AGUNAN DALAM PEMBERIAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) TERHADAP PERJANJIAN BAKU PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA UNIT SEMINYAK.

(1)

i

PEDESAAN (KUPEDES) TERHADAP PERJANJIAN

BAKU PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA UNIT

SEMINYAK

GALANG CITRA RESMI NIM. 1216051044

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

PEDESAAN (KUPEDES) TERHADAP PERJANJIAN

BAKU PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA UNIT

SEMINYAK

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

GALANG CITRA RESMI NIM. 1216051044

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

iii

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL MARET 2016

PEMBIMBING I

I GUSTI AYU PUSPAWATI, SH.,MH. NIP. 195106241979032001

PEMBIMBING II

IDA BAGUS PUTU SUTAMA, SH., Msi NIP. 195706131986011005


(4)

iv

PADA TANGGAL 22 APRIL 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor : 0634/UN14.4E/IV/PP/2016 Tanggal : 22 April 2016

Ketua : I Gusti Ayu Puspawati, SH., MH ( )

Sekretaris : Ida Bagus Putu Sutama, SH., Msi ( )

Anggota : 1. Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH ( )

2. Dr. Dewa Gde Rudy, SH.,M.Hum ( )


(5)

v

ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah penulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, Januari 2016 Yang menyatakan,

(Galang Citra Resmi) NIM. 1216051044


(6)

vi

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul AGUNAN DALAM PEMBERIAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) TERHADAP PERJANJIAN BAKU PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA UNIT SEMINYAK tepat pada waktunya. Adapun skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Adapun keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan moral dari berbagai pihak, baik yang berupa materiil maupun moril. Untuk itu, melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(7)

vii

7. Bapak Ida Bagus Putu Sutama, SH.,Msi, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Dewan penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menguji skripi ini. 9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah menuntun dan memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

10.Bapak dan Ibu Pegawai Laboratorium, perpustakaan, tata usaha, yang telah memberikan bantuan dalam hal administrasi selama mengikuti perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

11.Bapak Arta Winangun sebagai Account Officer di PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak yang sangat membantu penulis didalam memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh penulis.

12.Bapak Denianta Rusmayana,SE. sebagai Account Officer di PT Bank Rakyat Indonesia yang sangat membantu penulis didalam memperoleh informasi mengenai masalah yang penulis angkat.

13.Orang tua tercinta, Agus Rusiadi dan Lia Malika yang telah memberikan dukungan, doa, motivasi dan kasih sayang yang berlimpah baik materill dan


(8)

viii skripsi ini.

14.Kakak serta adik-adik penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang sudah mau membantu dengan doa agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

15.Adiku tercinta Agustina Citra Dewi yang sudah membantu dan memberikan dukungan serta kesabarannya didalam penulis menyusun skripsi ini.

16.Ni Nyoman Riska Agustina yang selalu memberikan motivasi, bantuan serta dukungan penulis dari awal kuliah sampai penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

17.Sahabat serta teman-teman penulis, Kak Veya, Icha, Galang, Sintya, Indah, Teman-teman satu bimbingan yang selalu membantu Risma, Gita, Ratih dan semua sahabat serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu memberikan dukungan untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Semoga segala kebaikan dan jasa yang telah diberikan mendapatkan imbalan yang sepantasnya dari Tuhan Yang Maha Esa. Menyadari kelemahan-kelemahan dan keterbatasan penulis, tentu yang tersaji dalam karya tulis ini banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Karena itu, kritik, saran, dan pendapat yang sifatnya kontruktif sangat diperlukan guna kesempurnaa dari skripsi ini.

Denpasar, Maret 2016


(9)

ix

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... v

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 5

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 8


(10)

x

1.7 Landasan Teoritis ... 9

1.8 Metode Penelitian... 20

1.8.1 Jenis Penelitian ... 20

1.8.2 Jenis Pendekatan ... 20

1.8.3 Sifat Penelitian ... 21

1.8.4 Sumber Data ... 21

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data ... 21

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 22

1.8.7 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ... 22

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAKU, KREDIT DAN AGUNAN 2.1 Perjanjian Baku ... 24

2.1.1 Pengertian Perjanjian Baku ... 24

2.1.2 Ciri-Ciri Perjanjian Baku ... 24

2.1.3 Jenis-Jenis Perjanjian Baku ... 28

2.2 Kredit ... 32

2.2.1 Pengertian Kredit ... 32

2.2.3 Jenis-Jenis Kredit ... 34

2.2.4 Tujuan Dan Fungsi Kredit ... 39


(11)

xi

PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA UNIT

SEMINYAK

3.1 Syarat-Syarat Memperoleh Fasilitas Kredit Umum Pedesaan

Pada PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak ... 49

3.2 Agunan Di Dalam Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) ... 51

3.2.1 Perbedaan Jaminan Dan Agunan ... 51

3.2.2 Perjanjian Kredit Bank ... 53

3.2.3 Agunan Didalam Kredit Umum Pedesaaan ... 54

BAB IV. TINDAKAN YANG DILAKUKAN PT BANK RAKYAT INDONESIA UNIT SEMINYAK DALAM HAL KREDIT UMUM PEDESAAN MENGALAMI KEMACETAN 4.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet ... 58

4.2 Langkah-Langkah Penyelesaian Kredit Oleh PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak Dalam Hal Debitur Mengalami Kemacetan... 64

BAB V. PENUTUP 5.1 Simpulan ... 70

5.2 Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(12)

xii ABSTRAK

Kredit Umum Pedesaan merupakan salah satu fasilitas kredit yang dikucurkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak dengan memberikan suatu kemudahan untuk mendapatkan pinjaman uang melalui lembaga perbankan. Pada umumnya pelaksanaan pemberian kredit berbankan diberikan dengan berbagai persyaratan salah satunya adalah jaminan/agunan kredit yang berkaitan erat dengan kesungguhan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dan karena didalam pengucuran kredit umum pedesaan tersebut diberikan tanpa persyaratan yang mempersulit calon nasabah debitur maka perlu dipertanyakan pula apakah agunan merupakan unsur yang essensial didalam pengucuran kredit umum pedesaan dan tindakan apa yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak dalam hal kredit umum pedesaan mengalami kemacetan.

Metode hukum yang dipergunakan adalah metode hukum yuridis empiris, dengan mengunakan data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dengan teknik wawancara. Kemudian dianalisis secara analisis deskriptif. Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan.

Adapun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa agunan merupakan unsur yang essensial didalam pemberian fasilitas kredit umum pedesaan, keberadaan agunan merupakan syarat utama guna memperkecil resiko bank didalam menyalurkan kredit. Dan tindakan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak dalam hal kredit umum pedesaan mengalami kemacetan adalah dengan melakukan menyelamatan kredit dan penyelesaian kredit oleh pihak bank. Kata Kunci : Pemberian Kredit Umum Pedesaan, Agunan, Kredit Macet.


(13)

xiii

Rural Commercial Credit is one of the credit facility disbursed by PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak to provide a convenience for borrowing money through banking institutions. In general, the implementation of loans granted by the various requirements berbankan one of which is the guarantee / collateral which is closely related to the seriousness of debtors to repay their debts in accordance with the agreement. And because in the credit disbursement rural public is given without conditions complicate the prospective debtor it is necessary also questioned whether the collateral is an element that is essential in lending rural general and what action was taken by PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak in terms of the general credit of the rural stalled.

Legal methods used are legal juridical empirical method, by using primary data and secondary data were collected by interview. Then analyzed by descriptive analysis. The type of approach used is the approach of the facts and law approach.

The results obtained in this study is that the collateral is an essential element in the general rural credit facilities, the existence of collateral is the main requirement to minimize the risk in the bank's loan portfolio. And actions taken by PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak in terms of the general credit of the countryside in a stalemate is to do menyelamatan credit and settlement of loans by the bank.

Key words: Rural Commercial Lending, Collateral, Credit Loss.


(14)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai tujuan dan cita-cita untuk mewujudkan suatu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk mewujudkan hal tersebut Pemerintah Indonesia mendorong agar pembangunan dari berbagai sektor dapat berjalan dengan baik salah satunya adalah dari segi sektor ekonomi yang merupakan urat nadi dalam keberlangsungan suatu negara.

Dewasa ini perkembangan dari sektor ekonomi semakin bertumbuh dengan pesat seiring dengan banyak bermunculan para pengusaha-pengusaha skala kecil, menengah hingga skala besar. Pada perjalanan usaha khususnya bagi pengusaha-pengusaha skala kecil dan menengah sering sekali mendapatkan berbagai permasalahan dan juga hambatan-hambatan seperti permodalan yang dapat dibantu dengan mengajukan suatu pinjaman dana melalui lembaga perbankan. Proses pinjam meminjam dana dalam kegiatan perbankan di Indonesia dikenal dengan sebutan kredit perbankan. Kredit perbankan disalurkan bank kepada masyarakat sesuai dengan fungsi utama dari bank itu sendiri yang terdapat pada Pasal 1 angka 2 Undang-undang Perbankan Nomer 10 Tahun 1998 yaitu Bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.”


(15)

Dan untuk melaksanakan program utama dari perbankan tersebut pemerintah berupaya memberdayakan usaha kecil dan menengah bersama Bank Indonesia dengan cara melakukan kerja sama baik antara Bank Umum maupun dengan Bank Perkereditan Rakyat untuk memberian fasilitas kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana dengan penyelenggaraanya senantiasa disesuaikan dengan tuntutan perkembangan pembangunan nasional.

Dalam pelaksanaan pemberian kredit perbankan diberikan dengan berbagai persyaratan, antara lain mengenai batas maksimum pemberian kredit, jangka waktu pemberian kredit, tujuan penggunaan kredit, dan jaminan kredit (collateral). Persyaratan jaminan kredit dalam rangka pemberian kredit berkaitan erat dengan kesunguhan pihak debitur untuk memenuhi kewajiban melunasi hutangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan dan untuk mengunakan dana yang dimiliki secara baik dan berhati-hati.1 Bila kredit yang disalurkan kepada pihak debitur tidak dapat dilunasinya sehingga disimpulkan sebagai kredit macet. Jaminan kredit yang diterima oleh pihak bank akan dicairkan sebagai pelunasan kredit macet tersebut.

Seiring dengan perkembangan dunia perekonomian yang senantiasa bergerak cepat dan kompetitif serta demi mendukung program pemerintah didalam mengalirkan dana bagi pelaku usaha berskala kecil dan menengah maka dikeluarkanlah program bantuan modal usaha kecil berupa kredit dengan pola skim mikro yang diperuntukkan bagi masyarakat pedesaan yang dikucurkan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Unit yang dinamakan dengan Kredit Umum Pedesaan

1M. Bahsan, 2012, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h.5.


(16)

(KUPEDES) dengan memberikan suatu kemudahan proses fasilitas kredit yang diperkenalkan melalui beberapa cara seperti Pengumuman di Spanduk dan brosur-brosur yang disediakan pihak bank agar masyarakat dengan mudah mendapatkan suatu pinjaman dana melalui fasilitas Kredit Umum pedesaan dengan bunga bersaing, syarat yang mudah dan tidak berbelit-belit. Usaha-usaha kecil yang menjadi sasaran tujuan penyaluran Kredit Umum Pedesaan mulai dari bidang usaha pertanian, peternakan, perdagangan, perindustrian, jasa dan bahkan juga diperuntukkan bagi pegawai berpenghasilan tetap. Ini semua dilakukan oleh lembaga perbankan untuk menjawab semua permasalahan dengan cepat dan mudah terutama pada debitur yang sering kali dalam usahanya mengalami kesulitan didalam pendanaan yang khusus ditunjukan untuk menolong masyarakat ekonomi lemah.

Namun para calon debitur yang akan mengajukan suatu pinjaman kredit perbankan terlebih dahulu harus teliti dalam memilih lembaga perbankan mana yang akan digunakan untuk mendapatkan suatu pinjaman kredit dikarenakan klausul-klausul baku atau syarat-syarat yang diajukan oleh lembaga berbankan tanpa disadari kerap merugikan pihak calon debitur.2

Perjanjian baku ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang secara teoritis masih mengundang banyak perdebatan, khususnya dalam asas kebebasan berkontrak dan syarat sahnya suatu perjanjian. Penggunaan Perjanjian baku biasanya dilakukan oleh pihak yang melakukan perjanjian yang sama terhadap pihak lain, yang didasarkan pada Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum

2H. Salim HS, 2007, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata, Edisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 98.


(17)

Perdata yaitu perjanjian berlaku sebagai undang-undang (Pacta Sunt Servande)

yang menyatakan “Bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan oleh itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Tetapi harus diakui pula bahwa perjanjian baku yang mengandung klausul baku sangat dibutuhkan dalam dunia usaha yang semakin maju dewasa ini, terutama karena dengan penggunaan perjanjian baku tersebut berarti para pihak dapat mengevesiensikan waktunya untuk bernegosiasi.

Pada dasarnya, masyarakat juga menginginkan hal-hal yang bersifat pragmatis. Artinya, dengan menandatangani perjanjian baku, ia akan segera mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, tanpa memerlukan waktu yang lama. Apabila debitur membutuhkan kredit bank, begitu ia menandatangani perjanjian kredit hal tersebut sudah terjadi. Hal ini sangat berguna bila dikaitkan dengan

prisip “waktu adalah uang”.3

Oleh karena didalam pengucuran kredit umum pedesaan tersebut diberikan tanpa persyaratan yang mempersulit calon nasabah debitur perlu dipertanyakan pula apakah agunan yang merupakan jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit diperlukan dalam hal pengucuran fasilitas Kredit Umum Pedesaan yang diberikan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak hal tersebut perlu diperhatikan karena akan berisiko dan


(18)

berdampak langsung pada kesehatan bank itu sendiri jika calon nasabah debitur tersebut mengalami kredit macet didalam pemberian fasilitas kredit umum pedesaan.

Berdasarkan dari uraian penjelasan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk menjadikan judul skripsi AGUNAN DALAM PEMBERIAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) TERHADAP PERJANJIAN BAKU PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA UNIT SEMINYAK”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka terdapat dua rumusan masalah yang dapat penulis kemukakan, sebagai berikut :

1. Apakah agunan merupakan unsur yang esensial didalam pemberian fasilitas kredit umum pedesaan (KUPEDES) ?

2. Tindakan apa yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Unit Seminyak dalam hal kredit umum pedesaan mengalami kemacetan ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Permasalahan hukum yang menyangkut mengenai perjanjian kredit didalam pemberian fasilitas kredit umum pedesaan tersebut sangat luas dan komplek. Oleh karena perlu terlebih dahulu ditetapkan batasan-batasan pembahasan dalam skripsi ini.

Adapun pokok permasalahan yang dibatasi dalam skripsi ini yaitu mengenai apakah agunan merupakan unsur yang esensial didalam pemberian fasilitas kredit umum pedesaan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak dan Tindakan


(19)

yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak dalam hal kredit umum pedesaan mengalami kemacetan.

1.4 Orisinalitas Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh

1. I Putu Ari Prinawa, Skripsi yang berjudul Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Rakyat Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Yeh Embang, Fakultas Hukum, Universitas Udayana 2012.

2. Pande Putu Frisca Indiradewi, Skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kontrak Baku Dalam Transaksi Elektronik, Fakultas Hukum, Universitas Udayana 2012.

Untuk jelasnya dapat dilihat dari table di bawah ini :

No Penulis Judul Rumusan Masalah

1 I Putu Ari Prinawa

Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Rakyat Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Yeh Embang.

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian kredit usaha rakyat pada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Yeh Embang ?

2. Bagaimanakah upaya penanganan kredit usaha rakyat yang bermasalah pada PT. Bank Rakyat Indonesia ?


(20)

2 Pande Putu Frisca Indiradewi

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kontrak Baku Dalam Transaksi

Elektronik

1.Bagaimanakah kekuatan mengikat perjanjian baku melalui media elektronik (E-Contract)dalam hukum perjanjian Indonesia ?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian baku dalam transaksi elektronik ?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang pokok dalam suatu karya ilmiah karena tujuan itu pada hakikatnya adalah merupakan syarat untuk memperoleh suatu tujuan penulisan yang menggambarkan arah pemikiran yang bersifat ilmiah. Dalam tujuan penulisan ini, penulis dapat membagi dua tujuan yaitu :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah :

a. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan mahasiswa.

b. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai hukum perjanjian kredit.

c. Untuk mengembangkan diri pribadi kedalam kehidupan masyarakat. d. Untuk mengetahui dan memahami secara lebih mendalam tentang


(21)

Pedesaan yang dilaksanakan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan memahami apakah agunan merupakan unsur yang esensial didalam pemberian fasilitas Kredit Umum Pedesaan pada PT Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak.

b. Untuk mengetahui dan memahami tentang tindakan yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak dalam hal Kredit Umum Pedesaan tersebut mengalami kemacetan.

1.6Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif dan berguna dalam pengembangan ilmu hukum bisnis, khususnya terkait dengan hukum Perjanjian Kredit.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mendasar mengenai apakah agunan merupakan unsur yang esensial didalam pemberian fasilitas Kredit Umum Pedesaaan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak dan Tindakan yang ditempuh oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak dalam hal kreditnya mengalami kemacetan..


(22)

1.7 Landasan Teoritis

Perjanjian baku tumbuh dan berkembang dilatar belakangi dengan keadaan sosial ekonomi, dimana perusahaan-perusahaan besar atau perusahaan-perusahaan pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan menyiptakan syarat-syarat tertentu secara sepihak.

Dalam perjanjian baku biasanya pihak lawan mempunyai kedudukan yang lemah, baik karena posisi sosial ekonominya, maupun karena ketidak tahuannya mengenai perbuatan hukum yang akan dibuatnya serta akibat hukumnya.4

Dalam Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen) Klausula baku adalah “setiap aturan atau ketentuan dan

syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.” Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan batasan-batasan pada kontrak baku yang melindungi asas kebebasan berkontrak secara universal. Selengkapnya bunyi Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditunjukan untuk diperdagangkan dilarang memuat atau mencantumkan klausula baku pada seiap dokumen dan atau perjanjian apabila :

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

4 Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Citra Aditya Bhakti, Bandung, h.46.


(23)

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/jasa yang dibeli oleh konsumen; d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;

f. Memberikah hak kepada pelaku usaha yang mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baku, tambahan, lanjutan, dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.

Dari apa yang ditentukan dalam aturan ini, jelas bahwa klausula baku dalam suatu perjanjian diperbolehkan asal tidak melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal ini dapat diterima apabila dilihat dari efisiensi waktu dan efektifitas klausula baku yang ditawarkan dalam jumlah sangat besar pada ribuan atau bahkan jutaan calon debitur. Hal ini dapat dilakukan karena perjanjian baku tidak dapat diberlakukan berbeda atau melanggar ketentuan yang diberlakukan pada perjanjian pada umumnya. Menurut Sudikno Mertokusumo teori Argumentum Per Analogiam adalah cara penafsiran dengan memperluas isi ketentuan dalam undang-undang dan kemudian menerapkan pada peristiwa konkrit.5

Di dalam suatu perjanjian yang melahirkan suatu perikatan terdapat hak dan kewajiban bagi para pihak-pihak yang melakukan suatu perjanjian. Dengan


(24)

membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian, secara sukarela mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu guna untuk kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau mengikatkan diri, dengan jaminan atau tanggungan berupa harta kekayaan yang dimiliki atau akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tesebut.6

Setiap pihak yang melakukan perjanjian tersebut, harus sama-sama mengetahui kapan untuk melaksanakan prestasinya berdasarkan perjanjian tersebut melainkan juga pihak yang berhak atas pemenuhuhan prestasinya, wajib mengetahui secara pasti kapan dan bagaimana suatu perjanjian yang telah dibuatnya tersebut dapat dipaksakan pelaksanaan prestasinya.

Istilah kredit secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan. Jika debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu orang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukan bahwa yang menjadi dasar dari pemberian kredit adalah kepercayaan.

Didalam Kamus Besar Indonesia istilah kredit adalah pinjam meminjam uang dengan pembayaran pengembalian secara mengansur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Demikian terlihat bahwa hubungan hukum antara pemberi kredit yaitu bank sebagai kreditor dan penerima kredit yaitu nasabah sebagai debitur yang didasarkan pada hukum perjanjian.

6 Kartini Muljadi Dan Gunawan Widjaja, 2010, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta, Rajawali Pers, h.2.


(25)

Hukum Perjanjian menurut ketentuannya dapat dilihat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menganut system terbuka dalam arti hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian asal tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-Pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (optional law). Hal ini berarti bahwa bahwa pasal-pasal itu boleh dikesampingkan apabila dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian, mereka diperbolehkan memuat ketentuanya sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian.7

Didalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang Perbankan) tidak diatur secara tegas dasar hukum perjanjian kredit. Namun demikian dari pengertian kredit dapat disimpulkan bahwa dasar hukum perjanjian kredit adalah pinjam meminjam yang didasarkan kepada kesepakatan antara bank sebagai kreditur dengan debitur.8

Didalam kegiatan pinjam-meminjam uang yang diistilahkan sebagai perjanjian kredit yang terjadi antara kreditur dan debitur dapat diperhatikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan dalam rangka pelunasan hutang debitur terhadap kreditur namun pemberian jaminan dalam perjanjian kredit bukan merupakan unsur utama dari perjanjian kredit. Namun didalam pemberian kredit oleh bank selaku kreditur terhadap debitur harus memenuhi persyaratan yang dikenal sebagai prinsip 5C atau The Five C’s yaitu :

7Subekti, 2008, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, h.1.


(26)

1. Character (Watak)

Kepribadian dari calon debitur seperti sifat-sifat pribadinya, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Kegunaan dari penilaian tersebut untuk mengetahui sampai sejauh mana itikad atau kemauan calon debitur untuk memenuhi kewajibannya (wiilingness to pay) sesuai dengan janji yang telah ditetapkan. Pemberian kredit didasari atas kepercayaan, sedangkan yang mendasari suatu kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank bahwa calon debitur memiliki moral, watak dan sifat-sifat pribadi yang positif dan koperatif. Disamping itu mempunyai tanggung jawab, baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupan sebagai anggota masyarakat, maupun dalam menjalankan usahanya. Karakter merupakan faktor yang dominan, sebab walaupun calon debitur tersebut cukup mampu untuk menyelesaikan hutangnya, jika tidak mempunyai itikad yang baik tentu akan membawa kesulitan bagi bank dikemudian hari. Oleh karena itu, biasanya bank akan melakukan pengecekan debitur melalui Sistem Informasi Debitur (SID) yang disediakan oleh Bank Indonesia. 2. Capacity (Kemampuan Debitur)

Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit perbank. Untuk menilai sampai sejauh mana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut akan mampu melunasi hutang tersebut tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang telah


(27)

disepakati. Pengukuran kemampuan dari calon debitur dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain pengalaman mengelola usaha (business record) nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola (pernah mengalami masa sulit apa tidak, bagaimana mengatasi kesulitan). Capacity merupakan ukuran dari ability to pay atau kemampuan dalam membayar. 3. Capital (Modal)

Bank juga akan melakukan penilaian terhadap kekuatan keuangan calon debitur. Untuk itu, biasanya bank meminta calon debitur tersebut untuk membuat laporan mengenai asset aktiva dan pasiva calon debiturnya, serta meminta salinan (fotocopy) berkas lalu lintas rekening calon debitur selama tiga tahun terakhir.

4. Collateral (Jaminan)

Dalam menerima suatu jaminan kredit, ada dua pertimbangan yang dilakukan oleh bank sebagai kreteria jaminan tersebut, yaitu :

a. Marketable

Pada saat dieksekusi, jaminan tersebut mudah untuk dijual atau diuangkan untuk pelunasan utang debitur.

b. Secured

Benda jaminan kredit dapat diikat secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika kemudian hari debitur melakukan wanprestasi, bank mempunyai kekuatan secara yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.


(28)

5. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi Debitur)

Untuk mengetahui kondisi ekonomi calon debitur, biasanya bank melihat kondisi internal dan eksternal calon debitur yang dapat mempengaruhinya didalam mengembalikan kewajiban kredit kepada bank. Bank akan melakukan kunjungan ke kantor calon debitur dan atau calon ke lokasi-lokasi yang dianggap penting serta terkait langsung dengan calon debitur, terutama dari segi kepemilikan, sehubungan dengan permohonan yang diajukan oleh calon debitur tersebut.9

Pelaksanaan pemberian kredit menurut Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perbankan, dalam melaksanakan kegiatan usaha yang berupa pemberian kredit, bank antara lain :

1. Wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

2. Memilik dan menerapkan pedoman perkereditan sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia.

Sehubungan dengan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan pemberian kredit tersebut diatas maka bank umum wajib melakukan analisi kredit yang mendalam atas permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur dan memiliki menerapkan pedoman perkreditan dalam melaksanakan perkreditannya. Oleh karena itu setiap analisis kredit harus memuat penilaian yang lengkap dan sempurna sehingga dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan


(29)

peraturan interen bank dan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban bank memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Perbankan lebih lanjut diatur dengan SK Direksi BI No. 27/162/KE/DIR.10

Kredit Umum Pedesaan merupakan kredit/ pembiayaan kepada usaha kecil menengah dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif yang diberikan kepada calon nasabah debitur yang memiliki feasible baik yang sudah bankable maupun yang belum bankable. Kredit umum pedesaan dengan bunga bersaing yang bersifat umum untuk semua sektor ekonomi, ditujukan untuk individual (badan usaha maupun perorangan) yang memenuhi persyaratan dan dilayani di seluruh Bank Rakyat Indonesia Unit dan Teras Bank Rakyat Indonesia. Kredit umum pedesaan

merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk pembangunan usaha desa namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank.11

Agunan terdapat pada Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitr kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Agunan dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Agunan utama artinya barang agunan dan atau piutang maupun jaminan-jaminan lain yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai oleh

10M. Bahsan, Op.cit, h.81.

11 Richard Sipondang, 2014, “Peran kredit usaha pedesaan dalam meningkatkan ekonomi

nasional”, URL : http://www.epository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45336/4/. diakses tanggal 30 September 2015


(30)

bank berdasarkan perjanjian kredit yang didapat dalam pembiayaan kredit tersebut.

2. Agunan tambahan artinya barang agunan dan atau piutang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai bank berdasarkan perjanjian kredit maupun jaminan-jaminan lain diluar agunan tetapi tidak terbatas pada jaminan perorangan/pribadi (borgtoch) yang dapat diesekusi sebelum dilakukannya eksekusi atas agunan utama.

Kredit umum pedesaan bertujuan untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha kecil menengah pemerintah telah mencanangkan upaya peningkatan akses usaha kecil menegah pada sumber pembiayaan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Walaupun bank sudah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengucurkan kredit kepada nasabah debitur, tidak tertutup kemungkinan debitur tidak mampu mengembalikan kreditnya sesuai waktu yang diperjanjikan, karena adanya sebab-sebab tertentu baik disengaja maupun diluar kemampuan debitur. Sebab-sebab tertentu meliputi :

a. Prospek usaha debitur berupa adanya kegagalan usaha debitur yang dipengaruhi oleh berbagai fakta yang terdapat dalam lingkungan kegiatan usaha debitur berupa :

1. Kegagalan produksi 2. Kegagalan distribusi 3. Kegagalan pemasaran


(31)

c. Kurang pengetahuan dan pengalaman

d. Ketidakmampuan karena overmacht atau force majeure e. Penutupan asuransi

f. Menurunya kegiatan ekonomi dan suku bunga.

g. Musibah yang terjadi pada debitur atau kegiatan usahanya, seperti kebakaran, meninggal dunia, sementara debitur tidak melakukan pengamanan melalui penutupan asuransi.

h. Penggunaan dana oleh debitur untuk tujuan yang spekulatif. i. Itikad buruk dari debitur untuk tidak membayar kredit (on will)12

Suatu kredit yang dikucurkan pasti akan memiliki resiko yang sangat besar, jika investasi yang dibiayai mengalami kegagalan atau tidak sesuai dengan perhitungan semula. Bagaimanapun cermatnya pihak bank didalam meneliti dan memberikan penilaian terhadap nasabah debiturnya, tetapi tidak tertutup kemungkinan kredit tersebut bisa bermasalah ataupun macet, yang disebabkan munculnya keadaan tertentu yang bersifat merugikan debitur di tengah-tengah usaha yang sedang berjalan. Sehingga upaya bank untuk mengantisipasi kredit macet bisa dengan melakukan penyelamatan kredit dilakukan sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternative penanganan sebagai berikut :

1. Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/jangka waktu kredit


(32)

termasuk tenggang (grace period), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.

2. Reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atau sebagian atau keseluruhan persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran dan atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.

3. Restructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atau seluruh atau sebagian kredit mejadi perusahaan yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling dan/atau reconcitioning.13

Adapun mengenai penyelesaian kredit bermasalah bisa dikatakan merupakan langkah terakhir yang dapat dilakukan setelah langkah-langkah penyelamatan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP yang berupa rekstrukturisasi yang tidak efektif lagi. Dikatakan sebagai langkah terakhir karena penyelesaian kredit bermasalah memalui lembaga hukum memang memerlukan waktu yang relative lama. Penyelesaian kredit bermasalah melalui hukum itu dapat berupa penyelesaian melalui Lembaga Penjamin Kredit (LPK), Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Piutang dan

13 Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Kedua, Kencana,


(33)

Lelang Negara (DJPLN) melalui badan peradilan, dan melalui arbritase atau badan alternative penyelesaian sengketa.14

1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian

Untuk mendapatkan jawaban dan guna menguraikan masalah yang diangkat, maka jenis penelitian hukum yang digunakan adalah bersifat yuridis empiris yaitu mengkaji pokok permasalahan yang dibahas berdasarkan peraturan perundang-undangan dan buku literature yang disesuaikan dengan kenyataan-kenyataan yang ada di dalam masyarakat. Pendekatan yuridis empiris dipergunakan, mengingat permasalahan yang diteliti menyangkut faktor yuridis dan data yang diteliti dalam penelitian hukum yuridis empiris ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.15

1.8.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan fakta (The Fact Approach), dan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach). Mengenai pendekatan fakta dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa mengenai perjanjian baku dalam pemberian kredit umum pedesaan di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak. Mengenai pendekatan perundang-undangan dilakukan berdasarkan atas peraturan-peraturan hukum yang diteliti terkait dengan perjanjian Kredit Umum Pedesaan.

14Ibid

15 M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Penelitian Dan Aplikasinya, Cet.I, Ghalia,


(34)

1.8.3 Sifat Penelitian

Dalam sifat penelitian hukum empiris ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu mengambarkan suatu keadaan atau gejala untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Pada skripsi ini menggambarkan tentang perjanjian baku dalam pemberian kredit umum pedesaan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak mengenai apakah agunan merupakan unsur yang esensial didalam pemberian fasilitas kredit umum pedesaan dan tindakan yang ditempuh oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak dalam hal pemberian fasilitas kredit umum pedesaan tersebut mengalami kemacetan.

1.8.4 Data dan Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian hukum yurisid empiris ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari penelitian lapangan, yaitu data diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari reponden maupun informan. Data Lapangan yang diperoleh, yaitu dari perjanjian kredit umum pedesaan di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Seminyak. Data sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Mengenai teknik studi dokumen untuk penelitian kepustakaan (Library research) dikumpulkan dengan cara membaca serta mengutip buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang disajikan dan menggunakan teknik wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan lazim digunakan dalam penelitian hukum yuridis empiris. Dalam


(35)

kegiatan ilmiah, wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan melakukan petanyaaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan.

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini, teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah teknik Non Probability Sampling, yaitu dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sample harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasinya sebagaimana halnya dalam teknik random sampling.

Bentuk dari Non Probability Sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kreteria dan sifat-sifatnya atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.

1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data yang diperoleh dalam penelitian ini baik dari data kepustakaan yang berupa data sekunder maupun data dari lapangan dikumpulkan, selanjutnya dianalisa secara kualitatif, yang kemudian disajikan secara deskriptif analitis, yaitu mengambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku diakitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang


(36)

menyangkut permasalahan penelitian. Kemudian dari hasil uraian tersebut akan ditarik kesimpulan sebagai akhir penulisan skripsi.16

16 Ronny Hanitijo Soemitro, Tanpa Tahun Terbit, Metodologi Penelitian dan Jurimetri,


(37)

24 2.1.1 Pengertian Perjanjian Baku

Istilah perjanjian baku adalah terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu standard contract. Sedangkan hukum inggris menyebutkan sebagai standard form of contract. Marian Darus Badrulzaman menterjemahkan dengan istilah perjanjian baku. Baku berarti patokan atau acuan. Jadi perjanjian baku menurut definisi beliau adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.17

Dari uraian diatas, jelas bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila dibitur menerima isi perjanjian tersebut, ia akan menandatangani perjanjian tersebut, tetapi apabila ia menolak, perjanjian dianggap tidak ada karena debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut.

2.1.2 Ciri-Ciri Perjanjian Baku

Sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, maka ciri-ciri perjanjian baku/standar mengikuti dan menyesuaikan dengan perkembangan tuntutan masyarakat, yang antara lain adalah sebagai berikut :


(38)

1. Bentuk Perjanjian Tertulis

Perjanjian yang dimaksud adalah naskah perjanjian keseluruhan dan dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku. Kata-kata atau kalimat pernyataan kehendak yang termuat dalam syarat-syarat baku dibuat secara tertulis berupa akta otentik atau akta dibawah tangan. Karena dibuat secara tertulis , maka perjanjian yang memuat syarat-syarat baku itu mengunakan kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan rapi. Jika huruf yang dipakai kecil-kecil, kelihatan isinya sangat padat dan sulit dibaca dalam waktu singkat. Ini merupakan kerugian bagi konsumen. Contoh perjanjian baku adalah perjanjian jual beli, polis asuransi, dan kredit dengan jaminan, sedangkan contoh dokumen bukti perjanjian adalah konosemen, nota pesanan, nota pembelian, dan tiket pengangkutan.18

1. Format Perjanjian Dibakukan.

Format perjanjian meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini dibakukan, artinya sudah ditentukan model, rumusan, dan ukurannya, sehingga tidak dapat diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak. Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap atau blanko formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku.

18Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan


(39)

Rumusan syarat-syarat perjanjian dapat dibuat secara rinci dengan menggunakan nomor/pasal atau secara singkat berupa klausula tertentu yang mengandung arti tertentu yang hanya dipahami oleh pengusaha, sedangkan konsumen sulit/tidak memahaminya secara singkat sehingga dapat merugikan bagi konsumen. Ukuran kertas perjanjian ditentukan menurut model, rumusan isi perjanjian, bentuk huruf dan angka yang dipergunakan. Contoh format perjanjian baku adalah polis asuransi, akta Penjabat Pembuat Akta Tanah, perjanjian sewa beli, penggunaan kartu kredit dan obligasi.19

2. Syarat-syarat Perjanjian Ditentukan oleh Pengusaha

Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan kehendak ditentukan sendiri secara sepihak oleh pengusaha atau organisasi pengusaha. Karena syarat-syarat perjanjian itu dimonopoli oleh pengusaha dari pada kosumen, maka sifatnya cenderung lebih menguntungkan pengusaha. Hal ini tergambar dalam klausula eksonerasi berupa pembebasan tanggung jawab perusahaan, dimana tanggung jawab itu menjadi beban konsumen.20

3. Konsumen Hanya Menerima atau Menolak

Jika konsumen bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang diberikan padanya, maka ditanda tanganilah perjanjian itu. Penandatanganan tersebut menunjukan bahwa konsumen bersedia memikul tanggung jawab walapun mungkin konsumen tidak bersalah.

19Ibid, h.7.


(40)

Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat perjanjian yang disodorkan itu, konsumen tidak boleh menawar syarat-syarat yang sudah dibakukan itu. Menawar syarat-syarat baku berarti menolak perjanjian. Pilihan menerima ini dalam bahasa inggris diungkapkan dengan take it or leave it.21

4. Penyelesaian Sengketa Melalui Musyawarah/Peradilan

Dalam syarat-syarat perjanjian terdapat klausula standar (baku) mengenai penyelesaian sengketa. Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, maka penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase. Tetapi jika ada pihak yang menghendaki, tidak tertutup kemungkinan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Negeri. Sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, maka pengusahan di Indonesia sebelum menyelesaikan sengketa di pengadilan, penyelesaian sengketa melalui musyawarah.

5. Perjanjian Baku Menguntungkan Pengusaha

Kenyataan ini menunjukan bahwa kecenderungan perkembangan perjanjian adalah dari lisan ke bentuk tulisan, dari perjanjian tertulis biasa ke perjanjian tertulis yang dibakukan, syarat-syarat baku dimuat lengkap dalam naskah perjanjian, atau ditulis sebagai lampiran yang tidak terpisahkan dari formulir perjanjian, atau ditulis dalam dokumen bukti perjanjian. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perjanjian baku yang dirancang secara sepihak oleh pengusaha akan menguntungkan pengusaha berupa :

21Ibid, h.9.


(41)

a. Efisiensi biaya, waktu dan tenaga;

b. Praktis karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa formulir atau blangko yang siap diisi dan ditandatangani;

c. Penyelesaian cepat karena konsumen hanya menyetujui dan atau menandatangani perjanjian disodorkan kepadanya;

d. Homogenitas perjanjian yang dibuat dengan jumlah yang banyak.22

2.1.3 Jenis-Jenis Perjanjian Baku

Secara kuantitatif, jumlah perjanjian baku yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sangat banyak karena masing-masing perusahaan atau lembaga, baik yang bergerak di bidang perbankan dan nonbank maupun lainnya, selalu menyiapkan standart baku dalam mengelola usahanya. Ini disebabkan untuk mempermudah dan mempercepat lalu lintas hukum.23

Hondius mengemukakan bahwa kiranya tidak tepat kalau ada kesan seakan-akan hampir semua transaksi dibuat atas syarat-syarat baku. Selalu masih banyak perjanjian, yang dibuat sama sekali atau semata-mata dalam bentuk syarat-syarat kontrak individual. Tidak semua transaksi cocok untuk dibakukan.24 Berbagai contoh kontrak yang tidak cocok untuk dibakukan, yaitu:

1. Jenis-jenis kontrak baku dan hubungan-hubungan hukum baru;

22Ibid, h.10.

23Salim HS, Op.cit, h.154. 24Salim HS, Op.cit, h.155.


(42)

2. Transaksi antara pengusaha dan seorang partikelir, yang segera dilaksanakan dalam hal pengusaha tidak ada resiko besar (misalnya penjualan makanan);

3. Transaksi antar golongan swasta satu dengan swasta yang lain (sewa-menyewa, penjualan mobil bekas);

4. Perjanjian-perjanjian, kedua belah pihak segan mempergunakan dokumen-dokumen (misalnya transaksi-transaksi gelap, tidak diberikan nota karena kedua belah pihak hendak mengelakan Undang-Undang pajak peredaran);25 Penyebab keempat hal itu tidak dibuatkan syarat-syarat baku adalah karena :

1. Biaya, waktu dan kesulitan dari penerapan syarat-syarat umum tidak seimbang dengan keuntungan;

2. Tidak ada pengetahuan tentang syarat-syarat baku atau karena kurang pengalaman;

3. Karena kedua belah pihak mengelakan Undang-Undang pajak peredaran.26 Hondius tidak mengklarifikasikan jenis-jenis standar kontrak tersebut, baik berdasarkan usahanya maupun lainnya. Namun, Marian Darus Badrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut :

1. Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam perjanjian itu. Pihak yang kuat disini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi (ekonomi) kuat dibandingkan pihak debitur.

25Salim HS, Loc.cit 26Salim HS, Loc.cit


(43)

2. Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang pihak-pihaknya terdiri dari pihak majikan (kreditur) dan pihak lainnya buruh (debitur). Kedua belah pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada perjanjian buruh kolektif.

3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah ialah perjanjian baku yang lazimnya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya perjanjian-perjanjian yang mempunyai objek hak-hak atas tanah. Dalam bidang argaria, lihatlah misalnya formulir-formulir perjanjian sebagaimana yang diatur dalam SK Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Agustus 1977 Nomor 104/d\d\Dja/1977 antara lain akta jual beli.

4. Perjanjian baku yang ditentukan dilingkungan notaris atau advokad adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokad yang bersangkutan. Didalam perpustakaan Belanda, jenis keempat ini disebut dengan contract model.27

Mariam Darus Badrulzaman tidak menyebutkan dengan jelas perjanjian baku yang berlaku di kalangan perbankan, namun ia hanya menyebutkan bahwa perjanjian baku yang dibuat oleh pihak ekonominnya kuat terhadap debitur yang kedudukan ekonominnya lemah. Pihak ekonominya kuat ini, dapat ditafsirkan sebagai pihak pemberi kredit atau lembaga perbankan yang

27Salim HS, Op.cit, h.156.


(44)

memberikan kredit pada debitur. Memang didalam lembaga perbankan syarat-syarat baku itu telah disiapkan oleh lembaga perbankan, sedangkan nasabah atau debitur hanya tinggal menerima atau menolak isi perjanjian. Apabila ia menerima, maka ia menandatangani isi perjanjian tesebut.28

Berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai jenis perjanjian yang berlaku di Indonesia, Salim HS, telah menginventariskan berbagai kontrak yang telah dibakukan. Kontrak itu dapat dikaji dari objeknya. Jenis-jenis kontrak tersebut disajikan sebagai berikut :

1. Kontrak baku yang dikenal dalam bidang pertambangan umum dan minyak dan gas bumi, seperti kontrak baku pada kontrak karya, kontrak production sharing, perjanjian karya pengusahaan batu bara, kontrak bantuan teknis, dan lain-lain;

2. Kontrak baku yang dikenal dalam praktik bisnis, seperti kontrak baku dalam perjanjian leasing, beli sewa, franchise, dan lain-lain;

3. Kontrak baku yang dikenal dalam bidang perbankan, seperti perjanjian kredit bank, perjanjian bagi hasil pada bank syariah;

4. Kontrak baku yang dikenal dalam perjanjian pembiayaan non-bank, seperti perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil pada perusahaan modal ventura, perjanjian pembiayaan konsumen; dan

5. Kontrak baku yang dikenal dalam bidang asuransi, seperti perjanjian asuransi yang dibuat oleh perusahaan asuransi.29

28Salim HS, Op.cit, h.157. 29Salim HS, Loc.cit.


(45)

Disamping itu, dikenal juga perjanjian baku yang dikenal dalam pembebanan jaminan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan, fidusia, dan gadai. Perjanjian ini telah dibakukan oleh pemerintah dan lembaga pegadaian.30

2.2 Kredit

2.2.1 Pengertian Kredit

Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credere, yang berarti kepercayaan. Misalkan, seseorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjam meminjam uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Menurut Drs. OP. Simorangkir, “kredit adalah pemberian prestasi dengan balas prestasi yang akan terjadi pada waktu akan datang”.31

Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan dirumuskan bahwa kredit adalah “Penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

30Salim HS, Loc.cit.

31 H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garasi, PT. Citra Aditya Bakti,


(46)

meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga”.

Berkaitan dengan pengertia kredit di atas, menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah

Penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk : (a) ceruka (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; (b) pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak-piutang; dan (c) pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.

Dari pengertian tersebut, setidaknya terdapat empat (4) unsur pokok kredit, yaitu kepercayaan, waktu, resiko, dan prestasi. Sebagaimana diketahui bahwa unsur esensial dari kredit bank adalah kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain : jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain.32

Dengan demikian unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah :

1.Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

32Hermansyah, Op.cit, h.58.


(47)

2.Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

3. Degree of risk, yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit yang diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

4. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktik perkreditan.33

2.2.2 Jenis-Jenis Kredit

Jenis kredit perbankan dapat dibedakan dengan mengacu pada kreteria tertentu. Pengklasifikasian jenis-jenis tersebut bermula dari klasifikasi yang

33Hermansyah, Op.cit, h. 59.


(48)

dijalankan oleh perbankan dalam rangka mengontrol portofolio kredit secara efektif. Dari kegaiatan pengklasifikasian tersebut maka saat ini dikenal jenis-jenis kredit yang didasarkan kepada :

1. Penggunaanya

2. Tujuan penggunaan kredit 3. Jangka waktu

4. Jaminanya

5. Aktivitas perputaran sektor usaha 6. Kelembagaanya

7. Objek yang di transfer34

Berdasarkan penggunaanya kredit dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: 1. Kredit Investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang

diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, moderenisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk perluasan pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai tersebut. Jadi, kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau pajang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, moderinisasi, perluasan, proyek penempatan kembali dan/atau pembuatan proyek baru.

2. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu


(49)

siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari.

3. Kredit Konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk pembiayaa barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitur yang bersangkutan. Dengan kata lain, kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama lainnya.35

Berdasarkan dari segi tujuan kredit dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

1. Kredit Produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang dan atau jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangunan pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang, kredit pertanian yang menghasilkan produk pertanian atau kredit pertambangan yang menghasilkan bahan tambang atau kredit industri lainnya.

35Hermansyah, Op.cit, h.60.


(50)

2. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk konsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit perumah, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya.

3. Kredit Perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering di berikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan uang akan membeli barang jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.36

Berdasakan dari segi jangka waktu kredit dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Kredit Jangka Pendek, yaitu merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. Contohnya untuk perternakan misalnya kredit peternakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya tanaman padi atau palawija.

2. Kredit Jangka Menengah, yaitu jangka waktu kreditnya berkiran antara 1 tahun sampai 3 tahun, biasanya untuk investasi. Sebagai contoh kredit pertanian seperti jeruk, atau pertenakan kambing.

36Kasmir, 2015, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi Cetakan Keenam,


(51)

3. Kredit Jangka Panjang, yaitu merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet,kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.37

Berdasarkan dari segi jaminan kredit dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu : 1. Kredit dengan Jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan,

jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.

2. Kredit tanpa Jaminan, yaitu merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredi jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini.38

Berdasarkan dari segi kelembagaanya kredit dapat digolongkan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu :

1. Kredit perbankan yang diberikan oleh Bank Milik Negara, atau Bank Swasta kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan/atau konsumsi. Kredit ini diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.

37Ibid


(52)

2. Kredit liquidasi, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentrak kepada bank-bank yang beroprasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.

3. Kredit langsung, kredit ini diberika oleh Bank Sentral kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pelaksanaan pangan, atau pemberian kredir langsung kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya.

4. Kredit (pinjam antar bank), yaitu kredit ini diberikan oleh bamk yang kelebihan dana kepada bank yang kekuarangan dana. Pinjaman model ini merupakan sarana yang paling mudah dilakukan olegh bank yang memerlukan tambahan dana baik dalam keadaa darurat maupun keadaan biasa arti sekedar memerlukan tambahan dana untuk dapat diputar kembali.39

2.2.3 Tujuan dan Fungsi Kredit

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan.

Adapun tujuan utama dari pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut : 1. Mencari keuntungan

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank

39Muhamad Djumhana, 2008, Hukum Perbankan di Indonesia, cetakan ke III, PT. Citra


(53)

sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Kemudian hasil lainnya bahwa nasabah yang memperoleh kredit pun bertambah maju dalam usahanya.

Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang terus menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidasi.

2. Membantu usaha nasabah, yaitu membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

3. Membantu pemerintah, yaitu bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.40

Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarkan pemberian kredit adalah : a. Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dari bank. b. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan

usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menggangur.

c. Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar di masyarakat.

40Kasmir, Op.cit h.88.


(54)

d. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilits kredit yang ada jelas akan dapat menghemat devisa negara.

e. Meningkatan devisa negara, apabila produk dari kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor.41

Kemudian disamping tujuan dari fasilitas kredit, adapun fungsi kredit secara luas. Fungsi kredit secara luas antara lain sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya dari uang jika hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit. 2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dapat memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan yang dari daerah lainnya.

3. Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan si debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna atau bermanfaat.

41Kasmir, Loc.cit.


(55)

4. Meningkatkan peredaran uang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula membantu dalam mengekspor barang dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa negara.

6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memegang modal pas-pasan.

7. Untuk meningkatkan pemerataan pedapatan.

Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga, dapat pula mengurangi penganguran. Disamping itu bagi masyarakat sekitar pabrik juga dapat meningkatkan pendapatannya seperti membukaan warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya.


(56)

8. Untuk meningkatkam hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningatkan saling membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.42

2.2.4 Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES)

Kredit umum pedesaan atau disingkat dengan Kupedes adalah kredit yang diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-usaha kecil yang sudah ada di pedesaan, baik usaha-usaha yang sebelumnya pernah dibantu dengan fasilitas kredit mini atau midi dan jenis kredit lain maupun usaha-usaha dari calon nasabah baru.43

Tujuan dari Kredit umum pedesaan yaitu untuk membiayai keperluan investasi maupun modal kerja dalam rangka peningkatan usaha di semua sektor ekonomi di pedesaan.44

Kredit umum pedesaan merupakan suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh Bank Rakyat Indonesia Unit Desa untuk mengembangkan/meningkatkan usaha kecil yang layak di pedesaan, baik yang telah dibantu dengan fasilitas kredit. Namun demikian untuk memperluas jangkauan pelayanan, maka Direksi Bank Rakyat Indonesia telah mengambil kebijakan agar kredit umum pedesaan dapat diberikan pula pada pegawai berpenghasilan tetap. Perlu

42Kasmir, Op.cit, h.90.

43Thomas Suyatno dkk, 2003, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Kesepuluh, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.47


(57)

ditekankan disini bahwa kredit umum pedesaan hanya disediakan oleh Bank Rakyat Indonesia Unit dan bukan bank lain termasuk Kantor Cabang Bank Rakyat Indonesia dan sasarannya adalah orang-orang yang mempunyai usaha selain dari pegawai yang berpenghasilan tetap.

Sasaran kredit umum pedesaan adalah dua golongan masyarakat pedesaan yaitu :

a. Pengusaha

Semua pengusaha yang bergerak dalam berbagai sektor ekonomi dalam wilayah kerja Bank Rakyat Indonesia Unit seperti pada sektor : pertanian, perdagangan, jasa-jasa salah satunya jasa kecantikan salon dan lain-lain. b. Golongan Berpenghasilan Tetap

Semua pegawai yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor. 6 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1. Pegawai negeri yang dimaksud adalah

- Pegawai Negeri Sipil - Anggota TNI/POLRI - Pegawai BUMN

- Pegawai Perusahaan Daerah b) Pensiunan Dari :

- Pegawai Tetap - Perusahaan Swasta - Janda/Duda Pensiunan Jenis-Jenis Kredit Umum Pedesaan


(58)

1. Kredit Umum Pedesaan Modal Kerja

Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur/calon debitur untuk membiayai modal kerja yang bersangkutan.

2. Kredit Umum Pedesaan Investasi

Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur/calon debitur untuk membelian barang-barang modal yang diperlukan guna rehabilitasi, moderenisasi, ekspansi atau pendirian usaha baru.

3. Kredit Umum Pedesaan Pengganti Modal Kerja

Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur untuk mengganti modal kerja.

4. Golongan Perpenghasilan Tetap

Merupakan kredit yang diberikan debitur/calon debitur golongan berpenghasilan tetap, baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif.45 2.3Agunan

2.3.1 Pengertian dan Fungsi Agunan

Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam hal pemberian fasilitas kredit. Hal demikian sesuai dengan pengertian agunan yang termuat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu bahwa aguanan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarka prinsip syariah.46

45 Gunawan Sri Nugroho, 2012, “Evaluasi Sistem Pemberian Kredit Umum Pedesaan

(KUPEDES) Pada Bank Rakyat Indonesia unit klenco”, URL : http://digilib.uns.ac.id. Diakses tanggal 11 Januari 2016.


(59)

Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak disebutkan lain secara tegas mengenai kewajiban dan keharusan tersedianya jaminan atas kredit yang dimohonkan oleh debitur, seperi yang diatur dalam Undang-undang Perbankan sebelumnya.

Dengan kedudukannya sebagai jaminan tambahan maka bentuk agunan menurut penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahub 1998 tentang Perbankan, dapat berupa :

“…barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang

bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan yang berupa barang yang tidak terkait langsung dengan

obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.”

Fungsi agunan adalah :

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan wanprestasi yaitu untuk membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan.

b. Menjamin agar debitur perperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaanya dapat dicegah atau sukurang-kurangnnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan atau pihak ketiga yang ikyt menjamin tidak kehilangan kekayaanya yang telah dijaminkan kepada bank.47

47Sutarno, 2004, Aspek-Aspek Hukum Perkereditan Pada Bank, Cetakan Kedua, Alfabeta,


(1)

d. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilits kredit yang ada jelas akan dapat menghemat devisa negara.

e. Meningkatan devisa negara, apabila produk dari kredit yang dibiayai

untuk keperluan ekspor.41

Kemudian disamping tujuan dari fasilitas kredit, adapun fungsi kredit secara luas. Fungsi kredit secara luas antara lain sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya dari uang jika hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dapat memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan yang dari daerah lainnya.

3. Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan si debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna atau bermanfaat.

41Kasmir, Loc.cit.


(2)

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula membantu dalam mengekspor barang dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa negara.

6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memegang modal pas-pasan.

7. Untuk meningkatkan pemerataan pedapatan.

Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga, dapat pula mengurangi penganguran. Disamping itu bagi masyarakat sekitar pabrik juga dapat meningkatkan pendapatannya seperti membukaan warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya.


(3)

8. Untuk meningkatkam hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningatkan saling membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di

bidang lainnya.42

2.2.4 Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES)

Kredit umum pedesaan atau disingkat dengan Kupedes adalah kredit yang diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-usaha kecil yang sudah ada di pedesaan, baik usaha-usaha yang sebelumnya pernah dibantu dengan fasilitas kredit mini atau midi dan jenis kredit lain maupun

usaha-usaha dari calon nasabah baru.43

Tujuan dari Kredit umum pedesaan yaitu untuk membiayai keperluan investasi maupun modal kerja dalam rangka peningkatan usaha di semua

sektor ekonomi di pedesaan.44

Kredit umum pedesaan merupakan suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh Bank Rakyat Indonesia Unit Desa untuk mengembangkan/meningkatkan usaha kecil yang layak di pedesaan, baik yang telah dibantu dengan fasilitas kredit. Namun demikian untuk memperluas jangkauan pelayanan, maka Direksi Bank Rakyat Indonesia telah mengambil kebijakan agar kredit umum pedesaan dapat diberikan pula pada pegawai berpenghasilan tetap. Perlu

42Kasmir, Op.cit, h.90.

43Thomas Suyatno dkk, 2003, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Kesepuluh, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.47


(4)

Rakyat Indonesia Unit dan bukan bank lain termasuk Kantor Cabang Bank Rakyat Indonesia dan sasarannya adalah orang-orang yang mempunyai usaha selain dari pegawai yang berpenghasilan tetap.

Sasaran kredit umum pedesaan adalah dua golongan masyarakat pedesaan yaitu :

a. Pengusaha

Semua pengusaha yang bergerak dalam berbagai sektor ekonomi dalam wilayah kerja Bank Rakyat Indonesia Unit seperti pada sektor : pertanian, perdagangan, jasa-jasa salah satunya jasa kecantikan salon dan lain-lain.

b. Golongan Berpenghasilan Tetap

Semua pegawai yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor. 6 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1. Pegawai negeri yang dimaksud adalah

- Pegawai Negeri Sipil

- Anggota TNI/POLRI

- Pegawai BUMN

- Pegawai Perusahaan Daerah

b) Pensiunan Dari : - Pegawai Tetap - Perusahaan Swasta - Janda/Duda Pensiunan Jenis-Jenis Kredit Umum Pedesaan


(5)

1. Kredit Umum Pedesaan Modal Kerja

Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur/calon debitur untuk membiayai modal kerja yang bersangkutan.

2. Kredit Umum Pedesaan Investasi

Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur/calon debitur untuk membelian barang-barang modal yang diperlukan guna rehabilitasi, moderenisasi, ekspansi atau pendirian usaha baru.

3. Kredit Umum Pedesaan Pengganti Modal Kerja

Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur untuk mengganti modal kerja.

4. Golongan Perpenghasilan Tetap

Merupakan kredit yang diberikan debitur/calon debitur golongan

berpenghasilan tetap, baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif.45

2.3Agunan

2.3.1 Pengertian dan Fungsi Agunan

Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam hal pemberian fasilitas kredit. Hal demikian sesuai dengan pengertian agunan yang termuat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu bahwa aguanan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarka prinsip syariah.46

45 Gunawan Sri Nugroho, 2012, “Evaluasi Sistem Pemberian Kredit Umum Pedesaan

(KUPEDES) Pada Bank Rakyat Indonesia unit klenco”, URL : http://digilib.uns.ac.id. Diakses tanggal 11 Januari 2016.


(6)

disebutkan lain secara tegas mengenai kewajiban dan keharusan tersedianya jaminan atas kredit yang dimohonkan oleh debitur, seperi yang diatur dalam Undang-undang Perbankan sebelumnya.

Dengan kedudukannya sebagai jaminan tambahan maka bentuk agunan menurut penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahub 1998 tentang Perbankan, dapat berupa :

“…barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang

bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan yang berupa barang yang tidak terkait langsung dengan

obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.”

Fungsi agunan adalah :

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan

dari agunan apabila debitur melakukan wanprestasi yaitu untuk membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan.

b. Menjamin agar debitur perperan serta dalam transaksi untuk membiayai

usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaanya dapat dicegah atau sukurang-kurangnnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya

mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan atau pihak ketiga yang ikyt menjamin tidak

kehilangan kekayaanya yang telah dijaminkan kepada bank.47

47Sutarno, 2004, Aspek-Aspek Hukum Perkereditan Pada Bank, Cetakan Kedua, Alfabeta,


Dokumen yang terkait

Wanprestasi Pada Perjanjian Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) Dan Upaya Penyelesaiannya

0 22 1

Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Perkembangan Usaha Studi Pada Debitur Kupedes Kredit Umum Pedesaan Pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Unit Setia Budi Medan

12 251 90

ELAKSANAAN ADMINISTRASI KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) UNIT MAYANG CABANG JEMBER

0 4 11

IMPLEMENTASI KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SKALA MIKRO PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)Tbk UNIT WIROLEGI CABANG JEMBER

0 4 15

Implementasi Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Skala Mikro Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk Unit Wirolegi Cabang Je mber

0 3 15

Sistem pemberian kredit umum pedesaan (kupedes) dengan agunan pada Bagian Kredit di PT.bank Rakyat Indonesia (persero) unit Cikijing Majalengka : laporan kerja praktek

0 3 56

Proses pemberian kredit umum pedesaan (kupedes) kepada pengusaha kecil pada PT.Bank Rakyat Indonesia (persero) Unit Ciamis Kota : laporan kerja praktek

0 3 41

ANALISIS PROBLEMATIKA KREDIT MACET DALAM PELAKSANAAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) Analisis problematika kredit macet dalam pelaksanaan kredit umum pedesaan (kupedes) (studi di pt. Bank rakyat indonesia (persero) tbk.unit kepuh sukoharjo).

0 2 17

ANALISIS PROBLEMATIKA KREDIT MACET DALAM PELAKSANAAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) Analisis problematika kredit macet dalam pelaksanaan kredit umum pedesaan (kupedes) (studi di pt. Bank rakyat indonesia (persero) tbk.unit kepuh sukoharjo).

0 4 14

PENANGANAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) BERMASALAH PADA PT.BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK UNIT SUDIRMAN DENPASAR.

0 2 45