Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

(1)

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN

METODE

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

(AHP)

(Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

SKRIPSI

JEFRI LEO SIHOMBING

090803056

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JEFRI LEO SIHOMBING 090803056

DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN

DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

(Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten

Dairi)

Kategori : SKRIPSI

Nama : JEFRI LEO SIHOMBING

Nomor Induk Mahasiswa : 090803056

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Oktober 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Parapat Gultom, M.SIE Dr. Esther SM Nababan, M.Sc NIP. 19610130 198503 1 002 NIP. 19610318 198711 2001

Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus, Vor.Dipl.Math., M.Si NIP. 19620901 198803 1 002


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

(Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2013

JEFRI LEO SIHOMBING 090803056


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas segala berkat, kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Esther SM Nababan, M.Sc selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Dr. Parapat Gultom, M.SIE selaku dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya dalam menyelesaikan sekripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si dan Bapak Drs. Suyanto, M.Kom selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran dan ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan sekripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Sc dan kepada Ibu Dr. Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika di FMIPA USU Medan. Terimakasih kepada Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU dan kepada Seluruh Staf Pengajar Departemen Matematika FMIPA USU yang telah membimbing selama dalam perkuliahan. Terimakasih kepada semua anggota keluarga terkhusus kepada orangtua tercinta ayahanda T. Sihombing dan ibunda R.br. Situmorang yang telah memberikan nasehat maupun bantuan materi selama perkuliahan. Terimakasih kepada senior dan junior matematika terkhusus kepada teman-teman stambuk 2009.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bertujuan untuk membangun dari pembaca sekalian.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis, Oktober 2013


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditas unggulan pertanian di Kecamatan Parbuluan dengan pertimbangan kriteria-kriteria komoditas unggulan di mana tanaman sebagai alternatif. Penelitian ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki dari permasalahan yang ingin diteliti. Matriks perbandingan berpasangan digunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Pada matriks perbandingan berpasangan tersebut akan dicari bobot dari tiap-tiap kriteria dengan cara menormalkan matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen maksimum dan vektor eigen yang dinormalkan akan diperoleh dari matriks. Pada proses menentukan faktor pembobotan hirarki maupun faktor evaluasi, uji konsistensi harus dilakukan dengan CR < 0,100. Hasil dari analisis AHP dalam penelitian ini diperoleh bahwa komoditas unggulan pertanian Kecamatan Parbuluan menurut semua kriteria yang ditentukan adalah komoditas kopi dengan nilai bobot 23,8%.

Kata Kunci: Operasi Riset, Pengambilan Keputusan, AHP, Matriks Perbandingan Berpasangan, Komoditas Unggulan


(7)

ABSTRACT

This research is to determine priority sequence of superior agriculture commodities in Subdistrict of Parbuluan by consideration criteries and commodities as alternative. This research use the analytical hierarchy process method. AHP method is a decision making method on determining the priority alternative of any alternative. Application of AHP is begin by making the hierarchy structure of the studied problem. The pair-wise comparison matrix is used to form a correlation in the structure. In this matrix, the weight of each criteria is determined by normalization The pair-wise comparison matrix. Normalized maximum eigen value and eigen vector will obtained from this matrix. In the process of performing the hierarchy weighting factor or evaluation factor, the consistency test must be conducted by CR < 0,100. The result of AHP analysis its conclude that superior agriculture commodities in Subdistrict of Parbuluan according to the criteria specified is coffee by weight value 23,8%. Keywords: Riset Operation, Decision Making, AHP, Pair-Wise Comparison


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... i

Pernyataan ... ii

Penghargaan ... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tinjauan Pustaka ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Kontribusi Penelitian ... 6

1.7 Metodologi Penelitian ... 6

Bab 2 Landasan Teori 2.1 Analytical Hierrchy Process (AHP) ... 7

2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP) ... 10

2.2.1 Penyusunan Prioritas... 13

2.2.2 Eigen value dan Eigen vector ... 16

2.2.3 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio ... 20

2.3 Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode AHP ... 22

Bab 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Pengumpulan Data ... 25

3.1.1 Sumber Data... 25

3.1.2 Sampel... 25

3.2 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria ... 27

3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Sumber Daya Manusia ... 30

3.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Program Pemerintah ... 32

3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Biaya Penanaman/Perawatan .. 34

3.6 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tahan Terhadap Cuaca/Penyakit... 37

3.7 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Usia Produktifitas... 39

3.8 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kuantitas Hasil Produksi... 42

3.9 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Harga Jual... 44


(9)

3.11 Perhitungan Total Rangking/Prioritas Global... 49 3.11.1 Faktor Evaluasi Total... 49 3.11.2 Total Rangking... 50 Bab 4 Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan ... 52 4.2 Saran ... 52 Daftar Pustaka ... 53


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 10

Tabel 2.2 Skala Saaty ... 14

Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI) ... 21

Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Untuk Semua Kriteria... 27

Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang Disederhanakan... 28

Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang Dinormalkan ... 28

Tabel 3.4 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Sumber Daya Manusia... 30

Tabel 3.5 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Sumber Daya Manusia yang Disederhanakan ... 30

Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Sumber Daya Manusia yang Dinormalkan ... 31

Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Program Pemerintah ... 32

Tabel 3.8 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Program Pemerintah yang Disederhanakan ... 33

Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Program Pemerintah yang Dinormalkan ... 33

Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Untuk Kriteria Biaya Penanaman/Perawatan ... 35

Tabel 3.11 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Biaya Penanaman/Perawatan yang Disederhanakan... 35

Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Biaya Penanaman/Perawatan yang Dinormalkan ... 36

Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Daya Tahan Terhadap Cuaca/Penyakit ... 37

Tabel 3.14 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Daya Tahan Terhadap Cuaca/Penyakit yang Disederhanakan ... 38

Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Daya Tahan Terhadap Cuaca/Penyakit yang Dinormalkan ... 38

Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Usia Produktifitas ... 40

Tabel 3.17 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Usia Produktifitas yang Disederhanakan ... 40

Tabel 3.18 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Usia Produktifitas yang Dinormalkan ... 41

Tabel 3.19 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kuantitas Hasil Produksi ... 42

Tabel 3.20 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kuantitas Hasil Produksi yang Disederanakan ... 43

Tabel 3.21 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kuantitas Hasil Produksi yang Dinormalkan ... 43

Tabel 3.22 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Harga Jual ... 45

Tabel 3.23 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Harga Jual yang Disederhanakan .... 45


(11)

Tabel 3.25 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Permintaan Pasar ... 47 Tabel 3.26 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Permintaan Pasar yang

Disederhanakan... 48 Tabel 3.27 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Permintaan Pasar yang

Dinormalkan ... 48 Tabel 3.28 Matriks Hubungan antara Kriteria dengan Alternatif ... 50


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang Complete ... 11 Gambar 2.2 Struktur Hirarki yang Incomplete ... 11 Gambar 2.3 Skema Hirarki Penentuan Komoditas Unggulan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Penelitian

Lampiran 2 Surat Balasan Penelitian Lampiran 3 Data Sensus Pertanian 2012 Lampiran 4 Bentuk Kuisioner Penelitian


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditas unggulan pertanian di Kecamatan Parbuluan dengan pertimbangan kriteria-kriteria komoditas unggulan di mana tanaman sebagai alternatif. Penelitian ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki dari permasalahan yang ingin diteliti. Matriks perbandingan berpasangan digunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Pada matriks perbandingan berpasangan tersebut akan dicari bobot dari tiap-tiap kriteria dengan cara menormalkan matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen maksimum dan vektor eigen yang dinormalkan akan diperoleh dari matriks. Pada proses menentukan faktor pembobotan hirarki maupun faktor evaluasi, uji konsistensi harus dilakukan dengan CR < 0,100. Hasil dari analisis AHP dalam penelitian ini diperoleh bahwa komoditas unggulan pertanian Kecamatan Parbuluan menurut semua kriteria yang ditentukan adalah komoditas kopi dengan nilai bobot 23,8%.

Kata Kunci: Operasi Riset, Pengambilan Keputusan, AHP, Matriks Perbandingan Berpasangan, Komoditas Unggulan


(15)

ABSTRACT

This research is to determine priority sequence of superior agriculture commodities in Subdistrict of Parbuluan by consideration criteries and commodities as alternative. This research use the analytical hierarchy process method. AHP method is a decision making method on determining the priority alternative of any alternative. Application of AHP is begin by making the hierarchy structure of the studied problem. The pair-wise comparison matrix is used to form a correlation in the structure. In this matrix, the weight of each criteria is determined by normalization The pair-wise comparison matrix. Normalized maximum eigen value and eigen vector will obtained from this matrix. In the process of performing the hierarchy weighting factor or evaluation factor, the consistency test must be conducted by CR < 0,100. The result of AHP analysis its conclude that superior agriculture commodities in Subdistrict of Parbuluan according to the criteria specified is coffee by weight value 23,8%. Keywords: Riset Operation, Decision Making, AHP, Pair-Wise Comparison


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan teknologi informasi sudah sedemikian pesat. Perkembangan yang pesat tidak hanya teknologi perangkat keras dan perangkat lunak saja, tetapi metode komputasi juga ikut berkembang. Salah satu metode komputasi yang cukup berkembang saat ini adalah metode sistem pengambilan keputusan (Decisions Support System). Dalam teknologi informasi, sistem pengambilan keputusan merupakan cabang ilmu yang letaknya di antara sistem informasi dan sistem cerdas (Supriyono, 2000).

Banyak metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan salah satunya adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Menurut Supriyono, dkk (2007) metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berfikir manusia. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada awal tahun 1970-an. Dasar berpikir metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode AHP untuk mengatasi permasalahan dalam penentuan komoditas unggulan pertanian di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi yang paling cocok untuk dikembangkan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria yang berpengaruh terhadap tanaman sebagai alternatif. Sebagai alternatif dalam penerapan metode AHP adalah komoditas pertanian yang dikembangkan di Kecamatan Parbuluan, sementara kriteria yang digunakan merupakan kriteria-kriteria dalam pemilihan komoditas unggulan pertanian.

Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Dairi (2010), Kecamatan Parbuluan adalah sentra penghasil tanaman sayuran terbesar di Kabupaten Dairi. Beberapa tanaman muda yang banyak dikembangkan di Kecamatan Parbuluan seperti kentang, kubis, cabai, tomat, ubi jalar, sedangkan tanaman berumur tua seperti kopi dan jeruk. Secara geografis Kabupaten Dairi terletak antara 98000’–98030’ BT dan 2015’00’’ – 3000’00’’ LU berada pada ketinggian


(17)

antara 400 s/d 1.700 m di atas permukaan laut, sementara Kecamatan Parbuluan adalah daerah tertinggi di Kabupaten Dairi yang sebagian besar tanahnya berupa bukit-bukit dengan kemiringan bervariasi sehingga terjadi iklim hujan sub tropis (BPS Kabupaten Dairi). Data tersebut sangat mendukung Kecamatan Parbuluan untuk pengembangan pertanian tanaman muda dan tanaman bersuhu rendah lainnya.

Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk diusahakan atau dikembangkan pada suatu daerah (Depkimpraswil, 2003). Keunggulan komperatif bagi suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Keunggulan komperatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang secara perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah (Tarigan, 2001).

Setelah melakukan wawancara kepada dinas pertanian setempat, penulis merumuskan bahwa kriteria-kriteria yang berpengaruh dalam penentuan komoditas unggulan pertanian Kecamatan Parbuluan adalah sumber daya manusia, program pemerintah, biaya penanaman/perawatan, ketahanan terhadap cuaca/penyakit, usia produktifitas, kuantitas hasil panen, harga jual dan permintaan pasar. Salah satu maksud penerapan metode AHP dalam penentuan komoditas unggulan pertanian ini adalah agar pengembangan komoditas yang secara berulang dikerjakan petani lebih banyak pada salah satu jenis tanaman yang lebih unggul.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang timbul dari latar belakang adalah bagaimana menerapkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam penentuan komoditas unggulan pertanian di Kecamatan Parbuluan.


(18)

1.3 Batasan Masalah

Untuk menghindari terlalu meluasnya masalah dalam pengambilan kesimpulan pada penelitian ini maka permasalahan dibatasi sebagai berikut:

1. Penelitian difokuskan di daerah Kecamatan Parbuluan

2. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data dari nara sumber berupa wawancara atau pengisian angket, sedangkan data sekunder dari dinas pertanian setempat

3. Jenis komoditas yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah komoditas yang luas lahannya lebih dari 300 Ha dikembangkan petani Kecamatan Parbuluan. Tanaman yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah

a. Kentang b. Kubis c. Cabe d. Tomat e. Ubi jalar f. Kopi g. Jeruk

4. Metode analisis yang digunakan adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP). 5. Pengelolaan data sesuai perhitungan metode AHP

1.4 Tinjauan Pustaka

Thomas Lorie Saaty (1987) menyatakan bahwa AHP merupakan suatu teori pengukuran yang digunakan untuk menderivasikan skala rasio baik dari perbandingan-perbandingan berpasangan diskrit maupun kontinu. Diperlukan suatu hirarki dalam menggunakan AHP untuk mendefinisikan masalah dan perbandingan berpasangan untuk menentukan hubungan dalam struktur tersebut. Struktur hirarki digambarkan dalam suatu diagram pohon yang berisi goal (tujuan masalah yang akan dicari solusinya), kriteria, subkriteria dan alternatif. Thomas Lorie Saaty (1993) menguraikan metode AHP yang dilakukan dengan cara memodelkan permasalahan secara bertingkat yang terdiri dari kriteria dan alternatif.


(19)

Kardi Teknomo, Hendro Siswanto dan Sebastianus Ari Yudhanto (2005) menguraikan tentang penggunaan AHP yang dimulai dengan membuat struktur hirarki atau jaringan dari permasalahan yang ingin diteliti. Di dalam hirarki terdapat tujuan utama, kriteria-kriteria, subkriteria-subkriteria dan alternatif-alternatif yang akan dibahas. Perbandingan berpasangan dipergunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Hasil dari perbandingan berpasangan ini akan membentuk matriks di mana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigen vector utama atau fungsi-eigen. Matriks tersebut berciri positif dan berbalikan, yakni

. Siti Latifah (2005) menjelaskan tentang keputusan dan prinsip-prinsip AHP yang terdiri dari : Decomposition, Comporative Judgment, Synthesis of Priority, Local Consistency.

Tarigan (2001) menjelaskan tentang komoditas unggulan pertanian bahwa keunggulan komperatif suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Keunggulan komperatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang secara perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah. Kustanto (1999) menjabarkan penentuan komoditas unggulan pertanian didasarkan pada kriteria- kriteria sebagai berikut:

1. Ketersediaan pasokan bahan baku secara kontinu 2. Nilai ekonomis bahan baku

3. Keterkaitan dengan pendapatan petani

4. Mempunyai kesempatan adanya diversifikasi produk 5. Penyebaran lokasi

6. Kemungkinan intensifikasi dan ekstensifikasi 7. Kebijakan pemerintah.

J. Supranto (1992) menguraikan tentang cara-cara pengambilan teknik sampling dalam melakukan survei dan eksperimen. Di dalam setiap pembahasan akan ditekankan pada cara penarikan sampel, cara pembuatan perkiraan tanggal dan interval, data rata-rata, jumlah (total), proporsi dan banyaknya elemen (objek) populasi yang mempunyai karakterisktik tertentu yang perlu diamati, cara perhitungan kesalahan sampling (sampling error) sebagai ukuran tingkat ketelitian, dan yang paling penting lagi ialah bagaimana cara menentukan besarnya sampel, artinya berapa persen sampel harus ditarik dari populasi.


(20)

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menerapkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam kasus penentuan komoditas unggulan pertanian, serta menentukan komoditas unggulan pertanian Kecamatan Parbuluan yang lebih tepat untuk dibudidayakan.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Hasil dari penelitian dapat menjadi bahan masukan dalam pengambilan keputusan bagi petani Kecamatan Parbuluan dalam memilih komoditas pertanian yang akan dibudidayakan

2. Penelitian ini juga bermanfaat dalam pengembangan ilmu, khususnya dalam bidang pengambilan keputusan.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan menggunakan data sekunder dan data primer yang disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Melakukan studi dari jurnal, buku, dan artikel di internet yang berhubungan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan komoditas unggulan pertanian 2. Menjelaskan tentang penyelesaian penentuan komoditas unggulan pertanian dengan

menggunakan metode AHP

3. Menentukan kriteria dan alternatif perangkingan komoditas unggulan pertanian Kecamatan Parbuluan

4. Mengumpulkan data yang dibutuhkan yaitu data primer berupa pengisian angket, kemudian data sekunder dari dinas pertanian setempat

5. Mengolah input dengan metode AHP serta memperoleh output

6. Menentukan komoditas unggulan dari output yang didapat dengan menggunakan metode AHP


(21)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Analytical Hierrchy Process (AHP)

Metode Analytical Hierrchy Process (AHP) dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School di awal tahun 1970, yang digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Dalam penentuan prioritas diperlukan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. Metode AHP adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan sebuah persoalan ke dalam bagian-bagiannya. Selanjutnya menata bagian atau variabel tersebut dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel. Kemudian mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.


(22)

Metode AHP membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari : 1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah kali lebih penting dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).

4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking.

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.


(23)

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100, maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio Konsistensi dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, di mana:

a. Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya b. Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya c. Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya d. Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan lainnya.

e. Skala 2, 4, 6, 8 = Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan.

Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang dicari dalam Analytic Hierarchy Process.

2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

1. Decomposition

Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur–unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, di mana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur–unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari


(24)

persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki yang complete yakni tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai hubungan (gambar 2.1 dan 2.2). Pada umumnya problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete. Bentuk struktur dekomposition yakni :

Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal) Tingkata kedua : Kriteria–kriteria

Tingkat ketiga : Alternatif–alternatif

Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang Complete Kriteria 2

Alternatif ke-m Alternatif 2

Alternatif 1

Tujuan


(25)

Gambar 2.2 Struktur Hirarki yang Incomplete

Hirarki disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

2. Comparative Judgement

Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen–elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matrix pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance).

Kriteria 1 Kriteria 2

Alternatif 3 Tujuan

Kriteria ke-n

Alternatif 2 Alternatif 4

Sub-alternatif ke-p Sub-alternatif 1

Alternatif ke m Alternatif 1


(26)

3. Synthesis of Priority

Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vektor method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur–unsur pengambilan keputusan.

4. Logical Consistency

Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vektor yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.

2.2.1 Penyusunan Prioritas

Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain dan dipresentasikan dalam matriks Pair-wise Comparison.

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan

Nilai adalah nilai perbandingan elemen (baris) terhadap (kolom) yang menyatakan hubungan :

1. Seberapa jauh tingkat kepentingan (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan (kolom) atau

2. Seberapa jauh dominasi (baris) terhadap (kolom) atau

3. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada (baris) dibandingkan dengan (kolom).


(27)

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Skala Saaty

Model AHP didasarkan pada pair-wise comparison matrix, di mana elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan judgement dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari

Tingkat

Kepentingan Defenisi Keterangan

1

Equal importance (sama penting)

Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3

Weak importance of one over another

(sedikit lebih penting)

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan

dengan pasangannya

5

Essential or strong importance (lebih penting)

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen

pasangannya

7

Demonstrated importance (sangat penting)

Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya

sangat, dibandingkan dengan elemen pasangannya

9

Extreme importance (mutlak lebih

penting)

Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya,

pada tingkat keyakinan tertinggi

2,4,6,8

Intermediate values between the two adjacent judgments

Nilai di antara dua pilihan yang berdekatan

Resiprokal Kebalikan

Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas ketika dibandingkan

elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibanding


(28)

suatu peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan. Berikut ini contoh suatu Pair-Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu:

E F G H

                   1 4 1 6 7 1 4 1 5 6 1 5 1 5 1 1 5 1 7 6 5 1 A

Baris 1 kolom 2: jika E dibandingkan dengan F, maka E lebih penting/disukai/ dimungkinkan daripada F yaitu sebesar 5, artinya: E essential atau strong importance daripada F, dan seterusnya. Angka 5 bukan berarti bahwa E lima kali lebih besar dari F, tetapi E strong importance dibandingkan dengan F. Sebagai ilustrasi matriks resiprokal atau berkebalikan, jika H dibandingkan dengan E, maka E very strong importance daripada H dengan nilai judgement sebesar 7. Dengan demikan pada baris 4 kolom 1 diisi dengan kebalikan dari 7 yakni . Artinya, H dibanding E E lebih kuat dari H. Jika G dibandingkan dengan F, maka G strong importance daripada F dengan nilai judgement sebesar 5. Jadi baris 3 kolom 5 diisi dengan nilai 5, dan seterusnya.

2.2.2 Eigen value dan Eigen vector

Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria–kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level.

Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi–definisi mengenai matriks dan vektor.

E F

H G


(29)

1. Matriks

Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variabel–variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau kurung biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skalar-skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut ij matriks entri.

             mn m m n n a a a a a a a a a A        2 1 2 22 21 1 12 11

2. Vektor dari n dimensi

Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen-elemen yang teratur berupa angka–angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau Colom Vector dengan ordo n x1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan .

Untuk vektor u dirumuskan sebagai berikut: n R

u

n n R a a a u                 2 1

3. Eigen value dan Eigen vector

Definisi: Jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni:

x


(30)

Skalar dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang bersesuaian dengan . Untuk mencapai eigen value dari matriks A yang berukuran n x n, maka dapat ditulis pada persamaan berikut:

x

Ax

atau

0 ) (IA x

Agar menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan. Akan tetapi, persamaan demikian akan mempunyai pemecahan nol jika dan hanya jika:

0 ) det(IA

Persamaan demikian dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen terhadap elemen adalah , maka secara teoritis matriks berciri positif berkebalikan, yakni

. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor (1,2,3,...,n). Nilai n menyatakan bobot kriteria terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem.

Jika mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan . atau jika . = untuk semua i, j, k maka matriks sudah konsisten.

Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor n, maka elemen dapat ditulis menjadi:

Jadi matriks konsisten adalah:

Seperti yang diuraikan sebelumnya, maka untuk pair-wise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini:


(31)

Dari persamaan (2.3) dapat dilihat bahwa:

Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi:

Persamaan (2.6) ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:

Dalam teori matriks, formulasi (2.7) diekspresikan bahwa  adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n.

Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:

                                             n n n n n n n n n                                  2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 . .

Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa

Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolute consistent) dalam mengekspresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent.


(32)

Dengan eigen value dari matriks A dan jika maka dapat ditulis:

Misalkan jika suatu pair-wise comparison matrix memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2.2), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1.

Eigen value dari matriks A,

Jika diuraikan lebih jauh untuk persamaan (2.13), hasilnya adalah:

Dari persamaan (2.14) jika diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum ( )yaitu:

Dengan demikian matriks pada persamaan (2.12) merupakan matriks yang konsisten, di mana nilai sama dengan harga dimensi matriksnya. Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstanta dalam kondisi matriks konsisten).

2. Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks maka eigen value-nya akan berubah menjadi semakin kecil pula. Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier), jika:

i. Elemen diagonal matriks A


(33)

ii. Dan jika matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari

akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.

2.2.3 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Salah satu ciri utama model AHP yang membedakannya dengan model–model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistenan jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistenan juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistensinya besar.

Saaty telah membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus:

CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index)

= Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n n = Orde matriks

Apabila CI bernilai nol, maka pair wise comparison matrix tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

CR = rasio konsistensi


(34)

Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI)

Orde matriks

Random indeks

Orde matriks

Random indeks

Orde matriks

Random indeks

1 0,000 6 1,240 11 1,510

2 0,000 7 1,320 12 1,480

3 0,580 8 1,410 13 1,560

4 0,900 9 1,450 14 1,570

5 1,120 10 1,490 15 1,590

Bila matriks pair–wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang.

2.3 Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode AHP

Penentuan komoditas unggulan pertanian Kecamatan Parbuluan dengan metode AHP dilakukan melalui langkah-langkah berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuan yang diinginkan.

2. Penyusunan kriteria meliputi: sumber daya manusia, program pemerintah, biaya penanaman/perawatan, ketahanan terhadap cuaca/penyakit, usia produktifitas, kuantitas hasil panen, harga jual dan permintaan pasar. Alternatif meliputi: kentang, kubis, cabe, tomat, ubi jalar, kopi dan jeruk

3. Mengumpulkan data dari Dinas Pertanian dan dari petani dengan cara pengisian kuisioner atau wawancara.

4. Menyusun nilai perbandingan berpasangan antar kriteria dan antar alternatif pada setiap kriteria yang diperoleh dari data Dinas Pertanian dan dari kuisoner.

5. Perhitungan masing-masing bobot pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria dan antar alternatif menurut semua kriteria.

6. Perhitungan total nilai bobot hirarki prioritas pilihan jenis tanaman berdasarkan perkalian bobot kriteria dengan masing-masing nilai bobot alternatif pada setiap kriteria yang telah dihitung.

Penyusunan kuisoner merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan penilaian kriteria yaitu dengan cara memasukkan elemen-elemen ke dalam perbandingan


(35)

secara berpasangan untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan masing-masing elemen. Dalam menentukan tingkat kepentingan dari elemen-elemen keputusan pada setiap tingkat hirarki keputusan, penilaian pendapat dilakukan dengan menggunakan fungsi berfikir, dikombinasikan dengan preferensi perasaan dan penginderaan. Penilaian dapat dilakukan dengan komparasi berpasangan yaitu dengan membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap kriteria sehingga didapat nilai kepentingan elemen dalam bentuk pendapat yang bersifat kualitatif tersebut digunakan skala penilaian Saaty sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (Supriyono, 2000).

Kuisoner yang sudah disusun disebarkan ke petani yang ada di Kecamatan Parbuluan. Responden yang dipilih adalah petani yang lebih berpengalaman dalam hal ini berusia lebih dari 45 tahun atau masyarakat yang terdaftar dalam Kelompok Tani.

Gambar 2.3 Skema Hirarki Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Kecamatan Parbuluan

Menentukan Komoditas Unggulan Pertanian Kecamatan Parbuluan

A B C D E F G H

Kriteria

ke

n

ta

n

g

ku

b

is

ca

b

e

to

m

a

t

Ub

i

ja

la

r

ko

p

i

je

ru

k


(36)

Keterangan:

A = Sumber Daya Manusia B = Program Pemerintah

C = Biaya Penanaman/Perawatan

D = Ketahanan Terhadap Cuaca/Penyakit E = Usia Produktifitas

F = Kuantitas Hasil Panen G = Harga Jual


(37)

BAB 3 PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas secara khusus penentuan urutan komoditas unggulan pertanian Kecamatan Parbuluan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process

3.1Pengumpulan Data 3.1.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa pengisian kuisioner oleh petani untuk perbandingan antar kriteria dan perbandingan antar alternatif untuk kriteria sumber daya manusia, biaya penanaman/perawatan dan daya tahan terhadap cuaca/penyakit. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari dinas pertanian Kabupaten Dairi berhubungan dengan beberapa kriteria seperti program pemerintah, kuantitas hasil panen, usia produktifitas, harga jual dan permintaan pasar pertanian di Kecamatan Parbuluan.

3.1.2. Sampel

Untuk mendapatkan data yang lebih baik, maka responden dari penelitian ini dipilih dari seluruh petani di Kecamatan Parbuluan secara merata. Responden yang dipilih adalah petani yang lebih berpengalaman atau petani yang terdaftar dalam Kelompok Tani yang jumlahnya ditentukan dengan menggunakan perhitungan sampel acak sederhana (J.Supranto,1992). Supranto mendefinisikan bahwa sampel acak sedarhana adalah jika suatu n elemen dipilih dari suatu populasi dengan N elemen sedemikian hingga setiap kemungkinan sampel n elemen mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih.

Adapun perhitungan sampel acak sederhana untuk menghitung jumlah responden adalah:


(38)

Keterangan : n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

B = Batas kesalahan nilai yang ditoleransi = Tingkat variansi

= Diambil dari tabel distribusi normal Range = Interval penilaian

Dalam penelitian ini, populasi adalah jumlah keluarga di Kecamatan Parbuluan yaitu4.037 keluarga (BPS Kabupaten Dairi, 2012). Tingkat keyakinan 95% merupakan persentase keyakinan yang dianjurkan oleh Supranto dalam sebuah penelitian. Dengan keyakinan 95% dan B=1, maka:

0,5

(dari tabel distribusi normal)

Makajumlah responden adalah

Maka pada penelitian penentuan komoditas unggulan pertanian di Kecematan Parbuluan, dari 4.037 keluarga sebagai populasi dibutuhkan 60 responden.


(39)

3.2Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria

Hasil analisis preferensi gabungan dari 60 responden untuk 8 kriteria penentuan komoditas unggulan pertanian di Kecamatan Parbuluan yaitu perbandingan berpasangan antara sumber daya manusia(A), program pemerintah(B), biaya penenaman/perawatan(C), daya tahan terhadap cuaca/penyakit(D), umur produktifitas(E), kuantitas hasil panen(F), harga jual(G), permintaan pasar(H).Hasil gabungan perbandinganmenunjukkan bahwa kriteria A, lima (5) kali lebih penting dari kriteria B, kriteria C,delapan (8)kali lebih penting dari kriteria B, kriteria A,tiga (3) kali lebih penting dari kriteria D, kriteria H,lima (5) kali lebih penting dari kriteria A, dan lebih lengkapnya seperti tabel 3.1.

Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria

A B C D E F G H

A 1 5 3

B 1

C 2 8 1 3 1 2

D 3 1 1

E 3 3 1 1 1

F 2 3 2 2 1

G 5 8 2 3 3 2 1 1

H 5 5 2 3 3 3 1 1

Matriks perbandingan berpasangan pada tabel 3.1 adalah Hasil analisis preferensi gabungan dari 60 responden dengan cara menghitung rata-rata geometri untuk setiap perbandingan berpasangan antar kriteria. Perhitungan matriks untuk perbandingan antar kriteria selanjutnyaadalahmenyederhanakan matriks perbandingan pembobotan. Setelah matriks disederhanakanselanjutnya menjumlahkan setiap kolom, hasilnya seperti tabel 3.2.


(40)

Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang Disederhanakan

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan.Perhitungan untuk menormalkan matriks yang disederhanakan diformulasikan sebagai berikut: pada matriks yang dinormalkan dihasilkan dari pada matriks yang disederhanakan dibagi jumlah kolom 1(A), pada matriks yang dinormalkan dihasilkan dari pada matriks yang disederhanakan dibagi jumlah kolom 2 (B) dan seterusnya. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata bobot relatif untuk setiap baris, hasilnya seperti pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang Dinormalkan

A B C D E F G H Vector

eigen A 0,054 0,139 0,067 0,184 0,029 0,051 0,050 0,051 0,078

B 0,011 0,028 0,017 0,020 0,029 0,034 0,031 0,051 0,028

C 0,108 0,222 0,134 0,184 0,086 0,203 0,125 0,128 0,149

D 0,018 0,083 0,045 0,061 0,086 0,051 0,084 0,085 0,064

E 0,162 0,083 0,134 0,061 0,086 0,051 0,084 0,085 0,093

F 0,108 0,083 0,067 0,122 0,171 0,102 0,125 0,085 0,108

G 0,270 0,222 0,268 0,184 0,257 0,203 0,251 0,256 0,239

H 0,270 0,139 0,268 0,184 0,257 0,305 0,251 0,256 0,241

A B C D E F G H

A 1,000 5,000 0,500 3,000 0,333 0,500 0,200 0,200 B 0,200 1,000 0,125 0,333 0,333 0,333 0,125 0,200 C 2,000 8,000 1,000 3,000 1,000 2,000 0,500 0,500 D 0,333 3,000 0,333 1,000 1,000 0,500 0,333 0,333 E 3,000 3,000 1,000 1,000 1,000 0,500 0,333 0,333 F 2,000 3,000 0,500 2,000 2,000 1,000 0,500 0,333 G 5,000 8,000 2,000 3,000 3,000 2,000 1,000 1,000 H 5,000 5,000 2,000 3,000 3,000 3,000 1,000 1,000 ∑ 18,533 36,000 7,458 16,333 11,667 9,833 3,992 3,900


(41)

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang dapat diperoleh adalah:

Karena matriks berordo 8 (yakni terdiri dari 8 kriteria), nilai indekskonsistensi yang diperoleh:

Untuk n = 8, RI = 1,410 (tabel Saaty), maka:

KarenaRC< 0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada matriks kriteria yang dinormalkan menunjukkan bahwa: kriteria permintaan pasar merupakan kriteria yang paling penting bagi petani dalam memilih komoditas pertanian yang akan dikembangkan dengan bobot 0,241 atau 24,1%, berikutnya adalah kriteria harga jual dengan bobot 0,239 atau 23,9%, kriteria biaya penanaman/perawatan dengan bobot 0,149 atau 14,9%, kriteria kuantitas hasil panen dengan bobot 0,108 atau 10,8%, kriteria umur produktifitas dengan bobot 0,093 atau 9,3 %, kriteria sumber daya manusia dengan bobot 0,078 atau 7,8%, kriteria daya tahan terhadap cuaca/penyakit dengan bobot 0,064 atau 6,4% dan yang terakhir kriteria program pemerintah dengan bobot 0,028 atau 2,8%.

3.3Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Sumber Daya Manusia

Hasil analisis preferensi gabungan dari 60 responden untuk perbandingan berpasangankriteria sumber daya manusia pada 7 jenis komoditas pertanian adalah perbandingan berpasangan antara kentang (a), kubis (b), cabe (c), tomat (d), ubi jalar (e), kopi (f), dan jeruk (g). Hasil gabungan menunjukkan bahwa komoditas kentang dan kubis sama baik, komoditas kentang 2


(42)

kali lebih baik dari komoditas cabe dan tomat, kopi 4 kali lebih baik dari tomat dan kentang. Selengkapnya diperoleh hasil preferensi dalam matriks resiprokal pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria sumber daya manusia

Matriks perbandingan berpasangan pada tabel 3.4 adalah Hasil analisis preferensi gabungan dari 60 responden dengan cara menghitung rata-rata geometri untuk setiap perbandingan berpasangan antar alternatif menurut kriteria sumber daya manusia. Perhitungan matriks untuk perbandingan antar alternatif selanjutnyaadalah menyederhanakan matriks perbandingan pembobotan. Setelah matriks disederhanakan selanjutnya menjumlahkan setiap kolom,hasilnya seperti pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Sumber Daya Manusia yang Disederhanakan

a b C d e f g

a 1,000 1,000 2,000 2,000 0,250 0,333 4,000

b 1,000 1,000 3,000 3,000 0,333 3,000 4,000

c 0,500 0,333 1,000 2,000 0,333 0,333 3,000

d 0,500 0,333 0,500 1,000 0,333 0,250 3,000

e 4,000 3,000 3,000 4,000 1,000 2,000 5,000

f 3,000 0,333 3,000 4,000 0,500 1,000 4,000

g 0,250 0,250 0,333 0,333 0,200 0,250 1,000 ∑ 10,250 6,250 12,833 16,333 2,950 7,167 24,000

a b c d e f g

a 1 1 2 2 4

b 1 1 3 3 3 4

c 1 2 3

d 1 3

e 4 3 3 4 1 2 5

f 3 3 4 1 4


(43)

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah total pada kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan.Perhitungan untuk menormalkan matriks yang disederhanakan diformulasikan sebagai berikut: pada matriks yang dinormalkan dihasilkan dari pada matriks yang disederhanakan dibagi jumlah kolom 1 (a), pada matriks yang dinormalkan dihasilkan dari pada matriks yang disederhanakan dibagi jumlah kolom 2 (b) dan seterusnya.Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk tiap baris. Hasilnya seperti pada tabel 3.6.

Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Sumber Daya Manusia yang Dinormalkan

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang dapat diperoleh adalah:

Karena matriks berordo 7 (yakni terdiri dari 7 alternatif ), nilai indeks konsistensi yang diperoleh:

Untuk n = 7, RI = 1,320 (tabel Saaty), maka:

Karena RC < 0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

a b c D e f g Vector

eigen

a 0,098 0,160 0,156 0,122 0,085 0,047 0,167 0,119 b 0,098 0,160 0,234 0,184 0,113 0,419 0,167 0,196 c 0,049 0,053 0,078 0,122 0,113 0,047 0,125 0,084 d 0,049 0,053 0,039 0,061 0,113 0,035 0,125 0,068 e 0,390 0,480 0,234 0,245 0,339 0,279 0,208 0,311 f 0,293 0,053 0,234 0,245 0,169 0,140 0,167 0,186 g 0,024 0,040 0,026 0,020 0,068 0,035 0,042 0,036


(44)

Dari hasil perhitungan pada tabel 3.6 diperoleh urutan komoditas unggulan untuk kriteria sumber daya manusiayakni ubi jalar menjadi unggulan pertama dengan nilai bobot 0,311 atau 31,1%, kemudian kubis dengan bobot 0,196 atau 19,6 %, kopi dengan bobot 0,186 atau 18,6 %, kentang dengan bobot 0,119 atau 11,9 %, cabe dengan bobot 0,084 atau 8,4 %, tomat dengan bobot 0,068 atau 6,8%, dan yang terakhir jeruk dengan bobot 0,036 atau 3,6 %.

3.4Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Program Pemerintah

Perbandingan berpasangan kriteria program pemerintahpada 7 jenis komoditas pertanian adalah perbandingan berpasangan antara kentang (a), kubis (b), cabe (c), tomat (d), ubi jalar (e), kopi (f), dan jeruk (g). Menurut Dinas Pertanian, semua komoditas mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah, sementara komoditas ubi jalar, kopi dan jeruk sedikit lebih baik karena pemerintah memberikan bantuan bibit tetapi dalam jumlah terbatas.Dari keterangan tersebut menunjukkan bahwakomoditas ubi jalar, kopi dan jeruk 3 kali lebih baik dari komoditas kentang, kubis, cabe dan tomat. Sehingga diperoleh hasil preferensi dalam matriks resiprokal seperti tabel 3.7.

Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Program Pemerintah

Perhitungan matriks untuk kriteria program pemerintah adalah menyederhanakan matriks pembobotan, hasilnya seperti tabel 3.8.

a b c d e f g

a 1 1 1 1

b 1 1 1 1

c 1 1 1 1

d 1 1 1 1

e 3 3 3 3 1 1 1

f 3 3 3 3 1 1 1


(45)

Tabel 3.8 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Program Pemerintah yang Disederhanakan

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah total pada kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk tiap baris, hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.9.

Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Program Pemerintah yang Dinormalkan

a B c d e f g Vector

eigen

A 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 B 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 C 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 D 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 E 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 F 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 G 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231 0,231

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang dapat diperoleh adalah:

a b c d e f g

a 1,000 1,000 1,000 1,000 0,333 0,333 0,333

b 1,000 1,000 1,000 1,000 0,333 0,333 0,333

c 1,000 1,000 1,000 1,000 0,333 0,333 0,333

d 1,000 1,000 1,000 1,000 0,333 0,333 0,333

e 3,000 3,000 3,000 3,000 1,000 1,000 1,000

f 3,000 3,000 3,000 3,000 1,000 1,000 1,000

g 3,000 3,000 3,000 3,000 1,000 1,000 1,000 ∑ 13,000 13,000 13,000 13,000 4,333 4,333 4,333


(46)

Karena matriks berordo 7 ( yakni terdiri dari 7 alternatif ), nilai indeks konsistensi yang diperoleh:

Untuk n = 7 , RI = 1,320 (tabel Saaty), maka:

Karena RC < 0,100 berarti matriks kriteria program pemerintah adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel 3.9 diperoleh urutan komoditas unggulan untuk kriteria program pemerintahyakni ubi jalar, kopi dan jeruk menjadi unggulan pertama dengan nilai bobot yang sama 0,231 atau 23,1%, kemudian kentang, kubis, cabe, dan tomat dengan bobot yang sama 0,077 atau 7,7%.

3.5Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria BiayaPenanaman/Perawatan

Hasil analisis preferensi gabungan dari 60 responden untukperbandingan berpasangankriteria biaya penanaman/perawatan pada 7 jenis komoditas pertanian adalah perbandingan berpasangan antara kentang (a), kubis (b), cabe (c), tomat (d), ubi jalar (e), kopi (f), dan jeruk (g). Hasil gabungan responden menunjukkan bahwa komoditas kubis 2 kali lebih baik dari kentang, ubi jalar 7 kali lebih baik dari kentang, kopi 6 kali lebih baik dari kentang.Selengkapnya diperoleh hasil preferensi dalam matriks resiprokal seperti tabel 3.10.

Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Untuk Kriteria Biaya Penanaman/Perawatan

a b c d e f g

a 1 1 3

b 3 1 3 3 5

c 2 1 3 4

d 1 1 2

e 7 5 6 7 1 2 7

f 6 4 5 6 1 6


(47)

Matriks perbandingan berpasangan pada tabel 3.10 adalah Hasil analisis preferensi gabungan dari 60 responden dengan cara menghitung rata-rata geometri untuk setiap perbandingan berpasangan antar alternatif menurut kriteria biaya penanaman/perawatan. Perhitungan matriks untuk perbandingan antar alternatif selanjutnyaadalah menyederhanakan matriks perbandingan pembobotan. Setelah matriks disederhanakan selanjutnya menjumlahkan setiap kolom, hasilnya seperti tabel 3.11.

Tabel 3.11 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Biaya Penanaman/Perawatan yang Disederhanakan

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah total pada kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan.Perhitungan untuk menormalkan matriks yang disederhanakan diformulasikan sebagai berikut: pada matriks yang dinormalkan dihasilkan dari pada matriks yang disederhanakan dibagi jumlah kolom 1 (a), pada matriks yang dinormalkan dihasilkan dari pada matriks yang disederhanakan dibagi jumlah kolom 2 (b) dan seterusnya.Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk tiap baris, hasilnya seperti pada tabel 3.12.

a b c d e f g

a 1,000 0,333 0,500 1,000 0,143 0,167 3,000

b 3,000 1,000 3,000 3,000 0,200 0,250 5,000

c 2,000 0,333 1,000 3,000 0,167 0,200 4,000

d 1,000 0,333 0,333 1,000 0,143 0,167 2,000

e 7,000 5,000 6,000 7,000 1,000 2,000 7,000

f 6,000 4,000 5,000 6,000 0,500 1,000 6,000

g 0,333 0,200 0,250 0,500 0,143 0,167 1,000 ∑ 20,333 11,200 16,083 21,500 2,295 3,950 28,000


(48)

Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Biaya Penanaman/Perawatan yang Dinormalkan

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang dapat diperoleh adalah:

Karena matriks berordo 7 (yakni terdiri dari 7 alternatif ), nilai indeks konsistensi yang diperoleh:

Untuk n = 7 , RI = 1,320 (tabel Saaty), maka:

Karena RC < 0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel 3.12 diperoleh urutan komoditas unggulan untuk kriteria biaya penanaman/perawatan yakni ubi jalar menjadi unggulan pertama dengan nilai bobot 0,383 atau 38,3%, kemudian kopi dengan bobot 0,275 atau 27,5 %, kubis dengan bobot 0,127 atau 12,7 %, cabe dengan bobot 0,085 atau 8,5 %, kentang dengan bobot 0,053 atau 5,3 %, tomat dengan bobot 0,046 atau 4,6 %, dan yang terakhir jeruk dengan bobot 0,030 atau 3 %.

a b c d e f g Vector

eigen

A 0,049 0,030 0,031 0,047 0,062 0,042 0,107 0,053 B 0,148 0,089 0,187 0,140 0,087 0,063 0,179 0,127 C 0,098 0,030 0,062 0,140 0,073 0,051 0,143 0,085 D 0,049 0,030 0,021 0,047 0,062 0,042 0,071 0,046 E 0,344 0,446 0,373 0,326 0,436 0,506 0,250 0,383 F 0,295 0,357 0,311 0,279 0,218 0,253 0,214 0,275 G 0,016 0,018 0,016 0,023 0,062 0,042 0,036 0,030


(49)

3.6Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tahan Terhadap Cuaca/Penyakit

Hasil analisis preferensi gabungan dari 60 responden untuk perbandingan berpasangan kriteria daya tahan terhadap cuaca/penyakitpada 7 jenis komoditas pertanianadalah perbandingan berpasangan antara kentang (a), kubis (b), cabe (c), tomat (d), ubi jalar (e), kopi (f)dan jeruk (g). Hasil gabungan responden menunjukkan bahwa komoditas ubi jalar dan kopi 8 kali lebih baik dari kentang dan cabe, kubis dan jeruk 3 kali lebih baik dari kentang. Selengkapnya diperoleh hasil preferensi dalam matriks resiprokal seperti pada tabel 3.13.

Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Daya Tahan Terhadap Cuaca/Penyakit

Perhitungan matriks untuk kriteria daya tahan terhadap cuaca/penyakitselanjutnya menyederhanakan matriks pembobotan, hasilnya seperti tabel 3.14.

a b c d e f g

a 1 2 3

b 3 1 4 5

c 1 3

d 1

e 8 5 8 9 1 2 4

g 8 5 8 9 1 4


(50)

Tabel 3.14 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Daya Tahan Terhadap Cuaca/Penyakit yang Disederhanakan

a b c d e f g

a 1,000 0,333 2,000 3,000 0,125 0,125 0,333

b 3,000 1,000 4,000 5,000 0,200 0,200 0,500

c 0,500 0,250 1,000 3,000 0,125 0,125 0,250

d 0,333 0,200 0,333 1,000 0,111 0,111 0,167

e 8,000 5,000 8,000 9,000 1,000 2,000 4,000

f 8,000 5,000 8,000 9,000 0,500 1,000 4,000

g 3,000 2,000 4,000 6,000 0,250 0,250 1,000 ∑ 23,833 13,783 27,333 36,000 2,311 3,811 10,250

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah total pada kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk tiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.15.

Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Daya Tahan Terhadap Cuaca/Penyakit yang Dinormalkan

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang dapat diperoleh adalah:

a B c d E f g Vector

eigen

a 0,042 0,024 0,073 0,083 0,054 0,033 0,033 0,049 b 0,126 0,073 0,146 0,139 0,087 0,052 0,049 0,096 c 0,021 0,018 0,037 0,083 0,054 0,033 0,024 0,039 d 0,014 0,015 0,012 0,028 0,048 0,029 0,016 0,023 e 0,336 0,363 0,293 0,250 0,433 0,525 0,390 0,370 f 0,336 0,363 0,293 0,250 0,216 0,262 0,390 0,301 g 0,126 0,145 0,146 0,167 0,108 0,066 0,098 0,122


(51)

Karena matriks berordo 7 (yakni terdiri dari 7 alternatif ), nilai indeks konsistensi yang diperoleh:

Untuk n = 7, RI = 1,320 (tabel Saaty), maka:

Karena RC < 0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel 3.15 diperoleh urutan komoditas unggulan untuk kriteria daya tahan terhadap cuaca/penyakityakni ubi jalar menjadi unggulan pertama dengan nilai bobot 0,370 atau 37 %, kemudian kopi dengan bobot 0,301 atau 30,1%, jeruk dengan bobot 0,122 atau 12,2 %, kubis dengan bobot 0,096 atau 9,6%, kentang dengan bobot 0,049 atau 4,9 %, cabai dengan bobot 0,039 atau 3,9%, dan yang terakhir tomat dengan bobot 0,023 atau 2,3 %.

3.7Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Usia Produktifitas

Perbandingan berpasangan untuk kriteria usia produktifitas pada 7 jenis komoditas pertanian adalah perbandingan berpasangan antara kentang (a), kubis (b), cabe (c), tomat (d), ubi jalar (e), kopi (f)dan jeruk (g). Menurut data Dinas Pertanian, usia produktifitas masing-masing komoditas adalah kentang 4 bulan, kubis 3-4 bulan, cabe 6-9 bulan, tomat 3-6 bulan, ubi jalar 8 bulan, kopi 2-10 tahun dan cabe 3-25 tahun. Datamenunjukkan bahwa komoditas kentang tiga (3) kali lebih baik dari cabe, dua (2) kali lebih baik dari tomat, lima (5) kali lebih baik dari ubi jalar, sembilan (9) kali lebih baik dari kopi dan jeruk.Selengkapnya diperoleh hasil preferensi dalam matriks resiprokal seperti pada tabel 3.16.


(52)

Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Usia Produktifitas

Perhitungan matriks untuk kriteria usia produktifitasadalah menyederhanakan matriks pembobotan,hasilnya seperti tabel 3.17.

Tabel 3.17 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Usia Produktifitas yang Disederhanakan

A b c d E f g

a 1,000 1,000 3,000 2,000 5,000 9,000 9,000

b 1,000 1,000 3,000 2,000 5,000 9,000 9,000

c 0,333 0,333 1,000 0,333 2,000 7,000 8,000

d 0,500 0,500 3,000 1,000 3,000 8,000 9,000

e 0,200 0,200 0,500 0,333 1,000 5,000 7,000

f 0,111 0,111 0,143 0,125 0,200 1,000 4,000

g 0,111 0,111 0,125 0,111 0,125 0,250 1,000 ∑ 3,256 3,256 10,768 5,903 16,325 39,250 47,000

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah total pada kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk tiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.18.

a b c d E f g

a 1 1 3 2 5 9 9

b 1 1 3 2 5 9 9

c 1 2 7 8

d 3 1 3 8 9

e 1 5 7

f 1 4


(53)

Tabel 3.18 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Usia Produktifitas yang Dinormalkan

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang dapat diperoleh adalah:

Karena matriks berordo 7 (yakni terdiri dari 7 alternatif ), nilai indeks konsistensi yang diperoleh:

Untuk n = 7, RI = 1,320 (tabel Saaty), maka:

Karena RC < 0,100 berarti matriks resiprokal kriteia usia produtifitasadalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel 3.18 diperoleh urutan komoditas unggulan untuk kriteria usia produktifitasyakni kentang dan kubis menjadi unggulan pertama dengan nilai bobot yang sama 0,280 atau 28 %, kemudian tomat dengan bobot 0,191 atau 19,1 %, cabe dengan bobot 0,118 atau 11,8 %, ubi jalar dengan bobot 0,080 atau 8 %, kopi dengan bobot 0,032 atau 3,2 % dan yang terakhir jeruk dengan bobot 0,019 atau 1,9 %.

a B c d e f g Vector

eigen

A 0,307 0,307 0,279 0,339 0,306 0,229 0,191 0,280 B 0,307 0,307 0,279 0,339 0,306 0,229 0,191 0,280 C 0,102 0,102 0,093 0,056 0,123 0,178 0,170 0,118 d 0,154 0,154 0,279 0,169 0,184 0,204 0,191 0,191 e 0,061 0,061 0,046 0,056 0,061 0,127 0,149 0,080 f 0,034 0,034 0,013 0,021 0,012 0,025 0,085 0,032 g 0,034 0,034 0,012 0,019 0,008 0,006 0,021 0,019


(54)

3.8Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kuantitas Hasil Produksi

Perbandingan berpasangan untuk kriteria kuantitas hasil produksi pada 7 jenis komoditas pertanian adalah perbandingan berpasangan antara kentang (a), kubis (b), cabe (c), tomat (d), ubi jalar (e), kopi (f) dan jeruk (g). Menurut data Dinas Pertanian, diperoleh masing-masing produktifitas dari komoditas dalam ton/ha adalah kentang (21,50), kubis (28,05), cabe (3,10), tomat (12,03), ubi jalar (16,16), kopi (13,12) dan jeruk (20). Data menunjukkan bahwa komoditas kubis 2 kali lebih baik dari kentang, kentang 8 kali lebih baik dari cabe, kubis 9 kali lebih baik dari cabe, tomat 5 kali lebih baik dari cabe.Selengkapnya diperoleh hasil preferensi dalam matriks resiprokal serperti pada tabel 3.19.

Tabel 3.19 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kuantitas Hasil Produksi

Perhitungan matriks untuk kriteria kuantitas hasil produksidengan menyederhanakan matriks pembobotan, hasilnya seperti tabel3.20.

a b c d e f g

a 1 8 4 2 4 1

b 2 1 9 5 3 5 2

c 1

d 5 1

e 6 2 1 2

f 5 2 1


(1)

KUISIONER PENELITIAN

Survei Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian

Kecamatan Parbuluan

Oleh: Jefri Leo Sihombing

MAHASISWA FMIPA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

IDENTITAS RESPONDEN

Nama : ...

Usia : ... tahun

Alamat/ nama desa : ...

Petunjuk pengisian :

Berikan tanda ceklish (

) pada kolom skala sebelah kiri atau pada kolom skala sebelah

kanan yang dibandingkan sesuai pendapat anda.

Keterangan nilai:

1 : kedua pilihan sama penting

3 : pilihan kiri sedikit lebih penting dari pilihan kanan

5 : pilihan kiri lebih penting dari pilihan kanan

7 : pilihan kiri sangat lebih penting dari pilihan kanan

9 : pilihan kiri mutlak lebih penting dari pilihan kanan

Dan jika ragu-ragu pada dua nilai, maka ambil nilai tengah. Misalkan anda ragu-ragu antara

nilai 3 atau 5 maka pilih skala 4 dan seterusnya.

Contoh:

Dalam memilih tanaman yang akan dikembangkan , seberapa pentingkah.

no kriteria skala skala kriteri

a 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 biaya penanaman/

perawatan

harga jual

jika anda memberi tanda (

) pada skala 5 sebelah kiri, maka artinya adalah dalam memilih

tanaman yang akan dikembangkan

biaya penanaman/perawatan

5 tingkat lebih penting dari

pada

harga jual

.

no kriteria skala skala kriteri

a 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 biaya penanaman/

perawatan

harga

jual

jika anda memberi tanda (

) pada skala 4 sebelah kanan, maka artinya adalah dalam memilih

tanaman yang akan dikembangkan

harga jual

4 tingkat lebih penting dari pada

biaya

penanaman/perawatan.


(2)

Perbandingan antar kriteria

Kriteria yang dibandingkan:

1.

Sumber daya manusia

: SDM

2.

Program pemerintah

: P. PEMERINTAH

3.

Biaya penanaman/perawatan

: MODAL

4.

Daya tahan terhadap cuaca/penyakit

: D. TAHAN

5.

Umur produktifitas

: UMUR

6.

Kuantitas hasil panen

: KUANTITAS

7.

Harga jual

: HARGA

8.

Permintaan pasar

: P.PASAR

Dalam memilih jenis tanaman yang akan anda budidayakan, seberapa pentingkah :

n o

kriteria skala skala kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 SDM P.PEMERINTAH

2 SDM MODAL

3 SDM D.TAHAN

4 SDM UMUR

5 SDM KUANTITAS

6 SDM HARGA

7 SDM P.PASAR

n o

kriteria skala skala kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 P.PEMERINTAH MODAL

2 P.PEMERINTAH D.TAHAN

3 P.PEMERINTAH UMUR

4 P.PEMERINTAH KUANTITAS

5 P.PEMERINTAH HARGA

6 P.PEMERINTAH P.PASAR

no kriteria skala skala kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 MODAL D.TAHAN

2 MODAL UMUR

3 MODAL KUANTITAS


(3)

no kriteria skala skala kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 D.TAHAN UMUR

2 D.TAHAN KUANTITA

S

3 D.TAHAN HARGA

4 D.TAHAN P.PASAR

no kriteria skala skala kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 UMUR KUANTITAS

2 UMUR HARGA

3 UMUR P.PASAR

no kriteria skala skala kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 KUANTITAS HARGA

2 KUANTITAS P.PASAR

no kriteria skala skala kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9


(4)

Perbandingan Antara Alternatif Tanaman

Dalam hal/kriteria

Sumber Daya Manusia

, seberapa baikkah tanaman :

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 KENTANG KUBIS

2 KENTANG CABAI

3 KENTANG TOMAT

4 KENTANG UBI JALAR

5 KENTANG KOPI

6 KENTANG JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 KUBIS CABAI

2 KUBIS TOMAT

3 KUBIS UBI JALAR

4 KUBIS KOPI

5 KUBIS JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 CABAI TOMAT

2 CABAI UBI JALAR

3 CABAI KOPI

4 CABAI JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 TOMAT UBI JALAR

2 TOMAT KOPI

3 TOMAT JERUK

no alternatif skala skala alternatif 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 UBI JALAR KOPI


(5)

Dalam hal/kriteria

Biaya Penanaman/Perawatan

, seberapa baikkah tanaman :

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 KENTANG KUBIS

2 KENTANG CABAI

3 KENTANG TOMAT

4 KENTANG UBI JALAR

5 KENTANG KOPI

6 KENTANG JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 KUBIS CABAI

2 KUBIS TOMAT

3 KUBIS UBI JALAR

4 KUBIS KOPI

5 KUBIS JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 CABAI TOMAT

2 CABAI UBI JALAR

3 CABAI KOPI

4 CABAI JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 TOMAT UBI JALAR

2 TOMAT KOPI

3 TOMAT JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 UBI JALAR KOPI

2 UBI JALAR JERUK

no alternatif skala skala alternatif 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9


(6)

Dalam hal/kriteria

Daya Tahan Terhadap Cuaca/Penyakit

, seberapa baikkah tanaman:

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 KENTANG KUBIS

2 KENTANG CABAI

3 KENTANG TOMAT

4 KENTANG UBI JALAR

5 KENTANG KOPI

6 KENTANG JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 KUBIS CABAI

2 KUBIS TOMAT

3 KUBIS UBI JALAR

4 KUBIS KOPI

5 KUBIS JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 CABAI TOMAT

2 CABAI UBI JALAR

3 CABAI KOPI

4 CABAI JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 TOMAT UBI JALAR

2 TOMAT KOPI

3 TOMAT JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 UBI JALAR KOPI

2 UBI JALAR JERUK

no alternatif skala skala alternatif

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9


Dokumen yang terkait

Analisis Metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fahp) Dalam Menentukan Posisi Jabatan

12 131 82

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

19 131 147

Implementasi Metode Profile Matching dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perekrutan Tenaga Kurir (Studi Kasus PT. JNE Cabang Medan)

16 91 137

Analisis Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Berdasarkan Nilai Consistency Ratio

2 46 123

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

6 138 175

Analisis Pemilihan Supplier Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) di PT. Indo CafCo

12 57 78

Implementasi Metode K- Means Clustering Dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Penilaian Kedisiplinan Siswa (Studi Kasus : SMP Negeri 21 Medan)

20 99 166

Studi Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dan Metode Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Di Rumah Sakit Bina Kasih Medan-Sunggal

4 41 149

Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

0 0 7

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi) SKRIPSI JEFRI LEO SIHOMBING

0 0 13