Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

(1)

IMPLEMENTASI METODE ANALYTICAL HIERARCHY

PROCESS (AHP) DAN FUZZY MULTI-ATTRIBUTE DECISION

MAKING (FUZZY MADM) DALAM PENENTUAN PRIORITAS

PENGERJAAN ORDER DI PT. SUMATERA WOOD INDUSTRY

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh:

WILLY WIJAYA

NIM. 070403113

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini. Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Teknik Industri untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Penulis melaksanakan Tugas Sarjana di PT. Sumatera Wood Industry yang merupakan salah satu perusahaan manufaktur bergerak dalam bidang pembuatan kerajinan kayu berupa pintu kayu lokal yang berkualitas ekspor. Tugas Sarjana ini berjudul “Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan

Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry”.

Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis terbuka untuk setiap kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan tulisan ini ke depan.

Medan, Mei 2014


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini penulis telah mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik berupa materi, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis (Suharjono dan Widawaty Tjoa) dan saudara-saudara (Christin Wijaya Tjoa dan Wenny Wijaya) yang telah mendukung lewat doa, semangat, dan dana.

2. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri dan Bapak Ir. Ukurta Tarigan selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Dosen Pembimbing II dalam pelaksanaan Tugas Sarjana yang telah memberikan banyak pengajaran baru bagi penulis dan memberikan motivasi yang sangat berharga.

4. Staf pegawai Teknik Industri Kak Dina, Bang Mijo, Bang Nurmansyah, Bang Ridho, Ibu Ani, dan Kak Rahma terima kasih atas bantuannya dalam masalah administrasi untuk melaksanakan Tugas Sarjana ini.

5. Bapak D. Primerindra selaku Kepala Bagian Personalia, Bapak Suhariadi selaku Kepala Bagian Produksi, dan Bapak William Jaya selaku Kepala Bagian Pemasaran di PT. Sumatera Wood Industry yang memberikan arahan mengenai perusahaan serta seluruh jajaran dan staf yang telah banyak


(8)

membantu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam melaksanakan Tugas Sarjana ini.

6. Teman-teman seperjuangan penulis Teknik Industri angkatan 2007 (KOSTUTI) yang selalu bersedia berdiskusi dan memberikan semangat dalam pengerjaan karya ini.


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KEPUTUSAN SIDANG KOLOKIUM ... iii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iv

SERTIFIKAT EVALUASI DRAFT TUGAS SARJANA ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

ABSTRAK ... xxii

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-4 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-4 1.5. Manfaat Penelitian ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-6


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-3 2.4. Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... II-3

2.4.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-3 2.4.2. Uraian Tugas ... II-6 2.4.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-8 2.4.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-11 2.5. Proses Produksi ... II-12

2.5.1. Standar Mutu Bahan/Produk ... II-12 2.5.2. Bahan yang Digunakan ... II-14 2.5.3. Uraian Proses ... II-15 2.5.4. Mesin dan Peralatan Produksi ... II-23 2.5.4.1.Mesin Produksi ... II-23 2.5.4.2.Peralatan ... II-28

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Sistem Produksi ... III-1


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 3.1.2. Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya ... III-3

3.1.3. Sistem Produksi Menurut ALiran Operasi dan Variasi Produk ... III-3 3.2. Sampel ... III-5 3.3. Teknik Sampling ... III-6

3.3.1. Random Sampling/Probability Sampling ... III-7 3.3.1.1.Simple Random Sampling atau Sampel Acak

Sederhana ... III-9 3.3.1.2.Stratified Random Sampling atau Sampel Acak

Distratifikasikan ... III-9 3.3.1.3.Cluster Sampling atau Sampel Gugus ... III-11 3.3.1.4.Systematic Sampling atau Sampel Sistematis ... III-12 3.3.1.5.Area Sampling atau Sampel Wilayah ... III-12 3.3.2. Nonrandom Samping/Nonprobability Sampling ... III-13 3.3.2.1.Convenience Sampling ... III-13 3.3.2.2.Purposive Sampling ... III-14 3.3.2.3.Snowball Sampling atau Sampel Bola Salju ... III-15 3.4. Konsep Dasar Himpunan Fuzzy ... III-16 3.4.1. Himpunan Klasik (Crisp) ... III-16 3.4.2. Himpunan Fuzzy ... III-18


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 3.4.3. Fungsi Keanggotaan ... III-20

3.4.3.1.Representasi Kurva Segitiga ... III-21 3.5. Multi-Atribut Decision Making (MADM) ... III-22 3.5.1. Multiple Criteria Decision Making (MCDM) ... III-22 3.5.2. Konsep Dasar Multi-Atribut Decision Making (MADM) III-23 3.5.3. Metode-Metode Penyelesaian Masalah MADM ... III-25 3.5.4. Analytic Hierarchy Process (AHP) ... III-26 3.6. Metode Fuzzy MADM dengan Pengembangan ... III-28 3.6.1. Representasi Masalah ... III-28 3.6.2. Evaluasi Himpunan Fuzzy ... III-29 3.6.3. Seleksi Alternatif yang Optimal ... III-31

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Objek Penelitian ... IV-1 4.3. Rancangan Penelitian ... IV-2 4.4. Kerangka Konseptual ... IV-2 4.5. Prosedur Penelitian ... IV-4 4.6. Pengumpulan Data ... IV-6 4.6.1. Data Primer ... IV-6


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 4.6.2. Data Sekunder ... IV-6

4.7. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-6 4.8. Kesimpulan dan Saran ... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Pesanan Pintu Kayu ... V-1 5.1.2. Data Keterlambatan Pemenuhan Bahan Baku ... V-4 5.1.3. Data Keterlambatan Pengiriman Order pada Konsumen V-5 5.1.4. Data AHP dan Fuzzy MADM ... V-7 5.1.5. Matriks Banding Berpasangan (PairwiseComparison) .. V-9 5.1.5.1.Level 1 (Kriteria) ... V-9 5.1.5.2.Level 2 (Alternatif) ... V-13 5.2. Pengolahan Data ... V-17

5.2.1. Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk

Masing-masing Kriteria (Elemen) dan Alternatif (Unsur) ... V-18 5.2.1.1.Level 1 (Kriteria) ... V-17 5.2.1.2.Level 2 (Alternatif) ... V-24 5.2.2. Penentuan Bobot Prioritas untuk Alternatif ... V-28 5.2.3. Perhitungan Bobot Parsial dan Prioritas Level 1 dan 2 ... V-29


(14)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 5.2.4. Perhitungan Total Bobot ... V-31

5.3. Penentuan Prioritas Urutan Pengerjaan Order dengan Fuzzy

MADM (Multi-Attribute Decision Making) ... V-32 5.3.1. Penetapan Fungsi Keanggotaan dan Fuzzy Number ... V-32 5.3.2. Pengkonversian Data Kuesioner Menjadi Variabel

Linguistik ... V-34 5.3.3. Penentuan Indeks Kecocokan Setiap Alternatif ... V-37 5.3.4. Penentuan Urutan Pengerjaan Setiap Alternatif ... V-40

VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... VI-1 6.1. Analisis Hirarki Kepentingan ... VI-1 6.2. Analisis Pengolahan AHP ... VI-1 6.3. Analisis Pengolahan Fuzzy MADM ... VI-2 6.4. Perbandingan Urutan Prioritas Penegrjaan Order antara

Metode AHP dan Fuzzy MADM ... VI-3 6.5. Perbandingan Kondisi Aktual dengan Hasil Urutan Prioritas

Pengerjaan Order dengan AHP dan Fuzzy MADM ... VI-4

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1


(15)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN 1.1. Data Keterlambatan Pengiriman Order ... I-2

2.1. Jenis Model Produk PT. Sumatera Wood Industry ... II-2 2.2. Jumlah Tenaga Kerja PT. Sumatera Wood Industry ... II-9 2.3. Sistem Pembagian Jam Kerja Karyawan Kantor dan Karyawan

Bagian poduksi ... II-10 2.4. Sistem Pembagian Jam Kerja Karyawan Bagian Keamanan ... II-10 2.5. Daftar Mesin Produksi yang Digunakan PT. Sumatera Wood

Industry ... II-24 2.6. Daftar Peralatan yang Digunakan PT. Sumatera Wood Industry II-28 3.1. Perbedaan antara MADM dan MODM ... III-23 3.2. Kriteria Skala Tingkat Kepentingan Penilaian Perbandingan

Berpasangan ... III-27 3.3. Rating Kepentingan untuk Setiap Kriteria ... III-34 3.4. Rating Kecocokan Setiap Alternatif Terhadap Setiap Kriteria .. III-34 3.5. Indeks Kecocokan untuk Setiap Alternatif ... III-35 3.6. Nilai Total Integral Setiap Alternatif ... III-36 5.1. Data Pemesanan Pelanggan ... V-1 5.2. Persentase Kumulatif Pesanan ... V-2 5.3. Data Keterlambatan Pemenuhan Bahan Baku ... V-5 5.4. Data Keterlambatan Pengiriman Order ... V-5


(17)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN 5.5. Data Pemesanan Pelanggan Bulan Nopember 2013 ... V-7

5.6. Matriks Banding Berpasangan antar Elemen pada Penentuan

Order ... V-10 5.7. Matriks Banding Berpasangan antar Alternatif ... V-14 5.8. Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Elemen Kriteria pada

Level 1 ... V-19 5.9. Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Elemen Alternatif

pada Level 2 ... V-20 5.10. Jumlah Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Elemen

Kriteria ... V-21 5.11. Matriks Normalisasi dan Rata-rata Baris untuk Elemen Kriteria V-22 5.12. Jumlah Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Elemen

Alternatif ... V-24 5.13. Matriks Normalisasi dan Rata-rata Baris untuk Elemen

Alternatif ... V-25 5.14. Rekapitulasi Bobot Parsial ... V-27 5.15. Perhitungan Bobot Parsial dan Prioritas Level 1 dan 2 ... V-29 5.16. Perhitungan Total Bobot dan Juga Persentase Total Bobot ... V-31 5.17. Variabel Linguistik Tingkat Kepentingan ... V-35 5.18. Variabel Linguistik Tingkat Kecocokan ... V-35


(18)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN 5.19. Indeks Kecocokan Fuzzy untuk Setiap Alternatif ... V-39

5.20. Nilai Total Integral Setiap Alternatif ... V-40 5.21. Hasil Urutan Pengerjaan Order dengan Metode Fuzzy MADM V-41 6.1. Persentase Kumulatif Pesanan ... VI-1 6.2. Perhitungan Total Bobot dan Juga Persentase Total Bobot ... VI-3 6.3. Hasil Urutan Prioritas Pengerjaan Order dengan Metode Fuzzy

MADM ... VI-4 6.4. Perbandingan Urutan Prioritas Pengerjaan Order Metode AHP

dengan Fuzzy MADM ... VI-5 6.5. Faktor Kendala Pengerjaan Order ... VI-6 6.6. Persentase Percepatan Ketersediaan Bahan Baku ... VI-7 6.7. Keadaan Aktual dan Usulan untuk Jumlah Mesin Produksi ... VI-7 6.8. Perbandingan Karyawan pada Kondisi Aktual dan Usulan di


(19)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN 2.1. Struktur Organisasi PT. Sumatera Wood Industry ... II-5

2.2. Model Daun Pintu Kayu Petak Dua (CD–02) ... II-16 2.3. Blok Diagram Proses Produksi Daun Pintu Petak Dua (CD–02) II-18 3.1. Himpunan Klasik : (a) MUDA, (b) PAROBAYA, dan (c) TUA III-17 3.2. Fungsi Keanggotaan untuk Setiap Himpunan pada Variabel

Umur ... III-20 3.3. Kurva Segitiga ... III-21 3.4. Himpunan Fuzzy: NORMAL (Kurva Segitiga) ... III-22 3.5. Struktur Hirarki Permasalahan ... III-29 3.6. Bilangan Fuzzy Segitiga ... III-30 3.7. Struktur Hirarki ... III-32 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-5 5.1. Diagram Pareto Bulan September 2013 ... V-3 5.2. Diagram Pareto Bulan Oktober 2013 ... V-3 5.3. Diagram Pareto Bulan Nopember 2013 ... V-4 5.4. Grafik Data Keterlambatan Pengiriman Produk ... V-6 5.5. Hirarki Kepentingan Urutan Pengerjaan Order ... V-8 5.6. Urutan Prioritas Pengerjaan Order ... V-32 5.7. Himpunan Fuzzy Segitiga Tingkat Kepentingan ... V-33


(20)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN 5.8. Himpunan Fuzzy Segitiga Tingkat Kecocokan ... V-34


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

L.1. Gambar Model Daun Pintu Kayu

L.2. Kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Penentuan Prioritas Pengerjaan Order

L.3. Kuesioner Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) untuk Penentuan Prioritas Pengerjaan Order

L.4. Surat Permohonan Tugas Sarjana L.5. Formulir Penetapan Tugas Sarjana L.6. Surat Penjajakan Pabrik

L.7. Surat Balasan Pabrik L.8. Surat Keputusan

L.9. Lembar Asistensi Dosen Pembimbing I L.10. Lembar Asistensi Dosen Pembimbing II


(22)

ABSTRAK

PT. Sumatera Wood Industry merupakan salah satu perusahaan

manufaktur yang bergerak dalam bidang pembuatan kerajinan kayu berupa pintu kayu lokal yang berkualitas ekspor. Perusahaan memenuhi permintaan berdasarkan pesanan atau perusahaan Make To Order (MTO) diharapkan dapat menyelesaikan pengerjaan order tepat waktu. Pada PT. Sumatera Wood Industry, perusahaan setiap bulannya terlambat mengirimkan produk kepada pelanggan. Keterlambatan pengiriman diakibatkan ketersediaan bahan baku kayu untuk produksi tidak sebanding dengan permintaan, dan variasi jumlah dan jenis produk mengakibatkan proses pengerjaan produk yang panjang.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menentukan prioritas pengerjaan order yang ada pada perusahaan agar mengurangi kerugian terhadap pihak perusahaan berupa biaya pinalti maupun pihak pelanggan yang mengakibatkan keterlambatan pengiriman produk.

Penyusunan hirarki kepentingan terdiri dari 3 level yaitu goal, kriteria, dan alternatif. Pada permasalahan penentuan prioritas pengerjaan order, goal yang hendak dicapai adalah order mana yang diprioritaskan lebih dahulu. Sedangkan kriterianya antara lain jenis kayu, motif bidang, waktu proses, biaya pinalti, finishing, keuntungan, dan due date. Alternatif berdasarkan jumlah order di perusahaan. Dari hasil pembobotan kriteria, diperoleh jenis pintu kayu ukuran 800x2000 mm memiliki persentase paling tinggi, yaitu 35,26%, yang artinya ukuran ini sangat dipentingkan untuk dilakukan pengerjaan order dahulu. Sedangkan pada Fuzzy MADM ukuran 900x2100 mm yang diprioritaskan lebih dahulu. Pada AHP, membandingkan unsur yang satu dengan yang lain dengan penentuan mana lebih penting dibandingkan yang lain. Sedangkan pada Fuzzy MADM langsung didasarkan pada sifat subjektif tanpa membandingkan antar unsurnya.

Kata Kunci : Multiple Criteria Decision Making, AHP, Fuzzy, Fuzzy Multi-Attribute Decision Making


(23)

ABSTRAK

PT. Sumatera Wood Industry merupakan salah satu perusahaan

manufaktur yang bergerak dalam bidang pembuatan kerajinan kayu berupa pintu kayu lokal yang berkualitas ekspor. Perusahaan memenuhi permintaan berdasarkan pesanan atau perusahaan Make To Order (MTO) diharapkan dapat menyelesaikan pengerjaan order tepat waktu. Pada PT. Sumatera Wood Industry, perusahaan setiap bulannya terlambat mengirimkan produk kepada pelanggan. Keterlambatan pengiriman diakibatkan ketersediaan bahan baku kayu untuk produksi tidak sebanding dengan permintaan, dan variasi jumlah dan jenis produk mengakibatkan proses pengerjaan produk yang panjang.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menentukan prioritas pengerjaan order yang ada pada perusahaan agar mengurangi kerugian terhadap pihak perusahaan berupa biaya pinalti maupun pihak pelanggan yang mengakibatkan keterlambatan pengiriman produk.

Penyusunan hirarki kepentingan terdiri dari 3 level yaitu goal, kriteria, dan alternatif. Pada permasalahan penentuan prioritas pengerjaan order, goal yang hendak dicapai adalah order mana yang diprioritaskan lebih dahulu. Sedangkan kriterianya antara lain jenis kayu, motif bidang, waktu proses, biaya pinalti, finishing, keuntungan, dan due date. Alternatif berdasarkan jumlah order di perusahaan. Dari hasil pembobotan kriteria, diperoleh jenis pintu kayu ukuran 800x2000 mm memiliki persentase paling tinggi, yaitu 35,26%, yang artinya ukuran ini sangat dipentingkan untuk dilakukan pengerjaan order dahulu. Sedangkan pada Fuzzy MADM ukuran 900x2100 mm yang diprioritaskan lebih dahulu. Pada AHP, membandingkan unsur yang satu dengan yang lain dengan penentuan mana lebih penting dibandingkan yang lain. Sedangkan pada Fuzzy MADM langsung didasarkan pada sifat subjektif tanpa membandingkan antar unsurnya.

Kata Kunci : Multiple Criteria Decision Making, AHP, Fuzzy, Fuzzy Multi-Attribute Decision Making


(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada masa era globalisasi ini, persaingan yang ketat terjadi pada perusahaan-perusahaan besar. Banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang yang sama akan memaksa perusahaan untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar. Banyak aspek yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan maupun meningkatkan pangsa pasar agar dapat bersaing dengan perusahaan lain yaitu aspek ketepatan waktu pengiriman produk. Ketepatan waktu pengiriman produk sangat berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan yang bersangkutan. Seringnya terjadi keterlambatan pengiriman barang membuat konsumen beralih ke perusahaan lain.

PT. Sumatera Wood Industry merupakan salah satu perusahaan

manufaktur yang bergerak dalam bidang pembuatan kerajinan kayu berupa pintu kayu lokal yang berkualitas ekspor. Perusahaan memenuhi permintaan berdasarkan pesanan atau perusahaan Make To Order (MTO) diharapkan dapat menyelesaikan pengerjaan order tepat waktu. Pesanan yang datang dapat berubah-ubah, baik jumlah maupun jenis produk yang dipesan. Jika order yang datang jumlahnya banyak dan datang bersamaan, maka perlu dilakukan penentuan prioritas order mana yang akan dikerjakan terlebih dahulu agar tidak terjadi keterlambatan. Konsumen perusahaan ini hanya berasal dari pesanan perusahaan CV. Jaya Wood yang merupakan distributor tunggal.


(25)

Adapun data keterlambatan pengiriman order selama tiga bulan terakhir di perusahaan dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Data Keterlambatan Pengiriman Order

No. Bulan Jenis Order (Ukuran Pintu)

Jumlah (Unit)

Keterlambatan Waktu

1 September 2013

800 x 2000 mm 1470 12 800 x 2100 mm 1102 12 900 x 2000 mm 350 9 900 x 2100 mm 195 5 800 x 1900 mm 180 3 900 x 1900 mm 180 3 800 x 1800 mm 200 3

2 Oktober 2013

800 x 2000 mm 1200 11 800 x 2100 mm 940 8 900 x 2000 mm 300 10 900 x 2100 mm 150 3 800 x 1900 mm 165 2 900 x 1900 mm 150 2 800 x 1800 mm 150 3

3 Nopember 2013

800 x 2000 mm 1625 12 800 x 2100 mm 1200 10 900 x 2000 mm 400 7 900 x 2100 mm 220 4 800 x 1900 mm 195 3 900 x 1900 mm 195 3 800 x 1800 mm 200 5 Sumber : PT. Sumatera Wood Industry

Proses pengerjaan pesanan meliputi beberapa tahap yaitu jenis kayu yang sesuai order untuk produksi pintu kayu, model pintu kayu, pengecatan pintu kayu, dan finishing pintu kayu (penempelan label/merk dan pembungkusan plastik pada pintu kayu agar terhindar dari gesekan yang dapat mengakibatkan kecacatan


(26)

produk). Ada dua kendala yang terjadi saat proses produksi seperti ketersediaan bahan baku di pasar, dan variasi jumlah dan jenis produk yang berbeda. Bahan baku yang tersedia tergantung stok di dalam pabrik maupun pemesanan pada supplier. Pemesanan pada supplier senantiasa tidak tetap, tergantung jenis kayu yang beredar di pasaran. Selain itu, adanya variasi jumlah dan jenis produk yang berbeda di mana perusahaan memproduksi lebih dari satu jenis model pintu kayu yang mengakibatkan proses pengerjaan yang panjang. Dengan adanya kendala tersebut mengakibatkan keterlambatan pengiriman order sehingga perusahaan dikenakan biaya pinalti berupa pemotongan harga pintu kayu sebesar 2% pada dua minggu pertama dan 5% apabila melebihi dua minggu dari due date yang ditetapkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan penentuan prioritas pengerjaan order yaitu alternatif order mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Order yang dijadikan alternatif adalah order yang masuk pada bulan Nopember 2013 karena merupakan jumlah order terbanyak dan sekaligus mewakili data order sebelumnya. Penentuan prioritas ini meliputi banyak kriteria seperti ketersediaan bahan baku, motif/model pintu kayu, lama waktu proses pengerjaan, biaya pinalti, finishing, keuntungan, dan due date. Penentuan prioritas ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Multi-Attribute Decision Making (MADM) karena digunakan untuk melakukan penilaian atau seleksi terbaik terhadap beberapa alternatif serta Fuzzy MADM. Metode MADM yang diimplementasikan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) yang digunakan untuk memilih alternatif order berdasarkan jarak terdekat dengan solusi ideal.


(27)

1.2. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang dihadapi oleh perusahaan adalah ketidaksesuaian dalam urutan pengerjaan order sehingga terjadi keterlambatan pengiriman yang diakibatkan ketersediaan bahan baku kayu untuk produksi tidak sebanding dengan permintaan, dan variasi jumlah dan jenis produk mengakibatkan proses pengerjaan produk yang panjang. Maka dari itu perusahaan diharapkan untuk dapat mengetahui prioritas pengerjaan order mana yang terlebih dahulu sehingga dapat disusun urutan pengerjaan order yang optimal, sehingga dapat mengurangi kerugian bagi pihak perusahaan maupun pelanggan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prioritas pengerjaan order yang ada pada perusahaan agar mengurangi kerugian terhadap pihak perusahaan berupa biaya pinalti maupun pihak pelanggan yang mengakibatkan keterlambatan pengiriman produk.

1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian

Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Penentuan prioritas pesanan dilakukan berdasarkan data order yang masuk pada bulan November 2013 karena merupakan order terbanyak dan sekaligus mewakili data order sebelumnya.

2. Pada penelitian ini dibatasi hanya pada order pintu dengan jenis petak dua. Hal ini didasarkan pada analisis diagram pareto yang memperlihatkan pintu


(28)

kayu petak dua memiliki order yang lebih banyak dibandingkan dengan pintu kayu jenis lainnya.

3. Teknik sampling yang digunakan adalah Judgement Sampling.

4. Metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan adalah AHP dan Fuzzy MADM.

5. Fungsi keanggotaan untuk Fuzzy MADM menggunakan representasi kurva segitiga.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Aktivitas bisnis dan proses produksi tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung di perusahaan.

2. Jumlah order dan jenis order tidak mengalami perubahan selama penelitian.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu : 1. Bagi pihak perusahaan

Dapat dijadikan usulan bagi perusahaan dalam mempertimbangkan keputusan penentuan prioritas pengerjaan order berdasarkan kriteria yang ada menggunakan metode AHP dan Fuzzy MADM.

2. Bagi peneliti

a. Mengaplikasikan teori yang diperoleh selama kuliah di lapangan kerja. b. Menambah keterampilan dan pengalaman dalam menganalisis masalah


(29)

3. Bagi universitas

Menjadi tambahan literatur yang dapat dijadikan referensi bagi semua pihak yang ingin mengetahui aplikasi dari metode AHP dan Fuzzy MADM dalam menentukan prioritas pengerjaan order.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah yang mendasari peneliti melakukan perencanaan penjadwalan prioritas pengerjaan order, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, asumsi dan batasan masalah penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

Bab II Gambaran Umum Perusahaan, menguraikan sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, organisasi dan manajemen perusahaan, serta proses produksi yang berlangsung.

Bab III Landasan Teori, menguraikan teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah. Sumber teori atau literatur yang digunakan berupa buku, jurnal penelitian, dan draft tugas sarjana mahasiswa yang pernah mengangkat topik permasalahan yang sama.

Bab IV Metodologi Penelitian, menjelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan yaitu meliputi penentuan lokasi penelitian, objek penelitian, jenis penelitian, kerangka konseptual, variabel peneltian, dan instrumen pengumpulan


(30)

data serta langkah-langkah penelitian meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis pemecahan masalah, dan kesimpulan dan saran.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data, mengumpulkan data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta teknik yang digunakan untuk mengolah data dalam memecahkan permasalahan. Adapun data primer seperti kriteria atau faktor yang mempengaruhi pengerjaan order yang ditentukan melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan serta memberikan kuesioner yang juga diisi oleh pihak perusahaan. Adapun data sekunder seperti jenis dan jumlah produk yang dipesan, tanggal pemesanan, waktu penyelesaian, serta pihak pemesan. Selain itu, juga terdapat tahap pengolahan dengan metode AHP dan Fuzzy MADM yang digunakan untuk menentukan prioritas pada masing-masing order sehingga pengerjaan order dapat terjadwal dengan baik.

Bab VI Analisis Pemecahan Masalah, menguraikan hasil dari pengolahan data serta membandingkan hasil antara pengolahan dengan metode AHP dan Fuzzy MADM.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, memberikan hasil yang ditunjukkan oleh penelitian yaitu jadwal pengerjaan order berupa urutan pengerjaan order sesuai dengan ranking masing-masing order serta saran-saran yang berkaitan dengan penelitian.


(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Sumatera Wood Industry merupakan salah satu perusahaan bergerak dalam bidang pembuatan kerajinan kayu berupa daun pintu kayu yang berkualitas ekspor. Pada awal pendiriannya bernama PT. Surya Mas berjalan ± 10 tahun, kemudian terjadi pergantian kepemilikkan perusahaan serta perubahan anggaran dasar dalam perusahaan menjadi PT. Sumatera Wood Industry pada tanggal 20 Desember 2010 berdasarkan akte notaris No. 0012 Tahun 2010.

PT. Sumatera Wood Industry memasarkan hasil produksinya dengan mengekspor ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan negara-negara di benua Afrika. Oleh karena itu, perusahaan selalu menjaga kualitas produksinya agar dapat bersaing di pasar luar negeri. Namun seiring perkembangannya, perusahaan ini memilih untuk fokus memasarkan hasil produksinya hanya ke dalam negeri dengan tetap menjaga kualitas ekspornya. Dalam mendistribusikan produksinya, perusahaan menggunakan jalur transportasi darat ke wilayah di sekitar kota Medan dan kota-kota besar di Pulau Sumatera.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Sumatera Wood Industry merupakan salah satu perusahaan Make To Order, di mana pengolahan kayu untuk pembuatan daun pintu kayu menggunakan bahan baku jenis kayu sembarang kampung, meranti, kapur, dan sebagainya yang


(32)

diperoleh dari kota-kota di sekitar wilayah kota Medan. Bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan kayu ini adalah bahan-bahan seperti label, karton pengaman siku, plastik, boraks, lem syntheco, dan tepung dempul yang dapat meningkatkan mutu dan kualitas secara lebih baik, sedangkan bahan penolong yang digunakan berupa kayu bakar dan kertas amplas/kertas pasir untuk menghaluskan permukaan pintu dalam menunjang proses produksi.

Adapun model-model produk yang diproduksi PT. Sumatera Wood Industry dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jenis Model Produk PT. Sumatera Wood Industry

No. Kode Produk Jenis Model Produk 1 MD–01 Pintu Minimalis 1G 2 MD–04 Pintu Minimalis 4P 3 MD–05A Pintu Minimalis 5P 4 MD–05B Pintu Minimalis 5P 1R 5 MD–07 Pintu Minimalis 7G 6 MD–10 Pintu Minimalis 10P 7 MD–15 Pintu Minimalis 15P 8 CD–01 Pintu Petak 1 9 CD–02 Pintu Petak 2 10 CD–02A Pintu Provan 1 11 CD–02B Pintu Provan 2 12 CD–03 Pintu Petak 3 13 CD–03A Pintu Laura 14 CD–03B Pintu Laura Kaca 15 CD–04C Pintu Colonial 4P 16 CD–05A Pintu Napoleon 5P 17 CD–05B Pintu Victoria 5P 18 CD–06 Pintu Colonial 6P 19 CD–06A Pintu Napoleon 6P 20 CD–06B Pintu Colonial 6P–01 21 CD–06C Pintu Colonial 6P–02


(33)

Tabel 2.1. Jenis Model Produk PT. Sumatera Wood Industry (Lanjutan) No. Kode Produk Jenis Model Produk

22 CD–08 Pintu Colonial 8P–01 23 CD–08C Pintu Colonial 8P–02 Sumber : PT. Sumatera Wood Industry

Adapun gambar dari tiap-tiap model produk yang diproduksi PT. Sumatera Wood Industry terlampir pada Lampiran I.

Perusahaan melaksanakan produksinya berdasarkan pesanan, khususnya dari CV. Jaya Wood yang merupakan distributor tunggal sesuai dengan model pintu, jenis kayu, dan ukurannya.

2.3. Lokasi Perusahaan

PT. Sumatera Wood Industry beralamat di Jalan Mariendal Pasar IV Gang Baru No. 1, Kecamatan Patumbak, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kantor pusat yang juga berada di lokasi pabrik, hal ini dilakukan agar memudahkan aktivitas komunikasi di dalam menunjang kelancaran usaha dalam mencapai tujuan perusahaan.

2.4. Organisasi dan Manajemen Perusahaan 2.4.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi di PT. Sumatera Wood Industry adalah struktur organisasi yang berbentuk fungsional. Struktur organisasi yang berbentuk fungsional ini dapat dikenali dengan karakteristik pembagian tugas dan tanggung


(34)

jawab kerja berdasarkan fungsi masing-masing bagian, dan tidak ada perintah kerja langsung dari direktur terhadap para pekerja di lantai produksi. Tipe fungsional juga ditandai dengan adanya hubungan horizontal antara kepala bagian, di mana kepala bagian yang satu tidak berhak memerintah kepala bagian yang lainnya tetapi dalam melakukan pekerjaannya saling terhubung, artinya bahwa pekerjaan yang satu akan mempengaruhi pekerjaan yang lain. Struktur organisasi dari PT. Sumatera Wood Industry dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(35)

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Sumatera Wood Industry Seksi

Klin Dryer

Seksi Pengetaman

& Pemotongan

Seksi Proses

Seksi Pengeleman Seksi

Keamanan/ Satpam

Seksi Personalia

Seksi Lapangan Kabag.

Personalia

Kabag.

Lapangan & Klin Dry

Kabag. Produksi


(36)

(37)

2.4.2. Uraian Tugas

Penguraian tugas pada PT. Sumatera Wood Industry dibagi menurut fungsi yang telah ditetapkan. Uraian tugas ini dikenal dengan job description, di mana pekerjaan berdasarkan posisi dan jabatan di dalam perusahaan. Adapun fungsi masing-masing dari struktur organisasi perusahaan tersebut, yaitu :

1. Direktur yaitu bertugas dalam mengatur dan memonitor seluruh kegiatan yang menyangkut di perusahaan.

2. Kepala Bagian Personalia mengatur beberapa bagian, seperti :

a. Seksi Keamanan/Satpam adalah pekerja-pekerja yang bertugas menjaga seluruh keamanan yang ada di perusahaan.

b. Seksi Personalia adalah bagian yang mengawasi dan membentuk suatu sistem yang memadai dalam hal pencarian, penyeleksian, penempatan, perotasian, promosi, degradasi, dan pemberhentian karyawan di perusahaan.

3. Kepala Bagian Lapangan mengatur beberapa bagian, seperti :

a. Seksi Lapangan adalah pekerja-pekerja yang bekerja di bagian proses vacuuming (pemasakkan) balok kayu di mesin vacuum.

b. Seksi Klin Dry adalah pekerja-pekerja yang bekerja di bagian proses pengeringan bahan baku kayu pada alat pengering (klindryer).

4. Kepala Bagian Produksi mengatur beberapa bagian, seperti :

a. Seksi Pengetaman dan Pemotongan adalah pekerja-pekerja yang bertugas mengetam dan memotong bahan baku kering sesuai dengan ukuran-ukuran yang dibutuhkan.


(38)

b. Seksi Proses adalah pekerja-pekerja yang bertugas memproses setiap komponen-komponen yang diperlukan dalam pembuatan pintu kayu.

c. Seksi Pengeleman adalah pekerja-pekerja yang bertugas memberi pengeleman di sisi-sisi tertentu pada setiap komponen yang akan dirakit. d. Seksi Perakitan adalah pekerja-pekerja yang bertugas merakit seluruh

komponen-komponen yang diperlukan untuk menjadi satu kesatuan yaitu pintu kayu jadi.

5. Kepala Bagian Finishing mengatur beberapa bagian, seperti :

a. Seksi Packing adalah pekerja-pekerja yang bertugas memberi label dan karton pengaman pada pintu kayu untuk dibungkus dengan plastik.

b. Seksi Quality Control adalah bagian yang bertugas untuk mengawasi kualitas dari hasil produk yang dihasilkan oleh pekerja.

6. Kepala Bagian Pembelian Bahan Baku mengatur beberapa bagian, seperti : a. Seksi Persediaan adalah bagian yang bertugas untuk mengawasi

persediaan-persediaan yang dibutuhkan di perusahaan.

b. Seksi Pembelian adalah bagian yang melakukan pembelian bahan-bahan yang diperlukan di perusahaan.

7. Kepala Bagian Pemasaran mengatur beberapa bagian, seperti :

a. Seksi Pemasaran adalah bagian yang bertugas memasarkan dan mendistribusikan produk hasil produksi yang dipesan oleh konsumen. 8. Kepala Bagian Keuangan mengatur beberapa bagian, seperti :

a. Seksi Accounting adalah bagian yang membukukan atau mencatat transaksi sebagai pembuktian pemasukan dan pengeluaran di perusahaan.


(39)

b. Seksi Collector adalah bagian yang menagih hutang dari konsumen.

c. Seksi Kasir adalah bagian yang menangani jumlah keuangan yang terdapat dalam kas berupa transaksi jual beli dalam kurun waktu per hari.

9. Kepala Bagian Teknik mengatur beberapa bagian, seperti :

a. Seksi Perawatan Mesin adalah bagian yang bertugas memeriksa dan memelihara mesin secara berkala. Serta memperbaiki mesin apabila terjadi kerusakan.

b. Seksi Listrik adalah bagian yang mengawasi kelistrikan di perusahaan.

2.4.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Tenaga kerja pada PT. Sumatera Wood Industry terdapat beberapa jenis pekerja, yaitu :

1. Tenaga kerja langsung

Tenaga kerja langsung meliputi semua tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses pembuatan produk, seperti pekerja di bagian produksi.

2. Tenaga kerja tidak langsung

Tenaga kerja tidak langsung meliputi semua karyawan/tenaga kerja tidak langsung berhubungan pembuatan produk, seperti bagian administrasi, keamanan, dan lain-lain.

3. Tenaga kerja honorer

Tenaga kerja honorer adalah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk hal-hal tertentu dan tidak dipekerjakan secara permanen oleh perusahaan.


(40)

Rincian jumlah tenaga kerja yang ada pada PT. Sumatera Wood Industry dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jumlah Tenaga Kerja PT. Sumatera Wood Industry

No. Posisi Pekerjaan Jumlah Karyawan

1 Direktur 1

2 Kepala Bagian Personalia 1 3 Kepala Bagian Lapangan dan KD 1

4 Kepala Bagian Finishing 1 5 Kepala Bagian Produksi dan Perencanaan 1

6 Kepala Bagian Pembelian Bahan Baku 1 7 Kepala Bagian Pemasaran 1 8 Kepala Bagian Keuangan 1 9 Kepala Bagian Teknik 1

10 Satpam/Umum 2

11 Seksi Personalia 2 12 Seksi Lapangan 6

13 Seksi Klin Dryer 6

14 Seksi Pengetaman dan Pemotongan 4

15 Seksi Proses 50

16 Seksi Pengeleman 6 17 Seksi Perakitan 23

18 Seksi Packing 25

19 Seksi Quality Control 2

20 Seksi Persediaan 4 21 Seksi Pembelian 1 22 Seksi Pemasaran (Sales Dalam Kota) 1

23 Seksi Accounting 1

24 Seksi Collector 1

25 Seksi Kasir 1

26 Seksi Perawatan Mesin 4

27 Seksi Listrik 2

Jumlah 150


(41)

Dengan berlakunya peraturan DEPNAKER (Departemen Tenaga Kerja) nomor KEP. 102/MEN/VI/2004 bahwa jam kerja seorang karyawan dalam perusahaan adalah 40 jam kerja per minggu, selebihnya akan dikira sebagai jam lembur. Maka, pengaturan jam kerja karyawan yang berlaku di PT. Sumatera Wood Industry adalah sebagai berikut :

1. Karyawan Kantor dan Karyawan Bagian Produksi

Jam kerja karyawan kantor dan karyawan bagian produksi dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel. 2.3. Sistem Pembagian Jam Kerja Karyawan Kantor dan Karyawan Bagian Produksi

No. Hari Jam Kerja (WIB) Keterangan

1 Senin – Kamis

08.00 – 12.00 Bekerja 12.00 – 13.00 Istirahat 13.00 – 16.00 Bekerja

2 Jumat

08.00 – 12.00 Bekerja

12.00 – 13.30 Istirahat + Sholat 13.30 – 16.30 Bekerja

3 Sabtu 08.00 – 13.00 Bekerja Sumber : PT. Sumatera Wood Industry

2. Karyawan Bagian Keamanan (Satpam)

Jam kerja karyawan bagian keamanan (satpam) dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel. 2.4. Sistem Pembagian Jam Kerja Karyawan Bagian Keamanan

No. Shift Kerja Jam Kerja (WIB) 1 Shift I 07.00 – 19.00 2 Shift II 19.00 – 07.00 Sumber : PT. Sumatera Wood Industry


(42)

2.4.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Sistem pengupahan pada PT. Sumatera Wood Industry diatur berdasarkan status pekerja, apakah karyawan tetap atau tenaga kerja harian. Pemberian upah pada dasarnya ditetapkan berdasarkan jabatan, keahlian, dan prestasi kerja dari karyawan yang bersangkutan. Sedangkan untuk besarnya upah terendah yang diberikan kepada pekerja sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah tentang upah minimum regional (UMR).

Pengupahan pada perusahaan PT. Sumatera Wood Industry terdiri atas : 1. Upah pokok.

2. Tunjangan insentif.

3. Tunjangan transportasi, makan, dan lain-lain.

Bagi karyawan yang melakukan kerja lembur akan mendapatkan tambahan yang dihitung berdasarkan tarif upah lembur (TUL). Selain itu kesejahteraan bagi pegawai, karyawan perusahaan juga diperhatikan dengan memberikan suatu jaminan sosial (jamsostek) dan tunjangan bagi karyawan. Adapun tunjangan yang diberikan antara lain :

1. Tunjangan Hari Raya dan Tahun Baru. 2. Biaya pengobatan/kesehatan.

3. Tanggungan kecelakaan kerja.


(43)

2.5. Proses Produksi

2.5.1. Standar Mutu Bahan/Produk

Standar mutu bahan/produk yang diterapkan PT. Sumatera Wood Industry adalah suatu sistem yang dapat mengendalikan produk ataupun bahan baku agar tidak menjauhi spesifikasi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Standar yang diterapkan ini sangat mempengaruhi kualitas produk yang dipasarkan. Pembagian tingkatan mutu ini dilihat berdasarkan cacat kayu atau produk dari lubang, keretakan, perenggangan, warna, dan ukuran-ukuran yang akan digunakan.

Lubang kayu adalah cacat kayu yang diakibatkan oleh serangga-serangga kayu. Lubang paling banyak terjadi adalah lubang jarum yang ukurannya sangat kecil tetapi sangat berpengaruh sekali pada mutu kayu.

Warna kayu dapat terlihat tidak baik karena adanya noda-noda akibat jamur, hal ini dapat dicegah dengan melakukan pengeringan secara cepat sehingga persentase air pada balok kayu menjadi 10–12%. Pengeringan seperti ini sulit dilakukan secara alami karena proses pengeringan lambat, sehingga pengeringan dilakukan dengan alat pengering (kiln dryer) agar prosesnya lebih cepat.

Kondisi kayu yang terdapat pecah-pecah dan celah-celah halus juga dapat mengurangi mutu kayu. Pecah dan celah pada kayu ada tiga jenis yaitu :

1. Pecah pada permukaan kayu

Pecah pada permukaan kayu ini terjadi akibat permukaan kayu gergajian mengering lebih cepat daripada bagian dalamnya. Permukaan kayu akan menyusut sedangkan bagian dalam tetap berada pada keadaan normal.


(44)

Serat-serat kayu dipaksa meregang oleh renggangan yang tidak merata di permukaan.

2. Celah-celah

Celah-celah terjadi karena pengeringan kurang baik ataupun gergajian akan mengering tetapi terjadi perubahan lebar pada permukaan kayu tersebut.

3. Pecah di bagian ujung

Pecahan yang terjadi pada permukaan kayu yang dikeringkan secara alami. Cacat lain yang dapat mempengaruhi mutu kayu adalah mata kayu. Mata kayu timbul pada dahan-dahan yang bersambung pada batang pohon.

Ada beberapa jenis mutu produk daun pintu kayu. Namun pada PT. Sumatera Wood Industry ini menggunakan mutu produk pada Grade C, yaitu : 1. Pin Hole (lubang jarum) pada satu pintu terdapat maksimum 50 buah dan

tidak boleh menumpuk pada satu tempat. Pin hole ini harus didempul dengan baik sehingga warna dempulan hampir sama dengan warna kayu.

2. Shot Hole (lubang korek) pada satu pintu terdapat maksimum 30 buah dan harus disisip dengan kayu sehingga warna hampir sama dengan warna kayu. 3. Colour Matching boleh mendekati (little match), diupayakan agar sewarna. 4. Konstruksi pintu tidak diperbolehkan renggang.

5. Sap Wood yang terang (tidak mati warna) pada satu pintu terdapat maksimum 50% dari lebar komponen, warna biru dan hitam yang diperbolehkan.

6. Jenis kayu harus sesuai dengan permintaan sesuai kontrak kerja. 7. Moisture Content (MC) harus sesuai dengan kontrak.


(45)

9. Tidak diperbolehkan Any unsound defect (setiap cacat unsound), seperti pecah dalam (honey combing), retak memanjang, mata kayu mati, dan lain-lain. 10.Tidak diperbolehkan Decay (busuk).

2.5.2. Bahan yang Digunakan

Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk memperlancar terjadinya proses produksi di PT. Sumatera Wood Industry dapat dikelompokkan atas bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan.

1. Bahan Baku

PT. Sumatera Wood Industry menggunakan bahan baku berupa kayu setengah jadi atau kayu belahan dengan jenis kayu sembarang kampung, meranti, kapur, dan sebagainya yang diperoleh dari kota-kota di sekitar wilayah kota Medan. 2. Bahan Penolong

Bahan penolong yang digunakan PT. Sumatera Wood Industry berupa kayu bakar pada pembakaran tungku untuk alat pengering (kiln dryer) dan kertas amplas/kertas pasir yang digunakan untuk menghaluskan permukaan pintu yang dihasilkan agar mutu produk menjadi lebih baik.

3. Bahan Tambahan

Adapun bahan tambahan yang digunakan dalam proses produksi adalah : a. Label, digunakan untuk menunjukkan merek dan spesifikasi dari produk

yang akan dikirim.

b. Karton Pengaman Siku, digunakan untuk melindungi daun pintu kayu dari cacat pada keempat sisi ujung siku pada saat pengiriman.


(46)

c. Plastik, digunakan untuk membungkus keseluruhan daun pintu kayu agar tidak terjadi goresan antar pintu jika ditumpuk saat pengiriman.

d. Plat Baja/Plat Plastik, digunakan untuk mengikat bundelan daun pintu yang telah dibungkus plastik.

e. Boraks, berupa cairan yang dicelupkan pada balok kayu untuk kemudian diproses pada mesin vacuum.

f. Lem Syntheco, digunakan sebagai bahan perekat antara komponen-komponen profil kayu dalam penyambungan rail, mullion, dan style dengan menggunakan dowel.

g. Tepung Dempul, digunakan untuk menutupi sambungan dari kayu supaya produk yang terbentuk kelihatannya satu bagian. Untuk pemakaian tepung dempul biasanya dicampur dengan air sebelum digunakan.

2.5.3. Uraian Proses

Uraian proses produksi dapat dilihat berdasarkan contoh model daun pintu kayu petak dua (CD–02), karena proses produksinya memberikan gambaran terhadap proses produksi model daun pintu lainnya dan keseluruhan dari proses produksi yang terjadi dilantai produksi pabrik. Adapun contoh gambar model daun pintu kayu petak dua (CD–02) dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(47)

Gambar 2.2. Model Daun Pintu Kayu Petak Dua (CD–02)

Keterangan untuk setiap komponen-komponen daun pintu kayu tersebut adalah sebagai berikut :

1. Style (ST) merupakan bingkai paling luar dari sebuah pintu sebelah kiri dan kanan. Pada sebuah daun pintu kayu terdapat dua buah style yang masing-masing beralur yang sudah dibor pada kedua ujungnya sebagai tempat pasak yang disebut dowel. Setiap jenis daun pintu kayu model apapun selalu hanya terdapat dua unit ST yaitu ST kiri dan kanan.

2. Top Rail (TR) merupakan komponen yang beralur pada salah satu sisinya dan pada kedua ujungnya. TR berada dibagian atas daun pintu dan digabungkan dengan komponen ST kiri dan kanan dengan Panel. Setiap jenis daun pintu kayu model apapun selalu hanya terdapat satu unit TR.

TR

MR

BR P2 P1

S S


(48)

3. Medium Rail (MR) merupakan komponen yang beralur pada kedua sisi dan ujungnya. MR digabungkan dengan komponen ST kiri dan kanan dengan Panel atas dan bawah. Pada daun pintu kayu petak dua (CD–02) terdapat satu unit MR.

4. Bottom Rail (BR) merupakan komponen yang beralur pada salah satu sisinya dan kedua ujungnya. BR berada pada bagian bawah pintu dan digabungkan dengan komponen ST kiri dan kanan dengan Panel. Setiap jenis daun pintu kayu model apapun selalu hanya terdapat satu unit BR.

5. Panel adalah lembaran kayu berbentuk segi empat yang telah diberi profil bentuk sudut, di mana terdapat dua unit panel pada daun pintu kayu petak dua (CD–02).

Proses produksi daun pintu kayu petak dua (CD–02) dapat dilihat dari block diagram pada Gambar 2.3.


(49)

Kertas Amplas

Dowell

Boraks Boraks

Vacumming

Pengeringan

Penyortiran Bahan Baku "ST, TR, MR, dan BR"

Blanking Cutting Rolling Laminating Pemotongan Bersih Moulding Pembuatan Profil Pengeboran Perakitan Shanding Finishing Vacumming Pengeringan

Penyortiran Bahan Baku "Panel"

Blanking Cutting Rolling Laminating Pemotongan Bersih Moulding Pembuatan Profil Pengeboran


(50)

Gambar 2.3. BlockDiagram Proses Produksi Daun Pintu Kayu Petak Dua (CD–02)

Adapun keterangan proses produksi daun pintu kayu petak dua (CD–02) sesuai dengan block diagram di atas adalah sebagai berikut :

1. Vacuumming (Pemasakkan)

Vacuumming merupakan pemasakkan balok kayu di dalam mesin Vacuum yang dicampur cairan boraks (obat anti serangga/rayap) agar balok kayu terhindar dari serangan serangga/rayap yang dapat merusak kualitas produk. 2. Pengeringan

Tujuan proses pengeringan dalam pengolahan kayu adalah : a. Meminimumkan kadar air pada balok kayu menjadi 10–12%. b. Mencegah serangan jamur dan serangga perusak balok kayu. c. Meningkatkan kekuatan kayu agar mudah dikerjakan.

Proses pengeringan yang dilakukan di PT. Sumatera Wood Industry adalah pengeringan dalam ruangan pengering atau Kiln Dryer (KD). Proses pengeringan ini dilakukan dengan diangkut balok-balok kayu dari mesin vacuum ke KD dengan forklift. Kiln Dryer (KD) berjumlah 8 kamar, di mana proses pengeringan ini dilakukan selama ± 20 hari dengan suhu 70–80º yang bertujuan untuk mengurangi kadar air hingga menjadi 10–12%. Untuk mengukur kadar air digunakan alat ukur jenis tokok yang bentuknya seperti jarum suntik yang dimasukkan ke dalam kayu sehingga kadar air dapat diketahui. Balok kayu hasil pengeringan di KD kemudian diangkut ke gudang bahan baku kering.


(51)

3. Penyortiran

Tujuan proses ini adalah untuk menyortir/memilih batangan kayu berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan. Proses penyortiran ini dilakukan di gudang bahan kering.

4. Blanking (Pengetaman Dua Sisi)

Blanking merupakan proses pengetaman awal, di mana bagian yang diketam adalah sisi atas dan sisi bawah dari balok kayu. Mesin yang digunakan pada proses ini adalah Blanking Planner. Balok kayu hasil pengetaman awal ini kemudian dibawa ke bagian pemotongan (cutting).

5. Cutting (Pemotongan)

Balok kayu yang telah mengalami proses pengetaman awal kemudian dipotong dengan menggunakan mesin Under Cut sesuai dengan ukuran yang ditentukan dan dilebihkan sebanyak 2–3 cm per komponen.

6. Rolling (Pelurusan)

Balok kayu yang telah dipotong kasar, kemudian dibawa ke bagian rolling yang bertujuan untuk meluruskan kayu-kayu yang bengkok dengan mesin Rolling.

7. Laminating (Penyambungan)

Proses ini dilakukan untuk panel atau untuk komponen-komponen yang lebarnya kurang dari bahan baku. Dalam proses ini kayu yang telah dipotong dan diluruskan kemudian digabungkan, setelah itu dilakukan proses


(52)

penyambungan yang disebut dengan laminating. Mesin yang digunakan adalah Hot Press. Pada proses ini kayu yang digabungkan adalah kayu yang grade dan warnanya sama sehingga tidak mengurangi mutu kayu tersebut. 8. Pemotongan bersih

Pada bagian ini, kayu dipotong sesuai dengan ukurannya yang disesuaikan dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan untuk diproduksi. Setelah dilakukan pemotongan bersih, kayu dibawa ke bagian moulding untuk proses selanjutnya.

9. Moulding (Pengetaman Empat Sisi)

Pada proses ini, balok kayu diketam pada keempat permukaan sisinya. Proses ini bertujuan untuk mencegah adanya permukaan yang tidak rata akibat pemotongan pada kayu. Moulding berbeda dengan Blanking, selain menggunakan mesin yang berbeda, blanking hanya bertujuan untuk menghaluskan dua sisi permukaan saja yaitu sisi atas dan sisi bawah sedangkan pada proses moulding bertujuan untuk menghaluskan keempat sisinya.

10.Pembuatan Profil

Proses ini bertujuan untuk membuat profil/pola. Pembuatan profil ada dua yaitu pembuatan profil panjang dengan menggunakan mesin Shaper dan profil pendek dengan menggunakan mesin Double End.

11.Pengeboran

Proses pengeboran dilakukan untuk masing-masing komponen, komponen yang dikerjakan adalah ST yang menggunakan mesin Six Head Bor, serta TR,


(53)

MR, dan BR menggunakan mesin Double Head Bor dan Single Bor/One Head Bor.

12.Perakitan

Komponen-komponen MR, BR, Panel, dan dowel dirakit secara manual. Setelah itu dilakukan penyatuan/perakitan komponen-komponen tersebut dengan ST dan TR dengan menggunakan mesin Door Press.

13.Shanding (Penghalusan)

Setelah dilakukan perakitan, produk tersebut dibawa ke bagian shanding, proses ini bertujuan untuk menghaluskan permukaan pintu, mesin yang digunakan adalah mesin Shanding, dan selain itu juga dilakukan pembersihan abu kayu dengan menggunakan air gun.

14.Finishing (Pendempulan)

Proses ini dilakukan secara manual yaitu melakukan pendempulan pada bagian yang kasar atau untuk menutupi lubang-lubang kecil yang ada di permukaan pintu.

15.Packing

Proses ini diawali dengan pemberian label dan karton pengaman, kemudian dibungkus dengan plastik agar pintu kayu jadi tidak terjadi kecacatan akibat gesekan saat pemindahan maupun pengiriman.


(54)

2.5.4. Mesin dan Peralatan Produksi

Adapun mesin dan peralatan yang digunakan untuk kelancaran proses produksi di lantai produksi pada PT. Sumatera Wood Industry adalah sebagai berikut :

2.5.4.1.Mesin Produksi

Adapun mesin-mesin yang digunakan PT. Sumatera Wood Industry untuk melakukan proses produksi dapat dilihat pada Tabel 2.5.


(55)

Tabel 2.5. Daftar Mesin Produksi yang Digunakan PT. Sumatera Wood Industry

No. Nama Mesin Merek Fungsi Spesifikasi Mesin Jumlah

1 Blanking Planner Wellsaw

Mengetam kedua sisi permukaan komponen pintu

Dimensi 950 mm x 830 mm x 1230 mm

3

Lebar maksimum ketam 500 mm

Tebal maksimum ketam 200 mm

Tebal minimum ketam 8 mm

Panjang minimum ketam 220 mm

Jumlah pisau 4

Berat 476 kg

2 Under Cut Forester – 900 Memotong kayu

menjadi komponen

Dimensi 1020 mm x 180 m x 90 mm

4

Kecepatan putar 4700 rpm

Diameter pisau maksimum 200 mm

Berat 77 kg

3 Radial Arm Saw Scromab–Italy Memotong komponen

pintu sesuai ukuran

Dimensi 1110 mm x 1000 mm x 1665 mm

3

Kecepatan putar pisau 2840 rpm

Jangkauan maksimum 620 mm

Berat 220 kg

4 Rip Saw Kuang Yung Membelah komponen

pintu

Dimensi 1669 mm x 1045 mm x 1356 mm

4

Panjang minimum 200 mm

Ketebalan 10 – 85 mm


(56)

Tabel 2.5. Daftar Mesin Produksi yang Digunakan PT. Sumatera Wood Industry (Lanjutan)

No. Nama Mesin Merek Fungsi Spesifikasi Mesin Jumlah

5 Shaper Panel CPM – 523 Mengetam komponen

di empat sisi

Dimensi 3200 mm x 1520 mm x 1542 mm

3

Lebar maksimum 160 mm

Lebar minimum 25 mm

Tebal maksimum 100 mm

Tebal minimum 10 mm

Panjang meja depan 1475 mm

Berat 2125 kg

6 Radial Arm Saw ABE – CN Membuat profil pada

panel

Ukuran meja 480 mm x 690 mm

2

Daya 5 Hp

Voltase 380 V

7 Shaper

Komponen ABE – CN

Membuat profil pada panel

Dimensi 900 mm x 700 mm x 995 mm

3

Ukuran meja 900 mm x 700 mm

Daya 5 Hp

Voltase 380 V

8 Double End Thai Chan

Taiwan

Membuat profil pendek pada komponen

Daya 5 Hp

1

Voltase 380 V

9 Six Head Bor Champ Fond Membuat lubang pada

komponen ST

Dimensi 700 mm x 1005 mm x 950 mm

1

Daya 1 Hp

Voltase 220 V


(57)

Tabel 2.5. Daftar Mesin Produksi yang Digunakan PT. Sumatera Wood Industry (Lanjutan)

No. Nama Mesin Merek Fungsi Spesifikasi Mesin Jumlah

10 One head bor Kin Kong Membuat lubang di sisi

komponen

Dimensi 576 mm x 520 mm x 876 mm

1

Jumlah mata bor 1 unit

Daya 1 Hp

Voltase 220 V

Berat 98 kg

11 Double head bor Thai Chan

Taiwan

Membuat lubang di sisi komponen

Daya 1 Hp

1

Voltase 220 V

Jumlah mata bor 2 unit

12 Door Press CMP – 523 Perakitan daun pintu

Dimensi 200 cm x 210 mm x 100 cm

2

Daya 5 Hp

Voltase 380 V

13 Automatic Round

Dowell Machine LCS Membuat dowell

Dimensi 56 cm x 41 cm x 25 cm

2

Daya 3 Hp

14 Master Shander SBF Menghaluskan

permukaan pintu

Dimensi 3860 mm x 1530 mm x 1430 mm

2

Daya 9,4 Hp

Voltase 220 V

Berat 300 kg

15 Rolling Machine ABE – CN Meluruskan kayu

Dimensi 710 mm x 570 mm x 560 mm

4

Daya 9,4 HP


(58)

Tabel 2.5. Daftar Mesin Produksi yang Digunakan PT. Sumatera Wood Industry (Lanjutan)

No. Nama Mesin Merek Fungsi Spesifikasi Mesin Jumlah

16 Band Saw Kuang Yung Membentuk panel

Ukuran meja 355 mm x 355 mm

1

Kedalaman potong 155 mm

Lebar pemotongan 300 mm

Panjang pisau 2085 mm

Berat 68 kg

17

Hot Press Kuang Yung Mengelem komponen

produk

Dimensi 2950 mm x 2715 m x 550 mm

5

Daya 9,4 HP

Voltase 220 V


(59)

2.5.4.2.Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan PT. Sumatera Wood Industry untuk melakukan proses produksi dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Daftar Peralatan yang Digunakan PT. Sumatera Wood Industry

No. Nama Peralatan Fungsi Jumlah (unit)

1 Air Gun

Membersihkan produk dari debu dengan cara menyemprotkan produk dengan udara bertekanan tinggi

9

2 Dryer

Memanaskan plastik

pembungkus agar rekat satu sama lain

2

3 Forklift Alat angkut untuk memindahkan

material 2

4 Handlift

Alat angkut untuk memindahkan material yang digerakkan

dengan cara manual

4

5 Cutter Menyisip produk dengan kulit

kayu 20

6 Meja Penyisipan Meja untuk melakukan

penyisipan 15 7 Pahat Merapikan produk dari

permukaan yang kurang rata 20

8 Handshanding Menghaluskan produk dengan

cara menggosok secara manual 8 9 Mesin Packing Mengikat produk kedalam satu

bundelan 1

10 Meteran Mengukur ukuran kayu yang

digunakan 120 11 Jangka Sorong

Mengukur diameter dan ukuran dari pembentukan lubang dan profil

10 Sumber : PT. Sumatera Wood Industry


(60)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Sistem Produksi

Sistem produksi merupakan kumpulan dari subsistem-subsistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal, dan informasi, sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut hasil sampingannya, seperti limbah, informasi dan lain sebagainya. Subsistem-subsistem dari sistem produksi tersebut antara lain adalah :

1. Perencanaan dan pengendalian produksi. 2. Pengendalian kualitas.

3. Perawatan fasilitas produksi. 4. Penentuan standar-standar operasi. 5. Penentuan fasilitas produksi.

6. Dan penentuan harga pokok produksi.

Subsistem-subsistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk konfigurasi sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini tergantung dari produk yang dibuat serta bagaimana cara membuatnya (proses produksinya). Cara membuat produk tersebut dapat berupa jenis proses produksi menurut cara menghasilkan output, operasi dari pembuatan produk, dan variasi produk yang dihasilkan.


(61)

3.1.1. Sistem Produksi Menurut Proses Menghasilkan Output

Proses produksi merupakan cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumber daya produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dana) yang ada. Sistem produksi menurut proses menghasilkan output secara ekstrem dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Proses Produksi Kontinu (continuous process)

2. Proses Produksi Terputus (intermittent process/discrete system)

Perbedaan pokok antara kedua proses terletak pada lamanya waktu set-up peralatan produksi. Proses kontinu tidak memerlukan waktu set-up yang lama karena proses ini memproduksi secara terus-menerus untuk jenis produk yang sama. Misalnya pada pabrik susu instan. Sedangkan proses terputus memerlukan total waktu set-up yang lebih lama karena proses ini memproduksi berbagai proses spesifikasi barang sesuai pesanan, di mana dengan adanya pergantian jenis barang yang diproduksi akan membutuhkan kegiatan set-up yang berbeda. Misalnya usaha perbengkelan.

Selain dua jenis ekstrem tersebut, beberapa ahli sistem produksi mengidentifikasikan adanya proses produksi menurut cara menghasilkan output yang cukup penting, yaitu Proses Produksi Repetitif. Heizer (1988) mendefinisikan proses produksi repetitif sebagai kombinasi antara proses kontinu dan proses terputus.


(62)

3.1.2. Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya

Dilihat dari tujuan perusahaan melakukan operasi dalam hubunganya dengan pemenuhan kebutuhan konsumen, maka sistem produksi dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

1. Enginering To Order (ETO), yaitu bila pemesan meminta produsen untuk membuat produk yang dimulai dari proses perancangannya (rekayasa).

2. Assembly To Order (ATO), yaitu bila produsen membuat desain standar, modul-modul opsional standar yang sebelumnya dan merakit suatu kombinasi tertentu dari modul-modul tersebut sesuai dengan pesanan konsumen. Modul-modul standar tersebut bisa dirakit untuk berbagai tipe produk. Contohnya adalah pabrik mobil, di mana mereka menyediakan pilihan transmisi secara manual atau otomatis.

3. Make To Order (MTO), yaitu bila produsen menyelesaikan item akhinya jika dan hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut.

4. Make To Stock (MTS), yaitu bila produsen membuat item-item yang diselesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan sebelum pesanan konsumen diterima.

3.1.3. Sistem Produksi Menurut Aliran Operasi dan Variasi Produk

Ada tiga jenis dasar aliran operasi, yaitu flow shop, job shop, dan proyek (Kostas, 1982). Ketiga jenis dasar aliran operasi ini berkembang menjadi aliran operasi modifikasi dari ketiganya, yaitu batch dan continuous. Adapun karakteristik masing-masing aliran tersebut, yaitu :


(63)

1. Flow Shop, yaitu proses konversi di mana unit-unit output secara berturut-turut melalui urutan operasi yang sama pada mesin-mesin khusus, biasanya ditempatkan sepanjang suatu lintasan produksi. Bentuk umum proses flow shop dapat dibagi menjadi jenis produksi flow shop kontinu dan flow shop terputus. Pada flow shop kontinu, proses bekerja untuk memproduksi jenis output yang sama, misalnya pada industri rokok SKM otomatis. Pada flow shop terputus, kerja proses secara periodik diinterupsi untuk melakukan set-up bagi pembuatan produk dengan spesifikasi yang berbeda (meskipun dari desain dasar yang sama).

2. Continuous, proses ini merupakan bentuk ekstrem dari flow shop di mana terjadi aliran material yang konstan. Contoh dari proses kontinu adalah industri penyulingan minyak, pemrosesan kimia, dan industri-industri lain di mana kita tidak dapat mengidentifikasi unit-unit output urutan prosesnya secara tepat.

3. Job Shop, merupakan bentuk proses konversi di mana unit-unit untuk pesanan yang berbeda akan mengikuti urutan yang berbeda pula dengan melalui pusat-pusat kerja yang dikelompokan berdasarkan fungsinya.

4. Batch, merupakan bentuk satu langkah kedepan dibandingkan job shop dalam hal standarisasi produk, tetapi tidak terlalu terstandarisasi seperti produk yang dihasilkan pada aliran lintasan perakitan flow shop.

5. Proyek, merupakan proses penciptaan satu jenis produk yang agak rumit dengan suatu pendefinisian urutan tugas yang teratur dengan kebutuhan sumber daya dan penyelesaiannya dibatasi oleh waktu.


(64)

3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.

Berbagai alasan diperlukannya pengambilan sampel antara lain adalah : 1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.

2. Lebih cepat dan lebih mudah.

3. Memberi informasi yang lebih banyak dan mendalam. 4. Dapat ditangani lebih teliti.

Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .

Populasi/universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan objek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya


(65)

adalah seluruh pegawai di departemen “A”. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi “Y”, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”.

Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian.

3.3. Teknik Sampling1

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu sampel acak (random sampling/probability sampling) dan sampel tidak acak (nonrandom

samping/nonprobability sampling). Yang dimaksud dengan random

sampling/probability sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom samping/nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh (tidak dipilih) artinya kemungkinannya 0 (nol).

1


(66)

Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran populasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling,namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap teh botol.

3.3.1. Random Sampling/Probability Sampling

Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama


(67)

sampling frame. Yang dimaksud dengan kerangka sampel adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.

Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah tabel angka acak, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.


(68)

3.3.1.1.Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana

Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya teknik ini sebagai berikut :

1. Susun sampling frame.

2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil. 3. Tentukan alat pemilihan sampel.

4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi.

3.3.1.2.Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan

Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan


(69)

perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya teknik ini sebagai berikut :

1. Siapkan samplingframe.

2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki. 3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum.

4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak..

Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara proposional dan tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum III = 63 manajer.

Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut, dan untuk


(70)

manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

3.3.1.3.Cluster Sampling atau Sampel Gugus

Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur teknik ini sebagai berikut :

1. Susun sampling frame berdasarkan gugus.

2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel. 3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak.


(71)

3.3.1.4.Systematic Sampling atau Sampel Sistematis

Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara acak, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedur teknik ini sebagai berikut :

1. Susun sampling frame.

2. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil. 3. Tentukan K (kelas interval).

4. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random (biasanya melalui cara undian saja).

5. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.

6. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya.

3.3.1.5.Area Sampling atau Sampel Wilayah

Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer


(72)

sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedur teknik ini sebagai berikut :

1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) seperti Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.

2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?).

3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.

4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random. 5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil

datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub-wilayah.

3.3.2. Nonrandom Samping/Nonprobability Sampling

Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.

3.3.2.1.Convenience Sampling

Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh


(73)

karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling/tidak disengaja/captive sample (man on the street). Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

3.3.2.2.Purposive Sampling

Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.

Pada judgement sampling, sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judgement sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.

Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan,


(74)

maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).

Pada quota sampling, teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja. Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40%. Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan 30 sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3.3.2.3.Snowball Sampling atau Sampel Bola Salju

Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. Hal ini bisa juga


(75)

dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup).

3.4. Konsep Dasar Himpunan Fuzzy2

3.4.1. Himpunan Klasik (Crisp)

Pada dasarnya, teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori himpunan klasik. Pada teori himpunan klasik (crisp), keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan A, hanya akan memiliki dua kemungkinan keanggotaan, yaitu menjadi anggota A atau tidak menjadi anggota A (Chak, 1998). Suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar tingkat keanggotaan suatu elemen (x) dalam suatu himpunan (A), sering dikenal dengan nama keanggotaan atau derajat keanggotaan, dinotasikan dengan μA (x). Pada himpunan klasik, hanya ada 2 nilai keanggotaan, yaitu μA (x) = 1 untuk x menjadi anggota A; dan μA (x) = 0 untuk x bukan anggota dari A.

Contoh 3.1.

Jika diketahui: S = {1, 3, 5, 7, 9} adalah semesta pembicaraan; A = {1, 2, 3} dan B = {3, 4, 5}, maka dapat dikatakan bahwa :

1. Nilai keanggotaan 1 pada himpunan A, μA (1) = 1, karena 1 ∈ A. 2. Nilai keanggotaan 3 pada himpunan A, μA (3) = 1, karena 3 ∈ A. 3. Nilai keanggotaan 2 pada himpunan A, μA (2) = 0, karena 2 ∈ A. 4. Nilai keanggotaan 4 pada himpunan B, μB (4) = 0, karena 4 ∈ B.

2


(76)

Contoh 3.2.

Misalkan dimiliki variabel umur yang dibagi menjadi tiga kategori (Kusumadewi, 2003), yaitu :

1. MUDA umur < 35 tahun 2. PAROBAYA 35 ≤ umur ≤ 55 tahun 3. TUA umur > 55 tahun

Nilai keanggotaan secara grafis, himpunan MUDA, PAROBAYA, dan TUA ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Himpunan Klasik : (a) MUDA, (b) PAROBAYA, dan (c) TUA

Adapun penjelasan dari Gambar 3.1 diartikan sebagai berikut : 1. Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan

MUDA (μMUDA (34) = 1)

2. Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan TIDAK MUDA (μMUDA (35) = 0)

3. Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan TIDAK MUDA (μMUDA (35th – 1hr) = 0)

4. Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan PAROBAYA (μPAROBAYA (35) = 1)


(77)

5. Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan TIDAK PAROBAYA (μPAROBAYA (34) = 0)

6. Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan PAROBAYA (μPAROBAYA (35) = 1)

7. Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan TIDAK PAROBAYA (μPAROBAYA (35th – 1hr) = 0)

Dari sini dapat dikatakan bahwa pemakaian himpunan klasik untuk menyatakan variabel umur kurang bijaksana, adanya perubahan kecil saja pada suatu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan.

3.4.2. Himpunan Fuzzy

Teori himpunan fuzzy diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Zadeh memberikan definisi tentang himpunan fuzzy A, sebagai (Zimmermann, 1991) :

Definisi 3.1.

Jika X adalah koleksi dari obyek-obyek yang dinotasikan secara generik oleh x, maka suatu himpunan fuzzy A, dalam X adalah suatu himpunan pasangan berurutan :

A=[{x, mA (x)}| x ∈ X]

dengan μA (x) adalah derajat keanggotaan x di yang memetakan X ke ruang keanggotan M yang terletak pada rentang (0,1).


(78)

Contoh 3.3.

Misalkan industri kendaraan bermotor ingin meracang sebuah mobil yang nyaman digunakan untuk keluarga besar. Ada 10 model yang telah dirancang dan ditunjukkan dalam variabel X = {x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7, x8, x9, x10}, dengan xi adalah desain mobil ke-i. himpunan fuzzy, yang merupakan himpunan “mobil yang nyaman digunakan untuk keluarga besar” dapat dituliskan sebagai :

A=[{1: 0,6}; {2: 0,3}; {3: 0,8}; {4: 0,2}; {5: 0,1}]

Ada beberapa cara untuk menotasikan himpunan fuzzy, antara lain :

1. Himpunan fuzzy dituliskan sebagai pasangan berurutan, dengan elemen pertama menunjukkan nama elemen dan elemen kedua menunjukkan nilai keanggotaanya, seperti yang diberikan pada Definisi 3.1.

Contoh 3.4.

Misalkan himpunan fuzzy untuk = PAROBAYA, dapat dituliskan sebagai : A=[{x, μA (x)}| x ϵ X] (1.2)

dengan :

μ x

; x atau x x

; x x

; x Contoh 3.5.

Apabila X adalah variabel fuzzy umur, dengan fungsi keanggotaan seperti terlihat pada Gambar 3.2.


(79)

Gambar 3.2. Fungsi Keanggotaan untuk Setiap Himpunan pada Variabel Umur

Fungsi keanggotaan untuk setiap himpunan pada variabel umur dapat diberikan sebagai berikut:

μ x

; x x

; x ; x

μ x

; x atau x x

; x x

; x

μ x

; x x

; x ; x

3.4.3. FungsiKeanggotaan

Fungsi Keanggotaan (membership fuction) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaaannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)