Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis
2.1.1 Earnings Management
2.1.1.1. Pengertian Earnings Management
Beberapa definisi manajemen laba menurut beberapa ahli dalam Sulistyanto
(2008: 48-50), yaitu sebagai berikut:
1) Davidson, Stickney, dan Weil (1987)
Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang
disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk
menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.
2) Schipper (1989)
Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan
keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi
(pihak yang tidak setuju mengatakan ini hanyalah upaya untuk memfasilitasi
operasi yang tidak memihak dari sebuah proses).
3) National Association of Fraud Examiners (1993)
Manajemen laba adalah kesalahan yang disengaja dalam membuat laporan
keuangan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan
ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang

akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau
mengubah pendapat atau keputusannya.

11
Universitas Sumatera Utara

4) Fisher dan Rosenzweig (1995)
Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan atau
menurunkan laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya
tanpa menyebabkan kenaikan atau penurunan keuntungan ekonomi perusahaan
jangka panjang.
5) Lewitt (1998)
Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk meyetarafkan diri dengan
inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya.
Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk
menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer.
6) Healy dan Wahlen (1999)
Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu
dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan
keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja

ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak
yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Walaupun menggunakan terminologi yang berbeda, definisi-definisi itu
mempunyai benang merah yang menghubungkan satu definisi dengan definisi
lainnya, yaitu menyepakati bahwa manajemen laba merupakan aktivitas
manajerial untuk mempengaruhi dan mengintervensi laporan keuangan.
Sulistyanto (2008: 51) menjelaskan bahwa apa yang dilakukan manajer
tersebut bisa diterima atau akan tetap diakui, sejauh yang dilakukan manajer
masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum. Dengan kata lain,

12
Universitas Sumatera Utara

apabila manajemen laba yang dilakukan oleh seorang manajer merupakan
permainan memilih metode dan standar akuntansi yang sesuai dengan
kebutuhannya dan diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan, maka
tindakan ini tidak dikategorikan sebagai kecurangan.
Menurut Scott (2003: 369), earnings management is the choice by a
manajer of accounting policies so as to achieve some specific objective.
(Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajer yang memilih kebijakan

akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik dan kebijakan akuntansi
yang dimaksud adalah penggunaan akrual dalam menyusun laporan keuangan).
Scott membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama,
melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political
costs. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif

efficient

contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi
manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak
yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai
pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat
perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.
Manajemen laba merupakan tindakan manajer dalam menentukan laba
sedemikian rupa dengan mempermainkan pos-pos pendapatan dan biaya dalam
laporan laba-rugi baik melalui pemanfaatan pemilihan alternatif metode maupun
melalui operasi (Azlina, 2010). Anggraeni (2013) menyatakan bahwa manajemen


13
Universitas Sumatera Utara

laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan
keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat
mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil
rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa. Tindakan manajemen laba
yang memanipulasi laporan keuangan memiliki maksud untuk meningkatkan
kesejahteraannya secara personal maupun untuk meningkatkan nilai bagi
perusahaan.
Isu-isu dalam manajemen laba menurut Belkaoui (2007: 206-210), antara
lain sebagai berikut:
1. Manajemen laba yang bertujuan untuk memenuhi harapan dari analisis
keuangan atau manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba dari publik).
2. Manajemen laba bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga jangka pendek
dengan berbagai cara.
3. Manajemen laba berakhir dan dapat bertahan karena informasi yang asimetris
suatu kondisi yang disebabkan oleh informasi yang diketahui manajemen
namun tidak ingin untuk mereka ungkapkan.
4. Manajemen laba terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan yang

fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan pembagian aturan
diantara pemegang kepentingan.
5. Strategi perusahaan bagi manajemen laba mengikuti satu atau lebih dari tiga
pendekatan (memilih dari pilihan-pilihan yang ada dalam GAAP/ Generally
Accepted Accounting Principle, bergantung pada perkiraan subjektif dan

14
Universitas Sumatera Utara

pilihan aplikasi yang ada dalam opsi. Dan menggunakan akuisisi serta disposisi
aktiva dan waktu untuk melaporkannya).
6. Manajemen laba merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang batas.
7. Manajemen laba dapat berasal dari pemenuhan perjanjian dari kontrak
kompensasi implisit.
8. Manajemen laba tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan yakni aturan industri
spesifik dan aturan antitrust.
9. Laba negatif secara tiba-tiba umumnya lebih merugikan daripada revisi
ramalan negatif.
Menurut Watts dan Zimmerman dalam Sulistyanto (2008: 44-46) ada
beberapa faktor yang mendorong manajer melakukan praktik manajemen laba,

yaitu:
1. Perencanaan Bonus
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak
secara

oportunistik

untuk

melakukan earnings management dengan

memaksimalkan laba saat ini.
2. Motif Politik
Earnings management digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada
perusahan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan
karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan
peraturan yang lebih ketat.
3. Motif Pajak

15

Universitas Sumatera Utara

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earnings management yang
paling

nyata.

Berbagai

metode

akuntansi

digunakan

dengan

tujuan

penghematan pajak pendapatan.

4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan
untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja perusahaan buruk akan
memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5. IPO (Initial Public Offering)
Informasi mengenai laba menjadi sinyal atas nilai perusahaan pada perusahaan
yang akan melakukan IPO. Hal ini berakibat bahwa manajer perusahaan yang
akan go public melakukan earnings management menaikkan harga saham
perusahaan.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor
sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Secara umum, terdapat lima teknik manajemen laba menurut Wolk, Dodd,
dan Tearney dalam Sulistiawan (2011:43-51), yaitu:
1. Mengubah Metode Akuntansi
Metode akuntansi merupakan pilihan-pilihan yang disediakan oleh standar
akuntansi dalam menilai aset perusahaan. Pemilihan atas metode akuntansi
tertentu akan memberikan outcome yang berbeda, baik bagi manajemen,
pemilik,


maupun

pemerintah

yang

berdampak

menimbulkan

konflik

16
Universitas Sumatera Utara

kepentingan di antara ketiganya. Namun, pemilihan metode akuntansi tertentu
yang dilakukan oleh manajer atau pengelola perusahaan merupakan salah satu
bentuk maksimalisasi nilai perusahaan menurut perspektifnya masing-masing,
sejalan pemilihan tersebut sejalan dengan rambu-rambu yang sudah diatur.

2. Membuat Estimasi Akuntansi
Teknik ini dilakukan dengan tujuan memengaruhi laba akuntansi melalui
kebijakan dalam membuat estimasi akuntansi. Cara untuk mendapatkan
tambahan atau pengurangan laba adalah mengubah estimasi akuntansi.
Perubahan estimasi akuntansi ini disesuaikan dengan kebutuhan penyajian
laporan keuangan. Jika mengharapkan kenaikan laba, perusahaan dapat
mengubah estimasi aset tetap atau aset tidak berwujudnya menjadi lebih
panjang. Hasilnya, laba menjadi lebih tinggi karena biaya penyusutan menurun.
3. Mengubah Periode Pengakuan Pendapatan dan Biaya
Teknik ini dilakukan untuk mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan
dan biaya dengan cara menggeser biaya dan pendapatan ke periode berikutnya
agar memperoleh laba maksimum. Teknik ini biasanya dilakukan pada
perusahaan yang melakukan IPO. Manajer akan mempercepat pengakuan
pendapatan periode mendatang dengan melaporkannya ke periode tahun
berjalan agar kinerja perusahaan pada tahun berjalan menjelang IPO terlihat
baik, atau menunjukkan laba maksimal.
4. Mereklasifikasi Akun
Teknik ini dilakukan dengan memindahkan posisi akun dari satu tempat ke
tempat lainnya. Jadi, sebenarnya laporan keuangan yang disajikan sudah sama,


17
Universitas Sumatera Utara

tetapi karena kelihaian penyajinya, laporan keuangan ini bisa memberikan
dampak interpretasi yang berbeda bagi penggunanya. Implikasi dari teknik ini
berdampak pada terjadinya kesalahan interpretasi laporan keuangan oleh
pengguna, terutama yang tidak memiliki pengetahuan akuntansi. Meskipun
laba rugi memberikan informasi lengkap, sampai saat ini banyak pengguna
laporan keuangan cenderung hanya membaca bagian laba bersihnya.
5. Mereklasifikasi Akrual Diskresioner dan Akrual Nondisresioner
Akrual diskresioner adalah akrual yang dapat berubah sesuai dengan kebijakan
manajemen, seperti pertimbangan tentang umur ekonomis aset tetap atau
pertimbangan pemilihan metode depresiasi. Akrual nondiskresioner adalah
akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan atau pertimbangan pihak
manajemen, seperti perubahan piutang yang besar karena adanya tambahan
penjualan yang signifikan.
Pola manajemen laba menurut Scott (2003: 383-384) dapat dilakukan
dengan cara:
a. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru
dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan
dapat meningkatkan laba di masa datang. Manajemen laba dilakukan untuk
mentransfer kemakmuran dirinya dengan kebijakan akuntansi, bukan melalui
keputusan operasi.
b. Income Minimization

18
Universitas Sumatera Utara

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi
sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat
diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
c. Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas

income maximization

bertujuan untuk memperoleh laba yang lebih besar. Laporan yang menujukkan
laba yang besar akan menyebabkan meningkatnya bonus/ kompensasi yang
diperoleh oleh manajer. Pola seperti ini mungkin akan dilakukan oleh
perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
d. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga
dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya
investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
2.1.2 Perataan Laba (Income Smoothing)
Perhatian pengguna laporan keuangan yang seringkali hanya berfokus pada
informasi laba, mendorong manajemen melakukan disfunctional behavior berupa
praktik perataan laba. Tindakan perataan laba merupakan tindakan yang
umum/rasional. Beidleman dalam Belkaoui (2007: 192) mendefinisikan perataan
laba sebagai pengurangan atau fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa
tingkatan laba yang saat ini dianggap normal oleh perusahaan. Dengan pengertian
ini, perataan mencerminkan suatu usaha dari manajemen perusahaan untuk
menurunkan variasi yang abnormal dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsipprinsip akuntansi dan manajemen yang baik.
19
Universitas Sumatera Utara

Alasan manajemen melakukan perataan laba, antara lain:
1. Rekayasa untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada periode berjalan
dapat mengurangi hutang pajak.
2. Tindakan perataan laba dapat meningkatkan kepercayaan investor, karena
mendukung kestabilan penghasilan dan

kebijakan deviden sesuai dengan

keinginan.
3. Tindakan perataan laba dapat mempererat hubungan antara manajer dan
karyawan, karena dapat menghindari permintaan kenaikan upah/gaji oleh
karyawan/pekerja.
4. Tindakan perataan laba memiliki dampak psikologis pada perekonomian,
dimana kemajuan dan kemunduran dapat dibandingkan dan gelombang
optimisme dan pesimisme dapat ditekan.
Menurut Ronen dan Sadan dalam Jatiningrum (2000), perataan laba dapat
dilakukan dalam 3 cara, yaitu:
a. Manajemen dapat menetapkan waktu terjadinya peristiwa tertentu, untuk
mengurangi perbedaan laba yang dilaporkan. Jadi alternatifnya, manajemen
juga dapat menentukan waktu pengakuan beberapa peristiwa.
b. Manajemen dapat mengalokasikan pendapatan dan beban tertentu pada periode
akuntansi yang berbeda.
c. Manajemen dengan kebijaksanaannya mengelompokkan item laba tertentu ke
dalam kategori yang berbeda ( misalnya, antara item/pos biasa dan item/pos
luar basa)

20
Universitas Sumatera Utara

Perataan laba merupakan perilaku yang rasional didasarkan pada asumsi
dalam positive accounting theory bahwa agent (dalam hal ini manajemen) adalah
individu yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya. Konsisten
dengan asumsi tersebut, maka motivasi yang mempengaruhi pilihan manajer atas
kebijakan tertentu adalah memaksimumkan kepentingannya. Perataan laba dapat
diakibatkan oleh :
1. Natural smoothing (perataan yang alami): yang menyatakan bahwa proses laba
secara inheren menghasilkan suatu aliran laba yang rata. Contohnya, public
utilities.
2. Intentional smoothing

(perataan yang disengaja): biasanya dihubungkan

dengan tindakan manajemen. Dapat dikatakan bahwa intentional smoothing
berkenaan dengan situasi dimana rangkaian yang dilaporkan dipengaruhi oleh
tindakan manajemen. Intentional smoothing dapat diklasifkikasikan menjadi:
a. Real smoothing: merupakan usaha yang diambil manajemen dalam
merespon perubahan kondisi ekonomi. Dapat juga berarti suatu transaksi
yang sesungguhnya untuk dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan
pengaruh perataannya pada laba. Perataan ini menyangkut pemilihan waktu
kejadian transaksi riil untuk mencapai sasaran perataan.
b. Artificial smoothing: merupakan suatu usaha yang disengaja untuk
mengurangi variabilitas aliran laba secara artificial. Perataan laba ini
menerapkan prosedur akuntansi untuk memindahkan biaya dan/atau
pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Dengan kata lain,
artificial smoothing

dicapai dengan menggunakan kebebasan memilih

21
Universitas Sumatera Utara

prosedur akuntansi yang memperbolehkan pengubahan cost dan/atau
revenue dari satu periode akuntansi ke periode yang lainnya.
2.1.3 Teori Keagenan
Timbulnya praktek manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori keagenan.
Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara

penyedia modal

(prinsipal) dan para agen (Sugiarto, 2009: 53). Hubungan keagenan timbul pada
saat seorang atau lebih individu yang disebut sebagai principal menggaji individu
lain yang disebut sebagai agent untuk memberikan jasa kepadanya, kemudian
mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Di dalam
konteks manajemen keuangan, hubungan keagenan tersebut terutama antara: (1)
pemegang saham dengan manajer, (2) manajer dengan debitur yang memberikan
hutang, dan (3) antara manajer dan para pemegang saham (Lubis, 2012: 11).
Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk
kepentingan pemegang saham, maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya
yang disebut agency cost yang meliputi pengeluaran untuk memonitor kegiatan
manajer,

pengeluaran

meminimalkan

untuk

membuat

tindakan-tindakan

manajer

suatu
yang

struktur

organisasi

yang

tidak

diinginkan,

serta

opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera
mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham. Pengawasan secara
total terhadap kegiatan para manajer akan memecahkan masalah keagenan, tetapi
dibutuhkan biaya yang mahal dan kurang efisien. Solusi yang lebih baik adalah
memberi suatu paket kompensasi berupa gaji tetap ditambah bonus kepemilikan
perusahaan (saham perusahaan) jika kinerja mereka bagus (Syahyunan, 2012: 6-7)
22
Universitas Sumatera Utara

Para manajer tersebut dalam menjalankan operasional tentu akan lebih
banyak mengetahui informasi internal dalam prospek perusahaan baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang dibandingkan pemilik. Ketidakseimbangan
penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut
sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi dapat menjadi pemicu bagi para
manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba dalam rangka menyesatkan
pemegang saham terkait kinerja ekonomi perusahaan (Asward dan Lina, 2015).
2.1.4 Free Cash Flow
Jensen (1976) mendefinisikan

free cash flow sebagai aliran kas yang

merupakan sisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present
value (NPV) positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan.
Brigham dan Houston (2006: 65-66) mengartikan bahwa free cash flow adalah
arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada investor (pemegang
saham dan pemilik utang) setelah perusahaan melakukan investasi dalam aset
tetap, produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan
operasi yang sedang berjalan. Nilai dari operasi perusahaan akan bergantung pada
seluruh arus kas bebas yang diharapkan pada masa mendatang. Hal ini berarti
bahwa semakin besar aliran dana bebas atau free cash flow suatu perusahaan maka
menunjukkan bahwa keuangan perusahaan tersebut semakin bagus, karena
perusahaan memiliki dana untuk pertumbuhan perusahaan, pembayaran utang,
dan pembagian dividen.
Wild et al. (2005: 23) menyatakan bahwa free cash flow (arus kas bebas)
positif mencerminkan jumlah yang tersedia bagi aktivitas bisnis setelah
23
Universitas Sumatera Utara

penyisihan

untuk

pendanaan

dan

investasi

yang

diperlukan

untuk

mempertahankan kapasitas produksi pada tingkat sekarang. Pertumbuhan dan
fleksibilitas keuangan bergantung pada ketersediaan arus kas bebas. Bagi pihak
manajemen, seberapa besar free cash flow juga mencerminkan kemampuan
perusahaan kedepannya (Rosnidi, 2009)
Menurut Lubis dan Putra (2012: 101) ada lima manfaat dari free cash flow,
yaitu:
1. Untuk membayar bunga kepada debt holder, perusahaan harus tetap
mengingat bahwa net cost dari perusahaan adalah after taxes interest
expenses.
2.

Membayar kembali debt holder’s untuk pokok pinajaman.

3. Membayar dividen kepada para pemegang saham
4. Membeli kembali saham yang dimiliki oleh pemegang saham
5. Membeli saham dari perusahaan lain yang merupakan non operating
assets
Berbagai kondisi perusahaan dapat mempengaruhi nilai free cash flow
(aliran kas bebas), misalnya bila perusahaan memiliki free cash flow yang tinggi
dengan tingkat pertumbuhan rendah maka free cash flow ini seharusnya
didistribusikan kepada pemegang saham. Tetapi, bila perusahaan memiliki free
cash flow tinggi dengan tingkat pertumbuhan tinggi maka free cash flow ini dapat
ditahan sementara dan bisa dimanfaatkan untuk investasi pada periode mendatang
(Rosnidi, 2009).

24
Universitas Sumatera Utara

Free cash flow inilah yang sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan
kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Ketika free cash flow tersedia,
manajer disinyalir akan menghamburkan free cash flow tersebut sehingga terjadi
inefisiensi dalam perusahaan atau akan menginvestasikan free cash flow dengan
return yang kecil (Smith dan Kim dalam Zuhri dan Prabowo, 2010).
Perusahaan dengan free cash flow (arus kas bebas) yang tinggi akan
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melakukan manajemen laba, karena
perusahaan tersebut terindikasi menghadapi masalah keagenan yang lebih besar
(Agustia, 2013). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perusahaan dengan
surplus arus kas bebas yang tinggi juga cenderung melakukan praktik manajemen
laba dengan meningkatkan laba yang dilaporkan untuk menutupi tindakan pihak
manajer yang tidak optimal dalam memanfaatkan kekayaan perusahaan.
2.1.5 Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan merupakan bentuk komitmen dari para pemegang
saham untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu kepada para
manajer. Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa
variabel-variabel yang penting didalam struktur modal tidak hanya ditentukan
oleh jumlah utang dan

equity tetapi juga oleh persentase kepemilikan oleh

manajer dan institusional. Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan
biasanya sangat menyebar (Pujiningsih, 2011).
Terjadinya manajemen laba selain karena tindakan manajemen yang
oportunistik, juga terjadi karena kurangnya pengawasan dan

kontrol pada

perusahaan. Struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan
25
Universitas Sumatera Utara

institusional) dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada
akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan
yaitu maksimalisasi nilai perusahaan (Dwi Putri, 2013).
2.1.5.1 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manjerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen
perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menemukan bukti bahwa kepemilikan
manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan
dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan
pemegang

saham.

Penelitian

ini menemukan bahwa kepentingan manajer

dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham
oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk
kepentingannya.
Menurut Downes dan Godman dalam Novelma (2014), kepemilikan
manajerial (insider ownership) adalah para pemegang saham yang juga berarti
dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari pihak manajemen yang sama
secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan yang
bersangkutan. Sesuai dengan teori keagenan, konflik antara manajer dan
pemegang saham timbul karena adanya pemisahan atas kepemilikan dan kontrol,
pihak insider atau manajemen cenderung menginginkan pembagian dividen kecil,
karena mereka menginginkan kelebihan aliran kas untuk membiayai investasi
perusahaan, namun pihak insider cenderung memanfaatkan kelebihan arus kas
tersebut untuk memperkaya diri sendiri dan melakukan kegiatan yang tidak ada

26
Universitas Sumatera Utara

kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan tanpa memikirkan kesejahteraasn
pemegang saham, dan cenderung merugikan pemegang saham.
Berdasarkan berbagai penelitian keterlibatan manajer pada kepemilikan
saham efektif untuk meningkatkan kinerja manajer. Dengan strategi ini manajer
berhati-hati mengambil keputusan. Posisi manajer sangat rentan karena modal,
selain itu manajer juga berorientasi pada minimalisasi risiko sehingga dalam
prakteknya apabila mendapat kesempatan cenderung melakukan kegiatan yang
menguntungkan kepentingan pribadi. Dengan adanya peluang yang merugikan
perusahaan perlu dilibatkan dalam kepemilikan saham yang dikenal sebagai
kepemilikan manajerial (Dewi, 2011).
Manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan.
Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda,
seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer
yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi
manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan
kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan
pada perusahaan yang mereka kelola. Dengan kata lain, presentase tertentu
terhadap kepemilikan saham oleh pihak manajemen, cenderung mempengaruhi
tindakan manajemen laba (Anggraeni, 2013).
2.1.5.2 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pihak
institusi lain yaitu kepemilikan oleh perusahaan atau lembaga lain. Kepemilikan
saham oleh pihak-pihak yang terbentuk institusi seperti perusahaan asuransi, bank,
27
Universitas Sumatera Utara

perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan institusional
merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik
keagenan. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan
pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat
mengurangi manajemen laba. Pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen
pengawas ditekankan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar
modal. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi
proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat
akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005).
Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyatakan bahwa dalam hubungannya
dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk
memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual. Ada
dua perbedaan pendapat mengenai investor institusional. Pendapat pertama
didasarkan pada pandangan bahwa investor institusional adalah pemilik sementara
(transfer owner) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang (current earnings).
Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor
institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor,
maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya
memiliki saham dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi
sahamnya akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk
menghindari tindakan likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings
management. Pendapat kedua memandang investor institusional sebagai investor
yang berpengalaman (sophisticated). Menurut pendapat ini, investor lebih

28
Universitas Sumatera Utara

terfokus pada laba masa datang (future earnings) yang lebih besar relatif dari laba
sekarang. Investor institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk
melakukan analisis investasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang
terlalu mahal perolehannya bagi investor lain. Investor institusional akan
melakukan monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan
tindakan manipulasi yang dilakukan manajer.
2.1.6 Leverage
Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt ratio yaitu
rasio yang mengukur seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh hutang.
Tingkat leverage dapat diketahui melalui perbandingan total hutang dengan total
aset. Menurut Van Horn dalam Naftalia (2013) Financial Leverage merupakan
penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap, dengan harapan akan
memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada beban tetapnya,
sehingga keuntungan pemegang saham bertambah. Perusahaan yang memiliki
hutang besar, memiliki kecenderungan melanggar perjanjian hutang jika
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki hutang lebih kecil. Rasio
leverage juga menunjukkan risiko yang dihadapi perusahaan. Semakin besar
risiko yang dihadapi oleh perusahaan, maka ketidakpastian untuk menghasilkan
laba di masa depan juga akan makin meningkat (Agustia, 2013). Foster dalam
Agustia (2013) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara rasio leverage
dengan return perusahaan. Artinya, hutang dapat digunakan untuk memprediksi
keuntungan yang kemungkinan bisa diperoleh bagi investor jika berinvestasi pada
suatu perusahaan.
29
Universitas Sumatera Utara

2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang
diduga berpengaruh terhadap earnings management diantaranya adalah:
1. Asward dan Lina (2015)
Asward dan Lina meneliti tentang “Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance terhadap Manajemen Laba dengan Pendekatan Conditional Revenue
Model”, Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini diproksikan
dengan konsentrasi

kepemilikan,

kepemilikan

institusional,

kepemilikan

manajerial, komposisi dewan komisaris dan ukuran komite audit. Manajemen
laba dalam penelitian ini diukur dengan conditional revenue model yang
dikembangkan oleh Stubben (2010). Penelitian ini menggunakan sampel dari
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode
2010-2012. Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling dan diperoleh 128 perusahaan sebagai sampel. Metode
analisis dalam penelitian ini menggunakan multiple regression analysis. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh
negatif

terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional

berpengaruh

positif terhadap manajemen laba. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif
terhadap manajemen laba. Komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba. Ukuran komite audit berpengaruh positif

terhadap

manajemen laba.

30
Universitas Sumatera Utara

2. Simorangkir (2015)
Simorangkir meneliti tentang “Pengaruh Ukuran KAP, Proporsi Komisaris
Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan
terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”.
Manajemen laba diukur dengan discretionary accruals menggunakan Modified
Jones Model. Populasi pada penelitian ini adalah 134 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013. Berdasarkan metode purposive
sampling, sampel yang diperoleh sebanyak 101 perusahaan. Metode analisis yang
digunakan adalah metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa struktur kepemilikan institusional berpengaruh negatif
signifikan terhadap manajemen laba, free cash flow berpengaruh positif namun
tidak signifikan terhadap manajemen laba. Variabel ukuran KAP, proporsi
komisaris independen, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba.
3. Wijaya (2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya adalah “Pengaruh Surplus Free Cash
Flow dan Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba”.
Mekanisme good

corporate governance yang digunakan pada penelitian ini

antara lain: ukuran dewan komisaris, dewan komisaris independen, ukuran komite
audit, frekuensi rapat komite audit, jumlah finance experts komite audit. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI pada tahun 2012-2013. Total sampel penelitian adalah 139 perusahaan
yang ditentukan berdasarkan metode purposive sampling. Penelitian ini

31
Universitas Sumatera Utara

menggunakan metode regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
surplus free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba,
ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.
Variabel dewan komisaris independen, ukuran komite audit, frekuensi rapat
komite audit, dan jumlah finance experts komite audit tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba.
4. Saragih (2014)
Saragih melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Struktur Kepemilikan
dan Kinerja Keuangan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2010-2012 yaitu sebanyak 137 perusahaan. Pemilihan sampel menggunakan
metode penentuan sampel sasaran yang berdasarkan beberapa kriteria sehingga
diperoleh sampel sejumlah 27 perusahaan. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, leverage dan profitabilitas berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Secara parsial kepemilikan institusional berpengaruh negatif
signifikan terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial berpengaruh positif
signifikan terhadap manajemen laba, Leverage berpengaruh positif dan signifikan
terhadap manajemen laba dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap

32
Universitas Sumatera Utara

manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
5. Aygun et al. (2014)
Judul penelitiannya adalah “The Effect of Corporate Ownership Structure
and Board Size on Earnings Management: Evidence from Turkey”. Struktur
kepemilikan perusahaan diukur dengan dua variabel yaitu kepemilikan manajerial
dan kepemilkan institusional. Penelitian ini juga menggunakan tiga variabel
kontrol, diantaranya return on assets (ROA), ukuran perusahaan, dan financial
leverage. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi berganda. Sampel yang digunakan adalah perusahaan Turki yang terdaftar
di Istanbul Stock Exchange (ISE) selama periode 2009-2012. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan
kepemilikan manajerial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
manajemen laba. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa return on assets
berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, sementara financial
leverage memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.
6. Selahudin et al. (2014)
Penelitian yang dilakukan adalah tentang “Remodelling the Earnings
Managements with the Appearance of Leverage, Financial Distress and Free
Cash Flow: Malaysia and Thailand Evidences”. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 335 perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Malaysia dan
224 perusahaan publik yang terdaftar di Thailand selama periode 2010-2012.

33
Universitas Sumatera Utara

Teknik analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penilitian ini
menunjukkan bahwa leverage dan financial distress memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan free cash flow memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.
7. Agustia (2013)
Penelitian Agustia adalah tentang “Pengaruh Faktor Good Corporate
Governance, Free Cash Flow¸dan Leverage terhadap Manajemen Laba”. Good
corporate governance diukur dengan ukuran komite audit, proporsi komite audit
independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Discretionary
accrual digunakan sebagai proksi manajemen laba. Sampel penelitian adalah 14
perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang dipilih
menggunakan purposive sampling selama periode penelitian, tahun 2007-2011.
Data dianalisis menggunakan regresi berganda. Berdasarkan hasil pengujian
disimpulkan bahwa semua komponen good corporate governance (ukuran komite
audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan institusional dan
kepemilikan manajerial) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba,
sedangkan leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba, dan free cash
flow berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti
perusahaan dengan free cash flow yang tinggi akan membatasi praktik manajemen
laba.
8. Putri dan Yuyetta (2013)
Putri dan Yuyetta meneliti tentang “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan
Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba”. Sampel dalam penelitian ini adalah 39

34
Universitas Sumatera Utara

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011
dengan menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan
teknik analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepemilikan manajerial dan ukuran KAP memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional, auditor
spesialisasi industri, dan independensi auditor tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap manajemen laba.
9. Mehdi (2012)
Penelitian yang dilakukan Mehdi berjudul “Free cash flow and earnings
management: The moderating role governance and ownership.” Penelitian
dilakukan pada 85 perusahaan Perancis yang terdaftar dalam SBF 120 selama
periode 2001-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang
memiliki arus kas bebas yang tinggi lebih condong untuk meningkatkan
pengawasan mereka terhadap laba perusahaan. Audit komite independen,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial mengurangi praktik
manajemen laba dengan adanya arus kas bebas. Namun, dewan pengurus
independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba
dikarenakan corporate governance telah disubstitusikan dengan peran monitoring
mereka untuk mengurangi manajemen laba dengan adanya arus kas bebas.
10. Widyastuti (2009)
Penelitian yang dilakukan Widyastuti berjudul, “Pengaruh struktur
kepemilikan dan kinerja keuangan terhadap manajemen laba”. Penelitian ini
dilakukan pada perusahaan publik sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

35
Universitas Sumatera Utara

Indonesia yang pengumpulan datanya dilakukan pada periode tahun 2005.
Struktur kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba. Di sisi lain, ukuran perusahaan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Semakin besar ukuran
perusahaan maka akan menyebabkan peningkatan manajemen laba. Variabel
leverage dan variabel profitabilitas juga berpengaruh positif terhadap manajemen
laba.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
1.

2.

Nama
(Tahun)
Asward
dan Lina
(2015)

Simorangkir
(2015)

Judul
Penelitian
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Governance
terhadap
Manajemen
Laba dengan
Pendekatan
Conditional
Revenue Model

Pengaruh
Ukuran KAP,
Proporsi
Komisaris
Independen,
Free Cash
Flow,
Kepemilikan
Institusional,
dan Ukuran
Perusahaan
terhadap
Manajemen
Laba

Variabel
Penelitian
Dependen:
Earnings
Management
Independen:
1. Konsentrasi
Kepemilikan
2. Kepemilikan
Institusional
3. Kepemilikan
Manajerial
4. Komposisi
Dewan
Komisaris
5. Ukuran Komite
Audit
Dependen:
Earnings
Management
Independen:
1. Ukuran KAP
2. Proporsi
Komisaris
Independen
3. Free Cash Flow
4. Kepemilikan
Institusional
5. Ukuran
Perusahaan

Teknik
Analisis Data
Regresi Linier
Berganda

Regresi Linier
Berganda

Hasil Penelitian
Kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial,
dan ukuran komite audit
berpengaruh positif
terhadap manajemen laba.
Sedangkan konsentrasi
kepemilikan, dan
komposisi dewan
komisaris berpengaruh
negatif terhadap
manajemen laba.

Kepemilikan institusional
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
manajemen laba, free
cash flow berpengaruh
positif namun tidak
signifikan terhadap
manajemen laba. Variabel
ukuran KAP, proporsi
komisaris independen, dan
ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba.

36
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1
No.
3.

Nama
(Tahun)
Wijaya
(2015)

Judul
Penelitian
Pengaruh
Surplus Free
Cash Flow
dan
Mekanisme
Good
Corporate
Governance
terhadap
Manajemen
Laba

Variabel
Penelitian
Dependen:
Earnings
Management

Teknik
Analisis Data
Regresi Linier
Berganda

Independen:
1. Surplus Free
Cash Flow
2. Ukuran Dewan
Komisaris
3. Dewan Komisaris
Independen
4. Ukuran Komite
Audit

4.

Saragih
(2014)

Pengaruh
Dependen:
Struktur
Earnings
Kepemilikan
Management
dan Kinerja
Keuangan
Independen:
1. Struktur
terhadap
Kepemilikan
Manajemen
2. Kinerja
Laba pada
Keuangan
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia

Regresi Linier
Berganda

5.

Aygun et
al.
(2014)

The Effect of
Dependen:
Corporate
Earnings
Ownership
Management
Structure and
Board Size on Independen:
1. Corporate
Earnings
Ownership
Management:
Structure
Evidence from
2. Board Size
Turkey

Regresi Linier
Berganda

Hasil Penelitian
Surplus free cash flow
berpengaruh positif
signifikan terhadap
manajemen laba, ukuran
dewan komisaris
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
manajemen laba. Variabel
dewan komisaris
independen, ukuran
komite audit, frekuensi
rapat komite audit, dan
jumlah finance experts
komite audit tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Secara parsial
kepemilikan manajerial
dan leverage berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap manajemen laba.
Kepemilikan institusional
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
manajemen laba.
Profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Secara simultan,
kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial,
leverage dan profitabilitas
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
Kepemilikan manajerial
dan return on assets
memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap
manajemen laba.
Kepemilikan institusional,
financial leverage, dan
ukuran dewan memiliki
pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap
manajemen laba,

37
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1
No.
6.

7.

8.

9.

Nama
(Tahun)
Selahudin
et al.
(2014)

Agustia
(2013)

Putri dan
Yuyetta
(2013)

Mehdi
(2012)

Judul
Penelitian
Remodelling
the Earnings
Managements
with the
Appearance of
Leverage,
Financial
Distress and
Free Cash
Flow:
Malaysia and
Thailand
Evidences
Pengaruh
Faktor Good
Corporate
Governance,
Free Cash
Flow¸dan
Leverage
terhadap
Manajemen
Laba
Pengaruh
Struktur
Kepemilikan
dan Kualitas
Audit terhadap
Manajemen
Laba

Variabel
Penelitian
Dependen:
Earnings
Management

Teknik
Analisis Data
Regresi Linier
Berganda

Independen:
1. Leverage
2. Financial
Distress
3. Free Cash Flow

Dependen:
Earnings
Management

Regresi Linier
Berganda

Independen:
1. Faktor GCG
2. Free Cash Flow
3. Leverage

Dependen:
Earnings
Management

Regresi Linier
Berganda

Independen:
1. Struktur
Kepemilikan
2. Kualitas Audit

Free cash flow Dependen:
and earnings
Earnings
management:
Management
The
moderating
Independen:
1. Free Cash Flow
role
governance
and ownership

Regresi Linier
Sederhana

Hasil Penelitian
Leverage dan financial
distress memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
manajemen laba,
sedangkan free cash flow
memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan
terhadap manajemen laba.

Leverage berpengaruh
positif terhadap
manajemen laba. Free
cash flow berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap manajemen laba.
good corporate
governance tidak
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba,
Kepemilikan manajerial
dan ukuran KAP memiliki
pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap
manajemen laba,
sedangkan kepemilikan
institusional, auditor
spesialisasi industri, dan
independensi auditor tidak
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap
manajemen laba.
Variabel free cash flow
memliki pengaruh yang
signifikan terhadap
earnings management
Audit komite independen,
kepemilikan institusional
dan kepemilikan
manajerial berpengaruh
terhadap earnings
management dengan
adanya free cash flow.
Dewan penguruh
independen tidak memiliki
pengaruh terhadap
earnings management.

38
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1
No.
10.

Nama
(Tahun)
Widyastuti
(2008)

Judul
Penelitian
Pengaruh
struktur
kepemilikan
dan kinerja
keuangan
terhadap
manajemen
laba

Variabel
Penelitian
Dependen:
Earnings
Management

Teknik
Analisis Data
Regresi Linier
Berganda

Independen:
1. Struktur
Kepemilikan
2. Kinerja
Keuangan

Hasil Penelitian
Ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
manajemen laba.
Leverage dan
profitabilitas juga
berpengaruh positif
terhadap manajemen laba
Kepemilikan manajerial
dan kepemilikan
institusional berpengaruh
negatif terhadap
manajemen laba..

2.3 Kerangka Konseptual
Earnings management merupakan suatu tindakan manajer yang memilih
kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik dan kebijakan
akuntansi yang dimaksud adalah penggunaan akrual dalam menyusun laporan
keuangan. Dalam earnings management, ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan seperti free cash flow dan struktur kepemilikan. Free cash flow
merupakan arus kas aktual yang bisa didistribusikan kepada investor sesudah
perusahaan melakukan semua investasi dan modal kerja. Perusahaan dengan free
cash flow yang tinggi akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
melakukan manajemen laba, karena perusahaan tersebut terindikasi menghadapi
masalah keagenan yang lebih besar (Agustia, 2013).
Struktur kepemilikan merupakan bentuk komitmen dari para pemegang
saham untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu kepada para
manajer. Kepemilikan saham dibedakan menjadi dua yaitu, kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional. Kepemilikan manjerial adalah
kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Seorang manajer akan ikut
39
Universitas Sumatera Utara

menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi
yang akan diterapkan. Dengan kata lain, presentase tertentu terhadap kepemilikan
saham oleh pihak manajemen, cenderung mempengaruhi tindakan manajemen
laba. Saragih (2014) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial ini berpengaruh
signifikan terhadap earnings management. Kepemilikan institusional memiliki
kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring
secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Kepemilikan
institusional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap praktik manajemen
laba, semakin kecil persentase kepemilikan institusional maka semakin besar pula
kecenderungan pihak manajer dalam mengambil kebijakan akuntansi tertentu
untuk memanipulasi pelaporan laba (Widyastuti, 2009).
Dalam teori keagenan, agen biasanya dianggap sebagai pihak yang ingin
memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak.
Dalam hal kontrak hutang, perusahaan merupakan agen dan kreditur sebagai
prinsipal.

Semakin

tinggi

tingkat

leverage

perusahaan,

akan

semakin

memungkinkan manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba yaitu
dengan memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari
periode masa datang ke periode saat ini (Agustia, 2013).
Dengan memperhatikan variabel independen dan dependen yang digunakan
dalam penelitian ini, maka kerangka konseptual yang dapat dikembangkan
sebagai berikut :

40
Universitas Sumatera Utara

Free Cash Flow

Kepemilikan
Manajerial

Earnings
Management

Kepemilikan
Institusional
Leverage

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut: free cash flow, kepemilikan manajerial¸ kepemilikan institusional,
dan leverage berpengaruh terhadap earnings management pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014.

41
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENGARUH FREE CASH FLOW, LEVERAGE, PRICE EARNINGS RATIO, DAN DIVIDEND TERHADAP STOCK REPURCHASE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA UNTUK TAHUN 2010-2014

3 28 1

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

1 16 103

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 11

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 2

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 10

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 3

Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan Leverage terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 11

PENGARUH FREE CASH FLOW, LEVERAGE, PRICE EARNINGS RATIO, DAN DIVIDEND TERHADAP STOCK REPURCHASE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA UNTUK TAHUN 2010-2014

0 0 15

SKRIPSI PENGARUH FINANCIAL LEVERAGE DAN FREE CASH FLOW TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 1 11

PENGARUH FREE CASH FLOW DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 88