Aplikasi Metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process DalamPemilihan Lembaga Bimbingan Belajar Di Kota Medan Berdasarkan Persepsi Siswa Kelas XII

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytial Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode khusus dari Multi
Criteria Decision Making (MCDM) yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty. AHP
sangat berguna sebagai alat dalam analisis pengambilan keputusan dan telah banyak
digunakan dengan baik dalam berbagai bidang seperti peramalan, pemilihan
karyawan, pemilihan konsep produk, dan lain-lain.

AHP merupakan suatu teori pengukuran yang digunakan untuk menderivasi
skala rasio baik dari perbandingan-perbandingan berpasangan (pairwise comparisons)
diskrit maupun kontinu (Saaty, 1993). Dalam mendefinisikan masalah dan
perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) diperlukan suatu hirarki pada
penerapan AHP untuk menentukan hubungan dalam struktur tersebut. Struktur hirarki
digambarkan dalam suatu diagram pohon yang berisi goal (tujuan masalah yang akan
dicari solusinya), kriteria, subkriteria, dan alternatif. Metode AHP yang dilakukan

dengan cara memodelkan permasalahan diuraikan secara bertingkat yang terdiri atas
kriteria dan alternatif.

Selain Saaty, penulis lain mengemukakan bahwa metode AHP telah banyak
digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria tetapi
penerapannya telah meluas sebagai model alternatif manfaat biaya, peramalan dan
lain-lain (Latifah, 2005). Pendekatan AHP menawarkan penyelesaian masalah
keputusan yang melibatkan seluruh sumber kerumitan seperti yang didefinisikan di
atas.

2.1.1

Landasan Aksiomatik

AHP memiliki landasan aksiomatik yang terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

a. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan
berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A

adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah
A.

1


kali lebih penting dari

b. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan.
Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenisdalam
hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.
c. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy)
walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete
hierarchy).
d. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan
preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan

data

kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.


2.1.2

Prinsip Dasar AHP

Dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP, ada beberapa prinsip dasar
yang harus dipahami, yakni:

a. Decomposition (prinsip menyusun hirarki)
Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problem yang
utuh menjadi unsur–unsurnya ke dalam bentuk hirarki proses pengambilan
keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk
mendapatkan hasil

yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-

unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga
didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan.
Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete
dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen

pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada
tingkat berikutnya (Gambar

2.1),

sementara

pada

hirarki

keputusan

incomplete tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai

Universitas Sumatera Utara

hubungan. Pada umumnya problem nyata mempunyai karakteristik struktur
yang incomplete.


Gambar 2.1 Struktur Hirarki AHP Complete

b. Comparative Judgement
Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan
relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan
berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari
penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison
yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa
alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala
1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance)
sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi
(extreme importance).
c. Synthesis of Priority
Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method
untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.
d. Logical Consistency
Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai
dengan mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai
tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimbang

yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3

Tahapan-tahapan AHP

Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai
berikut:

a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin
di ranking.
c. Membentuk matriks perbandingan berpasangan

yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan

atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan
pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat
kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
d. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam
matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
e. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten
pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud
adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan
matlab maupun manual.
f. Mengulangi langkah c, d, dan e untuk seluruh tingkat hirarki.
g. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan
dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah
sampai pencapaian tujuan.
h. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka
penilaian harus diulang kembali.

2.1.4

Menetapkan Prioritas


Langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan
keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan (pairwise comparison),

Universitas Sumatera Utara

yaitu elemen-elemen dibandingkan secara berpasangan terhadap suatu kriteria
yang ditentukan. Perbandingan berpasangan ini dipresentasikan dalam bentuk matriks.
Skala yang digunakan untuk mengisi matriks ini adalah 1 sampai dengan 9
(skala Saaty) dengan penjelasan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Skala untuk Perbandingan Berpasangan

Tingkat Kepentingan

Definisi

1

Equally important (sama penting)


3

Moderately more important (sedikit lebih penting)

5

Strongly more important (lebih penting)

7

Very strongly more important (sangat penting)

9

Extremely more important (mutlak lebih penting)

1, 4, 6, 8

Intermediate values (nilai yang berdekatan)


Setelah keseluruhan proses perbandingan berpasangan dilakukan, maka bentuk
matriks perbandingan berpasangannya adalah seperti pada Tabel 2.2. Apabila dalam
suatu sub sistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu A1, A2,…, An maka hasil
perbandingan dari elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks A
berukuran n × n sebagai berikut:

Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan

A1

A2

A1

1

a12

A2


a21

1







An

an1

an2



An



a1n







a2n



1

Universitas Sumatera Utara

Matriks Anxn merupakan matriks reciprocal yang diasumsikan terdapat n elemen
yaitu w1, w2,…, wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai perbandingan secara
berpasangan antara wi dan wj yang dipresentasikan dalam sebuah matriks

��

��

= aij,

dengan i, j = 1, 2,…,n sedangkan aij, merupakan nilai matriks hasil perbandingan
yang mencerminkan nilai kepentingan ai terhadap aj bersangkutan sehingga
diperoleh matriks yang dinormalisasi. Untuk i = j, maka nilai aij = 1 (diagonal
matriks), atau apabila antara elemen operasi

ai

dengan

aj

memiliki tingkat

kepentingan yang sama maka aij = aji = 1. Data dari matriks perbandingan
berpasangan ini merupakan dasar untuk menyusun vektor prioritas dalam AHP. Bila
vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan dengan W, dengan W =
(w1, w2, …, wn), maka intensitas kepentingan elemen operasi A1 terhadap A2
adalah

�1
�2

= A12,

sehingga matriks perbandingan berpasangan dapat dinyatakan

sebagai berikut:

Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Intensitas Kepentingan Elemen Operasi

A1
A2


An

A1

A2

�1
�1

�1
�2

�2
�1

�2
�2

��
�1

��
�2








An
�1
��



�2
��



��
��





Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan tersebut dilakukan normalisasi
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menjumlahkan nilai setiap kolom dalam matriks perbandingan berpasangan:
∑��=1 ��� , untuk i, j = 1, 2,…,n.

b. Membagi nilai ��� pada setiap kolom dengan jumlah nilai pada kolom:
Universitas Sumatera Utara

�′ �� =

� ��

∑��=1 � ��

untuk i, j = 1, 2,…,n.

c. Menjumlahkan semua nilai setiap baris dari matriks yang telah dinormalisasi
dan membaginya dengan elemen tiap baris. Hasil pembagian tersebut
menunjukkan nilai prioritas untuk masing-masing elemen.

2.1.5

Konsistensi

Dalam penilaian perbandingan berpasangan sering terjadi ketidak konsistenan dari
pendapat/preferensi yang diberikan oleh pengambil keputusan. Konsistensi dari
penilaian berpasangan tersebut dievaluasi dengan menghitung Consistency Ratio
(CR). Saaty menetapkan apabila CR
≤ 0,1, maka hasil penilaian tersebut
dikatakan konsisten. Formulasi untuk menghitung adalah: CR =

��

��

. Di mana, CI =

Consistency Indeks (Indeks Konsistensi) dan RI = Random Consistency Index.

Formula CI adalah: =

(λ��� − �)
� −1

; di mana �� = nilai maksimum dari eigen

value berordo n. Eigen value maksimum didapat dengan menjumlahkan hasil
perkalian matriks perbandingan dengan eigen vector utama (vektor prioritas) dan
membaginya dengan jumlah elemen. Nilai CI tidak akan berarti bila tidak
terdapat acuan untuk menyatakan apakah CI menunjukkan suatu matriks yang
konsisten atau tidak konsisten. Saaty mendapatkan nilai rata-rata Random Index
(RI) seperti pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Nilai Random Indeks (RI)
Ordo
Matriks
RI

1,2
0

3

4

5

6

7

0,52 0,89 1,11 1,25 1,35

8
1,4

9

10

11

12

13

1,45 1,49 1,51 1,54 1,56

Universitas Sumatera Utara

2.1.6

Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Definisi. Misalkan A adalah sebarang matriks bujur sangkar. Skalar disebut sebagai
nilai eigen dari A jika terdapat vektor (kolom) bukan-nol v sedemikian rupa
sehingga:
Av = λv
Sebarang vektor yang memenuhi hubungan ini disebut sebagai vektor eigen
dari A yang termasuk dalam nilai eigen λ.
Dicatat bahwa setiap kelipatan skalar kv dari vektor eigen v yang termasuk dalam λ

juga adalah vektor eigen karena:

A(kv) = k (Av) = k (λv) = λ (kv)

(2.1)

Untuk mencapai nilai eigen dari matriks A yang berukuran n × n, maka dapat ditulis
pada persamaan berikut:

Atau secara ekuivalen:

Av = λv

(2.2)

(λI - A)v = 0

(2.3)

Agar λ menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan
(2.3). Akan tetapi, persamaan (2.3) akan mempunyai pemecahan tak nol jika
dan hanya jika:
det(λI - �) = 0

(2.4)

Persamaan 2.4 dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi
persamaan 2.4 adalah nilai eigen dari �.
Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen ��

terhadap elemen ��

adalah aij, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij =
1
� ��

. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor w = (w1, w2, w3,…, wn). Nilai wn

menyatakan bobot kriteria �� terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem

tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor i terhadap faktor j dan aik
menyatakan derajat kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan
menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan aij . ajk atau
jika aij . ajk = aik untuk semua i, j, k.

Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w, maka elemen aij dapat ditulis:

aij =

��

��

; ∀i,j = 1,2,3,…, n

(2.5)

Jadi, matriks konsistennya adalah:

aij . ajk =

��

��

.

��

��

=

��

��

= aik

(2.6)

Seperti yang diuraikan dinatas, maka untuk pairwise comparison matrix diuraikan
menjadi:

aij =

��

��

=

1
� � /� �

=

1
� ��

(2.7)

Dari persamaan (2.7) dapat dilihat bahwa:


aij ∙ �� = 1


(2.8)

Dengan demikian untuk matriks perbandingan berpasangan yang konsisten menjadi:


� ��� ∙ ��� ∙

�,� =1


1
= � ; ∀�, � = 1,2,3, … , �
���

� ��� ∙ ��� = ���� ; ∀�, � = 1,2,3, … , �

(2.9)

(2.10)

�,� =1

Universitas Sumatera Utara

Persamaan (2.10) ekuivalen dengan bentuk persamaan matriks
�∙� = �∙�

(2.11)

Dalam teori matriks, formulasi (2.11) diekspresikan bahwa w adalah eigen
vektor dari matriks A dengan nilai eigen n. Perlu diketahui bahwa n merupakan
dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai
berikut:
�1
⎡�
⎢ �1
⎢ 2
⎢ �1
⎢ ⋮
⎢��
⎣ �1

�1
�2
�2
�2

��
�2







�1
�� ⎤
�2 ⎥

�� ⎥
⋮ ⎥
�� ⎥
�� ⎦

Tetapi pada prakteknya tidak dapat dijamin bahwa:

aij =

� ��

� ��

Salah satu penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu
dapat konsisten mutlak dalam mengekspresikan preferensi terhadap elemen-elemen
yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa penilaian yang diberikan untuk setiap
elemen persoalan pada suatu level hirarki dapat saja tidak konsisten (inconsistent).

2.2 Himpunan Fuzzy

Pada tahun 1965, Zadeh memodifikasi teori himpunan dimana setiap anggotanya
memiliki derajat keanggotaan yang bernilai kontinu antara 0 dan 1. Himpunan
ini disebut dengan Himpunan Kabur (Fuzzy Set). Himpunan Fuzzy didasarkan
pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga
fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0, 1]. Nilai
keanggotaannya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak
hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang berada diantaranya. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

dalam himpunan crisp, nilai keanggoataan hanya 2 kemungkinan yaitu 0 atau 1. Jika
� ∈ � maka nilai yang berhubungan dengan � adalah 1. Namun, jika � ∈ �,
maka nilai yang berhubungan dengan � adalah 0.

Misalkan diketahui klasifikasi sebagai berikut:
MUDA

umur < 35 tahun

SETENGAH BAYA

35 ≤ umur ≤ 55 tahun

TUA

umur > 55 tahun

Dengan menggunakan pendekatan crisp, amatlah tidak adil untuk menetapkan
nilai SETENGAH BAYA. Pendekatan ini bisa saja dilakukan untuk hal-hal yang
bersifat diskontinu. Misalkan umur klasifikasi 55 tahun dan 56 tahun sangat
jauh berbeda, umur 55 tahun termasuk SETENGAH BAYA, sedangkan umur 56
tahun sudah termasuk TUA. Demikian pula untuk kategori TUA dan MUDA.
Dengan demikian pendekatan crisp ini sangat tidak cocok untuk diterapkan pada
hal-hal yang bersifat kontinu, seperti umur. Selain itu, untuk menunjukkan suatu
unsur pasti termasuk SETENGAH BAYA atau tidak, dan menunjukkan suatu
nilai kebenaran 0 atau 1, dapat digunakan nilai pecahan, dan menunjuk 1 atau nilai
yang dekat dengan 1 untuk umur 45 tahun, kemudian perlahan menurun menuju
ke 0 untuk umur dibawah 35 tahun dan di atas 55 tahun.

Terkadang

kemiripan

antara

keanggotaan

fuzzy dengan

probabilitas

menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki interval [0, 1], namun interpretasi
nilainya sangat berbeda. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap
pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap
keseringan suatu hasil bernilai besar dalam jangka panjang (Kusumadewi, 2004).

2.2.1 Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan
pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga

Universitas Sumatera Utara

disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1.
Atau dapat dinotasikan sebagai berikut:
�� : ℜ → [0, 1]
Untuk � ∈ ℜ maka �� (�) adalah derajat keanggotaan � dalam �.
2.2.2 Bilangan Fuzzy Triangular

Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut:
�−�
;� − � ≤ � ≤ �

�� (�) = 1 − � − � ; � ≤ � ≤ � + �




0 ; �������
⎧1 −


Berikut akan ditampilkan gambar bilangan fuzzy segitiga (Triangular):

Gambar 2.2 Bilangan Fuzzy Triangular

2.2.3 Bilangan Fuzzy Trapezoidal

Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

�� (�) =

�−�
⎧1 − �


1

; �−� ≤� ≤�

; �≤�≤�


�−�
; � ≤� ≤�+�
⎪1 − �

0
; �������


Berikut akan ditampilkan gambar bilangan fuzzy trapezoidal:

Gambar 2.3 Bilangan Fuzzy Trapezoidal

2.2.4 Himpunan Penyokong (Support Set)

Terkadang bagian tidak nol dari suatu himpunan fuzzy ditampilkan dalam
domain. Sebagai contoh, domain untuk BERAT adalah 40 kg hingga 60 kg, namun
kurva yang ada dimulai dari 42 kg hingga 60 kg. Daerah ini disebut dengan himpunan
penyokong (support set). Hal ini penting untuk menginterpretasikan dan mengatur
daerah fuzzy yang dinamis.

2.2.5 Nilai Ambang Alfa-Cut

Salah satu teknik yang erat hubungannya dengan himpunan penyokong adalah
himpunan level-alfa (α-cut). Level-alfa ini merupakan nilai ambang batas domain
yang didasarkan pada nilai keanggotaan untuk tiap-tiap domain. Himpunan ini berisi

Universitas Sumatera Utara

semua nilai domain yang merupakan bagian dari himpunan fuzzy dengan nilai
keanggotaan lebih besar atau sama dengan α.

2.2.6 Operasi-operasi pada Himpunan Fuzzy

Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang didefinisikan
secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy. Berikut
ini ada beberapa operasi logika fuzzy yang didefinisikan oleh Zadeh, yaitu:

Interseksi
Union
Komplemen

: ��∩� = ���⁡
(�� [�], �� [�])

: ��∪� = ���⁡
(�� [�], �� [�])
: ��̅ = 1 − �� [�]

Karena himpunan fuzzy tidak dapat dibagi dengan tepat seperti halnya dalam
himpunan crisp, maka operasi-operasi ini diaplikasikan pada tingkat keanggotaan.
Suatu elemen dikatakan menjadi anggota himpunan fuzzy jika:

a. Berada pada domain himpunan tersebut.
b. Nilai kebenaran keanggotaannya ≥ 0.
c. Berada di atas ambang α-cut yang berlaku.
Untuk interval [a, b] dan [d, e], maka operasi aritmetik untuk bilangan fuzzy adalah:

a. Penjumlahan : [a, b] + [d, e] = [a + d, b + e]
b. Perkalian

: [a, b] . [d, e] = [min(ad, ae, bd, be), max(ad, ae, bd, be)]

c. Pembagian

: [a, b] / [d, e] = ���� �� , � , � , � � , ��� �� , � , � , � ��

� � � �

� � � �

Universitas Sumatera Utara

2.3 Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fuzzy AHP)

Pada dasarnya langkah-langkah dalam Metode fuzzy AHP adalah hampir sama
dengan Metode AHP. Penggunaan AHP dalam problem Multi Criteria Decision
Making (MCDM) sering dikritisi sehubungan dengan kurang mampunya pendekatan
ini untuk mengatasi faktor ketidakpresisian yang dialami oleh pengambil keputusan
ketika harus

memberikan nilai yang pasti dalam pairwise comparison. Untuk

menangani ketidakpresisian ini diajukan dengan menggunakan teori fuzzy set. Tidak
seperti dalam metode AHP orisinil yang menggunakan skala 1-9 dalam pairwise
comparison, fuzzy AHP menggunakan fuzzy numbers. Dengan kata lain fuzzy
AHP adalah metode analisis yang dikembangkan dari Metode AHP orisinil.

Dalam pendekatan fuzzy AHP digunakan Triangular Fuzzy Number (TFN)
atau Bilangan Fuzzy Segitiga (BFS) untuk proses fuzzyfikasi dari matriks
perbandingan yang bersifat crisp. Data yang kabur akan dipresentasikan dalam TFN.
Setiap fungsi keanggotaan didefinisikan dalam 3 parameter yakni, l, m, dan u, di mana
l adalah nilai kemungkinan terendah, m adalah nilai kemungkinan tengah dan u adalah
nilai kemungkinan teratas pada interval putusan pengambil keputusan. Nilai l, m, dan
u dapat juga ditentukan oleh pengambil keputusan itu sendiri. Tulisan ini mengajukan
tiga parameter bilangan fuzzy untuk merepresentasikan skala Saaty (1-9) sesuai
dengan tingkat kepentingannya, yakni (Alias, 2009):
1� ≡ (1, 1, 1)

�� ≡ (� − 1, �, � + 1) ; ∀ � = 2, 3, … , 8
9� ≡ (9, 9, 9)

Bilangan

kabur

segitiga

(TFN)

dapat

menunjukkan

kesubjektifan

perbandingan berpasangan atau dapat menunjukkan derajat yang pasti dari kekaburan
(ketidakpastian). Dalam hal ini variabel linguistik dapat digunakan oleh pengambil
keputusan untuk merepresentasikan kekaburan data seandainya ada ketidaknyamanan
dengan TFN. TFN dan variabel linguistiknya sesuai dengan skala Saaty ditunjukkan
pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5 Fungsi Keanggotaan Bilangan Fuzzy

Definisi
Equally important (sama
Penting

Skala Saaty

TFN

1

(1, 1, 1)

3

(2, 3, 4)

5

(4, 5, 6)

7

(6, 7, 8)

9

(9, 9, 9)

Moderately more
important (sedikit lebih
penting)
Strongly more important
(lebih penting)
Very strongly more
important (sangat
penting)
Extremely more
important (mutlak lebih
penting)
Intermediate Values
(nilai yang berdekatan)

2, 4, 6, 8

(1, 2, 3), (3, 4, 5), (5, 6,
7), dan (7, 8, 9)

Angka perbandingan 1 sampai 9 pada tabel 2.5 memberikan pengertian bahwa:
a. Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya.
b. Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan yang lainnya.
c. Skala 5 = kepentingan satu lebih penting dari kepentingan yang lainnya.
d. Skala 7 = kepentingan satu sangat penting dari kepentingan yang lainnya.
e. Skala 9 = kepentingan satu mutlak lebih penting dari kepentingan yang
lainnya.
f. Skala 2, 4, 6, 8 = nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang
berdekatan, nilai ini diberikan bila ada dua kompromi antara dua pilihan.

Untuk melakukan prioritas lokal dari matriks fuzzy pairwise comparison sudah banyak
metode yang dikembangkan oleh para ahli sebelumnya. Dengan mengkombinasikan

Universitas Sumatera Utara

prosedur AHP dengan operasi aritmetik untuk bilangan fuzzy, prioritas lokal
dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut (Febransyah, 2006):











�� = � ��� ⊗ �� � ��� �
� =�

�=1 � =1

−1

(2.12)

gi = goal set (i = 1, 2, 3, …, n)

di mana



��� = bilangan kabur segitiga (j = 1, 2, 3, ... , m)
Yang memuat persamaan-persamaan berikut:



� ���
� =�







� =1

� =1

� =1

= �� �� ; � �� ; � �� �

(2.13)

dan







�� � ��� �
�=1 � =1

−1







�=1

�=1

�=1

= �� �� ; � �� ; � �� �

−1

(2.14)

Perhatikan urutan l, m, u, bahwa letak l selalu berada di bagian kiri, m berada
di tengah dan u berada di bagian kanan. Dan l < m < u, sehingga persamaan
(2.14) menjadi:







�� � ��� �
�=1 � =1

−1

= �

1
∑��=1 ��

;

1
∑��=1 ��

;

1


∑��=1 ��

(2.15)

dan persamaan (2.12) menjadi:

Universitas Sumatera Utara







� =1

� =1

� =1

1
1
1
�� = �� �� ; � �� ; � �� � ⊗ � �
; �
; �

∑�=1 �� ∑�=1 �� ∑�=1 ��

(2.16)

l = nilai batas bawah (kemungkinan terendah)

untuk:

m = nilai yang paling menjanjikan (kemungkinan tengah)
u = nilai batas atas (kemungkinan teratas)

di mana operasi aritmetik untuk bilangan fuzzy dapat dilihat dari persamaan berikut:
1. ��1 ⊕ ��2 = ��1� + ��2� ; ��1� + ��2� ; ��1� + ��2�
2. ��1 ⊗ ��2 = ��1� × ��2� ; ��1� × ��2� ; ��1� × ��2�

3.

1

�� 1

1

= ��


;

1�

1

�� 1�

;

1

�� 1�

(2.17)



sedangkan prioritas global diperoleh dengan mengalikan bobot setiap kriteria wj
dengan nilai evaluasi. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
�� ⊗ ���� �
� 2 ⊗ ���2 ) ⊕ ⋯ ⊕ ��
��� = (�
�1 ⊗ ���1 ) ⊕ (�

(2.18)

di mana ��� adalah prioritas lokal untuk alternatif i relatif terhadap kriteria j. Nilai

defuzzyfikasi diperoleh dengan cara defuzzifying terhadap prioritas global. Untuk TFN

��� = (��� ; ��� ; ��� ), nilai defuzzyfikasinya dapat diperoleh dari persamaan berikut:
��� =

[(��� − ��� ) + (��� − ��� )]
+ ��� ; ∀�
3

Dimana:

���

(2.19)

= nilai defuzzyfikasi

(��� ; ��� ; ��� ) = bilangan fuzzy segitiga dari prioritas global

Nilai defuzzyfikasi dinormalkan dengan membaginya dengan nilai penjumlahan
semua nilai defuzzyfikasi.

Universitas Sumatera Utara

Lembaga Bimbingan Belajar
yang banyak di pilih Siswa
Kelas XII di Kota Medan

K1

K2

K3

K4

K5

K6

K7

A

B

C

D

E

F

G

Gambar 2.4 Skema Hirarki Pemilihan Lembaga Bimbingan Belajar
Berdasarkan Persepsi Siswa Kelas XII di Kota Medan
Keterangan:
K1

= Model Belajar

A

= Adzkia

K2

= Harga

B

= Ganesa Operation

K3

= Tentor

C

= Bima

K4

= Jumlah Kelulusan

D

= Prima Gama

K5

= Jarak & Lokasi

E

=Sony Sugema Collection

K6

= Reputasi Bimbel

F

= Nurul Fikri

K7

= Fasilitas

G

= Medica

Universitas Sumatera Utara

2.4

Kriteria-kriteria dalam Pemilihan Lembaga Bimbingan Belajar

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh SSCintrsolusi (2014) menunjukkan
bahwa ada 7 kriteria yang menjadi pertimbangan siswa dalam memilih lembaga
bimbingan belajar
1. Model Belajar
Metode pengajaran yang diterapkan di lembaga bimbingan belajar menjadi
daya tarik bagi seseorang untuk masuk di lembaga tersebut. Lembaga
bimbingan belajar berbeda dengan sekolah formal. Menurut Yahya Karyana,
Direktur Utama Pusat Klinik Pendidikan Indonesia, Lembaga pendidikan
belajar lebih inovatif dalam soal proses pembelajaran. Ia memberikan contoh
pendidikan berbasis teknologi informasi telah lebih dulu dikembangkan
bimbingan belajar dari pada sekolah formal. Lembaga bimbingan belajar yang
berkualitas memiliki standar pengajaran yang bagus dan modul belajar yang
mudah dimengerti oleh siswanya.

2. Harga
Setiap lembaga bimbingan belajar memiliki paket harga untuk mengikuti
bimbingan. Untuk kualitas terbaik dan jaminan lulus di PTN maka harga yang
ditawarkan juga semakin lebih mahal. Biaya yang dibutuhkan juga bisa
termasuk biaya modul dan materi serta kesempatan mengikuti try out.

3. Tentor
Biasanya Lembaga bimbingan belajar yang berkualitas tenaga pengajarnya
berasal dari lulusan Perguruan Tinggi Negeri yang ternama. Inilah yang
menjadi faktor pertimbangan seseorang dalam memilih Lembaga bimbingan
belajar.

4. Jumlah Kelulusan
Biasanya

setiap

Lembaga

bimbingan

belajar

yang

mempromosikan

lembaganya selalu disertakan dengan keberhasilannya meluluskan siswanya di
berbagai Perguruan Tinggi Negeri ternama. Ini juga yang menjadi daya tarik
seseorang dalam memilih lembaga bimbingan belajar.

Universitas Sumatera Utara

5. Jarak dan Lokasi
Jarak bimbel yang dapat dijangkau dan letaknya yang strategis dengan tempat
tinggal siswa biasanya lebih disukai karena tidak butuh waktu yang lama untuk
menjangkaunya. Terkadang kualitas bimbelnya kantor pusat berbeda dengan
cabangnya.

6. Reputasi
Reputasi bimbel yang baik dapat dilihat dari banyaknya jumlah alumni lulusan
bimbel tersebut yang diterima di PTN. Semakin baik reputasinya maka
semakin meyakinkan seseorang untuk belajar di bimbel tersebut.

7. Fasilitas
Fasilitas yang disediakan di bimbel minimal: papan tulis (wajib ada), ruang
ber-AC, Pemeriksaan Try Out dengan komputer SPMB (OMR – OPSCAN 4U
– SCANNER), OHP, ruang diskusi, ruang konsultasi, mushola, kantin, dll.

Universitas Sumatera Utara