Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan

keputusan

BAPEPAM

Nomor:Kep-36/PM/2003,

setiap

perusahaan yang telah go public dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
diwajibkan menyajikan laporan keuangan yang telah diaudit. Tujuan laporan
keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan
menunjukkan hasil


pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber

daya yang dipercayakan kepada mereka oleh pihak yang berkepentingan seperti
pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal yaitu manajemen perusahaan itu
sendiri. Pihak eksternal perusahaan yaitu pemegang saham, kreditor, pemerintah,
pemasok, konsumen, dan masyarakat umum lainnya. Dalam mencapai tujuan
tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi entitas mengenai aset, liabilitas,
ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari
dan distribusi kepada pemilik dan kapasitasnya sebagai pemilik, dan arus kas.
Kinerja manajemen perusahaan tercermin pada laba yang terkandung dalam
laporan laba rugi. Menurut Yadiati (2007: 52) pelaporan keuangan harus
menyediakan informasi tentang kinerja keuangan untuk mengukur earning power
dengan seluruh komponennya, karena para pengguna sangat berkepentingan atas
prospek penerimaan kas bersih dari perusahaan. Informasi tersebut khususnya

1
Universitas Sumatera Utara

informasi mengenai laba perusahaan sering menjadi target rekayasa tindakan
oportunis manajemen untuk memaksimumkan kepuasannya yang dilakukan

dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, sehingga laba perusahaan dapat
diatur, dinaikkan maupun diturunkan sesuai dengan keinginannya. Perilaku
manajemen untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya ini dikenal dengan
istilah manajemen laba (earnings management).
Menurut Scott (2003: 369), earnings management is the choice by a
manajer of accounting policies so as to achieve some specific objective.
(Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajer yang memilih kebijakan
akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik dan kebijakan akuntansi
yang dimaksud adalah penggunaan akrual dalam menyusun laporan keuangan).
Pihak manajemen seharusnya melakukan tindakan yang selaras dengan
kepentingan prinsipal. Akan tetapi pada kenyataannya, manajemen dapat
melakukan tindakan-tindakan yang hanya menguntungkan kepentingannya
sendiri. Agen bisa melakukan tindakan yang tidak menguntungkan prinsipal
secara keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan dari
perusahaan tersebut (Pujiningsih, 2011).
Tindakan earnings management telah memunculkan beberapa skandal
pelaporan keuangan yang secara luas telah diketahui terjadi di Indonesia, seperti
PT. Ades Alfindo, PT Perusahaan Gas Negara, dan PT. Kimia Farma Tbk yang
terdeteksi melakukan manajemen laba.


2
Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1
Beberapa perusahaan di Indonesia yang pernah melakukan tindakan
manajemen laba
No.

Nama Perusahaan

1.

PT Ades Alfindo

2.

PT Perusahaan Gas Pelanggaran prinsip pengungkapan laporan keuangan dengan
menunda publikasi informasi atas penurunan volume gas
Negara
pada September 2006

PT Kimia Farma
Kesalahan penyajian dalam laporan keuangan per 31
Desember 2001

3.

Tindakan Manajemen Laba
Inkonsistensi pencatatan atas penjualan periode 2001-2014

Sumber: Sulistiawan (2011:54-58)

Tindakan manajemen laba pada PT Ades Alfindo terungkap pada 2004
ketika manajemen baru PT Ades menemukan inkonsistensi pencatatan yang
dilakukan oleh manajemen lama atas penjualan periode 2001-2004. Sebelumnya,
pada Juni 2004 terjadi perubahan manajemen di PT Ades dengan masuknya
Waters Partners Bottling Co. (perusahaan patungan The Coca-Cola Company dan
Nestle SA) dengan kepemilikan saham sebesar 65,70%. Hasil penelusuran
menunjukkan, untuk setiap kuartal angka penjualan lebih tinggi antara 0,6-0,9 juta
galon dibandingkan angka produksi. Sementara tidak mungkin orang menjual
lebih banyak dari yang diproduksi. Manajemen Ades yang baru melaporkan angka

penjualan riil pada 2001 diperkirakan lebih rendah Rp 13 miliar dari yang
dilaporkan. Pada 2002, perbedaannya mencapai Rp 45 miliar, sedangkan untuk
2003 sebesar Rp 55 miliar. Untuk enam bulan pertama 2004, selisihnya kira kira
Rp 2 miliar. Kesalahan tersebut luput dari pengamatan publik, karena PT Ades
tidak memasukkan volume penjualan dalam laporan keuangan yang telah diaudit.
Akibatnya, laporan keuangan yang disajikan PT Ades pada 2001-2004 lebih
tinggi dari yang seharusnya (overstated).

3
Universitas Sumatera Utara

PT Perusahaan Gas Negara melakukan praktik manajemen laba terkait
dengan pelanggaran prinsip pengungkapan laporan keuangan dengan menunda
publikasi informasi material atas penurunan volume gas yang sudah diketahui
oleh manajemen sejak 12 September 2006, tetapi baru dipublikasikan pada Maret
2007 sehingga infomasi tersebut menyesatkan para investor. Hal ini terungkap
karena terjadi penurunan yang signifikan (sekitar 23,38%) atas harga saham
PGAS dari harga Rp 9.650 (closing price 11 Januari 2006) menjadi Rp 7.400
(closing price 12 Januari 2007) per lembar saham. Penurunan tersebut erat
kaitannya dengan press release yang dilakukan PGAS pada 11 Januari 2007

terkait penurunan volume gas yang seharusnya dipublikasikan sejak September
2006.
PT Kimia Farma merupakan salah satu produsen obat-obatan milik
pemerintah di Indonesia. Berdasarkan siaran pers Bapepam pada 27 Desember
2002, ditemukan kesalahan pencatatan penjualan untuk laporan keuangan periode
31 Desember 2001 dan Kementrian BUMN melihat adanya indikasi
penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada
semester pertama 2002. Laba bersih yang disajikan tahun 2001 overstate sebesar
Rp 32,7 miliar dimana 2,3% berasal dari penjualan, dan sebesar 24,7% berasal
dari kesalahan: (1) overstate penjualan pada unit industri bahan baku sebesar Rp
2,7 miliar; (2) kesalahan berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9
miliar pada unit logistik sentral; (3) overstated sebesar Rp 8,1 miliar pada
persediaan barang dagangan dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar yang

4
Universitas Sumatera Utara

keduanya terjadi pada unit Pedagang Besar Farmasi (Siaran pers Badan Pengawas
Modal tanggal 27 Desember 2002).
Beberapa skandal pelaporan keuangan tersebut menunjukkan bahwa praktik

earnings management (manajemen laba) bukanlah suatu hal yang baru dalam
pelaporan

keuangan

(financial

reporting).

Perusahaan

berlomba-lomba

menunjukkan kualitas dan kinerja yang baik, tidak peduli apakah cara yang
digunakan tersebut diperbolehkan atau tidak oleh karena pengaruh pasar dan
tingginya tingkat persaingan (Sinuhaji, 2011). Praktik manajemen laba pun
meningkat setiap tahunnya sampai dengan sekarang.
Peluang untuk melakukan manajemen laba lebih tinggi di antara perusahaan
yang memiliki free cash flow atau aliran kas bebas (Bukit dan Iskandar, 2009).
Jensen dalam Rosnidi (2009) berargumentasi bahwa manajer memiliki insentif

untuk memperbesar perusahaan melebihi ukuran optimalnya sehingga mereka
tetap melakukan investasi meskipun memberikan nilai perusahaan yang negatif.
Investasi seperti ini dinamakan investasi berlebih (over investment) dengan
menggunakan dana yang dihasilkan dari sumber internal perusahaan yaitu aliran
kas bebas (free cash flow). Padahal seharusnya dana tersebut dibayarkan kepada
pemegang saham dalam bentuk peningkatan dividen atau pembelian kembali
saham perusahaan.
Sementara Agustia (2013) menyatakan bahwa perusahaan dengan free cash
flow yang tinggi cenderung tidak akan melakukan manajemen laba karena
sebagian besar investor merupakan transient investor (pemilik sementara
perusahaan) yang lebih berfokus pada bagaimana kemampuan perusahaan dalam

5
Universitas Sumatera Utara

membagikan dividen sehingga dengan arus kas bebas yang tinggi tanpa adanya
manajemen laba, perusahaan sudah bisa meningkatkan harga sahamnya karena
investor melihat bahwa perusahaan tersebut mempunyai kelebihan kas untuk
pembagian dividen.
Free cash flow sering digunakan oleh para analis untuk menentukan nilai

suatu perusahaan karena perusahaan dengan aliran kas bebas berlebih
menunjukkan perusahaan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan
perusahaan lainnya karena perusahaan tersebut dapat memperoleh keuntungan
atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain
(Van Hennie, 2005: 47). Perusahaan dengan free cash flow (arus kas bebas) yang
tinggi juga diduga lebih mampu bertahan dalam situasi yang buruk, sedangkan
aliran kas bebas negatif menunjukkan sumber dana internal tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan sehingga memerlukan tambahan
dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru (Zuhri
dan Prabowo, 2010).
Free cash flow menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang
dibagikan oleh perusahaan tidak sekadar strategi untuk menyiasati pasar dengan
maksud meningkatkan nilai perusahaan. Jika free cash flow dalam perusahaan
tidak digunakan atau diinvestasikan untuk memaksimalkan atau menyeimbangkan
pendapatan pemegang saham dalam bentuk investasi yang menguntungkan maka
akan meningkatkan masalah keagenan. Investor akan merasa bahwa manajemen
tidak mampu memberikan keuntungan kepada pemilik perusahaan. Sebagai
dampaknya, perusahaan akan dapat berada pada posisi pertumbuhan yang rendah.

6

Universitas Sumatera Utara

Tidak adanya sistem pengawasan yang efektif atau tindakan disipliner oleh
pemegang saham independen, maka manajer dapat mengaburkan informasi atas
tindakan mereka dengan meminimalkan pengungkapan atau melakukan
manipulasi akuntansi.
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen
perusahaan.

Kepemilikan

saham

manajerial

dapat

mensejajarkan

antara


kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan
langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan manajer yang menanggung
risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang salah. Hal tersebut menyatakan bahwa semakin besar proporsi
kepemilikan manajemen pada perusahaan akan dapat menyatukan kepentingan
antara manajer dengan pemegang saham, sehingga kinerja perusahaan semakin
bagus menurut Jensen dalam Anggraeni (2013). Dwi Putri (2013) menyatakan
bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Ini
berarti bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial perusahaan, maka
manajemen laba akan semakin rendah. Sementara itu Asward dan Lina (2015)
menemukan hasil yang berbeda dimana kepemilikan manajerial berpengaruh
positif terhadap manajemen laba.
Kepemilikan oleh institusional dinilai dapat mengurangi praktek manajemen
laba karena mampu untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses
monitoring secara efektif. Tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor
institusional yang dianggap sophisticated investor yang tidak mudah dibodohi
oleh manajer dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya

7
Universitas Sumatera Utara

terhadap kinerja perusahaan, sehingga akan mengurangi perilaku oportunistic atau
mementingkan diri sendiri untuk melakukan praktik manajemen laba (Dwi Putri,
2013). Tri Widyastuti (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Ini berarti semakin
tinggi kepemilikan institusional maka manajer lebih berhati-hati dalam melakukan
manejemen laba. Hal ini ditolak oleh Asward dan Lina (2015) yang menyatakan
sebaliknya bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap
manajemen laba.
Salah satu penyebab manajemen laba adalah leverage. Dengan adanya
leverage, hal itu dapat menunjukkan seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai
oleh hutang. Leverage diukur dengan cara perbandingan total hutang dengan total
aset. Financial leverage merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki
beban tetap dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih
besar dari pada beban tetap, sehingga keuntungan pemegang saham bertambah.
Perusahaan yang memiliki hutang besar memiliki kecenderuangan melanggar
perjanjian hutang jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki hutang
yang lebih kecil. Perusahaan yang melanggar perjanjian hutang lebih potensial
menghadapi berbagai kemungkinan seperti, percepatan jatuh tempo, peningkatan
tingkat bunga, dan negosiasi ulang masa hutang. Perusahaan yang memiliki rasio
leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan
proporsi aktivanya akan cenderung melakukan praktik manajemen laba yaitu
dengan menaikkan atau menurunkan laba periode masa datang ke periode saat ini
(Agustia, 2013). Hasil analisis dari penelitian Agustia (2013) menunjukkan bahwa

8
Universitas Sumatera Utara

rasio leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sementara
penelitian dari Selahudin et al. (2014) yang melakukan penelitian di dua negara
yaitu Malaysia dan Thailand menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan
antara leverage dan earnings management di Malaysia. Namun, terdapat pengaruh
positif dan signifikan antara leverage dan earnings management di Thailand.
Dari penjelasan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage Terhadap
Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah free cash flow, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan
leverage

berpengaruh

terhadap

earnings

management

pada

perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisis pengaruh free cash flow, kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dan leverage terhadap earnings management pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20102014.

9
Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak:
1.

Perusahaan
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi maupun acuan dalam
mendeteksi dan mencegah masalah manajemen laba yang terjadi dalam
perusahaan.

2.

Investor, calon investor, analis, dan pemerhati investasi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan acuan
dalam menentukan kebijakan investasi.

3.

Peneliti
Penelitian ini merupakan pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh peneliti
selama di bangku perkuliahan dan menambah wawasan peneliti tentang
masalah yang diteliti.

4.

Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat menjadi rujukan dan landasan yang dapat digunakan
untuk perluasan penelitian di bidang yang sama dan penambahan wawasan
untuk pengembangannya serta pengembangan ilmu keuangan mengenai
kajian masalah manajemen laba.

10
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENGARUH FREE CASH FLOW, LEVERAGE, PRICE EARNINGS RATIO, DAN DIVIDEND TERHADAP STOCK REPURCHASE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA UNTUK TAHUN 2010-2014

3 28 1

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

1 16 103

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 11

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 2

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

1 2 31

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 3

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 11

PENGARUH FREE CASH FLOW, LEVERAGE, PRICE EARNINGS RATIO, DAN DIVIDEND TERHADAP STOCK REPURCHASE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA UNTUK TAHUN 2010-2014

0 0 15

SKRIPSI PENGARUH FINANCIAL LEVERAGE DAN FREE CASH FLOW TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 1 11

PENGARUH FREE CASH FLOW DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 88