ikan asap dan berbagi denganku. 216

5. Di Malaysia sudah tidak menarik, di Arab sudah di-black list. 217

6. Yang masuk resmi seperti ini tetap disebut oleh hukum Amerika sebagai Alien, tepatnya legal alien, seperti lagu sting itu. 218

7. Dia pernah bekerja beberapa bulan di cruise yang berlayar ke Amerika dan Karibia. 218

8. Setelah selesai pameran, puff, saya menghilang dari rombongan. 218 9. Sejak tahun lalu saya menyewa lawyer untuk mendapatkan visa kerja legal. 219


(11)

11. “Di sini kalo kita gak ada masalah dengan yang berwajib dan selalu bayar pajak, kita gak akan pernah ditanyak status kita. Just stay out of trouble, you

will be fine. This is a free world.” 219

12. Seekor bald eagle meentangkan sayap dengan angkuh di langit biru. 219 13. Kepala dan ekornya yang putih kontras dengan paruh kuning dan badannya yang hitam ditambah dengan perawakan yang besarmembuatnya tampak gagah dan bebas. Freedom. 219

14. Sambil mendayung kano, kami kembali ke boat house dengan fikiran masing-masing. 220

15. Seekor burung falcon yang terbang menghunjam ke air beberapa meter disamping kami sempat mengejutkanku sebelum kembali terbang dengan seekor ikan dijepit paruhnya. 220

16. Danang tidak bisa diselamatkan. Saya shock. 222

17. Dia mengangkat telapak tangannya tinggi-tinggi ke arahku, megajak aku

high five. 224

18. Acara pengajian ini biasanya diadakan di basement sebelah ruang latihan gamelan, atau kalau Jemaah ramai, maka dipindah ke hall room. 226

19. Temanya setiap minggu berganti-ganti mulai dari tafsir klasik sampai ekonomi Islam dan Ustad fariz rajin mengumumkan di mailing list pengajian DC. 226

Chapter 27

1. Untuk urusan mampu menghidupi, aku yakin kalau aku bekerja part

time, maka pendapatan dan beasiswaku akan cukup untuk makan berdua.


(12)

2. Kenapa tidak pakai calling card murah ini saja, berjam-jam Cuma bayar 5 dolar. Sampai jontor.230

3. Mas Garuda mengulurkan sebuah kartu sambil menjelaskan tentang

calling card yang banyak di jual di Chinatown. 230

4. Dengan modal calling card baru yang memuat pulsa untuk bisa bicara dua jam, aku meraih gagang telepon. 230

5. “Postcard sudah juga kan?” 231

6. Pesan yang tidak jelas. Mixed message. Aku balas dengan kata bersayap juga, 231

7. Hanya itu yang terdengar diujung sana. Tanda jatah pulsa calling card-ku habis. 233

8. Kali ini bukan karena aku takut menyatakan, tapi karena kartu telepon

made in Chinatown ini mengkhianatiku. 233

9. Dinara mengirim e-mail mengatakan dia harus melakukan liputan investigasi ke Bogor dan aku masih harus mengejar deadline tugas makalahku. 233

10. Komputernya tiba-tiba berbunyi ping dan dia menghentikan diskusi sebentar lalu jarinya sibuk menulis dengan cepat di keyboard. 233

11. “Maaf saya sedang chatting dengan seorang peneliti di Jakarta.” 233 12. Aku telah duduk di depan computer, siap chatting dengan Dinara yang

sedang ada di rumah. 234

13. Ragu-ragu aku tekan tombol delete. Aku cobamenulis kalimat yang lain. 234

14. Kalimat “Dinara, maukah menikah denganku?” akhirnya aku hapus juga.


(13)

15. Iya, abisnya tiba-tiba hilang dan tidak ada balasan di chatting. 237

16. Dari gagang telepon terdengar klik-klik mouse dan keyboard ditekan. 237 17. “Kita lanjutkan dengan chatting lagi aja ya?” akhirnya dia berbicara. 237 18. “Hallowwww?”, “Anybody there?” aku mulai meracau tidak sabar. 239 19. Tidak terlalu banyak tuntutan, hanya menjaga loket dan kalu sepi

pembeli, aku bisa sambil membaca buku kuliah atau mengetik paper. 240

Chapter 28

1. Aku racak sepedaku memutari Foggy Bottom, menyelip di antar beberapa mahasiswa yang jogging sore. 241

2. Mama jagoan diplomasi dan bisa bikin semua orang happy. 243 3. Ibunya ada di pihak kami. Great. 241

4. “Crosswords,” kata Ibu Utami kepadaku sebelum pembicaraan telepon kami selesai. “Coba Alif mengirimkan beberapa buku crosswords dari Amerika khusus ke papanya Dinara…..” 243

5. Tanpa membuang waktu, hari itu juga aku kirim tiga buku crosswords terbaru yang dijual di Borders. 244

6. Sejak diterima dua hari lalu, setiap ada waktu luang dia asyik mengisi

crosswords dari kamu,Lif. 244

7. Aku mulai menyempurnakan draft suratku untuk Sutan Rangkayo Baso. 244

8. “Kayaknya ini belum waktu yang tepat. Ntar Dinara tanya sama Mama dulu ya, kapan timing yang pas untuk menelpon” 245


(14)

10. Inilah tantangan kalau berbicara dengan orang Minang, tidak bisa langsung to the point. 246

11. Melalui chatting, aku dan Dinara membahas perkembangan ini dengan cemas. 247

12. “Mama bilang supaya Abang telepon secepatnya hari ini. Kasih selamat ultah untuk Papa, biar dia senang,” kata Dinara di chatting room. 249 13. Lagipula aku sudah menyiapkan calling card terbaik di Chinatown

dengan pulsa terbanyak. 250

14. “Mas terima kassih sudah mengurus aku yang sakit. I owe you,” kataku ketika dia akhirnya berangkat kerja kesiangan.

Chapter 31

1. “katanya sih: No pain no gain. Beauty is pain,” kataku berseloroh sambil memijat leher dan bahunya yang kaku. 273

2. “Apaan tuh. Nggak ngerti, jangan roaming ya,” protes Dinara. 274

3. Kelebihannya, kami mendapat unit di hoek dengan jendela menghadap ke dua sisi. 275

4. Apartemen kami disebut studio, berupa sebuah ruangan lepas, sebuah kamar mandi, walk-in closet, ruangan kecil yang berfungsi untuk menympan pakaian dan barang lainnya… 275

5. Di tengah ruang lepas itu tergelar futon alias kasur lipat. 275 6. Di atas meja ada laptop dan sebuah vas bunga. 275

7. “Aduh rasanya heavenly. Cinta, boleh nambah lagi?” kataku meyodorkan piring. 277


(15)

8. What more can you ask for? Mungkin ini yang disebut bulan madu,

dunia terasa indah berbunga-bunga, dan benar-benar terasa milik berdua saja. 278

9. “Bang, biar masak rendang dagingnya cepat lembut, sama biar cepat bikin sop buntut, kita perlu beli pressure cook. Dinara sudah cek harganya di internet. Nih,” katanya memperlihatkan website di Wal-Mart. 278

10. Aku terburu-buru pulang dari loket Ticket Master untuk shift siang. 278 11. Aku menikahi Dinara bukan untuk membuatnya harus membeli baju

murah second hand di Thrifty Shop dan Salvation Army. 280

Chapter 32

1. …Dinara sudah bekerja di radio kampus , jadi liaison officer, jadi punya uang sendiri. 281

2. Sekarang menganggur dan hanya dapat uang dari abang. Rasanya

helpless. 281

3. “Mungkin saja itu terjadi. Tapi ingat. Itu masa perang. It was war.

People on both sides were killed…” 284

4. Hebatnya koleksi LOC terus tumbuh, tercatat lebih dari 100 juta item ada di dalam katalognya, yang terdiri dari puluhan juta buku, film, kaset,

microfilm, dan bahkan tablet batu yang berasal dari masa 2000 tahun

sebelum masehi. 284

5. Mas Garuda terbengong-bengong ketika tahu hamparan rahasia Negara Amerika berskala top secret boleh dibaca dan diakses oleh publik. 287


(16)

6. Aturannya, semua confidential documents dan surat menyurat agen CIA, termasuk radiograms, ketika sudah berumur 30 tahun bisa dibuka kepada public. 287

7. Tapi bahkan dengan prinsip freedom of speech , tetap saja mayoritas media di Amerika masih mainstream dan tidak bersuara majemuk. 288 8. Plato lebih memilih system pemerintahan aristokrasi yang dikomandoi

oleh philosopher leader.

Chapter 34

1. “Alhamdulillah! Yes!” hari ini adalah awal bau bagi hidupnya di rantau. 299

2. Dan dalam hitungan hari saja dia sudah diterima bekerja sebagai book seller di salah satu took buku terbesar di dunia, Borders. 299

3. Melalui Dinara, aku kerap meminjam buku-buku referensi terbaru untuk paper-ku. 300

4. Senangnya kalau dapat tugas di Travel Section. Kerjanya merapikan dan menyusun buku travel guide ke seluruh dunia. 300

5. Melihat foto-foto dan membaca beberapa halaman buku saja sudah happy rasanya. 300

6. “…..Nanti kalau kita punya uang, kita berkeliling-keliling dunia ya Bang. Just the two of us,” katanya sambil menggoyang-goyangkan tanganku. 300

7. Sabtu besok semua karyawan boleh memilih buku sisa display yang segunung banyaknya. 301


(17)

8. Ketika aku mencuci baju di laundry room, aku menemukan jawaban. Gerobak dorong untuk membawa cucian ke ruang laundry. Perfect! Tidak ada truk, gerobak pun jadi. 301

9. Dinara memborong beragam peta dan buku travel guide dari Lonely Planet dan Frommer’s,… 301

10. Selain itu kami masih menenteng plastik-plastik berisi novel paperback yang lebih enteng di tangan kiri dan kanan. 301

11. Aku dan Dinara ikut-ikutan kena demam cherry blossom ini. 302

12. “Bang, Washington post bilang, hari ini puncak mekarnya cherry, kesana yuk!” sorak Dinara pagi-pagi. 302

13. “Apalagi ada efek warna pink di mana-mana ini ya,” balasku bercanda. 303

Chapter 35

1. Jutaan warga Amerika juga diserang pollen allergy… 304

2. Sepertinya Mas Garuda sedang mood untuk curhat berlama-lama. 306 3. …sebuah email dari milis Persatuan Mahasiswa Indonesia di AS smapai

ke inbox-ku. 308

4. Dinara langsung ditawari posisi full time. 309

5. “Kualifikasi anda oke sekali, tapi sayangnya kami saat ini perlu personel full time….” 309

6. Dinara yang hanya kuliah di akhir pekan di anggap bisa kerja full time…. 309


(18)

7. “Nggak apa-apa, I am happy for you. Begitu abang lulus nanti juga bisa full time. Kita bisa kerja bareng,” balasku untuk menenangkannya, walau dihatiku terselip sekilas rasa iri. 309

8. Hari itu sampai juga. Commencement day. Hari resmi aku boleh memakai titel Master of Arts di belakang namaku. 310

Chapter 36

1. Keriuhan newsroom, rapat redaksi, target waktu, dan berbagai liputan menarik mengingatkan kami kepada Derap. 312

2. Tom juga mendukung kami untuk mengambil kursus professional untuk menambah skill kami. 312

3. Aku dengan sukacita memilih belajar segala aspek TV production mulai dari camera handling, audio, bahkan melakukan editing sendiri dengan Final Cut Pro atau Avid. Sedangkan Dinara menekuni on-air production dan scripting. 312

4. Dalam waktu singkat, aku dna Dinara dijuluki “Dynamic Duo”, karena rajin memproduksi berita yang unik dan berkualitas. 313

5. Dinara yang sedang sibuk membuat skrip TV Show mengiyakan. 314 6. Aku perlu pendekatan lebih dari satu bulan kepada staf media relations

NBA menjelaskan kenapa aku perlu melakukan liputan khusus. 314 7. Dynamic Duo kembali beraksi, dan Dinara senang sekali karena salah

satu impiannya utuk meliput ajang olahraga penting tercapai. 314

8. Sebagai pemegang media pass, aku dan Dinara bebas memilih tempat duduk di Media Section bahkan boleh menempati lokasi di pinggir garis lapangan. 314


(19)

9. Aku ternganga melihat langsung aksi fadeaway Michael Jordan yang berkali-kali berhasil memberikan angka buat Wizards.. 314

10. Selama dua quarter pertama, kami tidak berlaku layaknya reporter yang sibuk meliput berita… 315

11. Setelah pertandingan usai, kami bergabung dengan wartawan lain untuk masuk ke ruang ganti pemain dan media centre. 315

12. Di tengah keriuhan locker room, kami mewawancarai Michael Jordan

dan Shaquille O’Neal yang menjulang di depanku seperti tiang listrik hitam. 315

13. Ntar coba ya green curry Thailand yang gue masak sendiri. 315

14. Selain Rio sudah memiliki jam terbang tinggi di dunia broadcasting dan videography dia pintar memasak dan membuat aku terus menambah nasi. 315

15. Rio punya pasangan on air bernama Dinara, yang jago dalam seluk beluk TV production, 315

16. Arum yang tomboy suka bercelana jeans dan berjaket kulit, memaki jam sebesar jengkol dan megidolakan pria macho seperti Vin Diesel. 316 17. Sedangkan Tere yang girly, suka bergaun modis berwarna pastel, kerap

menenteng kamera Nikon manual dan menyukai cowok akademisi. 316 18. Kalau bosan makan diluar, kami membikin pot luck, yaitu membawa

makanan sendiri-sendiri dari rumah lalu saling berbagi dan mencicipi makanan di meja rapat kantor. 316

19. Aku menekan tombol record di kamera dan memasang boom mic untuk mendengar pembicaraan di dalam. 316


(20)

20. “Yuk,kita datangi saja,” kata Tere yang kali ini berdanndan santai , bercelana jeans dan kaos oblong. 316

Chapter 37

1. Sejak itulah aku semakin insaf, aku tidak punya sense of direction dan sering gagal menghafal jalan. 319

2. Mungkin dia diberkati photographic memory seperti yang dipunyai Baso. 319

3. Dinara dengan teliti merencanakan rute road trip kami ke segala penjuru mata angina. 320

4. Pernah kami melakukan road trip menyusuri Route 66 yang terkenal itu… 320

5. Pernah sabtu shubuh, begitu kepala kami muncul dari balik converter yang hangat, aku dikejutkan oleh Dinara yang tiba-tiba langsung duduk. 321

6. “ Setelah shalat shubuh, kita ke Philly yuk, kita breakfast di sana,” usul Dinara. 321

7. Walaupun weekend, saya tidak libur, kebagian piket dikantor Manhattan. 321

8. Sesuai usul Mas garuda, aku memesan sepiring nasi biryani yang dicampur dengan daging domba, pita bread, dan salad bermandikan saus putih. 323

9. “Kapan?” ujiku sambil menyuap pita bread berlumur saus putih yang gurih. 324


(21)

10. Sore itu kami meneruskan petualangan weekend dengan berjalan melintasi keramaian di Time Square… 324

11. “Bang, lihat itu, kayaknya perlu langsung di-shoot,” katanya menunjuk ke pinggir panggung. 325

12. Aku langsung menyiapkan kamera Sony PD150 dan memasang shotgun microphone Sennheisser. 325

13. Dari balik view finder, aku mengikuti gerakan mereka yang mulai mendaki panggung dengan langkah kecil-kecil. 325

14. Demi jam tidur anda, saya bawakan yang singkat saja sebagai sample. 326

15. “going back to Pringgondani. It is time to go home. Saat nya pulang. 327

16. Lalu Dalang Leo menggerakkan tangannya dan membuat kedua wayang ini melakukan high five sebelum melesat terbang ke tujuan masing-masing. 327

17. “Selamanya. For good.” 328

18. Keputusan masalah pulang for good ini akan kami tunda dulu, setidaknya sampai visa kami habis masa berlakunya tahun depan. 329

Chapter 38

1. Tumben laptop-ku pagi-pagi sudah berisik. Iseng sekali ada yang online sepagi ini. 331

2. “Sudah waktunya, saya benar-benar akan pulang Lif. Tiket untuk flight bulan depan sudah di tangan. Legaaaaa….,” tulis Mas Garuda di kolom chatting. 331


(22)

3. “Awas jangan langsung pulang aja ya, kita bikin dulu farewell party di DC, Mas.” 331

4. What a beautiful day! Aku dongakkan kepala menatap langit yang biru lembut. 331

5. Mungkin mereka sniper atau Paspampres yang meronda, 332

6. “Yuk, Sayang. Kita ada rapat redaksi pagi ini,” kataku sambil mengecek jam tangan dan menutup laptop. 332

7. Gambar dilayar Tv itu berulang-ulang muncul seperti video yang di-looping. 334

8. News anchor menceracau seperti murai terkejut. 334

9. “masya Allah, ada pesawat lain yang mau menabrak tower yang satu lagi!” jerit Dinara di sebelahku menunjuk TV. 334

10. Empat pesawat! Tidak ada keraguan lagi. America is under attack! Entah oleh siapa. 336

11. Di handphone-nya hanya ada pesan… 336

12. Aku coba menghubunginya lewat chatting tapi dia sudah off line sejak kontak singkat kami subuh tadi. 336

13. Nanti saya kabarin kalo ketemu ya. Sorry, got to go.. 337

14. Mugkin dia sekarag sedang melakukan reportase langsung di Ground zero, di lokasi World Trade Center yang ambruk. 337

15. Setelah melakukan liputan ke Pentagon dan rumah sakit yang merawat korban di Pentagon, kami kembali ke newsroom. 337

16. Aku tekan tombol play. 337


(23)

Chapter 39

1. “Bang, jangan ngebut-ngebut. Jangan sampai kita malah kecelakaan atau malah kena tilang karena speeding,”katanya. 341

2. Beberapa kilometer sebelum kami menyebrang Selat Sungai Hudson melalui Holland Tunnel menuju downtown,.. 342

3. “that is our order.” Ini perintah dari atasan. 343 4. “No. Hanya rescue team, paramedic, dan media.” 343

5. “Please, sejujurnya saya tidak hanya meliput, tapi akan juga mencari saudara kami. Dia bekerja di Manhattan. Saya kira tidak akan menyalahi order pemimpin Anda, karena saya adalah wartawan…..” 344

6. Di pos terakhir menjelang downtown Manhattan, kami benar-benar tidak diperbolehkan masuk lagi oleh seorang tentara yang berjaga. 345

7. “Honey, where are you? Don’t you dare leave me alone like this! Kenapa kamu harus bekerja kemarin?” 345

8. Semakin mendekat ke ground zero, jalan yang kami lalui semakin dipenuhi sampah, debu dan reruntuhan gedung. 346

9. NYU Hospital ini berdiri di dekat pusat tragedi, ground zero. 348

10. Di samping rumah sakit tampak berjejer mobil trailer pembawa mesin diesel untuk memasok listrik yang mati sejak kemarin. 348

11. “Gini aja, kita berbagi tugas. Saya akan mencari ke sekitar ground zero. Kalian berdua agak ke arah luar police line. Soalnya sekarang keamanan diperketat, yang bisa mendekat ground zero hanya yang punya ini,” dia memperlihatkan sebuah kartu.. 348

12. Aku dan Dinara menjauhi lokasi WTC, sedangkan Mas Rama berjalan menembus police line ke ground zero. 349


(24)

13. “ Saya berjanji akan terus mecarinya Lif. Sampai ketemu. I will keep you updated,” kata Mas Rama mencoba menghiburku. 352

Chapter 43

1. “Bayangkan foto ini jadi cover CD atau poster film, jadi kenang-kenangan kita buat anak cucu…” 372

2. “…nanti ana akan jongkok di depan,” katanya sambil mengintai dari balik view finder kamera. 372

3. “siapppp, wahid, isnain, tsalasah. Smileeee….,” katanya menekan tombol shutter timer dan langsung berlari ke dekat kami sambil menyengir kearah kamera. Puff, lampu flash kamera menerpa kami. 372

4. Sementara Raja berkisah kalau dia telah setahun tinggal di London, setelah menyelesaikan kuliah hokum Islam dengan gelar License di Madinah. 374

5. Tiba-tiba, laptop kepunyaan Raja mengumandangkan azan Subuh. 375 6. Umumnya ke mana-mana kami selalu travelling berdua. 376

7. “hadiahnya: we are going home for good.” 377

8. “A couple who travel together, grow together.” Kami ingin tumbuh bersama. 376

9. Matanya membesar. “Really? Pulang ke Indonesia?” 10. “Really. Ke Indonesia.”

Chapter 45

1. Reservasi one way ticket menuju Jakarta tergeletak bersanding dengan surat tawaran kerja EBC di London. 384


(25)

2. Aku bolak-balik booklet yang disertakan di dalam amplop. 385 3. Aku tekan tombol send. 385

4. Di dinding kamar kami Dinara telah menandai kalender dengan angka 30 sampai 1. Count down kami. 386

5. Jarang-jarang aku menerima e-mail dengan tulisan urgent sebagai subject-nya. 386

6. Dalam hati aku bergumam, oh no. Leave me alone. I have made the decision already. 386

7. Se-urgent apa lagi pesan dari dia kalau aku sudah menolak tawaran kerjanya?... 386

8. Dear Mr.Fikri. terima kasih atas e-mail tempo hari… 386

9. I know you have made your mind. Tapi kenapa tidak mencoba dulu. 387

10. Sebagai tanda keseriusan, kami siap membicarakan paket remunerasi dan menemukan win-win solution bagi anda dan kami. 387

11. ….aku melambaikan tanganku ke Dinara yang sedang membaluti koleksi Pyrex-nya dengan bubble wrap sebelum masuk kardus. 387

12. Aku menunjuk-nunjuk ke layar laptop. 387

13. Pintu hotel itu di bukakan seorang door man dengan jas menjuntai seperti ekor kucing. 388

14. Di lobby aku melihat laki-laki itu duduk di ujung sofa berlapis kulit hitam. 388

15. …katanya sambil melambaikan tangan ke seorang waiter. 388

16. Ditemani teh hangat earl grey kami mengobrol basa-basi beberapa menit, 388


(26)

17. “I appreciate your decision. Tapi cobalah Anda pikirkan lagi. Sleep on it…..” 389

18. Door man yang berpakaian jas hitam dengan buntut panjang menjuntai itu menganggukkan kepalanya dengan hormat kepadaku. 390

19. Tangannya yang dilapisi sarung tangan putih itu menarik door knob pintu kaca berlekuk-lekuk, membiarkan aku lewat. 390

Chapter 46

1. Mungkin dia sedang menderita bad hair day. 391

2. Aku dan Dinara terlanjur melihat kehebohan yang sedang berlangsung di balik pintu newsroom. 391

3. Masing-masing berisi green curry ala Thailand, gado-gado, dan ayam rica-rica. 391

4. Diana akhirnya melengos karena tidak bisa juga menghalangi kami dan dia kembali sibuk mengecek sound system. 391

5. Sayang mereka membuat surprise party yang tidak surprise lagi. 391 6. “Saya harap ini bukan sebuah ‘good’ bye tapi cukuplah dengan sebuah

‘see you’,” kata Tom… 391

7. Bahkan Tom saja sampai membawa sepiring cookies yang masih hangat hasil panggangan istrinya. 392

8. Tom mendekati kami. “Let’s have some more cookies in my office.”… 392

9. Sambil mengunyah cookies, Tom duduk menghadap kami berdua dengan kedua tapak tangan disatukan di bawah dagu brewoknya. 392


(27)

10. “…Kalian berdua itu dynamic duo, aset buat tim saya. Indispensble..” 392

11. “Kami ingin kalian berdua mau menjadi special representative ABN di Jakarta…..” 393

12. Wajah-wajah yang pernah aku kenal berkelebat-kelebat bagai film diputar fast forward…. 394


(1)

3. “Awas jangan langsung pulang aja ya, kita bikin dulu farewell party di DC, Mas.” 331

4. What a beautiful day! Aku dongakkan kepala menatap langit yang biru

lembut. 331

5. Mungkin mereka sniper atau Paspampres yang meronda, 332

6. “Yuk, Sayang. Kita ada rapat redaksi pagi ini,” kataku sambil mengecek jam tangan dan menutup laptop. 332

7. Gambar dilayar Tv itu berulang-ulang muncul seperti video yang di-looping. 334

8. News anchor menceracau seperti murai terkejut. 334

9. “masya Allah, ada pesawat lain yang mau menabrak tower yang satu lagi!” jerit Dinara di sebelahku menunjuk TV. 334

10. Empat pesawat! Tidak ada keraguan lagi. America is under attack! Entah oleh siapa. 336

11. Di handphone-nya hanya ada pesan… 336

12. Aku coba menghubunginya lewat chatting tapi dia sudah off line sejak kontak singkat kami subuh tadi. 336

13. Nanti saya kabarin kalo ketemu ya. Sorry, got to go.. 337

14. Mugkin dia sekarag sedang melakukan reportase langsung di Ground

zero, di lokasi World Trade Center yang ambruk. 337

15. Setelah melakukan liputan ke Pentagon dan rumah sakit yang merawat korban di Pentagon, kami kembali ke newsroom. 337

16. Aku tekan tombol play. 337


(2)

Chapter 39

1. “Bang, jangan ngebut-ngebut. Jangan sampai kita malah kecelakaan atau malah kena tilang karena speeding,”katanya. 341

2. Beberapa kilometer sebelum kami menyebrang Selat Sungai Hudson melalui Holland Tunnel menuju downtown,.. 342

3. “that is our order.” Ini perintah dari atasan. 343 4. “No. Hanya rescue team, paramedic, dan media.” 343

5. “Please, sejujurnya saya tidak hanya meliput, tapi akan juga mencari saudara kami. Dia bekerja di Manhattan. Saya kira tidak akan menyalahi

order pemimpin Anda, karena saya adalah wartawan…..” 344

6. Di pos terakhir menjelang downtown Manhattan, kami benar-benar tidak diperbolehkan masuk lagi oleh seorang tentara yang berjaga. 345

7. “Honey, where are you? Don’t you dare leave me alone like this! Kenapa kamu harus bekerja kemarin?” 345

8. Semakin mendekat ke ground zero, jalan yang kami lalui semakin dipenuhi sampah, debu dan reruntuhan gedung. 346

9. NYU Hospital ini berdiri di dekat pusat tragedi, ground zero. 348

10. Di samping rumah sakit tampak berjejer mobil trailer pembawa mesin diesel untuk memasok listrik yang mati sejak kemarin. 348

11. “Gini aja, kita berbagi tugas. Saya akan mencari ke sekitar ground zero. Kalian berdua agak ke arah luar police line. Soalnya sekarang keamanan diperketat, yang bisa mendekat ground zero hanya yang punya ini,” dia memperlihatkan sebuah kartu.. 348

12. Aku dan Dinara menjauhi lokasi WTC, sedangkan Mas Rama berjalan menembus police line ke ground zero. 349


(3)

13. “ Saya berjanji akan terus mecarinya Lif. Sampai ketemu. I will keep you

updated,” kata Mas Rama mencoba menghiburku. 352

Chapter 43

1. “Bayangkan foto ini jadi cover CD atau poster film, jadi kenang-kenangan kita buat anak cucu…” 372

2. “…nanti ana akan jongkok di depan,” katanya sambil mengintai dari balik

view finder kamera. 372

3. “siapppp, wahid, isnain, tsalasah. Smileeee….,” katanya menekan tombol

shutter timer dan langsung berlari ke dekat kami sambil menyengir

kearah kamera. Puff, lampu flash kamera menerpa kami. 372

4. Sementara Raja berkisah kalau dia telah setahun tinggal di London, setelah menyelesaikan kuliah hokum Islam dengan gelar License di Madinah. 374

5. Tiba-tiba, laptop kepunyaan Raja mengumandangkan azan Subuh. 375 6. Umumnya ke mana-mana kami selalu travelling berdua. 376

7. “hadiahnya: we are going home for good.” 377

8. “A couple who travel together, grow together.” Kami ingin tumbuh bersama. 376

9. Matanya membesar. “Really? Pulang ke Indonesia?” 10. “Really. Ke Indonesia.”

Chapter 45

1. Reservasi one way ticket menuju Jakarta tergeletak bersanding dengan surat tawaran kerja EBC di London. 384


(4)

2. Aku bolak-balik booklet yang disertakan di dalam amplop. 385 3. Aku tekan tombol send. 385

4. Di dinding kamar kami Dinara telah menandai kalender dengan angka 30 sampai 1. Count down kami. 386

5. Jarang-jarang aku menerima e-mail dengan tulisan urgent sebagai

subject-nya. 386

6. Dalam hati aku bergumam, oh no. Leave me alone. I have made the

decision already. 386

7. Se-urgent apa lagi pesan dari dia kalau aku sudah menolak tawaran kerjanya?... 386

8. Dear Mr.Fikri. terima kasih atas e-mail tempo hari… 386

9. I know you have made your mind. Tapi kenapa tidak mencoba dulu.

387

10. Sebagai tanda keseriusan, kami siap membicarakan paket remunerasi dan menemukan win-win solution bagi anda dan kami. 387

11. ….aku melambaikan tanganku ke Dinara yang sedang membaluti koleksi Pyrex-nya dengan bubble wrap sebelum masuk kardus. 387

12. Aku menunjuk-nunjuk ke layar laptop. 387

13. Pintu hotel itu di bukakan seorang door man dengan jas menjuntai seperti ekor kucing. 388

14. Di lobby aku melihat laki-laki itu duduk di ujung sofa berlapis kulit hitam. 388

15. …katanya sambil melambaikan tangan ke seorang waiter. 388

16. Ditemani teh hangat earl grey kami mengobrol basa-basi beberapa menit, 388


(5)

17. “I appreciate your decision. Tapi cobalah Anda pikirkan lagi. Sleep on

it…..” 389

18. Door man yang berpakaian jas hitam dengan buntut panjang menjuntai

itu menganggukkan kepalanya dengan hormat kepadaku. 390

19. Tangannya yang dilapisi sarung tangan putih itu menarik door knob pintu kaca berlekuk-lekuk, membiarkan aku lewat. 390

Chapter 46

1. Mungkin dia sedang menderita bad hair day. 391

2. Aku dan Dinara terlanjur melihat kehebohan yang sedang berlangsung di balik pintu newsroom. 391

3. Masing-masing berisi green curry ala Thailand, gado-gado, dan ayam rica-rica. 391

4. Diana akhirnya melengos karena tidak bisa juga menghalangi kami dan dia kembali sibuk mengecek sound system. 391

5. Sayang mereka membuat surprise party yang tidak surprise lagi. 391 6. “Saya harap ini bukan sebuah ‘good’ bye tapi cukuplah dengan sebuah

‘see you’,” kata Tom… 391

7. Bahkan Tom saja sampai membawa sepiring cookies yang masih hangat hasil panggangan istrinya. 392

8. Tom mendekati kami. “Let’s have some more cookies in my office.”… 392

9. Sambil mengunyah cookies, Tom duduk menghadap kami berdua dengan kedua tapak tangan disatukan di bawah dagu brewoknya. 392


(6)

10. “…Kalian berdua itu dynamic duo, aset buat tim saya. Indispensble..” 392

11. “Kami ingin kalian berdua mau menjadi special representative ABN di Jakarta…..” 393

12. Wajah-wajah yang pernah aku kenal berkelebat-kelebat bagai film diputar