Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kritis IPS | Qomariyah | Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (JPP) 10164 14491 1 PB

132 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

Pengaruh Problem Based Learning terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis IPS
Evi Nurul Qomariyah
Universitas Negeri Malang
evie_nurul@yahoo.com
Abstract: The aim of this research was to analyze: (1) the diference in students’ critical thinking
skills in social studies using PBL-SETS and PBL-Non SETS, (2) the diference in students’ critical
thinking skills in social studies using PBL based SETS and conventional learning model, and (3) the
diference in students’ critical thinking skills in social studies with PBL-Non SETS and conventional
learning model. This research was a quasi experimental research with pretest posttest control group
design. The subjects were the seventh graders of SMP N 1 Kepanjen. The results showed that (1)
there was a diference in students’ critical thinking skills in social studies using the PBL-SETS and
PBL-Non SETS, (2) there was a diference in students’ critical thinking skills in social studies using
a PBL-SETS and conventional learning model, and (3) there was a diference in students’ critical
thinking skills in social studies using PBL-Non SETS and conventional learning models.
Keywords: Problem Based Learning (PBL), SETS, critical thinking
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis untuk menganalisis: (1) perbedaan
kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS dengan model pembelajaran PBL-SETS
dan model pembelajaran PBL-Non SETS, (2) perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata

pelajaran IPS dengan model pembelajaran PBL-SETS dan model pembelajaran konvensional, (3)
perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS dengan model pembelajaran PBLNon SETS dan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
quasi experiment dengan pretest posttest control group design. Subyek penelitian ini adalah siswa
kelas VII SMP N 1 Kepanjen Tahun Pelajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan
model pembelajaran PBL-SETS dan model pembelajaran PBL-Non SETS, (2) terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran
PBL-SETS dan model pembelajaran konvensional, dan (3) terdapat perbedaan kemampuan berpikir
kritis siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran PBL-Non SETS dan
model pembelajaran konvensional.
Kata kunci: problem based learning (PBL), SETS, berpikir kritis

Pada abad 21 ini, perkembangan ilmu pengetahuan
serta teknologi khususnya di bidang informasi
dan komunikasi tumbuh sangat pesat. Selain itu,
persaingan hidup di era globalisasi ini juga sangat
ketat. Ketatnya persaingan ini telah mempengaruhi
semua aspek kehidupan termasuk di bidang
pendidikan. Dalam menghadapi era modernisasi
seperti sekarang ini, sistem pendidikan di Indonesia

diharapkan mampu membekali siswa dengan
keterampilan-keterampilan belajar serta kecakapan
hidup yang salah satunya adalah kemampuan berpikir
kritis.
Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan
yang penting dan diperlukan dalam kehidupan,
132

mengingat bahwa dewasa ini ilmu pengetahuan
dan teknologi berkembang sangat pesat. Hal ini
mengakibatkan cepatnya perubahan tatanan hidup
serta perubahan global dalam kehidupan. Jika siswa
tidak dibekali kemampuan berpikir kritis, siswa
tidak mempunyai kemampuan untuk mengambil,
mengolah, dan menggunakan informasi yang
dimiliki untuk menghadapi tantangan hidup seharihari. Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk
mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi
banyak rintangan dengan cara yang terorganisasi,
merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang
solusi yang tepat atas permasalahan yang dihadapi.

Fadel (2009) menyatakan bahwa untuk

Qomariyah, Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir ... 133

memasuki “New World of Work” pada abad 21,
keterampilan belajar abad 21 yang harus dimiliki
siswa ada “7Cs” keterampilan yaitu: (1) critical
thinking and problem solving; (2) creativity and
innovation; (3) collaboration, teamwork, and
leadership; (4) cross-cultural understanding; (5)
communications, information, and media literacy;
(6) computing and ICT literacy; dan (7) career
and learning self-reliance. 7Cs = 21st Century
Learning. Hal ini dapat diartikan bahwa memasuki
abad ke 21 ini, siswa harus memiliki kecakapan
dalam berpikir kritis, kreatif, inovatif, produktif,
mampu menyelesaikan masalah, memiliki motivasi
kerja yang tinggi, cakap dalam bekerjasama dan
berkomunikasi, cakap teknologi dan informasi serta
memiliki tanggung jawab keimanan yang tinggi.

Pengembangan kemampuan berpikir kritis
terkait dengan keterampilan untuk mengidentiikasi,
menganalisis, dan memecahkan masalah secara
logis sehingga menghasilkan keputusan yang
tepat. Pentingnya kemampuan berpikir kritis
juga tercantum dalam Permendiknas 81A Tahun
2013 tentang Implementasi Kurikulum yang
menyatakan bahwa kemampuan peserta didik yang
diperlukan untuk kompetensi masa depan antara
lain kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis
dan kreatif dengan mempertimbangkan nilai dan
moral Pancasila agar menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab, toleran dalam
keberagaman, mampu hidup dalam masyarakat
global, memiliki minat luas dalam kehidupan dan
kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan
bakat/minatnya, dan peduli terhadap lingkungan.
Kurikulum harus mampu menjawab tantangan
ini sehingga perlu mengembangkan kemampuankemampuan ini dalam proses pembelajaran. Guru
sebagai penyelenggara pembelajaran di kelas

memiliki tugas untuk membantu mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Akan tetapi yang
terjadi di sekolah masih banyak guru yang terfokus
pada hasil belajar saja, dan mengabaikan aspek
kemampuan berpikir kritis siswa.
Kondisi tersebut sejalan dengan yang terjadi
pada matapelajaran IPS di SMP Negeri 1 Kepanjen.
Berdasarkan hasil observasi awal pada tanggal 27
Oktober 2014 dalam pembelajaran IPS di kelas
VII-H SMP N 1 Kepanjen, siswa terlihat pasif dan
kurang antusias mengikuti pembelajaran. Pada
saat guru menjelaskan materi, siswa yang aktif
mendengarkan ada 14 orang siswa (43,8%), siswa
yang bertanya 2 orang (6,2%), sedangkan sisanya
16 siswa (50%) hanya diam saja dan sibuk dengan

urusannya sendiri. Siswa juga terlihat santai dan tidak
berusaha berpikir saat guru mengajukan pertanyaan
terkait materi pembelajaran. Selain itu, saat guru
meminta siswa untuk menceritakan permasalahan

yang ada di lingkungan daerah sekitar tempat tinggal
siswa, hanya ada 2 siswa yang berani menyampaikan
pendapatnya. Dari 2 siswa yang menceritakan
permasalahan tadi, guru meminta siswa lainnya
untuk menyampaikan solusi pemecahan masalah, dan
ternyata hanya ada 3 siswa yang berani menjawab.
Hasil pengamatan tersebut mengindikasikan bahwa
kemampuan siswa dalam berpikir kritis selama
proses pembelajaran masih rendah.
Masalah yang terjadi diakibatkan oleh cara
mengajar guru yang menyampaikan materi dengan
ceramah, sehingga kurang dapat menarik perhatian
dan minat siswa untuk belajar IPS. Materi yang
disampaikan tidak dihubungkan secara langsung
dengan kehidupan siswa, sehingga siswa tidak
mengetahui kaitan antara pembelajaran IPS dengan
kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut berdampak
pada kurang berkembangnya kemampuan berpikir
siswa, terutama kemampuan berpikir kritis. Hal ini
dapat mengakibatkan siswa mengalami kesulitan

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Mencermati kondisi tersebut, perlu segera dicarikan
solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Guru
perlu melakukan inovasi pembelajaran dengan cara
menerapkan model pembelajaran yang mampu
membangkitkan minat siswa dalam pembelajaran
sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan
kemampuan berpikir kritis siswa.
Model pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir adalah model pembelajaran yang
mampu mendorong berlangsungnya pembelajaran
dalam konteks riil. Pembelajaran yang melibatkan
dunia nyata akan membuat proses pembelajaran lebih
bermakna. Salah satu model pembelajaran dalam
konteks riil yang dianggap mampu memberdayakan
kemampuan berpikir adalah model Problem Based
Learning (PBL).
Arends (2008) menyatakan bahwa model PBL
atau Pembelajaran Berbasis Masalah adalah metode
mengajar dengan fokus pemecahan masalah yang

nyata, proses dimana peserta didik melaksanakan
kerja kelompok, umpan balik, diskusi, yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi
dan penyelidikan dan laporan akhir. Dalam model
PBL, guru menyodorkan situasi-situasi bermasalah
kepada siswa dan meminta mereka untuk menyelidiki
dan menentukan sendiri solusinya (Arends, 2008).
Dengan demikian peserta didik di dorong untuk

134 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

lebih aktif terlibat dalam materi pelajaran dan
mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Sejalan dengan pendapat Arends, Sumarmi
(2012:148) menyatakan bahwa “pembelajaran
berbasis masalah dapat membantu siswa
mengembangkan keterampilan dalam memberikan
alasan dan berpikir ketika mencari data atau
informasi agar mendapatkan solusi terhadap suatu
masalah”. Selain itu PBL dengan pendekatan pada

masalah autentik dapat membuat siswa menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan
keterampilan yang lebih tinggi, inkuiri, memandirikan
siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri
(Arends, 2008).
Dalam PBL siswa dituntun untuk memecahkan,
menganalisis serta mengevaluasi sebuah
permasalahan. Siswa akan terlibat langsung dalam
upaya memecahkan masalah dengan menggunakan
kemampuan berpikir, pengalaman dan konsepkonsep yang akan ditemukan pada pemecahan
masalah yang disajikan. Selain itu siswa dilatih untuk
berusaha berpikir kritis dan mampu mengembangkan
kemampuan analisisnya serta menjadi pembelajar
yang mandiri. PBL melibatkan peserta didik
untuk memecahkan masalah dunia nyata melalui
tahap-tahap tertentu sehingga peserta didik dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
keterampilan untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran dalam PBL akan lebih bermakna

apabila siswa dapat belajar tentang keterkaitan antara
IPS dengan kehidupan sehari-hari. Untuk mendukung
hal tersebut, maka PBL dapat diterapkan menjadi
pembelajaran berbasis Science, Environment,
Technology and Society (SETS). SETS adalah
pendekatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan
yang diajarkan di kelas dengan keadaan lingkungan
yang ada di sekitarnya, teknologi yang terkait dan
dampaknya pada masyarakat.
Kata SETS dapat dimaknai sebagai sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat, merupakan
satu kesatuan dalam konsep pendidikan yang
mempunyai implementasi agar anak didik
mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi
yang salah satunya adalah kemampuan berpikir
kritis. Pembelajaran berbasis SETS pada
hakikatnya merupakan pembelajaran dengan cara
menghubungkan hal yang dipelajari dengan aspek
sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat yang
sesuai secara timbal balik sebagai satu bentuk

keterkaitan terintegratif (Binadja, 2008). Pendidikan
SETS akan membimbing siswa untuk berpikir

global dan bertindak lokal maupun global dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari (Utomo, 2012). Jadi fokus
pengajaran SETS haruslah mengenai bagaimana cara
berarti memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan lebih jauh pengetahuan yang telah
mereka peroleh agar mereka dapat menyelesaikan
masalah-masalah yang diperkirakan akan timbul di
sekitar kehidupannya. Kemampuan berpikir kritis
dianggap akan dapat dikembangkan dengan lebih
baik dalam pembelajaran dengan model pembelajaran
PBL berbasis SETS (PBL-SETS). Dalam proses
mencoba membangun pengetahuan mereka sendiri
dan berangkat dari masalah riil kemudian dianalisa
dampak dan upaya pemecahan masalahnya, maka
siswa akan mengalami pembelajaran yang bermakna.
Dari semua proses pembelajaran tersebut, siswa
belajar untuk memahami ilmu/konsep yang baru
(learning to know), belajar untuk melakukan sesuatu
demi masyarakat dan lingkungan (learning to do),
belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik
lagi (learning to be) dan tentunya belajar untuk
hidup bermasyarakat dengan baik (learning to live
together).
Beberapa penelitian terdahulu tentang
keunggulan model pembelajaran PBL antara
lain disampaikan oleh Muspita (2013) yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh penerapan
model pembelajaran berbasis masalah terhadap
kemampuan berikir kritis siswa kelas VII SMPN
1 Aikmel, hal ini menunjukkan bahwa model
pembelajaran ini sangat baik untuk diterapkan oleh
guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Selain
itu hal senada juga disampaikan oleh Tohirin (2014)
yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa kelas VIII A SMPN 14 Mataram meningkat
setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran
dengan model pembelajaran berbasis masalah.
Kajian terdahulu tentang pendekatan SETS
disampaikan oleh Umami (2013) dalam penelitiannya
yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
dengan Pendekatan SETS (Science, Environment,
Technology and Society) Pada Pokok Bahasan Fluida
Statis untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gedangan”.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran inkuiri dengan pendekatan SETS
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa
pada pokok bahasan luida statis di SMAN 1 Gedangan
telah tercapai dan mendapatkan respon positif dari siswa
sebesar 85,70%.
Ketiga hasil penelitian tersebut menunjukkan

Qomariyah, Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir ... 135

bahwa model pembelajaran PBL dan pendekatan
SETS dipandang efektif dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Atas dasar inilah,
maka kemampuan berpikir kritis dianggap akan
dapat dikembangkan dengan lebih baik dalam
pembelajaran dengan model pembelajaran PBL
berbasis SETS. Berdasarkan uraian tersebut, maka
penelitian ini menguji perbedaan kemampuan
berpikir kritis siswa pada Mata Pelajaran IPS dengan
Model Problem Based Learning (PBL-Non SETS),
PBL Berbasis Science, Environment, Technology
and Society (PBL-SETS) (Studi pada Siswa Kelas
VII SMP Negeri 1 Kepanjen Malang)”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1)
perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada
mata pelajaran IPS dengan model pembelajaran
PBL-SETS dan model pembelajaran PBL-Non SETS,
(2) perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada
mata pelajaran IPS dengan model pembelajaran
PBL-SETS dan model pembelajaran konvensional,
(3) perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada
mata pelajaran IPS dengan model pembelajaran PBLNon SETS dan model pembelajaran konvensional.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen
semu (quasi eksperiment) menggunakan pretest–
posttest control group design. Subjek penelitian
ini dibagi dalam dua kelompok eksperimen dan
satu kelompok kontrol. Kelompok eksperimen 1
menggunakan model pembelajaran PBL berbasis
SETS, kelompok eksperimen 2 menggunakan
model pembelajaran PBL dan kelompok kontrol
menggunakan model pembelajaran konvensional.
Rancangan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas
VII SMP N 1 Kepanjen Tahun Pelajaran 2014/2015
yang berjumlah 320 siswa yang terbagi dalam 10
kelas rombongan belajar. Pemilihan subjek diambil
dengan cara melakukan pengujian awal independent
t-test menggunakan program SPSS 20,0 for windows.
Hasil pengujian independent t-test menunjukkan
hasil bahwa dari 6 kelas yang diuji, terpilihlah 3
kelas yang mempunyai hasil belajar awal yang tidak
berbeda atau setara. Atas dasar pertimbangan itulah
maka penentuan kelas eksperimen 1, eksperimen
2 dan kelas kontrol dilakukan secara acak dengan
teknik undian.
Instrumen penelitian ini adalah tes tulis
berbentuk soal uraian (essay) untuk mengukur
kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran
IPS. Penyusunan instrumen tes dikembangkan
dengan mengadaptasi indikator kemampuan berpikir
kritis oleh Ennis (1993). Soal test kemampuan
berpikir kritis terdiri dari 10 butir soal uraian.
Analisis instrumen yang digunakan adalah uji
validitas ahli. Soal tersebut akan diberikan pada saat
pretest dan posttest.
Analisis data awal untuk uji prasyarat eksperimen
menggunakan independent sample t-test, dilanjutkan
dengan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas dengan
Kolmogorov Smirnov dan homogenitas dengan
uji Levene, sedangkan uji hipotesis menggunakan
One Way Anova. Semua analisis dilakukan dengan
bantuan program SPSS 20,0 for Windows.

HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian hasil belajar siswa
awal dengan Independent-Sample T Test pada ketiga

Tabel 1. Rancangan Penelitian
Subjek
Kelompok Eksperimen 1
Kelompok Eksperimen 2
Kelompok Kontrol
(Sumber: Sugiyono, 2013)

Pretest
O1
O3
O5

Keterangan:
X1 : Perlakuan dengan Model PBL-SETS
X2 : Perlakuan dengan Model PBL- non SETS
O1 : Pretest pada kelompok Eksperimen 1
O2 : Skor posttest pada kelompok Eksperimen 1
O3 : Pretest pada kelompok Eksperimen 2
O4 : Skor posttest pada kelompok Eksperimen 2
O5 : Pretest pada kelompok kontrol
O6 : Skor posttest pada kelompok kontrol

Perlakuan
X1
X2
-

Posttest
O2
O4
O6

136 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

kelas diperoleh nilai probabilitas secara berurutan
sebesar 0,752, 0,295, 0,452. Nilai signiikansi tersebut
lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa rata-rata hasil belajar awal siswa dari ketiga kelas
tidak berbeda secara signiikan, atau dapat dikatakan
bahwa ketiga kelas tersebut setara. Hasil pengamatan
keterlaksaan pembelajaran pada kelas ekperimen 1,
eksperimen 2 dan kontrol menunjukkan hasil bahwa
proes pembelajaran telah terlaksana dengan baik. Hal
ini dapat dilihat pada pencapaian kelas eksperimen 1
sebesar 98%, kelas eksperimen 2 sebesar 97%, dan
kelas kontrol sebesar 97%.
Berdasarkan hasil uji normalitas data gain
score, diperoleh nilai signiikansi 0,200 untuk kelas
eksperimen 1, 0,200 untuk kelas eksperimen 2 dan
0,197 untuk kelas kontrol. Hasil uji normalitas
tersebut > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
data penelitian berdistribusi normal. Berdasarkan
hasil uji homogenitas didapatkan nilai signiikansi
sebesar 0,738, karena nilai tersebut lebih besar dari
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian
adalah homogen.
Data selisih hasil skor pretest dan posttest (gain
score) kemampuan berpikir kritis siswa pada ketiga
kelas penelitian secara keseluruhan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Dari Tabel 2 terlihat bahwa secara keseluruhan
selisih hasil kemampuan berpikir kritis pada saat
pretest ke posttest yang paling tinggi ada pada kelas
PBL-SETS, dan indikator kemampuan berpikir
kritis yang paling tinggi terdapat pada kemampuan
merumuskan masalah pada kelas PBL-SETS.
Perbandingan selisih nilai pretest dan posttest dari
ketiga kelas dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengujian hipotesis pada penelitian ini
menggunakan One Way Anova. Hasil analisis data
menggunakan One Way Anova dapat dilihat pada
Tabel 3.

Gain Score PBL-SETS

Gain Score PBL-Non
SETS
Gain Score Konvensional

Gambar 1. Perbandingan Gain Score
Kemampuan Berpikir Kritis Pretest-Posttest
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa nilai Fhitung
(31,333) dengan signiikansi 0,000. Nilai signiikansi
0,000 < 0,05 sehingga dapat diambil keputusan kalau
Ho ditolak dan Hi diterima. Hasil ini menunjukkan
terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa
pada mata pelajaran IPS dengan model pembelajaran
PBL-SETS, model pembelajaran PBL-Non SETS,
dan model pembelajaran konvensional. Setelah
mengetahui adanya perbedaan kemampuan berpikir
kritis siswa diantara ketiga kelas dengan model
pembelajaran yang berbeda tersebut, selanjutnya
dilakukan uji lanjut Post Hoc Test-LSD untuk
mengetahui seberapa besar perbedaan dari ketiga
model pembelajaran tersebut. Hasil uji Post Hoc
Test- LSD dapat dilihat pada Tabel 4.
Dari Tabel 4 diketahui bahwa nilai signiikansi
dari pengujian antara kelas yang menggunakan
model pembelajaran PBL-SETS dengan model
pembelajaran PBL - Non SETS sebesar 0,034,
nilai signiikansi dari pengujian antara kelas yang
menggunakan model pembelajaran PBL-SETS
dengan model pembelajaran konvensional sebesar
0,000 dan nilai signiikansi dari pengujian antara
kelas yang menggunakan model pembelajaran PBL-

Tabel 2 Gain Score Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
No

Aspek Kemampuan Berpikir Kritis

Gain Score
PBL-SETS

PBL-Non SETS

Konvensional

1

Merumuskan masalah

170

119

86

2

Melakukan induksi

99

88

52

3

Melakukan evaluasi

122

116

87

4

Memberikan argument

70

69

34

5

Mengambil keputusan & menentukan tindakan

100

105

75

Qomariyah, Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir ... 137

Tabel 3. Hasil Uji One Way Anova
ANOVA
Kemampuan Berpikir Kritis
Sum of Squares
Between Groups
748.500
Within Groups
1254.167
Total
2002.667

df
2
105
107

Mean Square
374.250
11.944

F
31.333

Sig.
.000

Tabel 4. Hasil Uji Post Hoc Test-LSD
Multiple Comparisons
LSD
(I) kelas

(J) kelas

Mean
Diference
(I-J)

PBL-Non SETS
1.750*
KONVENSIONAL
6.250*
PBL-SETS
-1.750*
PBL-Non SETS
KONVENSIONAL
4.500*
PBL-SETS
-6.250*
KONVENSIONAL
PBL-Non SETS
-4.500*
*. The mean diference is signiicant at the 0.05 level.
PBL-SETS

Non SETS dengan model pembelajaran konvensional
sebesar 0,000. Selanjutnya hasil uji Post Hoc
Test-LSD dalam Tabel 4 akan dipergunakan untuk
menjawab hipotesis dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisis data tersebut,
didapatkan hasil sebagai berikut. Pertama, terdapat
perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada
mata pelajaran IPS dengan model pembelajaran
PBL Berbasis SETS dan model pembelajaran PBL.
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa hasil uji lanjut
Post Hoc Test-LSD antara kelas yang menggunakan
model pembelajaran PBL-SETS dengan model
pembelajaran PBL-Non SETS memiliki signiikansi
sebesar 0,034 dengan mean diference sebesar 1.750.
Kedua, terdapat perbedaan kemampuan berpikir
kritis siswa pada mata pelajaran IPS dengan model
pembelajaran PBL-SETS dan model pembelajaran
konvensional. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa
hasil uji lanjut Post Hoc Test-LSD antara kelas
yang menggunakan model pembelajaran PBL-SETS
dengan model pembelajaran konvensional memiliki
signiikansi sebesar 0,000 dengan mean diference
sebesar 6.250.
Ketiga, terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS dengan
model pembelajaran PBL-Non SETS dan model
pembelajaran konvensional. Berdasarkan Tabel 4

Std.
Error
.815
.815
.815
.815
.815
.815

Sig.
.034
.000
.034
.000
.000
.000

95% Conidence
Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
.13
3.37
4.63
7.87
-3.37
-.13
2.88
6.12
-7.87
-4.63
-6.12
-2.88

terlihat bahwa hasil uji lanjut Post Hoc Test-LSD
antara kelas yang menggunakan model pembelajaran
PBL dengan model pembelajaran konvensional
memiliki signiikansi sebesar 0,000 dengan mean
diference sebesar 4.500.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
oleh Masfuah (2010) dan Umami (2013) yang
menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
SETS terbukti dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa. Dalam model pembelajaran
PBL-SETS siswa belajar sesuai sintaks PBL
ditambah tahapan dimana siswa diarahkan dan
dibimbing untuk menganalisis keterkaitan dan
hubungan antara unsur SETS yaitu pengetahuan,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Pada tahap
ini siswa diberi kesempatan melalui kerja kelompok
untuk berdiskusi lebih dalam dan menganalisa
keterkaitan dan hubungan antara unsur-unsur SETS
yaitu pengetahuan, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat. Dari masalah yang disajikan dalam
LKS, siswa dituntun untuk menganalisis lebih
dalam keterkaitan antara pengetahuan siswa dengan
penggunaan teknologi tertentu serta pengaruhnya
terhadap lingkungan dan masyarakat. Dalam proses
menganalisa hubungan dan mengaitkan antar elemen
SETS diperlukan pemikiran yang mendalam berupa
identiikasi dan analisis tentang konsep yang sedang

138 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

dipelajari, sehingga selama proses pembelajaran
kemampuan berpikir kritis siswa akan terbentuk
dan meningkat.
Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran
PBL-SETS ini memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan model pembelajaran PBL-Non SETS
yaitu siswa memiliki kemampuan memandang
sesuatu secara terintegrasi dengan memperhatikan
keempat unsur SETS sehingga siswa mempunyai
pemahaman yang mendalam terhadap suatu konsep
(Sutarno, 2007), hal ini terbukti dengan tingginya
nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa
yang menggunakan model pembelajaran PBL-SETS
dibandingkan kelas PBL-Non SETS. Kelebihan
pembelajaran PBL-SETS yang juga sangat menonjol
adalah pembelajaran ini mampu melatih kepekaan
siswa terhadap masalah masalah yang terjadi di
lingkungan mereka, terlihat dengan banyaknya siswa
yang aktif dan mampu menyampaikan masalahmasalah yang terjadi di lingkungan tempat tinggal
mereka terkait dampak interaksi negatif antara
manusia dengan lingkungan pada saat dilakukan
diskusi kelas, selain itu kepekaan siswa terhadap
masalah juga terlihat dari tingginya nilai kemampuan
siswa dalam merumuskan masalah terbukti dengan
peningkatan nilai gain score sebesar 170. Keunggulan
lain dari pelaksanaan model pembelajaran PBLSETS adalah meningkatnya kepedulian siswa
terhadap lingkungan, terlihat dengan meningkatnya
kebersihan kelas dari sebelum pembelajaran, saat
pembelajaran maupun setelah pembelajaran selesai.
Model pembelajaran PBL-Non SETS
dirancang untuk mampu merangsang siswa aktif
dalam pembelajaran, belajar secara mandiri,
mampu mengembangkan kemampuan dalam
mengidentifikasi maalah, merumuskan masalah,
melakukan evaluasi yang berujung pada upaya
pemecahan masalah tertentu. Pembelajaran PBLNon SETS dimulai dengan guru menyodorkan
situasi-situasi bermasalah kepada siswa dan
meminta mereka untuk menganalisanya, kemudian
menentukan sendiri solusinya, dengan demikian
siswa didorong untuk terlibat lebih aktif dalam
pelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir
kritis mereka. Dalam pembelajaran dengan model
PBL-Non SETS, siswa dibentuk dalam kelompokkelompok kecil untuk bekerjasama menyelesaikan
masalah tertentu. Proses diskusi kelompok ini
akan merangsang siswa untuk berinteraksi dengan
anggota kelompok, mereka juga belajar bekerjasama
menyelesaikan masalah dengan saling berdiskusi
antar anggota kelompok, sehingga secara tidak

langsung kemampuan analisis dan kritis siswa akan
terbentuk. Hal ini sesuai dengan pendapat (Totten,
1991) yang menyatakan bahwa keterampilan berpikir
kritis dapat diasah melalui kerjasama. Kerjasama
dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk
terlibat dalam diskusi, bertanggung jawab terhadap
pelajaran, sehingga dengan begitu mereka menjadi
pemikir yang kritis (Gokhale, dalam Masfuah, 2011).
Penguasaan siswa dalam indikator merumuskan
masalah pada kelas yang menggunakan model PBL
-Non SETS memiliki nilai tertinggi dalam pretest,
posttest, maupun pada gain score siswa. Peningkatan
kemampuan yang paling tinggi terdapat pada
kemampuan siswa dalam merumuskan masalah,
terbukti dengan peningkatan nilai gain score sebesar
119. Kemampuan merumuskan masalah mengalami
peningkatan paling tinggi dikarenakan masalah
yang disajikan dalam model pembelajaran PBL
adalah masalah dunia nyata yang terjadi di sekitar
lingkungan siswa, sehingga siswa lebih mudah
dalam memahami masalah tersebut untuk kemudian
menuangkannya dalam suatu rumusan masalah. Hal
ini sesuai dengan pendapat Arends (2008) bahwa
PBL-Non SETS efektif dalam mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan
masalah. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian sebelumnya oleh Tohirin (2014) yang
menyatakan bahwa model PBL dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu hasil
penelitian yang dilakukan Tayyeb (2010) dan Shaer
(2014) juga menunjukkan hasil bahwa pembelajaran
dengan model PBL - Non SETS terbukti dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Secara operasional penerapan model
pembelajaran PBL berbasis SETS dan model
pembelajaran PBL di kelas menggunakan bantuan
Lembar Kerja Siswa (LKS) sedangkan kelas
konvensional tidak menggunakan LKS. LKS model
pembelajaran PBL-SETS dan model pembelajaran
PBL - Non SETS dalam penyajiannya dimulai
dengan penyajian masalah yang kontekstual.
Dari permasalahan kontekstual tersebut, siswa
kemudian merumuskan permasalahan yang disajikan,
siswa kemudian melalukan telaah pustaka dari
beberapa sumber-sumber referensi relevan untuk
mengidentifikasi faktor penyebab kremudian
mengajukan alternatif solusi pemecahan masalah.
Hal ini tentunya dapat memberikan peluang
bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritis siswa secara optimal dalam kegiatan
pembelajaran.
Model pembelajaran konvensional dengan

Qomariyah, Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir ... 139

metode ceramah bervariasi lebih bersifat teacher
centered, dimana guru lebih banyak mendominasi
dalam proses pembelajaran. Siswa mendapatkan
pengetahuan dari guru yang menyampaikan materi,
dan tidak membangun pengetahuan mereka sendiri.
Dalam pembelajaran konvensional, siswa belum
sepenuhnya dapat mengekspresikan pertanyaanpertanyaan kritis, karena mereka hanya tinggal
menerima materi yang disampaikan guru, sehingga
kemampuan berpikir analisis dan kritis mereka
menjadi tidak terlatih. Hal tersebut dapat menghambat
kemampuan berpikir siswa untuk lebih kritis
menanggapi suatu konsep yang sedang dipelajari
yang akan berdampak pada lemahnya kemampuan
siswa dalam memecahkan suatu permasalahan yang
lebih kompleks dan kontekstual.
Tahapan-tahapan pembelajaran dalam model
pembelajaran konvensional masih bersifat umum,
sehingga waktu lebih banyak terpakai untuk
menerangkan materi. Hal ini dapat menyebabkan
proses pembelajaran berlangsung kurang efektif
sehingga kreativitas siswa dalam belajar mandiri
juga kurang terlatih dengan baik. Pengembangan
kreativitas dalam model pembelajaran konvensional
berlangsung pada tahap latihan soal, dimana siswa
diberikan kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
dan menyelesaikan suatu masalah. Dari uraian
tersebut terlihat bahwa model pembelajaran
konvensional kurang memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kritis.
Dalam model pembelajaran konvensional,
peningkatan kemampuan berpikir kritis yang paling
tinggi terdapat pada kemampuan dalam melakukan
evaluasi. Ini dapat terjadi karena model pembelajaran
konvensional siswa tidak disajikan masalah dunia
nyata tetapi setelah guru menyampaikan materi, siswa
diminta membuat kesimpulan atau mengevaluasi
video tentang pencemaran lingkungan, sehingga
dengan proses ini maka kemampuan siswa dalam
melakukan evaluasi meningkat paling tinggi apabila
dibandingkan kemampuan berpikir kritis lainnya.
Pada pembelajaran konvensional dengan
model ceramah bervariasi dan diskusi, siswa
tidak dikondisikan untuk belajar menganalisis
masalah nyata yang dekat dengan kehidupan siswa.
Siswa mendapatkan pengetahuan dari guru yang
menyampaikan materi, dan tidak membangun
pengetahuan mereka sendiri. Dalam pembelajaran
konvensional, siswa belum sepenuhnya dapat
mengekspresikan pertanyaan-pertanyaan kritis,
karena mereka hanya tinggal menerima materi yang

disampaikan guru, sehingga kemampuan berpikir
analisis dan kritis mereka tidak terlatih. Banyak
siswa mempunyai kemampuan hapalan yang baik,
namun sesungguhnya kurang memahami apa yang
telah dipelajari tersebut.
Dalam penelitian ini, peningkatan kemampuan
berpikir kritis pada kelas yang menggunakan
model pembelajaran konvensional paling tinggi
terdapat pada kemampuan dalam melakukan
evaluasi. Ini dapat terjadi karena dalam model
pembelajaran konvensional, tidak disajikan
masalah dunia nyata dan siswa tidak membangun
sendiri pengetahuannya. Dalam pembelajaran
konvensional guru yang menyampaikan materi
dan siswa memperhatikan, kemudian baru bertanya
kalau dirasa mereka belum paham. Setelah selesai
menyampaikan materi kemudian ditayangkan
video tentang kerusakan lingkungan, dan siswa
dalam kelompok diminta membuat kesimpulan
atau mengevaluasi video tersebut, sehingga
dengan proses ini maka kemampuan siswa dalam
melakukan evaluasi meningkat paling tinggi apabila
dibandingkan kemampuan berpikir kritis lainnya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: pertama,
terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa
yang signiikan pada mata pelajaran IPS dengan
menggunakan model pembelajaran PBL berbasis
SETS dan PBL-Non SETS. Rata-rata kemampuan
berpikir kritis siswa pada kelas PBL berbasis SETS
lebih baik dibandingkan kelas PBL-Non SETS,
hal ini terjadi karena perpaduan PBL dengan SETS
memberi siswa kesempatan lebih untuk saling
berdiskusi dan bekerjasa dalam kelompok dalam
menganalisis keterkaitan antara empat unsur SETS
yaitu pengetahuan, lingkungan, teknologi dan
masyarakat, sehingga kemampuan berpikir kritis
mereka lebih berkembang.
Kedua, terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis siswa yang signiikan pada mata
pelajaran IPS dengan menggunakan model
pembelajaran PBL-SETS dan model pembelajaran
konvensional. Rata-rata kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelas PBL-SETS lebih baik dibandingkan
kelas konvensional, hal ini terjadi karena perpaduan
PBL dengan SETS memberi siswa kesempatan lebih
untuk saling berdiskusi dan bekerjasama dalam
kelompok dalam menganalisa keterkaitan antara

140 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

empat unsur SETS yaitu pengetahuan, lingkungan,
teknologi dan masyarakat, sehingga kemampuan
berpikir kritis mereka lebih berkembang, sedangkan
pada kelas konvensional siswa tidak difasilitasi untuk
membangun sendiri pengetahuannya.
Ketiga, terdapat perbedaan kemampuan berpikir
kritis siswa yang signiikan pada mata pelajaran IPS
dengan menggunakan model pembelajaran PBLNon SETS dan model pembelajaran konvensional.
Rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada
kelas PBL-Non SETS lebih baik dibandingkan kelas
konvensional, hal ini terjadi karena permbelajaran
PBL memfasilitasi siswa untuk saling berdiskusi dan
bekerjasama dalam kelompok sehingga kemampuan
berpikir kritis mereka akan terasah lebih baik saat
mereka bekerja dalam kelompok.

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh
dalam penelitian ini, berikut ini diajukan saran
yang dapat dijadikan pertimbangan bagi semua
pihak yang berkepentingan. Guru IPS disarankan
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran PBL-SETS untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam matapelajaran
IPS, dengan demikian disarankan untuk menggunakan
model ini dalam pembelajaran. Meskipun penerapan
model pembelajaran PBL-SETS menunjukkan
hasil yang positif dalam meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa, namun perlu disadari bahwa
tidak semua materi IPS dapat diajarkan dengan
model ini, karena pendekatan SETS hanya mencakup
materi yang terkait dengan interaksi antara teknologi,
manusia dan lingkungan.
Bagi Peneliti selanjutnya perlu memperhatikan
aspek lain dalam pembelajaran selain kemampuan
berpikir kritis siswa, banyak hal lain yang dapat
diamati seperti hasil belajar, kemampuan sosial
siswa, kepedulian siswa terhadap lingkungan. Model
Pembelajaran PBL-SETS ini juga bisa diaplikasikan
dengan menggunakan berbagai macam media
pembelajaran yang mendukung agar lebih variatif
dan hasilnya lebih optimal.

DAFTAR RUJUKAN
Arends, R.I. 2008. Learning To Teach (Belajar Untuk
Mengajar) Edisi ketujuh Buku Satu. Penerjemah
Helly Prajitno Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Arends, R.I. 2012. Learning To Teach, Ninth Edition.
New York: Mcgraw-Hill.
Barrows, H.S. 2006. Goal and Strategies of a PBL

Facilitator. The Interdisciplinary Journal of
Problem Based Learning. (Online). http://does.
lib.purdue.edu/cgi/viewcontent.cgi?.article=1004,
diakses tanggal 28 Oktober 2014.
Binadja, A., Wardani, S, & Nugroho, S. 2008. Keberkesanan
Pembelajaran Kimia Materi Ikatan Kimia Bervisi
SETS pada Hasil Belajar Siswa. Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia. 2(2): 256-262.
Binadja, A. 2002. Program Studi Pendidikan IPA,
Pemikiran dalam SETS. Buku tidak diterbitkan.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Elder, L & Paul, R. 2006. The Miniature Guide to Critical
Thinking Concept and Tools, Fourth Edition.
Foundation for Critical Thinking. (Online), (www.
criticalthinking.org), diakses 19 November 2014.
Elder, L. & Paul, R. 2008. Critical Thinking Development:
A Stage Theory With Implications for Instruction.
(Online), (http://www.criticalthinking.org/, diakses
10 November 2014.
Ennis, R.H. 1993. Critical Thinking Assessment. Theory
Into Practice. (Online) Volume 32, Number
3, Summer 1993. http://www.clemson/edu/.../
criticalthinking, diakses 10 November 2014.
Ennis, R.H. 1996. A Taxonomy of Critical Thinking
Dispositions and Abilities. dalam Barton, J.B,
dan Strenberg, R.J. (Eds). Teaching Thinking
Skills: Theory and Practice: 9-26. New York:
W.H. Freeman.
Fadel, T. 2009. 21st Century Skills: Learning For Life
In Our Times. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
(Online), (http://www.21stcenturyskills book.com/
index.php), diakses 10 Desember 2012.
Hung, W. 2008. Problem Based Learning. (Online). http://
www.aect.org/.../ER5849x_C038.fm.pdf, diakses
11 November 2014.
Masek, Alias. 2011. The Efect of Problem Based Learning
on Critical Thinking Ability: A Theoretical and
Empirical Review. International Review of Social
Sciences and Humanities, 2(1): 215-221. www.
irssh.com
Masfuah, S. 2010. Pembelajaran Kebencanaan Alam
Dengan Model Bertukar Pasangan Bervisi SETS
Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,
(Online), 7 (2011): 115-120, (http://journal.unnes.
ac.id), diakses 13 Oktober 2014.
Muspita, Z. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran
Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berikir
Kritis, Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPS
Siswa Kelas VII SMP N I Aikmel”. e-Journal
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar, 3 (1).
(Online), (http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/

Qomariyah, Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir ... 141

index), diakses 11 Agustus 2014.
Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem
Based Learning itu Perlu. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Savery, J.R. 2006. Overview of Problem Based Learning:
Deinitions and Distinctions. The Interdiciplinary
Journal of Problem Based Learning. (Online). 1
(Spring): 9-18.
Shaer, A. 2014. Impact of Problem-Based Learning
on Students`Critical Thinking Dispositions,
Knowledge Acquisition and Retention. Journal Of
Education and Practice. ISSN 2222-282x. (Online).
2(14) 2014. http://www.smj.org.sa/pdiles, diakses
10 November 2014.
Sugiono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geograi.
Malang: Aditya Media Publishing.
Sutarno, N. 2007. Materi dan Pembelajaran IPA SD.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Tan, O.S. 2003. Problem Based Learning Innovasion:
Using Problem to Power Learning in 21st Century.
Singapore: Thomson Learning.
Tan, O.S. 2004. Thinking about Thinking: Relective
Practice and Self Regulation, Walking the Talk
Through PBL in Teacher Education. Singapore:

Thomson Learning.
Tayyeb, R. 2010. Efectiveness of Problem Based Learning
as an Instructional Tool for Acquisition of Content
Knowledge and Promotion of Critical Thinking
Among Medical Students. Journal of the College
of Physicians and Surgeon Pakistan. (Online) Vol
23(1):42-46. www.jcpsp.pk/archive/2013/.../10,
diakses 11 November 2014.
Tohirin. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah dengan Pendekatan Inkuiry untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
hasil belajar (Studi pada siswa kelas VIII A SMPN
14 Mataram). Tesis tidak diterbitkan. Malang:
Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Umami, R & Jatmiko, B. 2013. Penerapan Model
Pembelajaran Inkuiri Dengan Pendekatan
SETS (Science, Environment, Technology And
Society) Pada Pokok Bahasan Fluida Statis Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Kelas XI SMA Negeri 1 Gedangan. Jurnal Inovasi
Pendidikan Fisika,2(03).
Utomo, P. 2012. “Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan
SETS”. (Online), (http://ilmuwanmuda.wordpress.
com/pembelajaran-fisika-dengan-pendekatansets/), diakses 3 Mei 2014.

Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian tindakan kelas di Kelas IV-1 SD Dharma Karya UT

1 4 173

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA SISWA SMA.

0 2 24

PERBEDAAN PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DAN SARANA BELAJAR TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Perbedaan Penerapan Problem Based Learning Dan Sarana Belajar Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Ekonomi Kelas VIII Di S

0 3 15

PERBEDAAN PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DAN SARANA BELAJAR TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Perbedaan Penerapan Problem Based Learning Dan Sarana Belajar Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Ekonomi Kelas VIII Di S

0 4 18

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWAPADA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN.

0 0 29

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA PEMBELAJARAN AKUNTANSI DI SMK NEGERI 1 KARANGANYAR.

0 0 20

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PROBLEM SOLVING SISWA MAN 1 YOGYAKARTA.

0 0 1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA.

0 0 18

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING PB

0 1 1

Problem Based Learning (PBL) Dengan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa

0 2 45