Pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PEMAHAMAN IBU MENGENAI TEMPER TANTRUM ANAK

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Disusun oleh:
Albertin Melati Widyaninta
119114040

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017

i


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKRIPSI

PEN,TAHAMAN IBU MENGENAI TEN'IPER TANTRUM ANAK

Disusun oleh:

Albertin Melati Widyaninta
1r9114040

Telah Disetuiui Oleh:

Dosen Pembirnbing.

l(
^

'^t


ip

A,trWtv'

l--rlt

u

Ratri Sunar Astuti. M.Si.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKRIPSI

PEMAHAMAN IBU MENGEI\AI TEMPI,R TANTRUM AI\AK

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Albertin Melati Widyaninta


NIM: 119114040

Telah dipertanggrurgjawabkan di depan Panitia Penguli
Pada tanggal 14 Mmet 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

Nama lengkap

Penguji

I

Ratri Sunar Astuti, M. Si.

Penguji

II

M. L. Anantasari, M. Si.


Pengujitrl

P. Eddy Suhartanto. S. Psi.,

M

Si

Yoryakart4 ...........

1117
I
CU I

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

'p\" g

c


ur,FW*
\

*""?hi'iis
z

Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si.

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN MOTTO

“Segala perkara dapat kutanggung
di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku.”
Filipi 4:13

“Birds don’t just fly, they fall down and get up.

Nobody learns without getting it wrong.”

Try Everything, ost. Zootopia

“It’s time to see what I can do
To test the limits and break through.”

Let It Go, ost. Disney Frozen

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Demikian, usaha yang kutempuh melampaui batasku kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus Kristus,
yang selalu hadir dalam rupa percikan api semangat dalam titik terendahku.


Ibu Nien,
yang segala perhatiannya dicurahkan padaku.

Bapak Budi,
yang segala kepunyaanya disediakan bagiku.

Adik Eno,
yang tingkah ajaibnya selalu bisa jadi pelarian atas jenuhku.

Aditya,
yang mengajari untuk setia dalam perjuanganku.

Semua sahabat, rekan yang terlibat,
yang bahkan kehadirannya tidak kuduga namun Tuhan hadiahkan padaku.

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA


Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya

tulis ini

tidak memuat karya atau bagian dari karya milik orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,

13 fubruori

aotT

Penulis,

W?$s
(Albertin Melati Widyaninta)

V1


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTHER’S UNDESTANDING TO INFANT’S TEMPER TANTRUM
Albertin Melati Widyaninta

ABSTRACT

This research aimed to explore mother’s understanding to child behavior while
expressing temper tantrum. The design of this research is qualitative in
interpretative phenomenological analysis method which applied to data obtained
on semi-structured interview and observation. This research was conducted on
three mothers who have a daughter or son aged 18 months to 3 years old and
indicated with temper tantrum symptomps. The result showed that mother’s
understanding about child temper tantrum vary based to educational degree and
living place area. Variation of mother’s understanding about child temper tantrum
implicated to variation of mother’s attitude to child temper tantrum. Furthermore,
mother’s attitude to child temper tantrum implicated to mother’s responses to child
temper tantrum and mother’s strategies to cope child temper tantrum.


Keywords: mother, understanding, attitude, strategy, temper tantrum

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PEMAHAMAN IBU MENGENAI TEMPER TANTRUM ANAK
Albertin Melati Widyaninta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggali pemahaman ibu mengenai perilaku temper
tantrum anak. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologis
yang diterapkan pada data yang diperoleh melalui metode wawancara semi
terstruktur dan observasi. Informan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah tiga
orang ibu yang memiliki anak dalam rentang usia 18 bulan hingga 3 tahun dengan
indikasi temper tantrum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman ibu
mengenai perilaku temper tantrum anak memiliki variasi sesuai dengan tingkat
pendidikan dan lokasi tempat tinggal. Ragam pemahaman ibu mengenai temper
tantrum mempengaruhi variasi sikap ibu terhadap temper tantrum. Selanjutnya,

sikap ibu terhadap temper tantrum mempengaruhi cara ibu merespon dan memilih
strategi untuk menanggulangi temper tantrum.

Kata kunci: ibu, pemahaman, sikap, strategi, temper tantrum

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Albertin Melati Widyaninta

NIM

: 119114040

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PEMAHAMAN IBU
MENGENAI TEMPER TANTRUN{ ANAK

Besefia perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk rnenf itnpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di intemet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta
Pada

tanggal. 14 Junt 'rOll
Yang menyatakan

ruO i
'dr{P " o }',

aa)L\$
(/ \-/

(Albertin Melati Widvaninta)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Tuhan
Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan yang tiada berkesudahan sehingga
penelitian

dengan

judul

PEMAHAMAN

IBU

MENGENAI

TEMPER

TANTRUM ANAK ini telah selesai. Penelitian ini disusun sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar Strata Satu (S1) Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Selama proses penyusunan, peneliti telah didukung oleh beberapa pihak.
Oleh karena rasa syukur ini, peneliti hendak mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus. Terima kasih rasanya tidak cukup untuk mewakili
betapa diriku bersyukur memiliki Tuhan selembut sekaligus sekuat Engkau
yang penyertaan-Nya sungguh terasa dalam setiap proses penyelesaian
penelitian ini.
2. Ibu Nien Haryanti, ibuku yang selalu percaya bahwa aku bisa melampaui
segala yang sedang kuhadapi. Makasih ya, bu. Kepercayaan ibu buat Ela lah
yang membuat Ela percaya diri buat ngerjain skripsi ini. Makasih, Ela udah
ibu whatsapp terus, nanyain keadaan Ela.
3. Bapak Budi Widyatmoko, ayahku yang sudah mengupayakan untuk selalu
memenuhi kebutuhanku. Makasih ya, pak. Ela selalu bisa bersandar pada
bapak dan punya keyakinan bahwa Ela gak akan jatuh.
4. Adik Eno Widyananda, semoga skripsi mbak bisa jadi tambahan pengetahuan
buat adek. Besok kuliahnya gak usah kelamaan kayak mbak.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si. selaku pembimbing skripsi selama 5 semester.
Terima kasih, ibu, atas pendampingan dan kesabaran ibu dalam pengerjaan
skripsi ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu yang banyak untuk
membantu skripsiku ya, bu.
6. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. Selaku Dekan Fakultas Psikologi yang
telah memimpin Fakultas Psikologi ini dengan tangguh dan bijaksana.
7. Kedua dosen penguji Ibu M. L. Anantasari, M. Si. Dan Ibu Diana Permata
Sari, M. Sc. Yang telah membantu proses penyempurnakan skripsi saya.
8. Bapak Prof. Augustus Supratiknya, Ph. D. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah berkontribusi pada perkuliahan saya.
9. Segenap dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas passion ibu
dan bapak sekalian dalam mentransfer ilmu yang memberi saya kesempatan
untuk mengembangkan ilmu Psikologi dan bersama dengan para karyawan
yang suasana kekeluargaannya membuat saya sangat kerasan di fakultas ini.
10. Aditya Dewantoro, pacar yang tingkah lakunya menjengkelkan tapi selalu
mengusahakan semua yang baik buat perkembanganku menjadi pribadi yang
semakin dan semakin baik. Makasih ya, ndut. Aku yakin 100% nggak ada satu
orangpun yang sespesial (baca: seaneh, seunik, seajaib, dan senyeleneh)
kamu!
11. Saktya Pratita dan Anoy Widya Sasmita, dua orang lelaki tangguh dan
kompeten di Psikologi. Matur nuwun sanget, berkat kepercayaan kalian
padaku (Saktya di BEMF Psi 13-14 dan Anoy di AKSI 2015), aku bisa
berkembang, melampaui diriku, yang semula nggak mampu untuk sekedar

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berani tampil di depan orang banyak menjadi orang yang akhirnya
dipercayakan untuk memimpin orang banyak. Salim, Sak, Noy.
12. Ghea Kuncahyani, Stella Vania, Agnes Wijaya, Retha Sekar Lelyana,
Dianasia Tyas, Mira Toby, Bincik Primaturini, Bene Pasaribu, Rere Siniwi,
Martha Sihombing, Bella Indyaningtyas, Angga Kurnianto, sebagai sahabatsahabat yang memberikan kenyamanan dalam kegelisahan dan penguatan
dalam kebimbangan. Aku bersyukur karena Tuhan telah menghadiahkan
kalian dalam hidupku. Peluk satu-satu!
13. Seksi Publikasi dan Dekorasi Psychofest 2011: Mas Plentong, Mbak Astrid,
Agnes, Ateng, Anton. Berkat mas Plentong selaku koordinator seksi yang
telah memilih aku jadi anggota, aku jadi kecebur di populasi cah kepanitiaan
Psi dan menemukanku pada tambatan hatiku.
14. Konseptor dan Tutor AKSI 2012: Mas Hanif, Mas Kribo, Mbak Valen, Mbak
Sondra, Mbak Tari, Saktya, Ateng, Mas Wawan, Mas Erga, Mbak Vita, Tyas,
Bene, Bella, Rere, Agnes, Pika, Anita. Berkat dinamika bersama kalian
bertujuh belas, aku jadi punya banyak soft skill baru yang menyadarkanku
bahwa skill yang aku punya belumlah ada apa-apanya.
15. Panitia Inti BEMF 2013-2014: Saktya, Ani, Bella, Patrice, Fani. Berkat
Saktya, aku jadi makin kecebur di populasi cah kepanitiaan fakultas, aku
diajari banyak banget skill yang bikin aku mampu bertindak dalam lingkungan
sosial. Makasih banget, mumet-mumet-nya kita berenam membekas di hati dan
pelajarannya bisa kubawa sampai mati.

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16. Panitia AKSI 2015: Anoy, Elis, Vico. Anoy yang celelekan tapi berhati-hati,
Elis yang skillful pada jobdesc dan keluguannya mencairkan suasana, dan
Vico yang jahil tapi galak. Kita berempat adalah komposisi anggota divisi
yang paling pas dan saling menunjang penyelesaian pekerjaan dan
kekompakan. Aku kangen nge-ArtJog bareng lho!
17. Saudari-saudari KKN: Yasmine, Muti, Ayuk, Irene. Kehadiran kalian dalam
hari-hariku selama satu bulan di Gupit mengajarkanku cara mencintai sesama
dengan menerima apa adanya. Pendadaranku mbok do teko to!
18. Keluarga Psikologi 2011, semuanya, tak terkecuali, status apapun yang
sekarang kalian sandang. Terima kasih bahwa keragaman kalian menciptakan
dinamika yang unik, membuat nyaman, dan menujang perkembanganku di
fakultas kita tersayang. Terima kasih telah menjadi bagian yang akan selalu
kurindukan ketika pulang ke Jogja.
19. Ketiga informan yang telah menyediakan diri untuk berbagi pengalaman yang
sangat bernilai untuk penelitianku. Terima kasih banyak, semoga senantiasa
menjadi ibu yang tangguh dan skillful dalam menunjang perkembangan anakanak.
20. ChaCha Milk Tea, Hero Coffee, dan Peacock Coffee. Terima kasih telah
menjadi tempat yang nyaman untuk ber-progress hingga aku menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Menjadi tempat yang membuatku melampaui diri, dari
yang semula jam 22.00 sudah mengantuk sampai jadi tahan memandang
laptop hingga subuh. Aku rekomendasikan ketiga tempat ini buat para pejuang
skripsi selanjutnya!

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN ………………………………………………..………1
A. Latar Belakang ………………………………………………………..…1
B. Rumusan Masalah …………………………………………....………….8
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………...8
D. Manfaat Penelitian ...…………………………………………………….8
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….10
A. Temper Tantrum ……………………………………………………….10
1. Definisi temper tantrum ……………………………………………10
2. Usia kemunculan temper tantrum ....…………………………...……10
3. Perilaku yang menyertai temper tantrum ………………………......11
4. Faktor-faktor penyebab kemunculan temper tantrum ……………….12
5.

Klasifikasi temper tantrum yang normal dan abnormal................... 15

B. Strategi Menanggulangi Temper Tantrum ………..….............................16
C. Perkembangan Anak ...………………………………………..…………19
1. Perkembangan fisik dan motorik …………………………………....19
2. Perkembangan kognitif dan bahasa …………………………..……...20
3. Perkembangan sosial …………………………………………….…..23
4. Perkembangan emosi ……………………………………………..…25
5. Perkembangan agresi ..........................................................................30
D. Pemahaman Ibu

………………………………………………………..31

1. Memahami …………………………………………………………..31

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman ibu ...................... 35
3. Pentingnya memahami temper tantrum anak ………………………..36
E. Pertanyaan Penelitian ……………………………….…………………...37
1. Fokus penelitian……………………………………………...…….. 37
2. Pertanyaan pendukung ………………………………………………37
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………39
A. Jenis Penelitian ……………………………………………………….…39
B. Fokus Penelitian ……………………………………………..………….40
C. Batasan Istilah …………………………………………………………...40
D. Partisipan Penelitian ……………………………………………...……...42
E. Metode Pengumpulan Data ……………………………………………...43
F. Panduan Wawancara ………………………………………..…………...46
G. Proses Pengumpulan Data ……………………………………………….47
H. Metode Analisis Data …………………………………………….……...48
I. Krediilitas Penelitian …………………………………………………….50
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………….…52
A. Pelaksanaan Penelitian ……………………………….………………….52
B. Gambaran Informan ……………………………………….…………….55
1. Informan 1 …………………………………………………………...55
2. Informan 2 …………………………………………………………...56
3. Informan 3 …………………………………………………………...57
C. Hasil Penelitian: Deskripsi Tema Umum ………………………………..57
1. Dinamika praktik pengasuhan ibu terhadap anak ……….………….58

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak ……………………61
3. Pengaruh temper tantrum anak terhadap ibu ………………………...66
4. Strategi menanggulangi temper tantrum …………………………… 71
D. Pembahasan ……………………………………………………………...74
1. Informan 1 ……………………………………………………….… 75
a. Dinamika praktik pengasuhan ibu terhadap anak …………..…...75
b. Pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak …………....…..76
c. Pengaruh temper tantrum anak terhadap ibu …………….……....78
d. Strategi menanggulangi temper tantrum …………………...……79
2. Informan 2 …………………………………………………………...80
a. Dinamika praktik pengasuhan ibu terhadap anak …………..…...80
b. Pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak ………………..81
c. Pengaruh temper tantrum anak terhadap ibu ……………………83
d. Strategi menanggulangi temper tantrum ………………………...84
3. Informan 3 …………………………………………………………...85
a. Dinamika praktik pengasuhan ibu terhadap anak …………….....85
b. Pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak …………….… 87
c. Pengaruh temper tantrum anak terhadap ibu …………………….89
d. Strategi menanggulangi temper tantrum ……………………...…90
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………..95
A. Kesimpulan …………………………………………………..………….95
B. Keterbatasan Penelitian ………………………………………………… 96
C. Saran ………………………………………………………….………….96

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Panduan Wawancara …………………………………………………...46
Tabel 2. Data Demografi Informan

….…………………………………….....52

Tabel 3. Proses Pengumpulan Data Informan 1 …………………………………53
Tabel 4. Proses Pengumpulan Data Informan 2 …………………………………53
Tabel 5. Proses Pengumpulan Data Informan 3 …………………………………53
Tabel 6. Pemahaman Ibu Mengenai Temper Tantrum Anak ……………………91

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Skema 1. Pola Pengaruh Pemahaman Ibu Mengenai Temper Tantrum …………75

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Informed Consent Informan 1 ………………………………………………….104
Biodata Informan 1 ...………………………………………………………

105

Informed Consent Informan 2 ………………………………………………….106
Biodata Informan 2

………………………………………………………… 107

Informed Consent Informan 3 ………………………………………………

108

Biodata Informan 3

109

.………………………………………………………

Tabel Analisis Isi Informan 1 ..…………………………………………………110
Tabel Analisis Isi Informan 2 …………………………………………………124
Tabel Analisis Isi Informan 3 …………………………………………………..157

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa awal anak-anak adalah fase perkembangan dengan perubahan
yang cukup menonjol. Masa ini merupakan tingkat perkembangan saat anakanak menghadapi dunia sosial yang lebih luas (Santrock, 2002). Anak-anak
mulai keluar dari lingkup keluarga menuju lingkungan teman sebaya dan
memasuki lingkungan sekolah. Pada masa ini, anak-anak sudah mulai
memiliki pemahaman yang lebih kompleks mengenai lingkungan sosialnya
(Bukatko, 2008). Mereka sudah menyadari dan mampu mengekspresikan
keinginannya, namun mereka juga memahami bahwa lingkungan memiliki
aturan-aturan yang harus dipatuhi, yang seringkali menghalanginya untuk
mencapai keinginan-keinginannya.
Anak-anak yang telah memahami hal-hal semacam ini kemudian
mengalami konflik antara otonomi yang dimiliki dan rasa malu dan ragu-ragu
yang ditimbulkan (Erikson dalam Santrock, 2007). Anak mengalami
kebingungan akibat konflik tersebut. Ketika anak-anak dihadapkan pada
situasi yang membingungkan, maka mereka akan mengalami frustrasi
sehingga menunjukkan reaksi-reaksi tertentu (Gunarsa, 1987). Tidak jarang,
reaksi-reaksi tersebut merupakan perilaku yang mengganggu dan merusak.
Perilaku tersebut di antaranya menangis dan marah (Gunarsa, 1987), dan
mengucapkan kata-kata kasar (Sarumpaet, 1978). Seorang ibu bercerita bahwa

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2

anak laki-lakinya kerap melemparkan semua baju ke lantai setiap kali ia
pulang sekolah, tuturnya dalam tabloid Femina (no. 10/7-13Mar15 pada rubrik
Anda dan Keluarga).
Meggitt (2013) menyebut ledakan emosi frustrasi dan amarah yang
tidak terkontrol, seperti berteriak, menangis, menolak bekerja sama, marah
(dapat diekspresikan di antaranya dengan menendang, memukul, berteriak)
sebagai tantrum. Meggitt (2013) menyatakan bahwa temper tantrum muncul
sebagai akibat dari konflik antara hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Dengan pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa frustrasi yang
dialami anak pada situasi yang membingungkan baginya akan dapat memicu
timbulnya tantrum.
Temper tantrum memberikan dampak kepada ibu. Sebagian besar ibu
melaporkan bahwa pada masa ini, mereka mulai merasa jengkel dan
kewalahan ketika berhadapan dengan anaknya. Seperti yang diungkapkan oleh
Astrika dalam tabloid Ayah Bunda (no. 13/ 23Jun-6Jul14), dalam rentang usia
dua hingga tiga tahun, anaknya terlihat sering menangis, marah, menjerit,
menendang-nendang, mengamuk, dan pandai berargumentasi. Berdasarkan
perilaku tersebut, Astrika menyebut anaknya sebagai monster cilik.
Hal senada juga diungkapkan oleh seorang ibu dengan 3 orang anak.
Dalam tabloid Familia (ed. 13/Nov04), ia mengeluhkan bahwa anak keduanya
berani melawan orang tua, mengganggu adiknya, dan kerap bertengkar dengan
kakaknya. Ibu merasa sangat jengkel sehingga berteriak dianggap menjadi
cara yang dianggap efektif untuk menekan kenakalan anak keduanya. Hingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3

usia tujuh tahun, ibu melabel anaknya sebagai trouble maker (atau peneliti
menerjemahkannya sebagai si biang kerok).
Meski melalui kedua fenomena di atas disebutkan bahwa temper
tantrum menyusahkan ibu, sebuah sumber menyebutkan bahwa kemunculan
temper tantrum merupakan perilaku yang biasa muncul dalam masa
perkembangan anak, khususnya pada rentang usia 18 hingga 60 bulan (Potegal
& Davidson (dalam Belden, Thomson, & Luby, 2008)). Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal, misalnya karena anak belum cukup mampu
mengkomunikasikan keinginannya dengan jelas (Kopp dalam Bukatko, 2008)
atau karena kematangan fisiologis, yakni bagian frontal pada otak yang
mengontrol gairah (excitation) dan penghambat (inhibition) sedang dalam
proses pematangan (Fox & Schore dalam Bukatko, 2008) yang menyebabkan
letupan keinginan dan kemampuan anak untuk mengontrol keinginannya
seringkali berkonflik.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat adanya kesenjangan antara
pemahaman para ibu dengan uraian para pakar mengenai temper tantrum yang
muncul pada anak. Kemunculan tantrum seringkali menimbulkan rasa jengkel
bagi ibu, bahkan rasa malu bila terlihat oleh orang lain (Azar, Reitz, & Goslin,
2008) sehingga sebagian ibu melabel anaknya sebagai anak yang nakal.
Padahal, pemberian label semacam itu dapat berdampak buruk bagi anak.
Dampak buruk labelling yang mungkin terjadi, salah satunya adalah
terganggunya proses perkembangan anak pada tahapan selanjutnya seperti
disebutkan pada Santrock (2002), yakni tekun versus rendah diri (industry

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4

versus inferiority). Santrock (2002) menyebut bahwa orang tua yang

memberikan label “kacau” atau “berantakan” pada hasil karya anaknya, dapat
mendorong perkembangan rasa rendah diri pada anak-anak.
Menjadi ibu berarti mengambil tanggung jawab untuk mengasuh dan
mendidik anak. Hal ini didukung oleh Kartono (1992) bahwa ibu harus
melibatkan diri dalam menjamin kesejahteraan psikologis anaknya dalam
mendampingi anak beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Dalam kasus
temper tantrum, tanggung jawab tersebut dapat diwujudkan dalam sikap ibu
saat menangani perilaku negatif yang muncul. Penanganan atau sikap yang
sesuai hanya dapat dicapai apabila ibu memiliki pemahaman yang benar
mengenai kondisi anaknya, khususnya mengenai perilaku temper tantrum
yang diekspresikan anaknya.
Pernyataan ini didasarkan oleh pernyataan

Anderson

(dalam

Supratiknya, 2012) yang menyebut bahwa dalam definisi „memahami‟
terdapat kemampuan untuk membedakan atau mengklasifikasi dan membuat
perkiraan. Berdasarkan pernyataan ini, dapat disimpulkan bahwa ketika ibu
memahami bahwa perilaku mengganggu dan merusak yang diekspresikan
anaknya adalah temper tantrum, maka ibu akan mengambil sikap yang tepat.
Sebaliknya, bila ibu tidak memahami bahwa perilaku-perilaku tersebut adalah
temper tantrum, melainkan perilaku nakal, maka ibu akan menyikapi dengan
salah dan berdampak buruk bagi anaknya.
Berikut adalah sikap yang benar dalam menangani temper tantrum.
Pada tabloid Ayah Bunda (no. 26/29Des14-11Jan15), Erweniati, seorang ibu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5

berbagi cerita bahwa anak perempuannya yang berusia 2 tahun menunjukkan
perilaku berguling-guling di lantai untuk meminta dibelikan sebuah mainan di
suatu pusat perbelanjaan. Karena sudah paham bahwa anaknya sedang
mengekspresikan temper tantrum, maka ia menggendong anaknya ke luar toko
dan membiarkan temper tantrumnya selesai. Setelah itu, ia dan anaknya
berbicara dengan baik-baik dan mengajaknya pulang.
Sementara itu, berikut adalah sikap yang salah dalam menangani
tantrum. American Academy of Pediatrics (dalam Daniels, Mandleco, &
Luthy, 2012) memberi contoh mengenai anak yang mengekspresikan temper
tantrum karena menolak perintah ibu untuk tidur. Ibu mungkin menyikapi
temper tantrum anaknya dengan membolehkan anaknya terjaga hingga larut
malam. Namun, ibu mungkin tidak sadar bahwa sikapnya ini justru
memberikan penguatan (reinforcement) pada perilaku tantrum anaknya. Anak
pun mempelajari bahwa perilaku temper tantrum dapat digunakan untuk
memperoleh keinginannya.
Berdasarkan dua contoh di atas, tampak bahwa penanganan ibu
mengenai perilaku tantrum anaknya masih bervariasi. Purnomo (1990)
menyatakan bahwa keyakinan seseorang mengenai suatu situasi dapat menjadi
dasar seseorang untuk memilih respon dalam bertindak. Maka dapat dikatakan
bahwa perbedaan pemahaman ibu mengenai perilaku temper tantrum anaknya
juga akan cenderung menampilkan variasi pada penanganan ibu terhadap
perilaku tantrum anaknya. Gunarsa (1987) juga berpendapat bahwa tantrum
dapat diatasi apabila ibu memiliki pemahaman yang cukup mengenai tingkat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6

perkembangan dan kemampuan yang dimiliki oleh anaknya. Hal inilah yang
menjadi latar belakang bahwa pemahaman ibu mengenai temper tantrum perlu
diteliti lagi. Maka akan lebih baik apabila ibu memiliki pemahaman yang lebih
baik dalam melihat perbedaan antara perilaku tantrum dan perilaku
mengganggu dan merusak lainnya, atau sering disebut sebagai perilaku nakal.
Encyclopedia of Child Behavior and Development (2001) menjelaskan

tantrum sebagai: 1). Perilaku yang merusak dan tidak diinginkan sebagai
respon atas luapan emosi yang disebabkan oleh keinginan yang tidak
dipenuhi, 2). Ketidakmampuan untuk mengontrol emosi yang disebabkan oleh
frustrasi atau kesulitan untuk mengekspresikan keinginan tertentu. Menurut
sumber yang sama, kondisi seperti ini umum ditemui pada anak dalam rentang
usia 18 bulan hingga 4 tahun. Dengan demikian, perilaku tantrum perlu
dipahami sebagai ekspresi ketidaknyamanan dan frustrasi atas konflik yang
dialami oleh anak.
Menurut Gunarsa (1987), suatu perilaku dapat disebut nakal apabila
perilaku tersebut menimbulkan masalah bagi diri sendiri atau orang lain, dan
melanggar nilai-nilai moral maupun sosial. Sebagai contoh, anak yang nakal
akan menunjukkan perilaku seperti berbohong, memecahkan kaca jendela,
mengganggu adik, dan mencuri barang milik orang lain (Gunarsa, 1987).
Mengaitkan tantrum dengan kenakalan, sebuah artikel menyebutkan
bahwa temper tantrum lebih tepat dimaknai sebagai ketidakmampuan anak
untuk mengontrol perilakunya daripada dimaknai sebagai perilaku nakal
(Montgomery, 1987). Sumber lain menyebutkan bahwa perilaku tantrum dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7

menjadi indikasi anak yang merasa tidak bahagia dan tidak nyaman, daripada
anak yang nakal (McCaskill, 1941). Dengan demikian, melabel perilaku
tantrum dengan kata „nakal‟ merupakan hal yang tidak tepat.
Pemahaman mengenai temper tantrum anaknya merupakan kemampuan
yang penting dikuasai oleh ibu dalam pengalamannya mengasuh anak. Paham
berarti memahami makna, membedakan hal yang benar dan yang salah, serta
membuat perkiraan atau strategi tertentu (Anderson dalam Supratiknya, 2012).
Menurut Irmansyah (dalam Nurrachman dan Bachtiar, 2011), memahami
adalah modal utama untuk membangun suatu hubungan yang positif dan
saling membahagiakan. Bila melihat implikasinya, pengetahuan ibu dapat
menstimulasi perkembangan fisik, kognitif, dan emosional anak (Balson,
1993), sebaliknya kegagalan ibu dalam mengidentifikasi maksud anak akan
membuat ibu mengembangkan perasaan tidak mampu memahami dan
menolong anak mereka (Balson, 1993), dan membuat anak mengembangkan
rasa rendah diri (Sarumpaet, 1978; Purnomo, 1990; Santrock, 2002).
Penelitian ini bertujuan untuk menggali pemahaman ibu mengenai
perilaku temper tantrum anaknya. Untuk mecapai tujuan tersebut, peneliti
bekerja sama dengan para partisipan penelitian, yakni 3 orang ibu yang
berdinamika dengan anak dengan indikasi temper tantrum dalam rentang usia
18 bulan hingga 3 tahun.
Untuk memperoleh informasi pemahaman mengenai temper tantrum
yang bervariasi, masing-masing partisipan penelitian berasal dari latar
belakang pendidikan dan ekonomi yang berbeda-beda. Penentuan variasi latar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8

belakang tersebut didasari oleh Azwar (2005) mengenai sikap, bahwa
pembentuk sikap setidaknya dipengaruhi oleh pengalaman langsung,
pendidikan, dan paparan terhadap media massa.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pemahaman ibu mengenai perilaku tantrum anaknya?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menggali pemahaman ibu mengenai perilaku
temper tantrum anaknya.

D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini menambah kelengkapan kajian mengenai
temper tantrum dalam bidang Psikologi Perkembangan, khususnya dalam
rangka memahami tahapan perkembangan (milestone) anak. Hingga saat ini,
topik temper tantrum banyak dikaji dalam bidang pengasuhan (Nursing)
khususnya dalam strategi penanggulangan perilaku temper tantrum.
Secara praktis, penelitian ini lebih banyak ditujukan untuk para ibu.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan pemahaman
mengenai temper tantrum, yakni membantu ibu mengenali berbagai perilaku
yang diekspresikan anak pada temper tantrum, berbagai kondisi dan faktor
penyebab kemunculan temper tantrum, gambaran dampak yang mungkin
dapat dirasakan ibu akibat temper tantrum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9

Peneliti berharap melalui penelitian ini, para ibu dapat menerapkan
praktik pengasuhan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi psikologis anaknya.
Dengan menerapkan praktik pengasuhan yang sesuai, ibu dapat mejalankan
perannya sebagai penunjang perkembangan anak agar sesuai dengan tahapan
perkembangannya dan kesejahteraan psikologis akhirnya tercapai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Temper Tantrum
1. Definisi temper tantrum
Temper tantrum dapat dikenali dari berbagai istilah, seperti
„amukan‟, „mengamuk‟, dan „mengambek‟ (Meggitt, 2013; Suririnah,
2010). Temper tantrum didefinisikan sebagai semprotan emosi frustrasi
dan amarah yang ekstrem dan tidak terkontrol pada anak-anak kecil yang
tampak dari perilaku-perilaku tidak menyenangkan dan tidak sesuai
dengan situasi, seperti menangis, berteriak, dan menyakiti diri sendiri
(Daniels et al., 2012; Meggit, 2013; McCurdy dalam Daniels et al., 2012).

2. Usia kemunculan temper tantrum
Kemunculan temper tantrum dapat dilihat pada usia 1 hingga 4
tahun (Harrington, 2009). Hasil penelitian oleh Sullivan & Lewis (2012),
menunjukkan bahwa temper tantrum mulai muncul pada anak sekitar usia
12 bulan.
Temper tantrum juga dapat diidentifikasi pada usia yang lebih
besar, yakni mulai usia 16 hingga 36 bulan (Suririnah, 2010), pada rentang
usia

18

bulan

hingga

4

tahun

(Koulenti

&

Anastassiou-

Hadjicharalambous, 2011), dan melewati usia 18 bulan (Hockenberry et al.

10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11

dalam Dinantia, Indriati, dan Nauli, 2014). Bahkan, Meggitt (2013)
menyebutkan bahwa tantrum biasanya terjadi pada anak usia 2 tahun.
Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku temper
tantrum muncul pada rentang usia antara 18 bulan hingga 3 tahun.

3. Perilaku yang menyertai temper tantrum
Temper tantrum dapat dikenali dari perilaku tampak seperti
berikut. Harrington (2009) menyampaikan bahwa anak yang tantrum
menunjukkan

perilaku

merengek,

mengeluh,

menolak

perintah,

membantah, memukul, berteriak, berlari, dan menantang guru atau orang
tua. Suririnah (2010) menemukan bahwa berteriak-teriak, berbaring di
lantai,

menendang,

membanting

barang-barang,

menahan

napas,

membenturkan kepala ke tembok atau lantai, menangis adalah perilaku
yang kerap dijumpai pada anak tantrum.
Berikut adalah klasifikasi perilaku temper tantrum berdasarkan
sifatnya yang dikelompokkan menurut Belden et al., 2008 :
a. Agresi yang tidak destruktif, terdiri dari perilaku menendang tanpa
sasaran, menghentakkan kaki, memukul dinding, merengek, mengeluh,
menolak perintah, membantah, berteriak, berlari, menantang guru atau
orang tua.
b. Menyakiti diri sendiri, terdiri dari perilaku memukul diri sendiri,
membenturkan kepala, menahan nafas, menggigit diri sendiri,
c. Agresi oral, terdiri dari perilaku menggigit orang lain, meludah pada
orang lain

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12

d. Agresif destruktif, terdiri dari perilaku menendang orang lain,
memukul orang lain, melempar benda, merusak benda
Berikut adalah klasifikasi perilaku temper tantrum berdasarkan
intensitasnya yang dikelompokkan menurut Preschool Age Psychiatric
Assesment (PAPA) dalam Belden et al., 2008 :

a. Tantrum normatif, yakni tantrum yang jarang meningkat pada perilaku
menangis-berteriak

berlebihan,

dan

tanpa

disertai

kerusakan-

kekerasan, atau keduanya.
b. Tantrum berlebihan tanpa agresi, yakni tantrum yang tidak disertai
agresi-kekerasan namun disertai dengan perilaku berteriak-menangis,
dan/atau memukul tanpa sasaran.
c. Tantrum berlebihan dengan agresi, yakni tantrum yang disertai dengan
perilaku menangis-berteriak, juga agresi-kekerasan terhadap objek,
orang lain, atau keduanya.

4. Faktor-faktor penyebab kemunculan temper tantrum
Selain memahami definisi, usia kemunculan, dan perilaku yang
sering muncul, para ibu juga perlu memahami pemicu temper tantrum.
Terdapat berbagai hal yang dapat menyebabkan perilaku tantrum muncul.
Suririnah (2010) menyebutkan bahwa anak yang mengekspresikan
tantrum sebenarnya ingin mencari perhatian, hal ini mungkin dapat
menjawab alasan temper tantrum muncul saat orang tua mengobrol dengan
teman. Penyebab selanjutnya adalah rasa frustrasi. Anak dapat merasa
frustrasi biasanya karena tiga hal berikut, yakni tidak diizinkan melakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13

sesuatu yang diinginkan, tidak mau meyelesaikan aktivitas yang
dikerjakan, atau dipaksa melakukan aktivitas yang tidak diinginkan.
Selanjutnya, anak dapat mengekspresikan temper tantrum karena mereka
mencontoh perilaku orang lain. Anak pernah melihat orang di
sekelilingnya mengekspresikan emosi negatif dengan mengambek. Anak
juga dapat menggunakan tantrum sebagai ancaman untuk mendapatkan hal
yang diinginkannya. Hal ini dapat terjadi karena orang tua tidak konsisten
dalam memberikan aturan mengenai hal yang boleh dan hal yang tidak
boleh

dilakukan.

Penyebab-penyebab

yang

ditimbulkan

dari

ketidaknyamanan fisik seperti kelelahan, merasa lapar dan haus juga dapat
memicu kemunculan temper tantrum.
Pandangan dari sisi perkembangan anak disampaikan oleh Syam
(2013). Temper tantrum merupakan usaha keras dari autonomy yang
dikembangkan anak usia toddler dalam usahanya menolak aktivitas yang
tidak disukai. Dalam menanggapi salah satu fenomena yang dialami anak
dalam usia toddler , yakni kelelahan, Syam (2013) menjelaskan bahwa
kelelahan merupakan tindakan sederhana sebagai toleransi dari frustrasi.
Purnamasari dalam Syam (2013) menyampaikan bahwa anak usia
18 bulan hingga 3 tahun secara normal menunjukkan perilaku menentang
perintah. Hal ini merupakan masa eksplorasi, yakni memelajari batasanbatasan di lingkungannya. Selain itu, perilaku menentang muncul karena
anak sedang dalam fase mengembangkan otonominya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14

Meggitt (2013) dalam terjemahan atas buku aslinya Understanding
Child Development, menjelaskan bahwa temper tantrum dapat terjadi

ketika seorang anak sedang sakit atau lelah, tetapi seringkali terjadi karena
ada konflik mengenai sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan
olehnya. Meggitt (2013) menyebutkan tujuh kondisi yang menjadi pemicu
tantrum, yakni frustrasi, tidak mendapatkan cukup perhatian, keinginan
untuk mandiri, ditolak, lapar, lelah, dan terlalu terstimulasi, serta ingin
mengetes batasan dan aturan.
Berdasarkan

paparan

berbagai

referensi

di

atas,

peneliti

mengkategorisasi faktor-faktor kemunculan temper tantrum dalam 2
kelompok besar, yakni:
a. Faktor penyebab
1) Faktor perkembangan: Menolak permintaan orang lain yang tidak
disukai, sedang mengetes batasan dan aturan di lingkungan. Kedua
hal ini berkaitan erat dengan fase otonomi yang sedang
berkembang.
2) Faktor fisik: sedang sakit, kelelahan, dan lapar.
b. Faktor pemicu
1) Faktor emosi: tidak mendapatkan cukup perhatian, ditolak, rasa
frustrasi, dan rasa takut.
2) Faktor sosial: terganggu oleh pernyataan verbal yang provokatif
dan mendapatkan penanganan yang salah dari orang tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15

5. Klasifikasi temper tantrum yang normal dan abnormal
Pada bagian ini akan disajikan klasifikasi anak yang disebut sehat,
anak yang mengalami temper tantrum yang disebut sebagai normal dan
anak yang mengalami temper tantrum yang disebut sebagai normal
abnormal berdasarkan rentang usia anak.
Menurut Belden et al. (2008), anak disebut sehat apabila tidak
memiliki kriteria DSM-IV dalam psychiatric disorder apapun. Anak yang
disebut sehat ini menunjukkan perilaku temper tantrum yang secara
signifikan lebih sedikit menunjukkan kekerasan, menyakiti diri sendiri,
merusak, dan agresi secara oral. Anak sehat mengalami tantrum dengan
tingkat keparahan lebih ringan, durasi yang lebih pendek, dan
membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk kembali ke keadaan normal.
Menurut Daniels et al. (2012), temper tantrum anak disebut normal
apabila memiliki ciri-ciri yang tergolong dalam katergori usia, perilaku,
durasi, frekuensi, dan keadaan mood sebagai berikut. Anak mengalami
temper tantrum pada rentang usia 12 bulan dan akan berakhir pada usia 4
tahun. Anak mengekspresikan perilaku menangis, meronta, manjatuhkan
diri ke lantai, mendorong, menarik, atau menggigit objek. Dengan kata
lain, anak mengekspresikan temper tantrum dengan intensitas Tantrum
Berlebihan Tanpa Agresi berdasarkan PAPA dalam Berden et al., 2008.
Temper tantrum hanya berdurasi hingga 15 menit dan berlangsung kurang
dari 5 kali dalam sehari. Anak akan mampu mengembalikan moodnya ke
keadaan normal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16

Sebaliknya, temper tantrum anak disebut abnormal apabila masih
mengalaminya di atas usia 4 tahun. Anak mengekspresikan temper tantrum
disertai perilaku melukai diri sendiri atau orang lain, atau memiliki
intensitas Tantrum Berlebihan dengan Agresi berdasarkan PAPA dalam
Belden et al., 2008. Durasi tantrum anak melebihi 15 menit dan
berlangsung lebih dari 5 kali dalam sehari. Anak akan menunjukkan mood
yang secara terus menerus negatif dalam tantrumnya.

B. Strategi Menanggulangi Temper Tantrum
Papalia, Olds, dan Feldman (2007) menyebutkan bahwa pengasuh
perlu melihat ekspresi keinginan anak sebagai hal yang normal, yakni usaha
yang sehat untuk mencapai kemandirian, bukan karena keras kepala,
sedangkan Balson (1993) menyatakan bahwa anak tidak berperilaku buruk
karena mereka terganggu secara emosional, tetapi mereka menjadi terganggu
secara emosional untuk berperilaku buruk. Maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa pandangan atau sikap terhadap ekspresi tantrum sebagai hal yang
normal menjadi langkah pertama untuk menanggulangi kemunculan perilaku
yang destruktif.
Menurut Beaty (2014), hal yang terlebih dahulu harus diperhatikan
adalah pengelolaan atas reaksi emosional yang muncul. Untuk membantu
anak-anak mengelola reaksi emosional tidak sesuai, ibu perlu melakukan halhal ini:
1. Menyingkirkan atau mengurangi penyebab emosi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17

2. Meredakan

respon

negatif

anak

dengan

membiarkannya

“mengeluarkannya” melalui tangisan, bicara, atau mengarahkan perasaan
negatif ke tindakan non destruktif.
3. Menawarkan dukungan, kenyamanan, dan ide untuk kontrol diri.
4. Mencontohkan sendiri perilaku-perilaku yang terkendali.
5. Memberi anak kesempatan untuk membicarakan perasaan negatif secara
sesuai.
Meggitt (2013) mengatasinya dengan menyasar langsung ke perilaku
temper tantrum yang telah muncul, seperti:
1. Menghindari penyebab tantrum dan mengalihkan perhatian anak.
2. Menghiraukan tantrum dengan memberikan perhatian sesedikit mungkin
terhadap amukannya.
3. Tetap tenang dalam menghadapi anak yang sedang mengekspresikan
tantrum.
4. Konsisten dengan penghirauan tersebut agar anak tidak mengulangi
perilaku tantrum.
5. Memberi sentuhan yang lembut dengan pelukan kuat dan berbicara dengan
tenang.
6. Memberi instruksi yang sederhana dan jelas untuk meredakan tantrumnya.
7. Memuji dan memberi hadiah bila anak berperilaku baik.
8. Menyediakan aktivitas yang menyenangkan.
9. Memperlakukan „setrap‟ atau time out bila tantrum muncul lagi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18

Berdasarkan beberapa referensi di atas, berikut adalah cara
penanganan temper tantrum yang tepat:
1. Ibu harus tetap tenang
2. Ibu berusaha untuk menghindari penyebab tantrum
3. Ibu perlu menghiraukan anak bila tantrum sedang memuncak dengan
memberikan perhatian sesedikit mungkin terhadap amukannya. Berikan
anak kesempatan untuk mengekspresikan tantrumnya. Meggit (2013)
menambahkan, apabila anak telah belajar untuk mengatur amarahnya sejak
kecil, ia akan lebih mudah mengekspresikan emosinya ketika sudah besar
nanti.
4. Konsisten dengan perilaku penghirauan tersebut agar anak tidak
mengulangi perilaku temper tantrum.
5. Bila tantrum sudah mereda, beri pelukan untuk memberi kenyamanan pada
anak sambil mendiskusikan perasaan negatif dan nasihat untuk mengontrol
diri. Instruksikan dengan jelas. Hal ini berarti memberikan kesempatan
anak

untuk

memverbalisasi

tantrumnya

dan

mengungkapkan

keinginannya.
6. Ibu harus menjadi contoh anak dalam mengendalikan emosi.
7. Apabila tantrum muncul lagi, cara lain yang dapat digunakan adalah
mengalihkan perhatiannya ke aktivitas yang menyenangkan. Apabila
tantrum tidak terkendali, cara yang dapat digunakan adalah strap di sudut
ruangan atau kamarnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19

8. Apabila anak sudah mampu untuk mengendalikan tantrumnya, berikan
pujian atau hadiah.

C. Perkembangan Anak
Balson (1993) menyatakan dalam rangka memahami dan membantu
perkembangan fisik, kognitif, dan emosional anak, orangtua harus mempunyai
pengetahuan sehingga orangtua dapat membuat keputusan yang tepat
mengenai anak-anak mereka dan dapat menstimulasi perkembangan mereka.
Menurut Beaty (2014), anak-anak pada rentang usia antara 18 bulan
hingga 3 tahun disebut sebagai anak usia prasekolah. Papalia et al. (2007)
menyebut rentang usia sejak kelahiran hingga usia 3 tahun sebagai periode
bayi (infancy) dan balita (toddlerhood). Batas ini diperjelas oleh Santrock
(2007) dengan menyebut rentang usia 18 hingga 24 bulan sebagai periode bayi
(infancy) sedangkan pada rentang usia 2 hingga 5 tahun sebagai masa awal
anak-anak (early childhood).

1. Perkembangan fisik dan motorik
Satu alasan bagi perubahan besar pada perilaku anak selama dua
tahun pertama adalah perubahan besar pada tubuh mereka (Berk, 2012).
Papalia & Feldman (2014) mengatakan bahwa pertumbuhan fisik dan
perkembangan keterampilan anak usia 18 bulan hingga 3 tahun sangatlah
cepat. Menurut Santrock (2007), ketika menginjak usia 2 tahun, mereka
mencapai tinggi 32 hingga 35 inci atau sekitar 82 hingga 89 cm, bahkan
menurut Berk (2012) tinggi mereka mencapai 36 inci atau 92 cm. Berat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20

badan mereka pun telah mencapai seperlima berat orang dewasa. Menurut
Santrock (2007), saat usia 2 tahun, mereka berbobot 26 hingga 32 pon atau
setara dengan 12 hingga 15 kg, sedangkan menurut Berk (2012) mereka
berbobot 30 pon atau setara dengan 14 kg. Dengan pertumbuhan seperti
ini, Berk (2012) menggambarkan bahwa di tahun kedua perkembangan
mereka, kebanyakan balita terlihat bertubuh kurus.
Anak-anak juga mengembangkan aspek motorik mereka sehingga
mereka mulai menunjukkan keterampilan-keterampilan baru. Santrock
(2007) menyebutkan bahwa anak pada usia 18 hingga 24 bulan
mengembangkan keterampilan motorik kasar seperti 1) menyeimbangkan
diri di atas kaki dalam posisi jongkok saat bermain dengan objek di lantai,
2) melompat-lompat di tempat, 3) berjalan cepat atau berlari dengan kaku
dalam jarak pendek, dan 4) berjalan mundur tanpa kehilangan
keseimbangan. Selanjutnya, Santrock (2007) menyebutkan bahwa pada
usia 2 hingga 3 tahun, anak-anak telah mengembangkan keterampilan
motorik halus, yakni mencoret-coret meski belum dapat menulis.

2. Perkembangan kognitif dan bahasa
Berdasarkan tahap perkembangan kognitif Piaget dalam Santrock
(2007), bayi semenjak masa kelahiran hingga 2 tahun berada pada tahap
perkembangan kognitif yang pertama, yakni tahap sensorimotor. Pada
tahap ini, bayi memperoleh pengetahuan tentang lingkungannya dari
tindakan-tindakan fisik yang mereka lakukan, atau sebagaimana yang
diungkapkan Berk (2012) bahwa mereka „berpikir‟ dengan mata, telinga,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21

tangan, dan instrumen sensoris-motorik lainnya. Pada tahap ini, Berk
(2012) mengungkapkan bahwa bayi belum mampu melakukan banyak
kegiatan di dalam kepala mereka, seperti berpikir dan bernalar. Mereka
merepresentasikan pengalaman dan memecahkan masalah praktis seharihari dalam bentuk isyarat, permainan, dan ucapan. Kemudian, pada akhir
tahap ini,mereka mengembangkan pemikiran simbolik awal (Santrock,
2007). Hal ini sesuai dengan Papalia & Feldman (2014) bahwa pada akhir
tahun kedua, mereka berpikir menggunakan simbol dan menunjukkan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
Secara lebih rinci, Berk (2012) menjelaskan tahap perkembangan
kognitif sensoris-motorik dalam enam subtahap, yakni 1) skema refleksif,
2) reaksi sirkuler, 3) reaksi sirkuler sekunder, 4) koordinasi reaksi sirkuler
sekunder, 5) reaksi sirkuler tersier, 6) representasi mental. Subtahap skema
refleksif berlangsung mulai dari kelahiran hingga 1 bulan. Subtahap skema
refleksif hingga subtahap reaksi sirkuler tersier berlangsung dari masa
kelahiran hingga usia anak 18 bulan. Pada usia 18 bulan hingga 2 tahun,
anak mengalami perkembangan pada subtahap representasi mental. Pada
subtahap ini, anak telah memiliki gambaran internal mengenai suatu objek
atau suatu peristiwa tertentu. Kemampuan ini dapat ditemui misalnya pada
saat anak memiliki solusi atas suatu masalah yang tiba-tiba muncul, dapat
menemukan sebuah objek yang dipindahkan secara tidak tampak, dan
memahami permainan pura-pura.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22

Selanjutnya, berdasarkan tahap perkembangan kognitif Piaget
dalam Santrock (2007), anak berusia 2 hingga 3 tahun berada pada tahap
perkembangan kognitif praoperasional, yang akan dialami anak hingga
usia 7 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menggunakan gambarangambaran mental untuk memahami lingkungannya, pemikiran-pemikiran
simbolik, seperti yang diekspresikan melalui penggunaan kata-kata dan
gambar-gambar mulai digunakan dalam penggambaran mental. Hal ini
berarti tahap perkembangan kognitif mereka telah melampaui hubungan
informasi sensorik dengan tindakan fisik. Namun demikian, muncul juga
egosentrisme dan sentralisasi yang disebut sebagai hambatan dalam
pemikiran anak pada tahapan ini. Adapun egosentrisme adalah
ketidakmampuan anak untuk membedakan perspektif diri sendiri dan
orang lain, sedangkan sentralisasi adalah pemusatan perhatian pada satu
karakteristik dan pengabaian karakteristik lain.
Perkembangan pada aspek kognitif mempengaruhi perkembangan
pada aspek bahasa. Pada aspek bahasa, Papalia & Feldman (2014)
menyatakan bahwa pada rentang usia 18 bulan hingga 3 tahun,
penggunaan bahasa berkembang dengan cepat. Secara lebih rinci dalam
Santrock (2007) disebutkan bahwa pada usia 18 bulan, anak mengalami
kemunculan ledakan kosakata. Pada usia 18 hingga 2 tahun, anak senang
menggunakan ucapan dua kata. Penggunaan ini sangat bergantung pada
gerak tubuh, nada, dan konteks anak. Pada rentang usia ini pula, anak
mampu memahami kata-kata dengan cepat. Kemudian pada rentang usia 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23

hingga 3 tahun, anak mengalami peralihan dari penggunaan kalimatkalimat sederhana menjadi kalimat-kalimat yang lebih kompleks.

3. Perkembangan sosial
Menurut Papalia et al. (2007), dalam periode bayi (infancy) dan
balita (toddlerhood) sedang mengembangkan self-awareness. Dengan ini,
mereka mulai memahami adanya berbagai keinginan dan kemampuan
untuk

mencapai

keinginan

tersebut

secara

mandiri

sehingga

mengembangkan tahap perkembangannya dari kebergantungan ke
otonomi. Pada rentang usia ini, mereka memiliki kelekatan dengan orang
tua dan pengasuh maupu