Analisis Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Kerajinan Tangan)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya

perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor
termasuk industri, perdagangan, dan jasa yang mengalami stagnasi bahkan sampai
terhenti aktivitasnya pada tahun 1998. Namun, jenis usaha sektor industri dapat
bertahan dan menjadi pemulih perekonomian di tengah keterpurukan akibat krisis
moneter pada berbagai sektor ekonomi.
Dalam kurun waktu yang cukup lama, perkembangan ekonomi Indonesia
kini dihadapkan pada era ekonomi baru yaitu era informasi yang disertai dengan
banyaknya penemuan baru dibidang teknologi informasi dan komunikasi serta
globalisasi ekonomi. Di samping pola-pola ekonomi yang terus berubah, inovasi
teknologi dan kreativitas ilmu pengetahuan juga telah menggeser orientasi
ekonomi, dari ekonomi pertanian ke ekonomi industri, ekonomi jasa, ekonomi
informasi (e-commerce ), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).
Ekonomi kreatif adalah suatu konsep berbasis aset kreativitas yang secara
potensial menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi (Suryana,

2013: 37). Ekonomi kreatif dapat mendorong penciptaan pendapatan, penciptaan
lapangan kerja, dan penerimaan ekspor. Selain itu, ekonomi kreatif juga dapat
mempromosikan aspek-aspek sosial (social inclusion ), ragam budaya, dan
pengembangan sumber daya manusia.
Inti dari ekonomi kreatif adalah industri kreatif yang melakukan proses
penciptaan melalui penelitian dan pengembangan ( reseaarch and development ).
Kekuatan industri kreatif terletak pada riset dan pengembangan untuk
menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa baru yang bersifat komersial. Seperti
Universitas Sumatera Utara

dikemukakan oleh Howkins (2001), bahwa awal tahun 2001 mulai memasuki
gelombang ekonomi kreatif yang digerakkan oleh industri kreatif melalui
penciptaan barang dan jasa baru nonrill yang sangat komersial, seperti hak
kekayaan intelektual, hak cipta, paten, royalti, merek dagang, dan desain baru.
Ekonomi kreatif berkembang tidak hanya terbatas pada produk barang dan
jasa, tetapi juga pada produk-produk seni budaya dan usaha kerajinan (seperti seni
pertunjukan, seni lukis, seni patung, seni tari, seni suara, seni desain, dan seni
kreasi lainnya). Produk kreatif juga tidak hanya berkembang pada industri kecil
dan kerajinan, tetapi juga pada berbagai bidang dan jenis industri, baik kecil,
menengah, maupun besar (Suryana, 2013: 5).

Secara umum, alasan kuat mengapa industri kreatif perlu untuk
dikembangkan disebabkan pengaruh dari setiap sektor industri kreatif ini memiliki
kontribusi yang signifikan bagi perekonomian suatu negara yang dapat
menciptakan iklim bisnis yang baik serta memperkuat citra dan identitas suatu
bangsa dalam pemanfaatan sumber daya yang terbarukan yang memiliki dampak
sosial dan positif.
Menurut data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif selama
2010-2014 industri kreatif memberikan kontribusi rata-rata 7,13 persen terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB). Data Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif
juga menunjukkan kian menguatnya peranan sektor tersebut. Pada 2010,
sumbangan ekonomi kreatif terhadap PDB tercatat sebesar Rp473 triliun,
sementara pada 2013 jumlahnya mencapai Rp641 triliun. Penyerapan tenaga kerja
pun cukup tinggi oleh sektor industri ini mencapai kisaran angka 11 juta hingga
12 juta jiwa di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Negara-negara maju mulai menyadari bahwa saat ini mereka tidak bisa
hanya mengandalkan bidang industri sebagai sumber ekonomi di negaranya tetapi
mereka harus lebih mengandalkan sumber daya manusia yang kreatif karena

kreativitas manusia itu berasal dari daya pikirnya yang menjadi modal dasar untuk
menciptakan inovasi dalam menghadapi daya saing atau kompetisi pasar yang
semakin besar. Sehingga pada tahun 1990-an dimulailah era ekonomi baru yang
mengutamakan informasi dan kreativitas yang populer dengan sebutan Ekonomi
Kreatif yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut Industri Kreatif
(Wijayanti, 2013).
Di negara maju seperti Australia, pada awal 1990-an timbul persoalan
mengenai mekanisme pendanaan yang berkaitan dengan kebijakan sektor seni dan
budaya, sehingga muncullah istilah ketika itu “Creative Nation” yang dikeluarkan
Australia. Tetapi istilah ini benar-benar terangkat ketika Department of Culture,
Media, and Sport (DCMS) United Kingdom (Inggris) mendirikan Cr eative
Industries Task Force pada tahun 1997. Kemudian DCMS Creative Industries
Task Force (1998) merumuskan defenisi sebagai berikut: “Creative Industries as
those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent,
and which have a potential for wealth and job creation through the generation
and exploitation of intellectual property and content” (Efendi, 2014).

Di ASEAN seperti Singapura, pada Desember 2001 Pemerintah Singapura
membentuk The Economic Review Committee (ERC) yang bertugas untuk
menghasilkan suatu formulasi restrukturisasi ekonomi Singapura ke depan. ERC

kemudian membentuk beberapa Komite dan Sub Komite, dan dibawahnya lagi
ada working group yang salah satunya adalah Creative Industries Working Group
(CIWG). Dalam hal ini, Singapura mendefenisikan industri kreatif sebagai

Universitas Sumatera Utara

industri yang menekankan pada originalitas kreatifitas individu, keahlian dan
bakat yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan
lapangan kerja (Wardhana, 2010).
Dari sisi ekonomi, industri kreatif Singapura ini berkontribusi sekitar 3,6
persen terhadap GDP 2008, menyerap sebanyak 114.600 tenaga dan menghasilkan
nilai tambah sebesar 9,2 milliar dolar Singapura. Karena itu Singapura
meningkatkan kepeduliannya terhadap industri kreatif dengan membuka programprogram pendidikan terkait, penyelenggaraan berbagai kompetisi untuk desaindesain baru, pengembangan penelitian dan kajian, serta skema bantuan insentif
untuk pengembangan industri kreatif (Ibid).
Dalam rangka meningkatkan perekonomian bangsa, Presiden RI telah
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan
Ekonomi Kreatif Tahun 2009-2015. Untuk itu dalam rangka mengentaskan
pengangguran dan kemiskinan diperlukan pengembangan ekonomi kreatif guna
mengatasi jumlah kemiskinan agar tidak semakin bertambah. Pengembangan
ekonomi kreatif banyak ditentukan oleh perkembangan industri-industri kreatif di

tanah air (LEMHANNAS, 2012).
Menurut Bank Dunia tahun 1999, ekonomi kreatif berkontribusi 7,3 persen
terhadap ekonomi Global (Howkins, 2001). Industri

kreatif telah mampu

menciptakan lapangan pekerjaan, dengan kata lain mampu mengurangi tingkat
pengangguran.
Industri kreatif Indonesia tahun 2002-2006 rata-rata mampu menyerap 5,4
juta tenaga kerja dengan tingkat partisipasi tenaga kerja nasional sebesar 5,79
persen dan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja per kapita Rp 19.466.000 per
tahun (Departemen Perdagangan, 2008: 27).

Universitas Sumatera Utara

Permasalahan ekonomi dan sosial seperti kemiskinan dan pengangguran
dapat diatasi dengan pengembangan ekonomi kreatif. Dalam hal ini, dibutuhkan
strategi pengembangan ekonomi kreatif pada sektor tradisional yaitu di pedesaan
dan sektor informal yaitu di perkotaan.
Pengembangan ekonomi kreatif sektor tradisional di pedesaan dapat

dilakukan dengan cara menciptakan industri-industri pengolahan hasil pertanian,
perkebunan, kelautan, peternakan, pertambangan arau galian. Masyarakat di
pedesaan perlu didorong umtuk menciptakan nilai tambah dari setiap produk yang
dihasilkannya dan pemerintah menciptakan infrastruktur dan sarana produksi
untuk mengolah hasil-hasil produksi di pedesaan. Masyarakat di pedesaan perlu
pelatihan dan prasarana untuk pengembangan bahan baku lokal yang sesuai
dengan potensi daerahnya masing-masing (Suryana, 2013: 207).
Pengembangan ekonomi kreatif di perkotaan dimana terdapat sektor-sektor
informal dapat dilakukan melalui penguatan dan pengembangan modal intelektual
industri kecil dan menengah informal yang dilakukan melalui pembinaan yang
mengarah pada kreasi baru dan nilai tambah baru untuk menghasilkan kekayaan
intelektual, seperti paten, merek dagang, royalti, desain yang bahan dasarnya dari
pedesaan. Misalnya, produk yang dihasilkan di pedesaan diberi merek,
dipatenkan, dan dikomersialisasikan di perkotaan. Produk-produk yang berasal
dari pedesaan (seperti: rotan, batik, tempe, dan produk pertanian lainnya) bisa
dipatenkan di perkotaan, seperti halnya produk dari negara-negara berkembang
yang dipatenkan di negara maju.
Ada 14 sektor yang bisa mendorong laju ekonomi kreatif di Indonesia,
yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, pakaian,
video/film/fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan


Universitas Sumatera Utara

percetakan, layanan komputer dan perangkat lunak, televisi dan radio, riset dan
pengembangan (Departemen Perdagangan RI, 2008: 4).
Kabupaten Deli Serdang juga sudah mengembangkan ekonomi kreatif.
Dari 14 sektor yang telah disebutkan di atas, Kabupaten Deli Serdang
mendominasi dalam pasar barang seni, kerajinan, desain dan pakaian. Jenis
industri di Kabupaten Deli Serdang yang dalam tahun terakhir ini tumbuh dengan
pesat adalah industri kerajinan tangan. Hasil dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa industri kerajinan tangan selalu masuk menjadi produk
unggulan Kabupaten Deli Serdang, walaupun masing-masing penelitian tersebut
menggunakan indikator atau kriteria produk unggulan yang berbeda satu sama
lain. Salah satu jenis produk unggulan di wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah
komoditi sapu ijuk, yang terfokus di daerah Medan Sinembah Kecamatan Tanjung
Morawa (Sugiatno, 2011).
Di daerah ini puluhan perajin sapu ijuk. Mereka bergerak di rumahnya
masing-masing. Dengan kata lain, usaha mereka tersebut dapat digolongkan pada
industri rumahan. Industri sapu ijuk ini merupakan salah satu industri kreatif yang
mampu menyerap tenaga kerja. Sektor industri sapu ijuk ini cukup potensial,

lapangan usaha di sektor ini setiap tahun mengalami kenaikan, hal ini
menunjukkan usaha kerajinan sapu ijuk yang merupakan produk asli daerah
tersebut dikembangkan menjadi produk unggulan daerah yang cukup memberi
kontribusi terhadap aktivitas ekonomi daerah.
Maka, berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Pengembangan Ekonomi
Kreatif di Kabupaten Deli Serdang”.

Universitas Sumatera Utara

1.2.

Perumusan Masalah
Perumusan masalah dibuat untuk lebih mempermudah dan membuat lebih

sistematis penulisan skripsi ini serta diperlukan sebagai suatu cara untuk
mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi ini. Berdasarkan uraian latar
belakang di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.


Bagaimana peranan ekonomi kreatif pada pendapatan dan penyerapan
tenaga kerja di Kabupaten Deli Serdang?

2.

Bagaimana strategi untuk mengembangkan ekonomi kreatif di
Kabupaten Deli Serdang?

1.3.

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka

tujuan penelitian ini adalah:
1.

Menganalisis peranan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang.

2.


Menganalisis strategi yang baik untuk mengembangkan ekonomi
kreatif di Kabupaten Deli Serdang.

1.4.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:
1.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan
dan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam
mengembangkan usaha kreatif guna meningkatkan nilai ekonomi
negara.

Universitas Sumatera Utara

2.


Sebagai sumbangan pemikiran bahan studi atau tambahan ilmu
pengetahuan khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi
Pembangunan.

3.

Sebagai penambah, pelengkap, sekaligus pembanding, hasil-hasil
penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama.

4.

Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis
dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

Universitas Sumatera Utara