Pendugaan Karbon Tersimpan pada Tegakan Pinus (Pinus merkussii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN
PINUS (Pinus merkussii) dan EKALIPTUS (Eucalyptus sp)
Di TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN
KABUPATEN KARO

SKRIPSI

OLEH

IFO SEMBIRING
061202027
Budidaya hutan

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian

: Pendugaan Karbon Tersimpan pada Tegakan Pinus
(Pinus merkussii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman
Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo

Nama

: Ifo Sembiring

NIM

: 061202027

P.Studi

: Budidaya Hutan


Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

Dr. Delvian, SP. M.Si
NIP : 19690723 200212 1 001

Dr. Budi Utomo SP. M.P
NIP :19700820 200312 1 002

Mengetahui :
Ketua Departemen Kehutanan

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S
NIP : 19641228 200012 1 001

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena
terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan
tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan karbondioksida (CO2), metana
(CH4) dan nitrous oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca
(GRK). Pertumbuhan pohon dan biomassa tumbuhan bertambah karena
tumbuhan mengikat CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik
melalui proses fotosintesis dan melalui penyerapan CO2 dalam proses fotosintesis
dapat mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfir. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah kandungan karbon yang tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus
merkusii Jungh) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit
Barisan. Dalam pendugaan karbon tersimpan, data-data yang dikumpulkan adalah
data primer dan data sekunder.
Untuk estimasi karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan
Ekaliptus (Eucalyptus sp) data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran
dilapangan
terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan biomassa dengan
menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti

sebelumnya. Persamaan alometrik yang digunakan untuk menghitung karbon
tegakan Pinus (Pinus merkusii ) adalah persamaan menurut Waterlloo (1995) dan
tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah persamaan menurut Ketteringgs (2001).
Pada tegakan Pinus (Pinus merkusii ) akumulasi biomassa di atas permukaan
tanah mencapai 182,85 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa sebesar 82,28
ton C/ha dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) akumulasi biomassa di atas
permukaan tanah mencapai 171,68 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa
sebesar 77,26 ton C/ha. Sehingga sampai umur ± 30 tahun, tegakan Pinus (Pinus
merkusii) mampu memfiksasi sekitar 301,96 ton CO2/ha dari atmosfir dan tegakan
Ekaliptus (Eucalyptus sp) mampu memfiksasi sekitar 283,54 ton CO2/ha dari
atmosfir.
Kata kunci : Alometrik, Pendugaan Karbon, Pinus merkusii, Eucalyptus sp

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

The recent global climate change is largely coused by energy inbalance
between earth and atmosphere. The balance can be effected by among other
increased carbon dioxide (CO2), metana (CH4), and nitrous oxide N2O simply

called greenhouse gas. The tree growth and biomass of plants have increased
because plants bind the CO2 from air and converse it into organic material
through photosynthetic process and through CO2 absorbtion and photosynthetic
process can decrease the CO2 concentration in atmosphere. The objective of
research would be to know the concentration of carbon storaged in pine (Pinus
merkusii Jungh) and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stands in Taman Hutan Raya
Bukit Barisan. For prediction of storaged carbon, both primary and secondary
data have been collected.
For estimation of storaged carbon in Pine (Pinus merkuusii) and Ekaliptus
(Eucalyptus sp) stand the data gained from field measurement has been preprocessed to get the biomass by using alometric equation developed by previous
researchers. The alometric quotion used to calculate the carbon concentration of
Pine (Pinus merkusii) stand was as suggested by Waterloo (1995) and for
Ekaliptus (Eucalyptus sp) was quotion suggested by Katterings (2001). In Pine
(Pinus merkusii) stand the accumulated biomass on ground surface was 182,85
ton/ha, or equivalent to biomass of 82,28 ton C/ha and for Ekaliptus (Eucalyptus
sp) stand, the accumulated biomasss on ground surface was 171,68 ton/ha or
equivalent to biomass carbon of 77,26 ton C/ha. Thus, up to ± 30 years of age,
the Pine (Pinus merkuusii) stand could fixate about 301,96 ton CO2/ha from
atsmosphere, and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stand could fixate about 283,54 ton
CO2/ha from atsmosphere.

Keywords : Allometric, Estimation of carbon, Pinus merkusii, Eucalyptus sp.

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 07 Desember 1988
dari ayah yang bernama Ramlan Sembiring dan ibu Amiati Br. Tarigan. Penulis
merupakan putra pertama dari 3 (tiga) bersaudara.
Tahun 2005/2006 penulis lulus dari SMA Methodist Pematang Siantar dan
pada tahun 2005/2006 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program
studi Budidaya Hutan Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama aktif mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti Praktik
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Tangkahan dan Pulau Sembilan
Kabupaten Langkat. Pada bulan Juni – Juli tahun 2010 penulis melaksanakan
Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Provinsi
Kalimantan Barat. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan penelitian dengan judul
Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus Merkussii) dan
Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Kabupaten Karo.


Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
karuniaNya sehingga usulan penelitian ini bisa diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah pendugaan karbon pada tegakan dengan judul
Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus Merkussii) dan
Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Kabupaten Karo.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Delvian, SP, MP dan
Dr Budi Utomo, SP, MP selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran
dan bimbingan. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada
mahasiswa kehutanan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu
penulis

selama

melaksanakan penelitian.


Ungkapan

terima

kasih

juga

disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan
perhatiannya.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................
Tanaman Ekaliptus.............................................................................................
Tanaman Pinus ..................................................................................................
Biomassa dalam Komunitas Hutan .....................................................................

4
5
6
7

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................................... 16
Sejarah Singkat Taman Hutan Raya Bukit Barisan ........................................... 16
Keadaan Bio-Fisik-kimia Kawasan TAHURA Bukit Barisan ........................... 17
METODE PENELITIAN ....................................................................................
Tempat dan Waktu ...........................................................................................

Bahan dan Alat ................................................................................................
Pelaksanaan Penelitian .....................................................................................
Jenis Data ........................................................................................................
Petak Pengamatan ............................................................................................
Proses pengambilan Bahan dan Data ................................................................
Analisis Data ...................................................................................................

20
20
20
21
21
21
22
24

HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 25
Pengukuran Berat Jenis .................................................................................... 25
Estimasi karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus
(Eucalyptus sp) ................................................................................................ 27

KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

1. Blanko Pengukuran Biomasa ............................................................................ 23
2. Berat jenis (BJ) Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) .............. 25
3. Jumlah total biomassa dan karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus
merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) ........................................................... 27
4. Biomassa diatas permukaan tanah (AGB) pada berbagai jenis hutan tanaman
dan hutan alam di daerah Tropika dan Sub Tropika .......................................... 28

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pengukuran Berat Jenis (BJ) ............................................................................ 37
2. Analisis Data Untuk Estimasi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus
(Pinus merkusii ) .............................................................................................. 39
3. Analisis Data Untuk Estimasi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Ekaliptus
(Eucalyptus sp) ................................................................................................ 42
4. Data Pengukuran Faktor Fisik-Kimia di Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Lokasi Tongkoh Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii ) dan tegakan Ekaliptus
(Eucalyptus sp). ............................................................................................... 45
5. Data Curah Hujan Tahunan Daerah Tongkoh Kabupaten Karo dan Sekitarnya
(2005-2009) ..................................................................................................... 46
6. Peta Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan............................................... 47

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena
terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan
tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan karbondioksida (CO2), metana
(CH4) dan nitrous oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca
(GRK). Pertumbuhan pohon dan biomassa tumbuhan bertambah karena
tumbuhan mengikat CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik
melalui proses fotosintesis dan melalui penyerapan CO2 dalam proses fotosintesis
dapat mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfir. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah kandungan karbon yang tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus
merkusii Jungh) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit
Barisan. Dalam pendugaan karbon tersimpan, data-data yang dikumpulkan adalah
data primer dan data sekunder.
Untuk estimasi karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan
Ekaliptus (Eucalyptus sp) data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran
dilapangan
terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan biomassa dengan
menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti
sebelumnya. Persamaan alometrik yang digunakan untuk menghitung karbon
tegakan Pinus (Pinus merkusii ) adalah persamaan menurut Waterlloo (1995) dan
tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah persamaan menurut Ketteringgs (2001).
Pada tegakan Pinus (Pinus merkusii ) akumulasi biomassa di atas permukaan
tanah mencapai 182,85 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa sebesar 82,28
ton C/ha dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) akumulasi biomassa di atas
permukaan tanah mencapai 171,68 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa
sebesar 77,26 ton C/ha. Sehingga sampai umur ± 30 tahun, tegakan Pinus (Pinus
merkusii) mampu memfiksasi sekitar 301,96 ton CO2/ha dari atmosfir dan tegakan
Ekaliptus (Eucalyptus sp) mampu memfiksasi sekitar 283,54 ton CO2/ha dari
atmosfir.
Kata kunci : Alometrik, Pendugaan Karbon, Pinus merkusii, Eucalyptus sp

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

The recent global climate change is largely coused by energy inbalance
between earth and atmosphere. The balance can be effected by among other
increased carbon dioxide (CO2), metana (CH4), and nitrous oxide N2O simply
called greenhouse gas. The tree growth and biomass of plants have increased
because plants bind the CO2 from air and converse it into organic material
through photosynthetic process and through CO2 absorbtion and photosynthetic
process can decrease the CO2 concentration in atmosphere. The objective of
research would be to know the concentration of carbon storaged in pine (Pinus
merkusii Jungh) and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stands in Taman Hutan Raya
Bukit Barisan. For prediction of storaged carbon, both primary and secondary
data have been collected.
For estimation of storaged carbon in Pine (Pinus merkuusii) and Ekaliptus
(Eucalyptus sp) stand the data gained from field measurement has been preprocessed to get the biomass by using alometric equation developed by previous
researchers. The alometric quotion used to calculate the carbon concentration of
Pine (Pinus merkusii) stand was as suggested by Waterloo (1995) and for
Ekaliptus (Eucalyptus sp) was quotion suggested by Katterings (2001). In Pine
(Pinus merkusii) stand the accumulated biomass on ground surface was 182,85
ton/ha, or equivalent to biomass of 82,28 ton C/ha and for Ekaliptus (Eucalyptus
sp) stand, the accumulated biomasss on ground surface was 171,68 ton/ha or
equivalent to biomass carbon of 77,26 ton C/ha. Thus, up to ± 30 years of age,
the Pine (Pinus merkuusii) stand could fixate about 301,96 ton CO2/ha from
atsmosphere, and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stand could fixate about 283,54 ton
CO2/ha from atsmosphere.
Keywords : Allometric, Estimation of carbon, Pinus merkusii, Eucalyptus sp.

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pemanasan global yakni meningkatnya kadar gas karbon dioksida (CO2)
di atmosfer yang merupakan masalah lingkungan dunia yang saat ini marak
dibicarakan.

Pemanasan

global

menyebabkan

udara

yang

terik

akibat

meningkatnya suhu bumi yang pada akhirnya berdampak pada perubahan iklim
global. Perubahan iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di
berbagai belahan dunia. Tingkat kegawatan perubahan iklim global ini terendam
dalam dokumen Kyoto protocol dan Unated Nation Framework Convention on
Climate Change (UNFCCC) yang menekankan pentingnya usaha kearah
pengurangan emisi CO2 serta penyerapan CO2 di atmosfer. Demikian halnya
dalam konferensi PBB tentang pembangunan dan lingkungan hidup atau United
Nation Conference on Environment and Development (UNCED) pada tahun 1992
di Rio Janeiro, Barzil, dimana menghasilkan dua deklarasi umum yang salah satu
diantaranya juga menekankan bagaimana upaya mengurangi perubahan iklim
global (Yusuf, 2008).
Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena
terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan
tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau
karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O) yang lebih dikenal
dengan gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat

Universitas Sumatera Utara

yang

membahayakan

iklim

bumi

dan

keseimbangan

ekosistem

(Hairiah dan Rahayu, 2007).
Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat karena adanya pengelolaan lahan
yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas
pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatankegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi
lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah
menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara penghasil emisi CO2 terbesar
di dunia. Indonesia berada dibawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah
emisi yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO2 per tahunnya atau
menyumbang 10% dari emisi CO2 di dunia (Wetland International, 2006)
(Hairiah dan Rahayu, 2007).
Semua

bentuk

vegetasi

bermanfaat

untuk

menjamin

kelestarian

penyediaan oksigen dan sebagai penyerap gas CO2. Salah satu cara untuk
mengurangi peningkatan CO2 di udara adalah dengan memanfaatkan CO2 sebagai
bahan fotosintesis atau asimilasi zat karbon. Dengan semakin berkurangnya
jumlah tegakan pohon di atas permukaan bumi, maka dapur untuk mengolah CO2
di udara akan berkurang. Untuk itu penanaman pohon perlu diupayakan secara
terus menerus sampai tercapai keseimbangan antara pohon yang ditebang dan
yang ditanam.
Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya
sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang
tersimpan dalam biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan
pokok dari produktivitas hutan. Produktivitas hutan merupakan gambaran

Universitas Sumatera Utara

kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfir melalui aktivitas
fisiologisnya. Pengukuran produktivias hutan relevan dengan pengukuran
biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga
besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat
dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan. Pendugaan besarnya
biomassa dapat digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolahan
hutan, karena hutan dapat dianggap sebagai sumber (source) dan rosot (sink) dari
karbon (Heriansyah, 2006).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan karbon yang
tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii. Jungh) dan Ekaliptus
(Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Sektor Desa Dolat Rayat
Dusun III Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk
tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli
dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Adapun kriteria penunjukan dan penetapan suatu daerah sebagai kawasan taman
hutan raya adalah :
1. Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada
kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya
sudah berubah.
2. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam.
3. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan
koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli.
Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan
yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial
budaya (Gintera dan Pika, 2009).
Sesuai dengan fungsinya, taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk :
1. Penelitian dan pengembangan (kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar
dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan tersebut).
2. Ilmu pengetahuan

Universitas Sumatera Utara

3. Pendidikan
4. Kegiatan penunjang budidaya
5. Pariwisata alam dan rekreasi
(Gintera dan Pika, 2009).
Hutan tanaman selain sebagai sumber untuk pemenuhan kebutuhan kayu
juga berfungsi sebagai pengatur tata air, ekowisata maupun sebagai penyerap
karbon dioksida dari atmosfer. Proses penyerapan CO2 udara oleh vegetasi terjadi
pada waktu fotosintesis. Hutan maupun vegetasi lainnya mengambil CO2 dari
atmosfer dan mengubahnya menjadi karbohidrat untuk pertumbuhannya. Jumlah
karbon yang diserap dan disimpan oleh tanaman diasumsikan sebanding dengan
jumlah karbon organik dalam tegakan (Basuki, et al; 2004).

Tanaman Ekaliptus
Eucalyptus sp di dunia perdagangan sering disebut flooded gum atau rose
gum. Taksonomi dari Eucalyptus sp adalah sebagai berikut :
Divisio

: Spermathophyta

Sub division : Angiospermae
Class

: Dicotlyedon

Ordo

: Myrtales

Family

: Myrtaceae

Genus

: Eucalyptus

Species

: Eucalyptus sp

Tanaman Ekaliptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar,
tingginya 60-80 cm. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga

Universitas Sumatera Utara

200 cm, permukaan pepagan licin, berserat, dan bercak luka yang mengelupas.
Daun muda dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasa pada umumnya
berseling, kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jalas, pertulangan
sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungan berbentuk
payung yang rapat da kadang-kadang berupa malai rata-rata di ujung ranting.
Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau
hitam. Daerah penyebaran meliputi Australia, New Britian, Papua dan Tasmania.
Di Indonesia dapat ditemukan di Irian jaya, Sulewesi, dan Nusa Tenggara Timur.
Eucalyptus sp tumbuh pada ketinggian 600-1800 m dpl dengan curah hujan
tahunan 2500-5000 mm, suhu minimum rata-rata 23°C dan maksimum 31°C di
dataran rendah, serta pada suhu minimum rata-rata 13°C dan maksimum 29 °C di
pegunungan (Sutasni, et al; 1998).

Tanaman Pinus
Taksonomi dari Pinus merkusii Jungh. et de Vriese sebagai berikut :
Divisio

: Spermathophyta

Sub division : Gyemnospermae
Class

: Dicotlyedon

Ordo

: Pinales

Family

: Pinaceae

Genus

: Pinus

Species

: Pinus merkusii Jungh. et de Vriese

Universitas Sumatera Utara

Pinus merkusii Jungh. et de Vriese satu-satunya pinus yang sebaran
alaminya sampai di selatan khatulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di Burma,
Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatera), dan Filipina
(P. Luzon dan Mindoro). Di Jawa dan Sulawesi Selatan (Indonesia) merupakan
hasil penanaman. Tumbuh pada ketinggian 30-1800 m dpl, pada berbagai tipe
tanah dan iklim. Deskripsi botani Pinus pada umumnya pohon besar, batang lurus,
silindris. Tegakan masak dapat mencapai tinggi 30 m, diameter 60-80 cm.
Tegakan tua mencapai tinggi 45 m, diameter 140 cm. Tajuk pohon muda
berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda abu-abu,
sesudah tua berwarna gelap, alur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan,
panjang 16-25 cm. Pohon berumah satu, bunga berkelamin tunggal. Bunga jantan
dan betina dalam satu tunas. Bunga jantan berbentuk strobili dengan panjang 2-4
cm (Hidayat dan Hansen, 2001).

Biomassa dalam Komunitas Hutan
Biomassa atau fitomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi
oleh organisme per satuan area pada suatu saat. Biomassa bisa dinyatakan dalam
ukuran berat seperti berat kering dalam gram atau dalam kalori. Oleh karena
kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, Champman (1986) menyatakan
biomassa diukur berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah gram per
m2 atau kg per ha, sedangkan laju produksi biomassa adalah laju akumulasi
biomassa dalam kurun waktu tertentu sehingga unit satuannya juga menyatakan
per satuan waktu, misalnya kg per ha per tahun (Kusmana dan Onrizal, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Hutan merupakan memiliki volume biomassa tumbuhan besar per satuan
luas sehingga memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang
sangat subur. Keanekaragaman yang sangat tinggi dan produktivitas biomassa
yang besar menggambarkan tingginya produktivitas vegetasi di hutan hujan tropis.
Pada kenyataannya menurut Weaver dan Clement (1980) kecuali produktifitas
vegetasi yang sangat tinggi, tanah di daerah tropis tidaklah terlalu subur kecuali
lahan-lahan yang tersusun atas tanah alluvial baru dan tanah vulkanik. Jumlah
total energi yang terbentuk melalui proses fotosintesis per unit area per unit waktu
disebut produktifitas primer kotor, namun demikian tidak semua energi yang
dihasilkan melalui fotosintesis ini diubah menjadi biomassa, tetapi sebagian
dibebaskan lagi melalui proses respirasi. Produktifitas primer bersih dengan
demikian

adalah

hasil

fotosintesis

dikurangi

dengan

respirasi

(Soemarwoto, 1994).
Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di
kebun campuran (agroforestry) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan
karbon (rosot karbon = karbon sink) yang jauh lebih besar daripada tanaman
semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan
berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan
karbon tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan
CO2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) serasah, namun
pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang
melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya
menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang pengembalaan maka
jumlah karbon tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan

Universitas Sumatera Utara

lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan
meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan
pelepasan (emisi) CO2 ke udara serendah mungkin. Jumlah karbon tersimpan
dalam setiap penggunaan lahan tanaman, serasah dan tanah, biasanya disebut juga
sebagai cadangan karbon (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90%

biomassa yang

terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan
(serasah), hewan dan jasad renik. Biomassa ini merupakan hasil fotosintesis
berupa selulosa, lignin, gula, bersama dengan lemak, pati, protein, damar, fenol
dan senyawa lainnya. Begitu pula unsur hara, nitrogen, fosfor, kalium, dan
berbagai unsur lain yang dibutuhkan tumbuhan melalui perakaran. Biomassa
inilah merupakan kebutuhan makhluk di atas bumi melalui mata rantai antara
binatang dan manusia dalam proses kebutuhan CO2 yang diikat dan O2 yang
dilepas (Arief, 1994).
Fotosintesis adalah proses produksi karbohidrat yang berasal dari bahan
anorganik melalui transformasi energi matahari menjadi energi kimia. Fotosintesis
sering dikatakan sebagai proses kimia satu-satunya yang sangat penting
berdasarkan beberapa alasan, makanan manusia dan dan seluruh binatang
(heterotrof) tergantung langsung atau tidak langsung pada tumbuhan (autorof),
stabilitas konsentrasi oksigen dan karbondioksida atmosfir tergantung dari proses
fotosintesis di lautan dan di daratan. Fotosintesis adalah proses sangat kompleks
yang terdiri dari serangkaian reaksi yang menghasilkan bahan organik dari zat-zat
anorganik. Karbondioksida diambil dari udara dan oksigen yang bervolume sama
dikembalikan, proses tersebut dapat dilukiskan sebagai penyerapan energi cahaya

Universitas Sumatera Utara

oleh kloroplas, pembelahan (fotolisis) air menjadi ion hydrogen untuk mereduksi
karbondioksida menjadi gula. Pada umumnya peristwa fotosintesis dinyatakan
dengan persamaan reaksi kimia sebagai berikut: 6CO2 + 6 H2O → C6H12O6 + 6O2
(Daniel, et al; 1995).
Thohir (1991) dalam Zebua (2008) menyatakan Biomassa tumbuhan
bertambah karena tumbuhan ini mengikat karbondioksida (CO2) dari udara dan
mengubahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Proses
fotosintesis ini diawali dengan pengambilan karbondioksida dari udara dan air
dari tanah oleh tumbuh-tumbuhan berklofil hijau. Dengan bantuan klorofil a dan b
dan dibawah pengaruh sinar matahari sebagai energi, tumbuh-tumbuhan mampu
mengubah karbondioksida dan air menjadi gula, air dan oksigen atau zat asam.
Energi cahaya matahari yang tertangkap dalam proses fotosintesis itu akhirnya
diubah menjadi energi kimia yang tersimpan dalam zat-zat organik seperti gula,
tepung, lemak dan sebagainya disimpanan dalam akar, batang, buah, cabang dan
daun. Energi matahari yang diubah menjadi energi kimia oleh tumbuh-tumbuhan
hijau ini digunakan untuk membentuk bahan-bahan organik, yang semakin lama
semakin tinggi kadar energinya, bahan-bahan tersebut lazim disebut dengan nama
biomassa.
Jumlah CO2 di udara tetap sangat stabil pada tingkat sekitar 280 µmol
mol-1 selama ribuan tahun belakangan ini dan cukup stabil antara 200 dan 300
µmol mol-1 selama 150 ribu tahun sebelum itu. CO2 meningkat sekitar 1,4 µmol
mol-1 per tahun selama 15 tahun terakhir, tetapi pada tahun 1988 peningkatannya
lebih dari 2 µmol mol-1 sebuah lompatan terbesar dan lebih dari 0,5 % dari
kandungan CO2 saat ini. Alasan utama peningkatan sejak tahun 1850 adalah

Universitas Sumatera Utara

pembakaran bahan bakar fosil, tetapi pembukaan lahan, khususnya pembakaran
hutan tropika, juga ikut berperan. Ekosistem hutan hujan tropika menambah CO2
ke atmosfir (melalui respirasi dan pembusukan) sebanyak yang mereka ambil,
tetapi bila hutan itu ditebang dan dibakar, karbon yang tersimpan di biomassanya
dan sebagaian besar atau semua simpanan karbon di tanah berpindah dari biosfer
ke atmosfer (Salisbury dan Ross, 1995).
Dalam jangka pendek, CO2 ditambah ke atmosfer oleh respirasi tumbuhan,
mikroorganisme, dan hewan, oleh pembakaran bahan bakar fosil, serta oleh
pembukaan lahan. Dalam kurun waktu geologi CO2 ditambahkan ke atmosfir
melalui semburan gunung api dan semburan mata air mineral. Dalam jangka
pendek, fotosintesis merupakan salah satu mekanisme penting pengambilan CO2
dari atmosfer. Mekanisme lainnya adalah pelarutan CO2 di samudra dan laut,
dengan karbonat padat dan terlarut dalam keadaan setimbang dengan CO2,
perubahan

pada

yang

satu

akan

mempengaruhi

yang

lainnya

(Salisbury dan Ross, 1995).
Salisbury dan Ross (1995) mengatakan bahwa laju fotosintesis berbagai
spesies tumbuhan yang tumbuh pada berbagai daerah yang berbeda seperti gurun
kering, puncak gunung dan hutan hujan tropika, sangat berbeda. Kapasitas
fotosintesis daun diartikan sebagai laju fotosintesis per satuan luas daun pada
keadaan cahaya jenuh, konsentrsi CO2 dan O2 normal, suhu optimum dan
kelembaban nisbi tinggi, beragam dengan kelipatan hampir dua besaran.
Perbedaan ini sebagian disebabkan oleh adanya keragaman cahaya, suhu, dan
ketersedian air.

Universitas Sumatera Utara

Konsentrasi CO2 atmosfir bumi di atas tajuk hutan diperkirakan 0,03 %
volume 300 ppm. Di dalam hutan, konsentrasi CO2 biasanya lebih tinggi.
Ketersedian CO2 biasaanya dapat menjadi faktor pembatas fotosintesis. Hal ini
merupakan kasus yang sangat mungkin dalam tajuk pohon hutan yang rapat atau
tajuk tanaman pertanian selama siang hari bila fotosintesis aktif mengambil CO2
dari udara dan pencampuran armosfir sangat sedikit karena stagnasi udara.
Dengan menurunya konsentrasi CO2 sekitar daun, level minimal yang dicapai
yang disebut konsentrasi kompensasi CO2 yang di bawahnya tidak terdapat lagi
hasil positif fotosintesis neto (Daniel, et al; 1995).
Konsep piramida biomassa diterapkan dalam usaha mengatasi masalah
ukuran. Dalam penyusunan piramida itu dipakai bobot (biasanya bobot kering)
jasadnya dan bukan jumlahnya. Biomassa dinyatakan dalam gram per meter
persegi (g/m2) atau dalam ton per hektar (ha) bahan yang biasanya dikeringakan
sampai 70°C untuk mencegah kehilangan nitrogen (catatan : 1 ton sama dengan
106g, 1 ha setara dengan 104 m2, 1 ton/ha sama dengan 892 lb/acre)
(Ewusie, 1990).
Golley (1983) menyatakan bahwa meskipun tumbuh pada lahan yang
kurang subur, namun pohon-pohon di daerah tropis memiliki biomassa yang besar
dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon-pohon subtropis
yang tumbuh pada lahan yang lebih subur. Hal ini terjadi karena adanya
mekanisme konservasi hara dari pohon-pohon tropis. Selain faktor-faktor tersebut,
variasi biomassa juga terjadi karena perbedaan faktor iklim, misalnya curah hujan
dan suhu. Secara umum, curah hujan di daerah tropis pada umumnya lebih tinggi
dibandingkan daerah-daerah sub-tropis, dan demikian juga halnya dengan faktor

Universitas Sumatera Utara

cahaya matahari, dimanan penyinaran matahari di tropis lebih lama dibandingkan
di daerah subtropis.
Metoda estimasi stok karbon yang telah dikembangkan pada saat ini
didasarkan pada pengukuran-pengukuran di lapangan pada tingkat plot. Stok
karbon diestimasi dari biomassanya dengan

mengikuti aturan 40% biomassa

adalah karbon. Adapun metoda estimasi biomassa salah satunya adalah metoda
alometrik. Estimasi dilakukan dengan cara mengukur diameter batang pohon
setinggi dada (Diameter at Breast Height, DBH), yang terdapat pada plot
penelitian. Kemudian DBH digunakan sebagai variabel bebas dari persamaan
alometrik yang menghubungkan biomassa sebagai variabel tak bebas dan DBH
sebagai variabel bebas. Metoda ini telah banyak diaplikasikan untuk estimasi stok
karbon pada berbagai tipe vegetasi di Indonesia (Ulumudin, et al; 2005).
Alometrik adalah suatu alat yang kuat untuk menaksir berat/beban pohon
dari variabel yang mandiri seperti tinggi dan garis tengah batang yang dapat
dihitung pada setiap tegakan. Kekurangan dalam menggunakan hubungan
alometrik adalah membutuhkan banyak tenaga untuk mengukur sejumlah pohon
dalam menetapkan hubungan alometrik. Kebutuhan untuk identifikasi suatu
hubungan umum alometrik dapat digunakan berbagai jenis pohon dan di dalam
suatu penempatan lebar/luas geografis dari hutan (Komiyama, et al; 2005).
Menurut Brown (1992) estimasi terbaru dari Food and Agriculture
Organization of the United Nation (FAO) tentang sumber daya hutan dunia telah
memberikan gambaran penting tentang jumlah absorbsi CO2 selama periode
1981-1990. Selama periode tersebut total ekosistem hutan dunia mengandung 830
milyar ton CO2, 40% pada vegetasinya dan 60% di dalam tanah. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa rata-rata setiap tahun dalam periode 1981-1990 hutan dalam
wilayah temperate dan boreal mengabsobsi 700 juta ton karbon atmosfer, tetapi
selama ada perubahan dalam hutan tropis net emisi mencapai sebanyak 1.6 milyar
ton CO2. Jumlah tahunan penyimpanan atau emisi CO2 jika dibandingkan dengan
jumlah produksi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil mencapai 5.5
milyar ton. Akan tetapi, analisis yang lebih menyeluruh dari proses siklus CO2 di
daerah tropis akan menunjukkan total nilai tidak lebih dari 500 juta ton. Sebagai
akibatnya, sangat memungkinkan bahwa hutan dunia dan alterasinya juga
memberi konstribusi yang besar terhadap akumulasi CO2 atmosfer (Yusuf, 2008).
Syafii, (2003) dalam Zebua (2008) menyatakan biomassa yang dihasilkan
oleh tanaman dipermukaan bumi diperkirakan sekitar 100-125 miliar ton/tahun
dan di lautan sekitar 44-45 miliar ton per tahun dengan kandungan energi sekitar
200 kali konsumsi energi dunia. Diantara biomassa yang dihasilkan di permukaan
bumi, persentase terbesar adalah biomassa dalam bentuk kayu/biomassa hutan,
yaitu sekitar 90 miliar ton per tahun. Jika dilihat dari data potensi hutan dan pola
pertumbuhannya, biomassa yang dihasilkan dari hutan tanaman relatif cukup
tinggi, yaitu 25-30 m3/ha/tahun, dengan mutu yang seragam.
Hubungan DBH dan H pada tegakan Eucalyptus grandis mengikuti fungsi
hiperbolik dengan korelasi yang sangat erat, yakni 96,83 dan dengan nilai
simpangan yang kecil, yakni hanya sebesar 0.01. Dengan demikian, tinggi pohon
dapat diduga dengan baik dengan menggunakan diameter pohon. Mengingat
kostanta pangkat dari DBH>1 yang berarti jenis Eucalyptus grandis merupakan
jenis pohon yang intoleran dimana peningkatan diameter pohon diikuti dengan
peningkatan secara progersif tinggi pohon. Hasil ini seperti yang dinyatakan

Universitas Sumatera Utara

Kusmana (1997) bahwa jenis intoleran membutuhkan cahaya matahari yang
cukup tinggi untuk mendukung pertumbuhan optimum (Onrizal, et al; 2009).
Brown, et al; (1952) dalam Zebua (2008) menyatakan bahwa berat jenis
kayu bervariasi diantara berbagai jenis pohon dan diantara pohon dari satu jenis
yang sama. Variasi ini juga terdapat pada posisi yang berada dari satu pohon.
Adanya variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah zat
penyusun dinding sel dan kandungan zat ekstraktif per unit volume dan berat jenis
di dalam suatu spesies telah ditemukan bervariasi dengan sejumlah faktor yang
meliputi letaknya dalam pohon, letak dalam kisaran spesies, kondisi tempat
tumbuh dan sumber-sumber genetik.

Universitas Sumatera Utara

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Singkat Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Istilah taman hutan raya di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1985, saat
diresmikan Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda seluas 590 Ha yang berlokasi di
Bandung, Jawa Barat dan merupakan taman hutan raya pertama di Indonesia.
Kemudian pada tahun 1986 taman hutan raya kedua diresmikan di Sumatera Barat
dengan nama Taman Hutan Raya Dr. Mohammad Hatta dengan luas 240 Ha.
Selanjutnya merupakan taman hutan raya ketiga di Indonesia adalah Taman Hutan
Raya Bukit Barisan yang berlokasi di Sumatera Utara dan ditetapkan dengan
Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 Nopember 1988
(Dishut Sumut, 2007).
Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan
pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan. Tahura
Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang berintikan kawasan hutan lindung dan
kawasan konservasi denga luas seluruhnya 51.600 Ha. Kawasan Tahura Bukit
Barisan terletak pada bagian utara dari wilayah Kabupaten Dati II Karo, bagian
selatan dan timur wilayah Kabupaten Dati II Langkat dan bagian barat dari
wilayah Kabupaten Dati II Simalungu (Dishut Sumut, 2007).
Areal kawasan Tahura Bukit Barisan meliputi wilayah Pemerintah
Kabupaten Karo seluas 19.805 Ha, Deli Serdang terdapat 17.150 Ha, Langkat
seluas 13.000 Ha dan Simalungun seluas 1045 Ha. Seluruh kawasan ini yang
luasnya 51.600 Ha terdiri dari hutan lindung 38.273 Ha (74,17%) Taman Nasional
13.000 Ha (25,20%), Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit 200 Ha (0,39%),

Universitas Sumatera Utara

Cagar Alam Sibolangit 120 Ha (0,23%), dan Taman Wisata Lau Debuk-debuk
7 Ha (0,01%) (Dishut Sumut, 2007).
Sarana dan prasaran fisik obyek wisata Tahura Bukit Barisan Lokasi
Tongkoh dibangun oleh Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 1987/1988 dan tahun 1988/1989 yang selanjutnya dikelola oleh
Koperasi Pegawai Negeri Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera
Utara sampai dengan Febuari 1993. Sejak bulan Maret 1993 sampai dengan tahun
1998, pengelolaan Tahura Bukit Barisan Lokasi Tongkoh dilakukan oleh PT.
Inhutani IV berdasarkan surat kepala Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi
Sumatera Utara Nomor 587/Kwl-3/1993 tanggal 1 Maret 1993 dan surat Menteri
Kehutanan Nomor 1075/Menhut-IV/1994 tanggal 20 Juli 1994. Sejak tanggal 25
Juni 1998, pengelolahan Tahura Bukit Barisan Lokasi Tongkoh ditarik dari PT.
Inhutani IV dan pengelolahannya ditangani kembali oleh Kanwil Departemen
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya, Kanwil
Departemen Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Sumatera Utara menyerahkan
pengelolahan Tahura Bukit Barisan Lokasi Tongkoh kepada Balai Konservasi
Sumberdaya Alam Sumatera I sampai dengan terbentuknya Balai Pengelola
Taman Hutan Raya Bukit Barisan (BP Tahura Bukit Barisan, 2008).

Keadaan Bio-Fisik-Kimia Kawasan Tahura Bukit Barisan
1. Flora dan Fauna
Jenis pohon yang terdapat di Kawasan Tahura Bukit Barisan Lokasi
Tongkoh adalah sebagai berikut : Pada lokasi arboretum (luas ± 8 Ha) terdapat 24
jenis pohon dengan jumlah pohon sebanyak 1624 batang yang didominasi oleh

Universitas Sumatera Utara

jenis Pinus merkusii, Altingia exelsa dan Pinus insularis. Pada lokasi tambahan
(± 7 Ha) terdapat 14 jenis pohon yang didominasi oleh jenis Pinus merkusii,
Litsea sp, Quercus spicata dan Pinus insularis.
Satwa liar yang terdapat di lokasi Tahura Bukit Barisan adalah jenis
primata antara lain Sikulikap, Siamang, dan Monyet. Untuk jenis burung antara
lain Murai batu, Kepodang, Burung hijau, Burung air, Walet besar, Kacer,
Pengisap madu, Trilli, Kleto-kleto, dan Cip-cip gajah.

2. Topografi
Sesuai dengan keputusan presiden No. 48 tahun 1988 luas Taman Hutan
Raya Bukit Barisan adalah seluas 51600 hektar. Kawasan Taman Hutan Raya
Bukit Barisan Lokasi Tongkoh sebagian besar datar sampai bergelombang
dengan kemiringan 8-15%, dengan ketinggian tempat ± 1500 mdpl, sedangkan
lokasi lainnya mempunyai topografi bergelombang sampai bergunung
(BP Tahura Bukit Barisan, 2008).

3. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, Kawasan Taman
Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh memilki tipe iklim B dengan curah
hujan 2000-3011 mm per tahun di sepanjang 5 tahun terakhir yaitu 2005-2009
dengan hari curah hujan merata sepanjang tahun. Kelembaban udara cukup tinggi
antara 76-90%, Suhu udara antara 22-24ºC, Intensitas Cahaya sebesar 81-183
Lux, Suhu tanah antara 21-22ºC dan kecepatan angin anatar 1500-8650 knot per
jam.

Universitas Sumatera Utara

4. Geologi dan Jenis Tanah
Formasi geologi berasal dari letusan gunung berapi berupa batuan Tuf
Intermedier.Dari hasil pengukuran dilapangan pH tanah di Taman Hutan Raya
Bukit Barisan Lokasi Tongkoh adalah 6,6. Jenis tanah adalah andosol dan asosiasi
dengan pedsolik merah kuning.

Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu
Lokasi penelitian adalah di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Sektor Desa
Dolat Rayat Dusun III Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang luasnya
17 ha dan untuk seluruh kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan luasnya
51600 ha yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI No.48 Tahun 1988
tanggal 19 November 1988. Penelitian di lapangan dan analisis data dilaksanakan
pada bulan Desember 2009-April 2010.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan

untuk penelitian ini adalah Hutan Tanaman

dengan tegakan Pinus (Pinus merkusii ) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) sebagai
objek pengamatan dan tally sheet sebagai tempat untuk mencatat data.
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah
1. Kompas berfungsi untuk menentukan sudut azimuth, sudut arah dan sudut
vertikal
2. Phi band berfungsi untuk mengukur diameter pohon.
3. Pita ukur Berfungsi sebagai pengukur jarak atau panjang suatu lokasi secara
langsung di lapangan, baik di lokasi mendatar maupun di daerah berlereng.
4. Tali berfungsi untuk pembuatan petak ukur
5. Clinometer berfungsi untuk mengukur tinggi pohon
6. Kamera berfungsi untuk alat dokumentasi

Universitas Sumatera Utara

7. GPS berfungsi untuk mengambil titik koordinat
8. Soil Tester berfungsi untuk mengukur pH tanah
9. Luxmeter berfungsi untuk mengukur intensitas cahaya
10. Hidrometer berfungsi mengukur kelembaban

Pelaksanaan Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan
deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kuantitatif dilakukan dalam tiga tahap
penelitian yaitu penelitian lapangan, penelitian pustaka, laboratorium dan analisis
data, sedangkan metode deskriptif kualitatif adalah penjelasan untuk data-data
yang bersifat kualitatif.

Jenis Data
Data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data-data yang diambil langsung dari lapangan yaitu berupa data
studi komposisi pohon, diameter batang (dbh) dan faktor fisik-kimia.
Data sekunder yang digunakan yaitu berupa data iklim, jenis tanah dan
data-data dari instansi terkait mengenai kawasan Taman Hutan Raya Bukit
Barisan di Kabupaten Karo.

Petak Pengamatan
Petak pengamatan (plot contoh pengukuran) dibuat berukuran 20 m x 100
m. Berdasarkan peta penetapan kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan, dibuat
perencanaan pengambilan data untuk biomassa pohon terdiri dari 3 blok

Universitas Sumatera Utara

pengamatan. Pada setiap blok pengamatan terdapat 1 plot contoh pengukuran
(transek pengukuran). Metode pembuatan petak pengamatan dibuat secara
purposive sampling yaitu blok pengamatan ditentukan berdasarkan survey
pendahuluan kemudian ditentukan blok pengamatan yang mewakili berbagai
kondisi lapangan.

Blok I

20 m


← 100 m →

Blok II

20 m


← 100 m →

Blok III

20 m


← 100 m →

Gambar 1. Lay out plot contoh pengukuran (transek pengukuran)

Proses Pengambilan Bahan dan Data
Pengukuran biomasa pohon dilakukan dengan cara non destructive
(tidak merusak bagian tanaman), Dimana diukur diameter batang setinggi dada
(dbh = diameter at breast height = 1.3 m dari permukaan tanah) semua pohon
yang masuk dalam sub plot. Lakukan pengukuran dbh hanya pada pohon

Universitas Sumatera Utara

berdiameter

> 30 cm. Pohon dengan dbh < 5 cm diklasifikasikan sebagai

tumbuhan bawah .
Ditetapkan berat jenis (BJ) kayu dari tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp)
dengan cara memotong kayu dari salah satu cabang, lalu diukur panjang, diameter
dan ditimbang berat basahnya setelah itu dimasukkan ke dalam oven pada suhu
103±5 ºC selama 24 jam dan ditimbang berat keringnya. Dihitung volume dan BJ
kayu dengan rumus sebagai berikut :
Volume (cm3) = πR2T
BJ (g cm-3 ) =

Berat Kering
Volume pohon

Keterangan :
R = Jari-jari potongan kayu = ½ x Diameter (cm)
T = Panjang kayu (cm)
Dicatat diameter batang dan berat jenis dari setiap pohon yang diamati
pada blanko pengamatan yang telah disiapkan.
Tabel 1. Blanko Pengukuran Biomasa: Diameter, Tinggi dan Berat Jenis PohonPohon Berukuran Besar (Diameter > 30 cm)
No Nama Pohon
K
D
T
BJ
BK-biomassa
Catatan
kg/pohon
1
2
3
100
TOTAL BIOMASA POHON
Keterangan :
K = Lilit batang (cm)

D = dbh = K/π, dimana π = 3.14

T = Tinggi pohon (cm)

BJ = Berat jenis Kayu

Universitas Sumatera Utara

Analisis Data
Untuk estimasi karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii ) dan
Ekaliptus (Eucalyptus sp) data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran
dilapangan

terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan biomassa dengan

menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti
sebelumnya, yaitu :
a. Biomassa Pinus (BKpinus) = 0.0417 D 2.6576
Keterangan:
D : Diameter batang (cm)
(Waterloo,1995)
b. Pohon Bercabang
BK = 0.11ρ D2.62
Keterangan :
ρ = Berat Jenis Pohon (g cm-3)
D = Diameter batang (cm)
(Ketteringgs, 2001).
c. Biomassa Pohon Per Plot =

Total Biomassa Pohon
Luas Petak Ukur

d. Biomassa Pohon Per Hektar =

Jumlah Total Biomassa Pohon Per Plot
Jumlah Blok

e. Untuk estimasi karbon tersimpan pada pohon dihitung dengan memperkirakan
bahwa konsentrasi karbon dalam bahan organik biasanya sekitar 45%, oleh
karena itu estimasi karbon tersimpan per hektar dapat dihitung dengan
formulasi yaitu karbon tersimpan = Biomassa Pohon Per Hektar x 0.45.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Berat Jenis
Berat jenis merupakan salah satu sifat fisik kayu yang sangat penting,
karena tinggi rendahnya berat jenis akan mempengaruhi sifat-sifat fisik lainnya,
sifat mekanik, dan pemanfaatan kayu yang bersangkutan. Adapun hasil
pengukuran berat jenis pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus
(Eucalyptus sp) adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Berat jenis (BJ) Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp).
Pinus merkusii
Berat
Volume
Berat
Kering
Jenis
22,6
48,86
0,46

NO
1

Eucalyptus sp
Berat
Volume
Berat
Kering
Jenis
27,7
93,22
0,29

2

22,6

42,09

0,53

35,7

78,90

0,45

3

14,8

34,91

0,42

30,4

290,06

0,10

4

36,3

70,23

0,51

29,8

76,18

0,39

5

34,4

70,23

0,48

19,6

44,64

0,44



266,32

2,4

583

1,67

Rata-rata

53,26

0,48

116,6

0,33

Dari hasil pengukuran dilapangan diperoleh hasil berat jenis Pinus
(Pinus merkusii) adalah sebesar 0,48 g cm-3 dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah
sebesar 0,33 g cm-3. Berdasarkan berat jenis tersebut menurut Vademecum
Kehutan Indonesia (1976) dalam Damanik (2005) kelas kekuatan kayu untuk
Pinus (Pinus merkusii) adalah termasuk kedalam golongan kelas kuat III dan
Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah termasuk kedalam golongan kelas kuat IV.

Universitas Sumatera Utara

Berat jenis digunakan untuk menerangkan massa suatu bahan per satuan
volume. Berat jenis sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya
jenis pohon tertentu. Perbedaan berat jenis mungkin terjadi pada setiap pohon dan
hal ini juga akan terjadi diantara pohon dari satu jenis yang sama. Dalam buku
Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan yang ditulis oleh Mandang dan
Pandit (1997) menyatakan bahwa berat jenis Pinus (Pinus merkusii) adalah 0,55 g
cm-3 dan berat jenis Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah 0,57 g cm-3. Hasil yang
diperoleh dari pengukuran berat jenis di Taman Hutan Raya Bukit Barisan
berbeda dengan yang ada di buku Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan
yang ditulis oleh Mandang dan Pandit (1997). Perbedaan berat jenis ini sesuai
dengan pernyataan Brown, et al; (1952) dalam Zebua (2008) yang mengatakan
bahwa berat jenis kayu bervariasi diantara berbagai jenis pohon dan diantara
pohon dari satu jenis yang sama. Adanya variasi jenis kayu tersebut disebabkan
oleh perbedaan dalam jumlah zat penyusun dinding sel dan kandungan zat
ekstrakt