Perbandingan Sifat Anatomi Kayu Tusam (Pinus merkusii) Alami dan Tanaman
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Deskripsi Tanaman Tusam
Genus pinus termasuk divisi Embriophyta Siphonogama atau lebih dikenal
sebagai divisi Spermatophyta sub divisi Gymnospermae, ordo Coniferae (Mirov,
1967). P. merkusii Jungh et de Vriese termasuk famili Pinaceae, sinonim dengan P.
sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung, P. finlaysoniana Blume, P. latteri Mason,
P. merkusii var. tonkinensis, P. merkusiana Cooling & Gaussen. Nama daerah :
Damar Batu, Huyam, Kayu Sala, Sugi, Tusam (Sumatera), Pinus (Jawa), Sral
(Kamboja), Thong Mu (Vietnam), Tingyu (Burma), Tapusan (Filipina), Indochina
Pine, Sumatra Pine, Merkus Pine (Amerika Serikat, Inggris) dan lain-lain
(Harahap, 2000).
Tinggi P. merkusii dapat mencapai 20-40 m dengan diameter 100 cm dan
batang bebas cabang 2-23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat
kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan beralur lebar serta dalam. Warna
kayu teras dari kayu tusam ini adalah coklat-kuning muda dengan pita dan gambar
yang berwarna lebih gelap dan warna kayu gubalnya putih atau kekuningkuningan,serta teksturnya halus dan berserat lurus. Berat jenis kayunya adalah sekitar
0,40-0,75 atau rata-ratanya 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV
(Harahap dan Izudin, 2002).
P. merkusii Jungh et de Vriese pertama sekali ditemukan dengan nama tusam
di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang ahli botani dari Jerman - Dr. F. R.
Universitas Sumatera Utara
Junghuhn - pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak
membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan
satu-satunya jenis pinus yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai
melewati 20 LS (Harahap, 2000).
Syarat Tumbuh dan Penyebaran
P. merkusii termasuk famili Pinaceae, tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera
Utara, dan Gunung Kerinci. P. merkusii mempunyai sifat pioner yaitu dapat tumbuh
baik pada tanah yang kurang subur seperti padang alang-alang. Di Indonesia,
P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian antara 200-2.000 mdpl. Pertumbuhan
optimal dicapai pada ketinggian antara 400-1.500 mdpl (Khaerudin, 1999).
P. merkusii atau tusam merupakan satu-satunya jenis pinus asli Indonesia. Di
daerah Sumatera, tegakan pinus alam dapat dibagi ke dalam tiga strain, yaitu :
1. Strain Aceh, penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar
Taman Nasional Gunung Leuser. Dari sini menyebar ke selatan mengikuti
pegunungan Bukit Barisan lebih kurang 300 km melalui Danau Laut Tawar,
Uwak, Blangkejeren sampai ke Kotacane. Di daerah ini tegakan pinus pada
umumnya terdapat pada ketinggian 800 – 2000 mdpl.
2. Strain Tapanuli, menyebar di daerah Tapanuli ke selatan Danau Toba. Tegakan
pinus alami yang umum terdapat di pegunungan Dolok Tusam dan Dolok
Pardomuan. Di pegunungan Dolok Saut, pinus bercampur dengan jenis daun lebar.
Di daerah ini tegakan pinus terdapat pada ketinggian 1000 – 1500 mdpl
Universitas Sumatera Utara
3. Strain Kerinci, menyebar di sekitar pegunungan Kerinci. Tegakan pinus alami
yang luas terdapat antar Bukit Tapan dan Sungai Penuh. Di daerah ini tegakan
pinus tumbuh secara alami umumnya pada ketinggian 1500 – 2000 mdpl
(Butarbutar et al., 1998).
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan termasuk
ke dalam klasifikasi type B dengan curah hujan rata-rata pertahun 2.000 s/d 2.500
mm. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata
berkisar antara 90-100% (Dephut, 2012), sedangkan di Tapanuli Utara suhunya lebih
tinggi yaitu 20-310c dengan kelembaban 80- 90% (BMKG, 2012).
Sifat Makroskopis Kayu
1. Warna Kayu
Warna kayu disebabkan adanya zat ekstraktif pada kayu. Warna kayu sangat
bervariasi, perbedaan warna kayu tidak terjadi pada jenis kayu yang berbeda saja,
tetapi perbedaan warna juga terjadi dalam jenis kayu yang sama, bahkan dapat terjadi
pada sebatang kayu. Warna dari suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut :
1. Tempat di dalam batang
2. Umur dari pohon pada saat ditebang
3. Kelembaban udara dan penyingkapan.
(Pandit dan Ramdan, 2002).
Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang
lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari pohon
Universitas Sumatera Utara
yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya bila
dibandingkan dengan warna yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan di tempat
terbuka warnanya akan lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kayu
segar, ini tergantung kepada keadaan lingkungannya (cuaca, angin, cahaya matahari,
dan sebagainya) (Bowyer et al., 2003).
Warna kayu ada beraneka ragam antara lain kuning, hitam, keputih-putihan,
coklat muda, coklat tua, kemerah-merahan dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan
oleh zat pengisi warna yang berbeda-beda. Warna kayu dapat disebabkan oleh
faktor-faktor kelembaban kayu, tempat dalam batang, umur pohon dan adanya zat
ekstraktif dalam sel kayu. Kayu teras umumnya memiliki warna kayu yang lebih
gelap dari pada kayu gubalnya. Kayu yang lebih tua dapat memiliki warna yang lebih
gelap dari kayu yang lebih muda dari jenis kayu yang sama. Kayu yang kering
berbeda pula dengan kayu yang masih basah. Pada umumya, warna kayu bukanlah
warna yang murni tetapi warna campuran dari berbagai jenis warna kayu yang ada
(Dumanauw, 1990).
2. Tekstur (penampilan sifat struktur pada bidang lintang)
Tekstur adalah sifat kayu yang nampak menunjukkan ukuran relatif dari selsel yang nampak dalam suatu jenis kayu tertentu oleh besar kecilnya rongga kayu
oleh karena kecilnya rongga kayu dan keseragaman ciri ukuran-ukuran sel yang
menyusun kayu. Pada umumnya tekstur kayu dibagi atas :
-
Kayu tekstur kasar : yaitu kayu yang memiliki rongga sel yang besar dan tersebar
menyeluruh pada pohon.
Universitas Sumatera Utara
- Kayu bertekstur halus : yaitu kayu yang memiliki rongga sel kecil dan tersebar
menyeluruh pada batang pohon.
Tekstur berukuran dengan ukuran dan kualitas unsur-unsur kayu. Kayu dapat
bersektur kasar, halus, rata, tidak rata, licin, dan tidak licin. Pada kayu jarum , ukuran
yang terbaik bagi tekstur ialah diameter tangensial sel-sel trekaid. Tekstur kayu
dinyatakan kasar atau halus tergantung pada besar kecilnya elemen kayu. Serat
menunjukkan susunan dan arah elemen kayu. Serat terpadu yaitu bila batang kayu
terdiri dari lapisan-lapisan yang secara berselang seling mempunyai serat yang
arahnya bergantan dari kiri ke kanan terhadap sumbu batang Perbedaan tekstur pada
berbagai jenis kayu disebabkan oleh adanya variasi tekstur sel dan ukuran sel
penyusun masing-masing kayu yang berbeda. Kayu yang memiliki pori besar
kemungkinan memiliki tekstur yang kasar sedangkan kayu yang berpori kecil
memiliki tekstur yang halus (Dumanauw, 1991).
3.
Kilap Kayu
Kilap kayu adalah suatu sifat kayu yang memungkinkan kayu dapat
memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini
tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap kayu tergantung dari
sudut penyinaran (sudut datangnya sinar) pada permukaan kayu dan tergantung juga
dari jenis sel pada permukaan kayu tersebut (Mandang dan Pandit, 1997).
4. Kekerasan Kayu
Kekerasan atau kelunakan kayu merupakan petunjuk penting dalam
menentukan sifat fisik kayu. Kekerasan dari suatu jenis kayu biasanya ditentukan
oleh banyak tidaknya zat dinding sel dalam kayu. Kayu keras biasanya dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
dari kayu daun lebar yang menggugurkan daunnya pada musim kemarau atau musim
gugur sedangkan kayu daun jarum menghasilkan kayu lunak. Dalam pembagian
antara kayu daun lebar dan kayu daun jarum didasarkan atas ada tidaknya pembuluh
(Sjostrom, 1995).
Cara untuk mengetahui kerasnya suatu kayu yaitu dengan cara memotong
kayu tersebut arah melintang dan mencatat atau menilai kesan raba dan kilapnya pada
bidang potongan yang dihasilkan. Kayu yang keras akan sangat sulit dipotong pada
arah melintangnya dengan pisau. Kayu lunak akan mudah rusak dan hasil potongan
melintang akan memberikan hasil yang kusam/kasar pada kayu tersebut. Pada
umumnya kayu keras dihasilkan oleh kayu yang berdaun lebar sedangkan kayu lunak
banyak terdapat pada kayu daun jarum (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Menurut Pandit dan Ramdan (2002), P. merkusii mempunyai ciri umum selain
yang ada diatas yaitu:
•
Corak: bidang radial dan tangensial mempunyai corak yang disebabkan oleh
perbedaan struktur kayu akhir dan kayu awal sehingga terkesan ada pola
dekoratif
•
Arah serat : lurus sampai sedikit berpadu
•
Pembuluh /pori : tidak memiliki pori, tetapi mempunyai saluran dammar
aksial yang menyerupai pori. Saluran dammar aksial menyebar, sangat jarang,
diameter tangensial sekitar 170-190 µm. Saluran horizontal terdapat dalam
jari-jari dengan diameter 45- 55 µm.
Universitas Sumatera Utara
5. Serat Kayu
Serat menunjukkan arah umum sel-sel kayu di dalam kayu terhadap sumbu
batang pohon. Arah serat dapat ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada
permukaan kayu. Kayu dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar
dengan sumbu batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut
terhadap
sumbu
panjang
batang,
dikatakan
kayu
itu
berserat
miring
(Dumanauw, 1990).
Serat kayu dalam identifikasi kayu berarti sifat dari kayu yang menunjukan
arah orientasi umum dan sel-sel panjang di dalam kayu terhadap sumbu batang
pohon. Arah serat ini dapat ditentukan dari arah alur-alur yang terdapat di dalam
kayu. Kayu dikatakan memiliki serat lurus (straight grain) jika arah umum dari selsel panjang sejajar dengan sumbu batang. Jika arah umum dari sel-sel pajang tadi
menyimpang atau membentuk sudut dengan sumbu batang pohon maka disebut serat
miring (cross grain). Serat miring dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Serat terpadu (interlocked grain) : bila sebatang kayu terdiri atas lapisan-lapisan
berganti-ganti mempunyai arah serat miring ke kanan atau ke kiri terhadap sumbu
batang. Misalnya kayu rengas, kapur dan kulim.
2. Serat berombak (wavy grain) : bila permukaan kayunya menunjukkan serat-serat
atau gambaran yang berombak. Misalnya kayu rengas dan merbau.
3. Serat terpilin (spiral grain) : apabila serat dari batang membuat gambaran seakanakan mengelilingi sumbunya (puntir). Misalnya bintangur, kasuarina.
4. Serat diagonal : serat yang terdapat pada sepotong kayu atau papan yang digergaji
sedemikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar dengan sumbu batang tetapi
Universitas Sumatera Utara
membentuk sudut. Serat diagonal ini disebabkan karena perlakuan manusia,
maksudnya karena cara penggergajian. Sedangkan arah serat yang lain (serat
terpadu, serat berombak, terpilin) disebabkan oleh karena faktor lingkungan,
seperti angin, dan sebagainya.
6. Kesan Raba
Kesan raba adalah kesan yang kita peroleh saat kita meraba permukaan suatu
kayu tertentu. Ada kayu yang bila diraba terasa kasar, licin dan sebagainya. Kesan
raba yang berbeda-beda tersebut untuk setiap jenis kayu tergantung dari tekstur kayu,
besra kecilnya air dan dikandung serta kadar zat ekstraktif yang terdapat pada kayu
(Domanauw, 1990).
Menurut Sanusi (1990), kesan raba sangat dipengaruhi oleh tekstur kayu itu
sendiri. Sifat ini biasa digunakan untuk pengenalan pada beberapa jenis kayu tertentu
namun tidak dapat berlaku secara umum. Pada kayu rengas misalnya, terdapat zat
ekstraktif yang memberikan rasa gatal dan ini merupakan ciri yang sangat mencolok
untuk kesan raba pertama. Kesan raba berikutnya biasanya untuk penggunaan kayu
yang mewah misalnya untuk meubel.
Kesan raba suatu jenis kayu kesan yang diperoleh saat kita meraba permukaan
kayu. Kesan raba berbeda-beda untuk untuk tiap-tiap jenis kayu tergantung dari
tekstur kayu besar kecilnya air yang dikandung, dan zat ekstraktif dalam kayu. Kesan
raba ialah licin, bila tekstur kayunya halus dan permukaan mengandung lilin. Dan
sebaliknya bila keadaan tekstur kayunya kasar, kesan raba dingin ada pada kayu
bertekstur halus dan berat jenis tinggi. Sebaliknya terasa panas bila teksturnya kasar
dan berat jenisnya rendah. Jadi memberi kesan raba agak berlemak atau berlilin kalau
Universitas Sumatera Utara
diraba Kesan raba suatu jenis kayu adalah kesan yang diperoleh pada saat kita meraba
permukaan kayu. Ada kayu yang bila diraba memberi kesan kasar, halus dan licin
bahkan memberi kesan dingin. Kesan raba yang berbeda-beda akan mempermudah
dalam pengenalan kayu. Perbedaan kesan raba tergantung tekstur kayu, kadar air
yang dikandung oleh kayu dan banyaknya kandungan zat ekstraktif dalam kayu.
Kesan raba licin bila tekstur kayu halus permukannya dan mengandung lilin
sedangkan kesan raba kasar bila tekstur kayunya kasar. Kesan raba dingin ada pada
kayu bertekstur halus dan berat jenisnya tinggi serta terasa panas jika teksturnya kasar
dan berat jenisnya rendah (Dumanauw, 1990).
7. Kayu Teras dan Kayu Gubal
Pandit (1996) mengemukakan tentang teori pembentukan kayu teras, salah
satunya adalah proses penuaan (aging process), yaitu semakin tua suatu pohon, maka
persentase kayu teras yang terbentuk juga semakin besar. Keberadaan kayu teras yang
semakin banyak sangat menguntungkan karena bagian kayu teras lebih awet
dibandingkan kayu gubal. Kayu gubal adalah bagian kayu yang masih muda terdiri
dari sel-sel yang masih hidup, terletak disebelah dalam kambium dan berfungsi
sebagai penyalur cairan dan tempat penimbunan zatzat makanan. Tebal lapisan kayu
gubal bervariasi menurut jenis pohon. Umumnya jenis yang tumbuh cepat
mempunyai lapisan kayu gubal lebih tebal dibandingkan dengan kayu terasnya, dan
biasanya kayu gubal mempunyai warna terang.
8. Pembuatan Preparat Sayatan
Tanda-tanda penting yang terdapat pada dinding sel trakeida adalah noktah.
Noktah setengah halaman dapat terbentuk apabila sel trakeida bertemu dengan sel
Universitas Sumatera Utara
parenkim jari-jari. Apabila sel trakeida bertemu dengan sel trakeida jari-jari akan
terbentuk noktah halaman. Noktah halaman tersusun menurut 2 pola yaitu tersusun
berhadapan (opposite) sedangkan pola berseling (alternate) contohnya terdapat pada
araucariaceae. Tusam memiliki saluran damar aksial menyebar, sangat jarang dan
diameternya sekitar 170-190 µm (Pandit dan Ramdan, 2002). Dalam Mandang dan
Pandit (2002) menyatakan bahwa tusam memiliki diameter 45- 55 µm saluran
horizontal yang terdapat dalam jari-jari. Jari-jari sangat halus dan ada yang berbrntuk
gelondong jumlahnya sekitar 4-7 per mm
Sifat Mikroskopis Kayu
1. Dinding Serat
Menurut Marsoem (1996) bahan yang menyusun kayu tidak tersebar seragam,
setiap bahan cenderung terkonsentrasi pada satu bagian dari serat dibanding bagian
lain. Dijelaskan variasi yang ada dapat dihubungkan dengan posisi radial dan aksial
dari batang. Variabilitas dalam satu pohon biasanya berkaitan dengan perubahan yang
disebabkan oleh dewasanya kambium serta modifikasi kegiatan kambium oleh
pengaruh lingkungan.
Dinding sel tersusun atas sejumlah lapisan yaitu lamella tengah, dinding
primer, lapisan luar dinding sekunder, lapisan tengah dinding sekunder, lapisan dalam
dinding sekunder, dan lapisan kutikula. Lapisa-lapisan ini berbeda antara satu sama
lain dalam hal struktur maupun komposisi kimia. Mikofibril-mikofibril membelit
sekeliling sumbu sel dalam arah yang berbeda baik ke kanan maupun ke kiri.
Universitas Sumatera Utara
Penyimpanan dalam arah sudut menyebabkan perbedaan-perbedaan fisik dan lapisanlapisan dapat diamati dalam mikroskop di bawah sinar terpolarisasi (Sjostrom, 1995).
2. Dimensi Serat
Sel serat berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang, sehingga
mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Pada kayu daun lebar serat dibagi atas dua
macam serat yaitu serat libriform dan serat trakeida. Serat libriform memiliki noktah
sederhana yang lebih kecil, memberi kekuatan karena diameternya lebih kecil dan
lumen selnya lebih sempit. Serat trakeida adalah serat yang mempunyai noktah
halaman (Achmadi, 1995).
Menurut Pandit dan Ramdan (2002), sel serat (fibers) hanya terdapat pada
golongan kayu dan daun lebar dimana 50 % atau lebih volume dari kayu daun lebar
ini disusun dari serat. Bahan baku serat yang memenuhi kriteria dalam produksi pulp
biasanya lebih ditentukan oleh kualitas seratnya (Nawawi, 1997). Beberapa dimensi
serat yang penting dipelajari untuk menganalisis bahan baku pulp antara lain panjang
serat, diameter serta, diameter lumen, dan tebal dinding serat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dimensi serat meliputi umur kayu, tempat tumbuh, lingkar tahun dan
faktor genetis.
Umumnya dimensi sel bertambah sesuai dengan pertambahan umur pohon
sampai periode tertentu dimana sel-sel kambium dewasa dan kemudian sel-sel yang
terbentuk akan mempunyai dimensi sel yang lebih kecil dibandingkan dimensi sel
yang dibentuk sebelumnya. Demikian pula lokasi tempat tumbuh dapat memberikan
variasi terhadap dimensi sel yang terbentuk karena adanya pengaruh tempat tumbuh
Universitas Sumatera Utara
seperti
kondisi
tanah,
cuaca
atau
iklim
setempat
yang
berbeda
(Rulliaty dan Lempang, 2004).
Serat yang tipis apabila yang dibuat kertas akan menghasilkan lembaran yang
lebih pipih dan ikatan serat yang diperoleh lebih kuat dan baik. Semakin besar nilai
felting power (daya tenun) maka makin baik hasil pulp dan kertasnya. Felting power
(daya tenun) berkaitan dengan tingkat kelicinan kertas, dimana semakin besar nilai
felting power (daya tenun) maka kertas akan semakin licin. Nilai Muhlsteph ratio
(bilangan Muhlsteph) akan memberikan sifat kekuatan tarik pulp yang tinggi, apabila
nilai muhlsteph ratio (bilangan Muhlsteph) semakin besar (tetapi tidak maksimal)
maka hasil kertas tersebut akan mudah robek jika diremas atau dilipat
(Kasmudjo, 1994).
3. Panjang Serat
Serat kayu adalah kumpulan dari sel-sel individu penyusun kayu terutama sel
serat/sel trakeida, sel pembuluh, dan sel parenkim. Serat yang panjang dianggap akan
memberikan kertas dengan sifat kekuatan sobek tinggi dan dalam batas yang lebih
rendah memberikan pula kekuatan tarik, jebol, dan kekuatan lipat yang tinggi. Serat
panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas (Pasaribu dan
Ritonga, 1997).
Menurut Tamolang dan Wangaard (1961) dalam Pasaribu dan Tampubolon
(2007), bahwa semakin panjang serat kayu maka pulp yang dihasilkan memiliki
kekuatan yang tinggi. Hal ini disebabkan serat panjang memberikan bidang
persentuhan yang lebih luas dan anyaman lebih baik antara satu serat dengan lainnya,
yang memungkinkan lebih banyak terjadi ikatan hidrogen antar serat-serat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut, pulp serat panjang lebih sulit lolos saringan, sehingga lebih mudah
dicuci. Panjang serat mempengaruhi sifat-sifat tertentu pulp dan kertas, termasuk
ketahanan sobek, kekuatan tarik dan daya lipat.
Nilai daya tenun merupakan perbandingan panjang serat dengan diameter
serat. Semakin besar perbandingan tersebut maka semakin tinggi kekuatan sobek dan
semakin baik daya tenun seratnya. Dengan kekuatan sobek yang tinggi itu juga berarti
panjang serat juga semakin panjang karena dalam menjalin antara serat semakin
panjang dan gaya sobek akan terbagi dalam luasan yang lebih besar. Nilai koefisien
kekakuan adalah perbandingan tebal dinding sel dengan diameter serat. Perbandingan
ini menunjukkan korelasi negatif terhadap kekuatan panjang putus (kekuatan tarik),
artinya semakin tinggi koefisien kekakuan maka semakin rendah kekuatan tarik dari
kertas tersebut. Sebaliknya semakin rendah koefisien kekakuan maka semakin tinggi
kekuatan tarik kertas bersangakutan. Maka untuk pembuatan pulp sebaiknya
mempunyai nilai koefisien kekakuan yang rendah (Syafii dan Siregar, 2006).
4. Diameter Serat
Diameter serat berpengaruh besar terhadap sifat kekuatan pulp dalam
pencucian, penyaringan, refining, pembentukan lembaran, ikatan antara serat,
kekuatan serat, dan mobilitas serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan
berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan
yang tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Kayu softwood hampir 90-95% tersusun dari sel serat atau sel trakeida yang
mempunyai panjang 6000-10000 µm, tiga kali lebih panjang dari serat kayu daun
lebar. Diameter sel trakeida mencapai 0.02 -0.04 mm, sehingga kayu soft wood
Universitas Sumatera Utara
sangat disukai sebagai bahan baku pulp dan kertas dengan kualitas yang baik
(Nawawi, 1997).
5. Diameter Lumen
Diameter lumen adalah diameter rongga serat. Diameter lumen akan
berpengaruh sebagai perbandingan dengan diameter serat yang disebut sebagai
flexibility ratio (tingkat fleksibilitas) serat yang menunjukkan hubungan parabolis
dengan kekuatan tarik dan panjang putus (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Semakin tinggi flexibility ratio (nilai fleksibilitas) maka semakin baik, dimana
serat dalam komposisi kertas akan semakin fleksibel terhadap adanya tarikan
sehingga apabila dijadikan produk kertas maka kualitasnya akan sangat baik.
Umumnya nilai flexibility ratio (nilai fleksibilitas) yang tinggi memungkinkan seratserat tersebut untuk dibuat menjadi kertas khusus dengan mementingkan kualitas
yang baik( Syafii dan Siregar , 2006).
6. Tebal Dinding Serat
Tebal dinding serat merupakan salah satu ukuran dimensi serat yang ikut
menentukan sifat-sifat kertas. Dinding serat yang tebal menyebabkan terbentuknya
lembaran yang kasar dan tebal (bulky). Serat berbanding tipis mudah mengalami
lembek (collapse) dan menjadi pipih sehingga memberikan permukaan yang luas bagi
terjadinya ikatan antar serat sedangkan serat serat dengan dinding tebal sukar menjadi
lembek/lembut dan bentuknya tetap membulat pada waktu pembentukan lembaran.
Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dimana akan memberikan
kekuatan sobek yang rendah tetapi kekuatan tarik yang tinggi (Nawawi, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Parameter Penilaian Kualitas Serat
1. Klasifikasi Dimensi Serat
Teknologi pulp dan kertas mempunyai beberapa macam klasifikasi dimensi
serat yang dipakai sebagai penduga mengenai sifat pulp yang dihasilkan. Klasifikasi
dimensi dan turunan dimensi serat tertera pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Klasifikasi Diameter Serat
Kelas
Lebar
Sedang
Sempit
Sumber: Kasmudjo (1994)
Tabel 2. Klasifikasi Panjang Serat
Kelas
Sub Kelas
Pendek
Teramat pendek
Sangat pendek
Cukup pendek
Sedang
Panjang
Cukup panjang
Sangat panjang
Teramat panjang
Sumber: Kasmudjo (1994)
Nilai interval (µm)
26,00-40,00
11,00-25,00
2,00-10,00
Selang Kelas (µm)
3000
2. Klasifikasi Turunan Dimensi Serat
A. Klasifikasi Runkel
Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Runkel mengklasifikasikan kayu tropis
dalam lima kelas:
a. Kelas 1 (≤ 0,25), dinding sel tipis sekali dan lumen lebar. Terdapat pada jenis
kayu ringan sekali. Serat dalam lembaran pulp memipih seluruhnya dan ikatan
antar serat sangat baik.
Universitas Sumatera Utara
b. Kelas II (0,26-0,50), dinding sel tipis dan lumen agak lebar, terdapat pada
jenis kayu ringan. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat
baik.
c. Kelas III (0,51-1,00), dinding sel dan lumen sedang, terdapat pada kayu agak
berat/sedang. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat
masih cukup baik.
d. Kelas IV (1,01-2,00), dinding sel tebal dan lumen sempit, terdapat pada kayu
berat. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat kecil.
e. Kelas V (>2,01), dinding sel sangat tebal dan lumen sangat sempit, terdapat
pada kayu sangat berat. Serat dalam lembaran pulp mempertahankan bentuk
semula dan ikatan antar sel sangat kecil.
B. Klasifikasi Muhlsteph
Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Muhlsteph mengklasifikasikan dimensi
serat dalam hubungannya dengan kualitas pulp menjadi empat kelas:
a. Kelas I: serat yang mempunyai Muhlsteph sampai 30% untuk serat kayu dan
20% untuk pulp. Serat membentuk lembaran pulp dan kertas yang baik
dengan sifat kekuatan baik.
b. Kelas II: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 31-60% untuk tipe serat
pulp dari conifer. Sifat seratnya merupakan kombinasi dari sifat serat kayu
dalam ketiga kelas lainnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Kelas III: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 61-80% untuk kayu, dan
21-80% untuk pulp. Seratnya bersifat plastis dan memberikan lembaran yang
lebih halus.
d. Kelas IV: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph >80%, seratnya bersifat
kaku, menghasilkan kertas dengan kerapatan rendah dan kekuatan rendah
kecuali keteguhan sobek yang lebih tinggi dari kelas I.
1. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia
Kriteria penilaian kayu Indonesia pada dimensi serat yang dihubungkan
dengan mutu pulp yang dihasilkan. Kriteria penilaian serat ini dikeluarkan oleh Pusat
Penelitian Hasil Hutan Bogor. Menurut Kasmudjo (1994), kriteria serat kayu
Indonesia untuk bahan baku pulp dibagi menjadi 3 kelas mutu yaitu:
a. Kelas mutu I: jenis kayu agak ringan berdinding serat sangat tipis dengan
lumen lebar. Serat menggepeng seluruhnya pada lembaran pulp dengan ikatan
antar serat dan daya tenun sangat kuat. Lembaran pulp yang dihasilkan
mempunyai keteguhan sobek, dan tarik yang tinggi.
b. Kelas mutu II: jenis kayu agak ringan sampai berat, dinding sel serat tipis
sampai sedang dan lumen agak lebar. Dalam pembentukan lembaran pulp,
serat mudah menggepeng dengan ikatan antar serat dan tenunan baik,
menghasilkan lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang sedang.
c. Kelas mutu III: jenis kayu agak berat sampai berat, mempunyai dinding serat
tebal dan lumen sempit. Dalam pembentukan lembaran pulp, serat sulit
digepengkan dengan ikatan antar serat dan tenunan tidak baik, menghasilkan
lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia
No
< 0,25
> 90
Kelas Mutu
II
Nilai Syarat
Nilai
1000100
50
2000
100 0,25-0,50 50
100 50-90
50
< 30
100
30-60
50
60-80
25
> 0,80
100
0,50-0,80 50
< 0,50
25
< 0,10
100
0,10-0,15 50
> 0,15
25
225 –
449
< 225
Uraian
I
Syarat
1
Panjang (µm)
2
3
4
Nisbah Runkel
Daya tenun
Muhlsteph
Ratio
Fleksibility
Ratio
Koeff.
Kekakuan
5
6
> 2000
450 –
600
Selang Nilai
III
Syarat
Nilai
Botani dan Deskripsi Tanaman Tusam
Genus pinus termasuk divisi Embriophyta Siphonogama atau lebih dikenal
sebagai divisi Spermatophyta sub divisi Gymnospermae, ordo Coniferae (Mirov,
1967). P. merkusii Jungh et de Vriese termasuk famili Pinaceae, sinonim dengan P.
sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung, P. finlaysoniana Blume, P. latteri Mason,
P. merkusii var. tonkinensis, P. merkusiana Cooling & Gaussen. Nama daerah :
Damar Batu, Huyam, Kayu Sala, Sugi, Tusam (Sumatera), Pinus (Jawa), Sral
(Kamboja), Thong Mu (Vietnam), Tingyu (Burma), Tapusan (Filipina), Indochina
Pine, Sumatra Pine, Merkus Pine (Amerika Serikat, Inggris) dan lain-lain
(Harahap, 2000).
Tinggi P. merkusii dapat mencapai 20-40 m dengan diameter 100 cm dan
batang bebas cabang 2-23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat
kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan beralur lebar serta dalam. Warna
kayu teras dari kayu tusam ini adalah coklat-kuning muda dengan pita dan gambar
yang berwarna lebih gelap dan warna kayu gubalnya putih atau kekuningkuningan,serta teksturnya halus dan berserat lurus. Berat jenis kayunya adalah sekitar
0,40-0,75 atau rata-ratanya 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV
(Harahap dan Izudin, 2002).
P. merkusii Jungh et de Vriese pertama sekali ditemukan dengan nama tusam
di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang ahli botani dari Jerman - Dr. F. R.
Universitas Sumatera Utara
Junghuhn - pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak
membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan
satu-satunya jenis pinus yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai
melewati 20 LS (Harahap, 2000).
Syarat Tumbuh dan Penyebaran
P. merkusii termasuk famili Pinaceae, tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera
Utara, dan Gunung Kerinci. P. merkusii mempunyai sifat pioner yaitu dapat tumbuh
baik pada tanah yang kurang subur seperti padang alang-alang. Di Indonesia,
P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian antara 200-2.000 mdpl. Pertumbuhan
optimal dicapai pada ketinggian antara 400-1.500 mdpl (Khaerudin, 1999).
P. merkusii atau tusam merupakan satu-satunya jenis pinus asli Indonesia. Di
daerah Sumatera, tegakan pinus alam dapat dibagi ke dalam tiga strain, yaitu :
1. Strain Aceh, penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar
Taman Nasional Gunung Leuser. Dari sini menyebar ke selatan mengikuti
pegunungan Bukit Barisan lebih kurang 300 km melalui Danau Laut Tawar,
Uwak, Blangkejeren sampai ke Kotacane. Di daerah ini tegakan pinus pada
umumnya terdapat pada ketinggian 800 – 2000 mdpl.
2. Strain Tapanuli, menyebar di daerah Tapanuli ke selatan Danau Toba. Tegakan
pinus alami yang umum terdapat di pegunungan Dolok Tusam dan Dolok
Pardomuan. Di pegunungan Dolok Saut, pinus bercampur dengan jenis daun lebar.
Di daerah ini tegakan pinus terdapat pada ketinggian 1000 – 1500 mdpl
Universitas Sumatera Utara
3. Strain Kerinci, menyebar di sekitar pegunungan Kerinci. Tegakan pinus alami
yang luas terdapat antar Bukit Tapan dan Sungai Penuh. Di daerah ini tegakan
pinus tumbuh secara alami umumnya pada ketinggian 1500 – 2000 mdpl
(Butarbutar et al., 1998).
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan termasuk
ke dalam klasifikasi type B dengan curah hujan rata-rata pertahun 2.000 s/d 2.500
mm. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata
berkisar antara 90-100% (Dephut, 2012), sedangkan di Tapanuli Utara suhunya lebih
tinggi yaitu 20-310c dengan kelembaban 80- 90% (BMKG, 2012).
Sifat Makroskopis Kayu
1. Warna Kayu
Warna kayu disebabkan adanya zat ekstraktif pada kayu. Warna kayu sangat
bervariasi, perbedaan warna kayu tidak terjadi pada jenis kayu yang berbeda saja,
tetapi perbedaan warna juga terjadi dalam jenis kayu yang sama, bahkan dapat terjadi
pada sebatang kayu. Warna dari suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut :
1. Tempat di dalam batang
2. Umur dari pohon pada saat ditebang
3. Kelembaban udara dan penyingkapan.
(Pandit dan Ramdan, 2002).
Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang
lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari pohon
Universitas Sumatera Utara
yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya bila
dibandingkan dengan warna yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan di tempat
terbuka warnanya akan lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kayu
segar, ini tergantung kepada keadaan lingkungannya (cuaca, angin, cahaya matahari,
dan sebagainya) (Bowyer et al., 2003).
Warna kayu ada beraneka ragam antara lain kuning, hitam, keputih-putihan,
coklat muda, coklat tua, kemerah-merahan dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan
oleh zat pengisi warna yang berbeda-beda. Warna kayu dapat disebabkan oleh
faktor-faktor kelembaban kayu, tempat dalam batang, umur pohon dan adanya zat
ekstraktif dalam sel kayu. Kayu teras umumnya memiliki warna kayu yang lebih
gelap dari pada kayu gubalnya. Kayu yang lebih tua dapat memiliki warna yang lebih
gelap dari kayu yang lebih muda dari jenis kayu yang sama. Kayu yang kering
berbeda pula dengan kayu yang masih basah. Pada umumya, warna kayu bukanlah
warna yang murni tetapi warna campuran dari berbagai jenis warna kayu yang ada
(Dumanauw, 1990).
2. Tekstur (penampilan sifat struktur pada bidang lintang)
Tekstur adalah sifat kayu yang nampak menunjukkan ukuran relatif dari selsel yang nampak dalam suatu jenis kayu tertentu oleh besar kecilnya rongga kayu
oleh karena kecilnya rongga kayu dan keseragaman ciri ukuran-ukuran sel yang
menyusun kayu. Pada umumnya tekstur kayu dibagi atas :
-
Kayu tekstur kasar : yaitu kayu yang memiliki rongga sel yang besar dan tersebar
menyeluruh pada pohon.
Universitas Sumatera Utara
- Kayu bertekstur halus : yaitu kayu yang memiliki rongga sel kecil dan tersebar
menyeluruh pada batang pohon.
Tekstur berukuran dengan ukuran dan kualitas unsur-unsur kayu. Kayu dapat
bersektur kasar, halus, rata, tidak rata, licin, dan tidak licin. Pada kayu jarum , ukuran
yang terbaik bagi tekstur ialah diameter tangensial sel-sel trekaid. Tekstur kayu
dinyatakan kasar atau halus tergantung pada besar kecilnya elemen kayu. Serat
menunjukkan susunan dan arah elemen kayu. Serat terpadu yaitu bila batang kayu
terdiri dari lapisan-lapisan yang secara berselang seling mempunyai serat yang
arahnya bergantan dari kiri ke kanan terhadap sumbu batang Perbedaan tekstur pada
berbagai jenis kayu disebabkan oleh adanya variasi tekstur sel dan ukuran sel
penyusun masing-masing kayu yang berbeda. Kayu yang memiliki pori besar
kemungkinan memiliki tekstur yang kasar sedangkan kayu yang berpori kecil
memiliki tekstur yang halus (Dumanauw, 1991).
3.
Kilap Kayu
Kilap kayu adalah suatu sifat kayu yang memungkinkan kayu dapat
memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini
tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap kayu tergantung dari
sudut penyinaran (sudut datangnya sinar) pada permukaan kayu dan tergantung juga
dari jenis sel pada permukaan kayu tersebut (Mandang dan Pandit, 1997).
4. Kekerasan Kayu
Kekerasan atau kelunakan kayu merupakan petunjuk penting dalam
menentukan sifat fisik kayu. Kekerasan dari suatu jenis kayu biasanya ditentukan
oleh banyak tidaknya zat dinding sel dalam kayu. Kayu keras biasanya dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
dari kayu daun lebar yang menggugurkan daunnya pada musim kemarau atau musim
gugur sedangkan kayu daun jarum menghasilkan kayu lunak. Dalam pembagian
antara kayu daun lebar dan kayu daun jarum didasarkan atas ada tidaknya pembuluh
(Sjostrom, 1995).
Cara untuk mengetahui kerasnya suatu kayu yaitu dengan cara memotong
kayu tersebut arah melintang dan mencatat atau menilai kesan raba dan kilapnya pada
bidang potongan yang dihasilkan. Kayu yang keras akan sangat sulit dipotong pada
arah melintangnya dengan pisau. Kayu lunak akan mudah rusak dan hasil potongan
melintang akan memberikan hasil yang kusam/kasar pada kayu tersebut. Pada
umumnya kayu keras dihasilkan oleh kayu yang berdaun lebar sedangkan kayu lunak
banyak terdapat pada kayu daun jarum (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Menurut Pandit dan Ramdan (2002), P. merkusii mempunyai ciri umum selain
yang ada diatas yaitu:
•
Corak: bidang radial dan tangensial mempunyai corak yang disebabkan oleh
perbedaan struktur kayu akhir dan kayu awal sehingga terkesan ada pola
dekoratif
•
Arah serat : lurus sampai sedikit berpadu
•
Pembuluh /pori : tidak memiliki pori, tetapi mempunyai saluran dammar
aksial yang menyerupai pori. Saluran dammar aksial menyebar, sangat jarang,
diameter tangensial sekitar 170-190 µm. Saluran horizontal terdapat dalam
jari-jari dengan diameter 45- 55 µm.
Universitas Sumatera Utara
5. Serat Kayu
Serat menunjukkan arah umum sel-sel kayu di dalam kayu terhadap sumbu
batang pohon. Arah serat dapat ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada
permukaan kayu. Kayu dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar
dengan sumbu batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut
terhadap
sumbu
panjang
batang,
dikatakan
kayu
itu
berserat
miring
(Dumanauw, 1990).
Serat kayu dalam identifikasi kayu berarti sifat dari kayu yang menunjukan
arah orientasi umum dan sel-sel panjang di dalam kayu terhadap sumbu batang
pohon. Arah serat ini dapat ditentukan dari arah alur-alur yang terdapat di dalam
kayu. Kayu dikatakan memiliki serat lurus (straight grain) jika arah umum dari selsel panjang sejajar dengan sumbu batang. Jika arah umum dari sel-sel pajang tadi
menyimpang atau membentuk sudut dengan sumbu batang pohon maka disebut serat
miring (cross grain). Serat miring dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Serat terpadu (interlocked grain) : bila sebatang kayu terdiri atas lapisan-lapisan
berganti-ganti mempunyai arah serat miring ke kanan atau ke kiri terhadap sumbu
batang. Misalnya kayu rengas, kapur dan kulim.
2. Serat berombak (wavy grain) : bila permukaan kayunya menunjukkan serat-serat
atau gambaran yang berombak. Misalnya kayu rengas dan merbau.
3. Serat terpilin (spiral grain) : apabila serat dari batang membuat gambaran seakanakan mengelilingi sumbunya (puntir). Misalnya bintangur, kasuarina.
4. Serat diagonal : serat yang terdapat pada sepotong kayu atau papan yang digergaji
sedemikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar dengan sumbu batang tetapi
Universitas Sumatera Utara
membentuk sudut. Serat diagonal ini disebabkan karena perlakuan manusia,
maksudnya karena cara penggergajian. Sedangkan arah serat yang lain (serat
terpadu, serat berombak, terpilin) disebabkan oleh karena faktor lingkungan,
seperti angin, dan sebagainya.
6. Kesan Raba
Kesan raba adalah kesan yang kita peroleh saat kita meraba permukaan suatu
kayu tertentu. Ada kayu yang bila diraba terasa kasar, licin dan sebagainya. Kesan
raba yang berbeda-beda tersebut untuk setiap jenis kayu tergantung dari tekstur kayu,
besra kecilnya air dan dikandung serta kadar zat ekstraktif yang terdapat pada kayu
(Domanauw, 1990).
Menurut Sanusi (1990), kesan raba sangat dipengaruhi oleh tekstur kayu itu
sendiri. Sifat ini biasa digunakan untuk pengenalan pada beberapa jenis kayu tertentu
namun tidak dapat berlaku secara umum. Pada kayu rengas misalnya, terdapat zat
ekstraktif yang memberikan rasa gatal dan ini merupakan ciri yang sangat mencolok
untuk kesan raba pertama. Kesan raba berikutnya biasanya untuk penggunaan kayu
yang mewah misalnya untuk meubel.
Kesan raba suatu jenis kayu kesan yang diperoleh saat kita meraba permukaan
kayu. Kesan raba berbeda-beda untuk untuk tiap-tiap jenis kayu tergantung dari
tekstur kayu besar kecilnya air yang dikandung, dan zat ekstraktif dalam kayu. Kesan
raba ialah licin, bila tekstur kayunya halus dan permukaan mengandung lilin. Dan
sebaliknya bila keadaan tekstur kayunya kasar, kesan raba dingin ada pada kayu
bertekstur halus dan berat jenis tinggi. Sebaliknya terasa panas bila teksturnya kasar
dan berat jenisnya rendah. Jadi memberi kesan raba agak berlemak atau berlilin kalau
Universitas Sumatera Utara
diraba Kesan raba suatu jenis kayu adalah kesan yang diperoleh pada saat kita meraba
permukaan kayu. Ada kayu yang bila diraba memberi kesan kasar, halus dan licin
bahkan memberi kesan dingin. Kesan raba yang berbeda-beda akan mempermudah
dalam pengenalan kayu. Perbedaan kesan raba tergantung tekstur kayu, kadar air
yang dikandung oleh kayu dan banyaknya kandungan zat ekstraktif dalam kayu.
Kesan raba licin bila tekstur kayu halus permukannya dan mengandung lilin
sedangkan kesan raba kasar bila tekstur kayunya kasar. Kesan raba dingin ada pada
kayu bertekstur halus dan berat jenisnya tinggi serta terasa panas jika teksturnya kasar
dan berat jenisnya rendah (Dumanauw, 1990).
7. Kayu Teras dan Kayu Gubal
Pandit (1996) mengemukakan tentang teori pembentukan kayu teras, salah
satunya adalah proses penuaan (aging process), yaitu semakin tua suatu pohon, maka
persentase kayu teras yang terbentuk juga semakin besar. Keberadaan kayu teras yang
semakin banyak sangat menguntungkan karena bagian kayu teras lebih awet
dibandingkan kayu gubal. Kayu gubal adalah bagian kayu yang masih muda terdiri
dari sel-sel yang masih hidup, terletak disebelah dalam kambium dan berfungsi
sebagai penyalur cairan dan tempat penimbunan zatzat makanan. Tebal lapisan kayu
gubal bervariasi menurut jenis pohon. Umumnya jenis yang tumbuh cepat
mempunyai lapisan kayu gubal lebih tebal dibandingkan dengan kayu terasnya, dan
biasanya kayu gubal mempunyai warna terang.
8. Pembuatan Preparat Sayatan
Tanda-tanda penting yang terdapat pada dinding sel trakeida adalah noktah.
Noktah setengah halaman dapat terbentuk apabila sel trakeida bertemu dengan sel
Universitas Sumatera Utara
parenkim jari-jari. Apabila sel trakeida bertemu dengan sel trakeida jari-jari akan
terbentuk noktah halaman. Noktah halaman tersusun menurut 2 pola yaitu tersusun
berhadapan (opposite) sedangkan pola berseling (alternate) contohnya terdapat pada
araucariaceae. Tusam memiliki saluran damar aksial menyebar, sangat jarang dan
diameternya sekitar 170-190 µm (Pandit dan Ramdan, 2002). Dalam Mandang dan
Pandit (2002) menyatakan bahwa tusam memiliki diameter 45- 55 µm saluran
horizontal yang terdapat dalam jari-jari. Jari-jari sangat halus dan ada yang berbrntuk
gelondong jumlahnya sekitar 4-7 per mm
Sifat Mikroskopis Kayu
1. Dinding Serat
Menurut Marsoem (1996) bahan yang menyusun kayu tidak tersebar seragam,
setiap bahan cenderung terkonsentrasi pada satu bagian dari serat dibanding bagian
lain. Dijelaskan variasi yang ada dapat dihubungkan dengan posisi radial dan aksial
dari batang. Variabilitas dalam satu pohon biasanya berkaitan dengan perubahan yang
disebabkan oleh dewasanya kambium serta modifikasi kegiatan kambium oleh
pengaruh lingkungan.
Dinding sel tersusun atas sejumlah lapisan yaitu lamella tengah, dinding
primer, lapisan luar dinding sekunder, lapisan tengah dinding sekunder, lapisan dalam
dinding sekunder, dan lapisan kutikula. Lapisa-lapisan ini berbeda antara satu sama
lain dalam hal struktur maupun komposisi kimia. Mikofibril-mikofibril membelit
sekeliling sumbu sel dalam arah yang berbeda baik ke kanan maupun ke kiri.
Universitas Sumatera Utara
Penyimpanan dalam arah sudut menyebabkan perbedaan-perbedaan fisik dan lapisanlapisan dapat diamati dalam mikroskop di bawah sinar terpolarisasi (Sjostrom, 1995).
2. Dimensi Serat
Sel serat berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang, sehingga
mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Pada kayu daun lebar serat dibagi atas dua
macam serat yaitu serat libriform dan serat trakeida. Serat libriform memiliki noktah
sederhana yang lebih kecil, memberi kekuatan karena diameternya lebih kecil dan
lumen selnya lebih sempit. Serat trakeida adalah serat yang mempunyai noktah
halaman (Achmadi, 1995).
Menurut Pandit dan Ramdan (2002), sel serat (fibers) hanya terdapat pada
golongan kayu dan daun lebar dimana 50 % atau lebih volume dari kayu daun lebar
ini disusun dari serat. Bahan baku serat yang memenuhi kriteria dalam produksi pulp
biasanya lebih ditentukan oleh kualitas seratnya (Nawawi, 1997). Beberapa dimensi
serat yang penting dipelajari untuk menganalisis bahan baku pulp antara lain panjang
serat, diameter serta, diameter lumen, dan tebal dinding serat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dimensi serat meliputi umur kayu, tempat tumbuh, lingkar tahun dan
faktor genetis.
Umumnya dimensi sel bertambah sesuai dengan pertambahan umur pohon
sampai periode tertentu dimana sel-sel kambium dewasa dan kemudian sel-sel yang
terbentuk akan mempunyai dimensi sel yang lebih kecil dibandingkan dimensi sel
yang dibentuk sebelumnya. Demikian pula lokasi tempat tumbuh dapat memberikan
variasi terhadap dimensi sel yang terbentuk karena adanya pengaruh tempat tumbuh
Universitas Sumatera Utara
seperti
kondisi
tanah,
cuaca
atau
iklim
setempat
yang
berbeda
(Rulliaty dan Lempang, 2004).
Serat yang tipis apabila yang dibuat kertas akan menghasilkan lembaran yang
lebih pipih dan ikatan serat yang diperoleh lebih kuat dan baik. Semakin besar nilai
felting power (daya tenun) maka makin baik hasil pulp dan kertasnya. Felting power
(daya tenun) berkaitan dengan tingkat kelicinan kertas, dimana semakin besar nilai
felting power (daya tenun) maka kertas akan semakin licin. Nilai Muhlsteph ratio
(bilangan Muhlsteph) akan memberikan sifat kekuatan tarik pulp yang tinggi, apabila
nilai muhlsteph ratio (bilangan Muhlsteph) semakin besar (tetapi tidak maksimal)
maka hasil kertas tersebut akan mudah robek jika diremas atau dilipat
(Kasmudjo, 1994).
3. Panjang Serat
Serat kayu adalah kumpulan dari sel-sel individu penyusun kayu terutama sel
serat/sel trakeida, sel pembuluh, dan sel parenkim. Serat yang panjang dianggap akan
memberikan kertas dengan sifat kekuatan sobek tinggi dan dalam batas yang lebih
rendah memberikan pula kekuatan tarik, jebol, dan kekuatan lipat yang tinggi. Serat
panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas (Pasaribu dan
Ritonga, 1997).
Menurut Tamolang dan Wangaard (1961) dalam Pasaribu dan Tampubolon
(2007), bahwa semakin panjang serat kayu maka pulp yang dihasilkan memiliki
kekuatan yang tinggi. Hal ini disebabkan serat panjang memberikan bidang
persentuhan yang lebih luas dan anyaman lebih baik antara satu serat dengan lainnya,
yang memungkinkan lebih banyak terjadi ikatan hidrogen antar serat-serat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut, pulp serat panjang lebih sulit lolos saringan, sehingga lebih mudah
dicuci. Panjang serat mempengaruhi sifat-sifat tertentu pulp dan kertas, termasuk
ketahanan sobek, kekuatan tarik dan daya lipat.
Nilai daya tenun merupakan perbandingan panjang serat dengan diameter
serat. Semakin besar perbandingan tersebut maka semakin tinggi kekuatan sobek dan
semakin baik daya tenun seratnya. Dengan kekuatan sobek yang tinggi itu juga berarti
panjang serat juga semakin panjang karena dalam menjalin antara serat semakin
panjang dan gaya sobek akan terbagi dalam luasan yang lebih besar. Nilai koefisien
kekakuan adalah perbandingan tebal dinding sel dengan diameter serat. Perbandingan
ini menunjukkan korelasi negatif terhadap kekuatan panjang putus (kekuatan tarik),
artinya semakin tinggi koefisien kekakuan maka semakin rendah kekuatan tarik dari
kertas tersebut. Sebaliknya semakin rendah koefisien kekakuan maka semakin tinggi
kekuatan tarik kertas bersangakutan. Maka untuk pembuatan pulp sebaiknya
mempunyai nilai koefisien kekakuan yang rendah (Syafii dan Siregar, 2006).
4. Diameter Serat
Diameter serat berpengaruh besar terhadap sifat kekuatan pulp dalam
pencucian, penyaringan, refining, pembentukan lembaran, ikatan antara serat,
kekuatan serat, dan mobilitas serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan
berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan
yang tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Kayu softwood hampir 90-95% tersusun dari sel serat atau sel trakeida yang
mempunyai panjang 6000-10000 µm, tiga kali lebih panjang dari serat kayu daun
lebar. Diameter sel trakeida mencapai 0.02 -0.04 mm, sehingga kayu soft wood
Universitas Sumatera Utara
sangat disukai sebagai bahan baku pulp dan kertas dengan kualitas yang baik
(Nawawi, 1997).
5. Diameter Lumen
Diameter lumen adalah diameter rongga serat. Diameter lumen akan
berpengaruh sebagai perbandingan dengan diameter serat yang disebut sebagai
flexibility ratio (tingkat fleksibilitas) serat yang menunjukkan hubungan parabolis
dengan kekuatan tarik dan panjang putus (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Semakin tinggi flexibility ratio (nilai fleksibilitas) maka semakin baik, dimana
serat dalam komposisi kertas akan semakin fleksibel terhadap adanya tarikan
sehingga apabila dijadikan produk kertas maka kualitasnya akan sangat baik.
Umumnya nilai flexibility ratio (nilai fleksibilitas) yang tinggi memungkinkan seratserat tersebut untuk dibuat menjadi kertas khusus dengan mementingkan kualitas
yang baik( Syafii dan Siregar , 2006).
6. Tebal Dinding Serat
Tebal dinding serat merupakan salah satu ukuran dimensi serat yang ikut
menentukan sifat-sifat kertas. Dinding serat yang tebal menyebabkan terbentuknya
lembaran yang kasar dan tebal (bulky). Serat berbanding tipis mudah mengalami
lembek (collapse) dan menjadi pipih sehingga memberikan permukaan yang luas bagi
terjadinya ikatan antar serat sedangkan serat serat dengan dinding tebal sukar menjadi
lembek/lembut dan bentuknya tetap membulat pada waktu pembentukan lembaran.
Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dimana akan memberikan
kekuatan sobek yang rendah tetapi kekuatan tarik yang tinggi (Nawawi, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Parameter Penilaian Kualitas Serat
1. Klasifikasi Dimensi Serat
Teknologi pulp dan kertas mempunyai beberapa macam klasifikasi dimensi
serat yang dipakai sebagai penduga mengenai sifat pulp yang dihasilkan. Klasifikasi
dimensi dan turunan dimensi serat tertera pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Klasifikasi Diameter Serat
Kelas
Lebar
Sedang
Sempit
Sumber: Kasmudjo (1994)
Tabel 2. Klasifikasi Panjang Serat
Kelas
Sub Kelas
Pendek
Teramat pendek
Sangat pendek
Cukup pendek
Sedang
Panjang
Cukup panjang
Sangat panjang
Teramat panjang
Sumber: Kasmudjo (1994)
Nilai interval (µm)
26,00-40,00
11,00-25,00
2,00-10,00
Selang Kelas (µm)
3000
2. Klasifikasi Turunan Dimensi Serat
A. Klasifikasi Runkel
Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Runkel mengklasifikasikan kayu tropis
dalam lima kelas:
a. Kelas 1 (≤ 0,25), dinding sel tipis sekali dan lumen lebar. Terdapat pada jenis
kayu ringan sekali. Serat dalam lembaran pulp memipih seluruhnya dan ikatan
antar serat sangat baik.
Universitas Sumatera Utara
b. Kelas II (0,26-0,50), dinding sel tipis dan lumen agak lebar, terdapat pada
jenis kayu ringan. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat
baik.
c. Kelas III (0,51-1,00), dinding sel dan lumen sedang, terdapat pada kayu agak
berat/sedang. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat
masih cukup baik.
d. Kelas IV (1,01-2,00), dinding sel tebal dan lumen sempit, terdapat pada kayu
berat. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat kecil.
e. Kelas V (>2,01), dinding sel sangat tebal dan lumen sangat sempit, terdapat
pada kayu sangat berat. Serat dalam lembaran pulp mempertahankan bentuk
semula dan ikatan antar sel sangat kecil.
B. Klasifikasi Muhlsteph
Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Muhlsteph mengklasifikasikan dimensi
serat dalam hubungannya dengan kualitas pulp menjadi empat kelas:
a. Kelas I: serat yang mempunyai Muhlsteph sampai 30% untuk serat kayu dan
20% untuk pulp. Serat membentuk lembaran pulp dan kertas yang baik
dengan sifat kekuatan baik.
b. Kelas II: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 31-60% untuk tipe serat
pulp dari conifer. Sifat seratnya merupakan kombinasi dari sifat serat kayu
dalam ketiga kelas lainnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Kelas III: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 61-80% untuk kayu, dan
21-80% untuk pulp. Seratnya bersifat plastis dan memberikan lembaran yang
lebih halus.
d. Kelas IV: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph >80%, seratnya bersifat
kaku, menghasilkan kertas dengan kerapatan rendah dan kekuatan rendah
kecuali keteguhan sobek yang lebih tinggi dari kelas I.
1. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia
Kriteria penilaian kayu Indonesia pada dimensi serat yang dihubungkan
dengan mutu pulp yang dihasilkan. Kriteria penilaian serat ini dikeluarkan oleh Pusat
Penelitian Hasil Hutan Bogor. Menurut Kasmudjo (1994), kriteria serat kayu
Indonesia untuk bahan baku pulp dibagi menjadi 3 kelas mutu yaitu:
a. Kelas mutu I: jenis kayu agak ringan berdinding serat sangat tipis dengan
lumen lebar. Serat menggepeng seluruhnya pada lembaran pulp dengan ikatan
antar serat dan daya tenun sangat kuat. Lembaran pulp yang dihasilkan
mempunyai keteguhan sobek, dan tarik yang tinggi.
b. Kelas mutu II: jenis kayu agak ringan sampai berat, dinding sel serat tipis
sampai sedang dan lumen agak lebar. Dalam pembentukan lembaran pulp,
serat mudah menggepeng dengan ikatan antar serat dan tenunan baik,
menghasilkan lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang sedang.
c. Kelas mutu III: jenis kayu agak berat sampai berat, mempunyai dinding serat
tebal dan lumen sempit. Dalam pembentukan lembaran pulp, serat sulit
digepengkan dengan ikatan antar serat dan tenunan tidak baik, menghasilkan
lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia
No
< 0,25
> 90
Kelas Mutu
II
Nilai Syarat
Nilai
1000100
50
2000
100 0,25-0,50 50
100 50-90
50
< 30
100
30-60
50
60-80
25
> 0,80
100
0,50-0,80 50
< 0,50
25
< 0,10
100
0,10-0,15 50
> 0,15
25
225 –
449
< 225
Uraian
I
Syarat
1
Panjang (µm)
2
3
4
Nisbah Runkel
Daya tenun
Muhlsteph
Ratio
Fleksibility
Ratio
Koeff.
Kekakuan
5
6
> 2000
450 –
600
Selang Nilai
III
Syarat
Nilai